Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kota Balikpapan secara geologi terdiri dari 3 formasi yang mendasarinya
yaitu : Formasi Balikpapan Bawah, Formasi Balikpapan Atas dan Formasi
Balikpapan Kampung Baru. Untuk formasi Balikpapan Bawah dan
Balikpapan Atas terdiri dari batu pasir kwarsa dan lempung dengan sisipan
lanau, serpih, batu gamping dan batu bara, formasi tersebut berada didaerah
perkotaan. Dimana satuan batuan tersebut secara umur geologi berumur
Miosen dan telah mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi dan
mudah jenuh oleh air. Untuk Formasi Kampung Baru terdiri dari batu pasir
kwarsa dengan sisipan lempung lignit dan lanau dan berumur pliosen.
Adapun letak Formasi tersebut berada dibagian Timur dari Kota Balikpapan
dan sebelah utara. Dimana satuan batuan ini juga memiliki tingkat
pelapukan yang tinggi dan mudah mengalami erosi.
Formasi geologi Kota Balikpapan terdiri dari Meosin Atas dan Alluvial
Undak Terumbu Koral. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa Meosin
Atas mencapai luas 20.937 Ha, dan Alluvial Undak Terumbu Koral
mencapai luas 31.743 Ha.
Jenis batuan yang ada terdiri dari endapan permukaan dan batuan sedimen
dan gunung api. Endapan permukaan berupa endapan alluvium, terdiri dari
kerikil, pasir, lempung dan lumpur, umumnya tersebar disepanjang pantai
timur di sekitar Tanah Grogot, Teluk Adang dan Teluk Balikpapan.
Sedangkan jenis batuan sedimen dan gunung api, terdiri dari tiga formasi
batuan yaitu Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan dan Formasi
Kampung Baru.
Mengingat sebagian besar lahan di Kota Balikpapan berjenis podsolik merah
kuning dan pasir kwarsa dan bertekstur kasar serta ikatan batuan yang
lemah, disebabkan tanah tersebut dibentuk dari jenis batuan yang berumur
relatif muda. Sedangkan sifat tanahnya sangat mudah tererosi dan jenuh
2

akan air. Sedangkan pembentukan jenis-jenis tanah ditentukan oleh beberapa


faktor batuan induk, topografi, umur, iklim dan vegetasi/biologi serta
pengaruh faktor lainnya, sehingga mengalami proses lebih lanjut secara
terus menerus.
Jenis tanah yang terdapat di Kota Balikpapan adalah sebagai berikut :
· Alluvial, terdiri dari material pasir, lempung dan lumpur yang terbentuk
dalam lingkungan sungai dan pantai. Jenis tanah ini menempati kira-kira
seluas 5% dari wilayah Kota Balikpapan. Pada jenis tanah Alluvial ini
tersedia minimal cukup unsur hara yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan
namun sebagian besar tanah ini dipengaruhi oleh unsur bahan induk
sehingga menjadikan kurang subur bagi lahan pertanian.
· Podsolik Merah Kuning, jenis tanah ini menempati wilayah Kota
Balikpapan sekitar 80%, keadaan tekstur tanah liat, porositas jelek dan
mudah larut bersama air.
· Tanah Pasir, sekitar 15% dari wilayah Kota Balikpapan, tanah pasir ini
mengandung kuarsa, lempung serta serpih dengan sisipan napal dan batu
bara, berwarna kecoklatan agak kelabu, porositas baik, rapuh dan tingkat
erosi sangat tinggi.
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah
dalam suatu massa tanah yaitu partikel pasir, debu dan liat. Kasar halusnya
tekstur tanah dalam suatu wilayah penggolongan tanah tersebut. Tekstur
tanah dapat menentukan tata air dalam tanah berupa kerapatan infiltrasi,
penetrasi dan kemampuan pengikatan/sementasi oleh air tanah. Apabila
tekstur tanah halus maka tanah tersebut sangat sulit meluluskan air dan
apabila tekstur tanah tersebut kasar akan mudah meluluskan air.
3

1.2 Maksud dan Tujuan


Tujuan dari tinjauan lapangan ini ialah:
1. untuk mengetahui kondisi lapangan geologi kota Balikpapan.
2. untuk mengetahui fungsi dan cara penggunaan dari kompas geologi.
3. Untuk mengetahui cara pengukuran strike dan dip dari suatu perlapisan
batuan menggunakan kompas geologi.
4. Untuk mengetahui cara menentukan posisi puncak lereng/bukit dari titik
kita berdiri.
5. Mengetahui jenis – jenis perlapisan disuatu daerah khususnya
Balikpapan.
6. Sebagai salah satu syarat mata kuliah pengenalan lapangan geologi.

1.3 Kesampaian Daerah


a. Waktu dan Tempat
Hari, tanggal : Sabtu, 6 Mei 2017 dan Kamis, 11 Mei 2017
Tempat : KM. 13 Balikpapan
Waktu pelaksanaan : 10.00 – 17.00 WITA
Kelompok :
1. Destilen Alseria Sudamara
2. Elvin P
3. Luthfi Rahmani
4. Makbul
5. Meksi Surono Panggalo
6. Nita Lies B. Pertiwi
7. Nur’ain
8. Rakha Bagaskara
9. Richard Stephen Alders Glenn Rompis M
10. Qosim Dwi Abdurahman S
4

Proses perjalanan : Pada hari pertama mapping kami yaitu hari Sabtu
tanggal 6 Mei 2017, saya berangkat dari KM. 8
bersama dengan teman-teman kelompok saya
pada pukul 09.45 WITA dengan kondisi cuaca
yang sangat cerah menuju ke lokasi pemetaan
kami yaitu di daerah KM. 13. Kami sampai di
lokasi pada pukul 10.00 WITA dan kemudian
kami langsung mencari daerah yang terdapat
singkapan. Sebelum ke lapangan, kami sudah
diajarkan bagaimana cara membaca kompas,
mengukur strike dip, membaca gps dan membaca
peta. Pada hari pertama kami mendapatkan 5
singkapan dan selesai sekitar pukul 14.00 WITA,
kemudian kami kembali untuk beristirahat. Pada
hari kedua mapping kami yaitu hari Kamis
tanggal 11 Mei 2017, kami berkumpul di kampus
KM. 8 pada pukul 09.00 WITA dan menuju
lokasi KM. 13 pada pukul 09.15 WITA dengan
kondisi cuaca yang sangat cerah dan terik.
Setelah sampai di lokasi KM.13 kami langsung
mencari daerah yang terdapat singkapan. Kami
mendapatkan 5 singkapan sehingga total
singkapan yang kami dapatkan adalah 10
singkapan. Pada hari kedua hendak mengukur
singkapan 8 dan 9 tiba-tiba cuaca berubah
mendung dan turun hujan sehingga gps kami
tidak berfungsi, jadi kami putuskan untuk
berteduh dan menunggu hingga hujan reda.
Setelah hujan reda namun cuaca masih mendung
kami mencoba untuk mengukur singkapan 8 dan
singkapan 9. Ketika kami mengukr singkapan 10
5

cuaca kembali cerah. Pada hari kedua sekitar


pukul 18.00 WITA kami rasa sudah cukup dan
kami bersiap untuk kembali ke rumah masing-
masing.

1.4 Metodologi
Adapun metode peninjauan lapangan ialah mengukur peyebaran
lapisan (stike and dip) dari suatu sampel lapisan dan kekar menggunakan
kompas giologi serta mencatat hasil dari pengukurannya. Disamping itu
juga menentukan posisi suatu lereng dari tempat berdiri.
Adapun metode peninjauan lapangan kedua adalah mengetahui
statigrafi perlapisan batuan.
6

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Kerangka Tektonik

PULAU KALIMANTAN

Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada


bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur
oleh selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa.

H
N

UG
O
TR
AN
KOTA

South China Sea


W
KINABALU
PA
LA
+ + +
W

+ +S
ES

E
T

Brunei + + MP+OR + + +
BA
LI

NA
NE

AM

NW.BORNEO + HI
GH
BASIN +
TARAKAN
+ + +
BASIN
+ + + +
Malaysia
LU + + + +
PA
R
LI + + KUCHING
+ + OROGENIC
+ + + + +
NE M Celebes Sea
+ + + + + + ANG+KAL
+ + + + + COMPLEX
KUCHING
IHA
+ + + + + + + + + Indonesia
+ + + + TH
IGH
+ + + + + + +
MELAWI BASIN Sangatta

+ + + + KUTAI BASIN
UPPER Semberah
KETUNGAU BASIN Badak/Nilam
GH

+ + + + ADA
SAMARINDA
OU

Tunu
NG
FLE LOWER
TR

+ + + + + + + XUR
E
Mutiara Handil
R
SA

+ + + + + + + PLAT BARITO
FORM BALIKPAPAN
S

SCHWANNER BLOCK
KA

PALANGKARAYA
MA

+ + + + + + +
ESI
AS TU AS O
T
RI

LAW
EM S H IN
AS IGH
BA

+ + + + + + +
EM
B

SU

BANJARMASIN PATERNOSTER
A

PLATFORM
ER

N
M

SI
BA

Java Sea
Gambar 2.1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)
7

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-


Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini
terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir,
dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.
Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain
berumur Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos
batuan metamorf regional derajat rendah. Tinggian Meratus di bagian tenggara
Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem.
Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal.
Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.
Kerangka tektonik di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh perkembangan
tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Samudera Philipina,
Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasian yang terjadi sejak Jaman Kapur
sehingga menghasilkan kumpulan cekungan samudera dan blok mikro kontinen
yang dibatasi oleh adanya zona subduksi, pergerakan menjauh antar lempeng, dan
sesar-sesar mayor. Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada Kala
Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir
pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng
mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah Barat Laut yang
menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan
tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang.
Pada Kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari
bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah Timur
sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi
susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang
terendapkan berasal dari bagian Selatan, Barat dan Utara cekungan menyusun
Formasi Warukin, Formasi Pulubalang dan Formasi Balikpapan.
Formasi Pamaluan (Tomp), Batupasir kuarsa dengan sisipan
batulempung, serpih batugamping dan batulanau; berlapis sangat baik. Batu pasir
kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitam-kecoklatan, berbutir halus-
sedang, terpilah baik, butiran membulat-bulat tanggung, padat, karbonan dan
8

gamping. Setempat dijumpai struktur sedimen seilang-silang dan perlapisan


sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 meter. Batu lempung tebal rata-rata 45 cm,
serpih, kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan antara 10 -20 cm. Batu
gamping kelabu pejal, berbutir sedang kasar, setempat berlapis dan mengandung
foraminifera besar. Batu lanau tua kehitaman. Formasi Pemaluan merupakan
batuan palling bawah yang tersinggkap di lembar Samarinda dan bagian atas
formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal formasi lebih
kurang 2000 meter. Berumur Oligosen sampai awal Miosen.
Formasi Bebuluh (Tomb), Batugamping terumbu dengan sisipan batu
gamping pasiran dan serpih, warna kelabu padat, mengandung foraminifera besar,
berbutir sedang. Setempat batu gamping menghablur, terkekar tak beraturan.
Serpih kelabu kecoklatan berseling dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman.
Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina Sumatraensis Brady,
Miogypsina Sp. Miogupsinaides SPP. Operculina Sp., menunjukan umur Miosen
awal – Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan
sekitar 300 meter. Formasi Bebuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulau Balang.
Formasi Pulubalang (Tmpb), Perselingan antara graywacke dan batupasir
kuarsa dengan sisipan batugamping, batu lempung, batubara, dan tuf dasit.
Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm.
Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar. Batugamping, coklat muda kekuningan,
mengandung foraminifera besar, batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau
lensa dalalm batupasir kuarsa, tebal lapisan 10 – 40 cm. di S. Loa Haur,
mengandung foraminifera besar antara lain Austrotrilina howchina, Borelis sp.,
Lepidocyclina sp., Myogypsina sp., menunjukan umur Miosen Tengah dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal
lapisan 1 – 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai
4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
Formasi Balikpapan (Tmbp), perselingan batupasir dan lempung dengan
sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih
kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 0,5 – 5 m.
9

Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang


siur, tebal lapisan 20 – 40 cm, mengandung Foraminifera kecil, disisipi lapisan
tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan,
oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa
batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis
tipis. Batugamping pasiran, mengandung Foraminifera besar, moluska,
menunjukan umur Miosen Akhir bagian bawah – Miosen Tengah bagian atas.
Lingkungan pengendapan delta, dengan ketebalan 1000 – 1500 m..
Formasi Kampungbaru (Tpkb), Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung,
serpih; lanau dan lignit; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa
putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur,
setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan,
dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa,
kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0.5 – 1 cm, mudah lepas.
Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, batubara/ lignit dengan
tebal 0,5 – 3 m, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi, teballl 1 – 2 m.
Diduga berumur Miosen Akhir – Pilo Plistosen, lingkungan pengendapan delta –
laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat
tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. Endapan Alluvium, Kerikil, pasir dan
lumpur terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.
Secara umum wilayah Kepulauan Nusantara merupakan pertemuan tiga
lempeng yang sampai kini aktif bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah lempeng
eurasia, lempeng indo australia, dan lempeng pasifik. Pergerakan tiga lempeng
tersebut menyebabkan patahan atau sesar yaitu pergeseran antara dua blok batuan
baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke bawah blok lainnya,
menghasilkan lajur gunung api, membentuk zona sudaksi dan menimbulkan gaya
yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk pegunungan
lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta
terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis
cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan
busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Cekungan-
10

cekungan yang terbentuk di cekungan busur belakangan adalah cekungan


sumatera utara, cekungan sumatera tengah, cekungan sumatera selatan, cekungan
jawa, dan cekungan Kalimantan.
a. Tatanan Tektonik
 Basement pre-Eosen
Bagian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil
(Kapur Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi
baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat, Sumatra, dan semenanjung
Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan sediment
dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan
Meratus, yang diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di
wilayah antara Sarawak dan Kalimantan terdapat sediment laut dalam
berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar line,
Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan 6; Boyan mélange antara
Cekungan Ketungai dan Melawi), dan unit lainnya yang menunjukkan
adanya kompleks subduksi. Peter dan Supriatna (1989) menyatakan bahwa
terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias diantara Cekungan
Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan
formasi berumur Jura-Kapur.
11

Gambar 2.2: NW – SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late


Cretaceous, and
(B) Eocene (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

 Permulaan Cekungan Eosen


Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi
ke arah tenggara di bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada
periode Kapur dan Tersier awal dapat menjelaskan kehadiran ofiolit,
mélanges, broken formations, dan struktur tektonik Kelompok Rajang di
Serawak (Gambar 4), Formasi Crocker di bagian barat Sabah, dan
Kelompok Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu
wilayah Sulawesi, yang merupakan batas konvergensi pada Tersier dan
kebanyakan sistem akresi terbentuk sejak Eosen.
12

PALEOCENE - M. EOCENE (60 - 40)


900 E 110 0 E 130 0 E

RR
F
200 N

PA
SCS

LS
100 N

INDIA
MS
W. SUL.

?
00

TETHYS

I - AU
L
100 S

Gambar 2.3: Paleocene – Middle Eocene SE Asia tectonic reconstruction.


SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Meratus Subduction,
WSUL = West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate
(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)
13

S N
EARLY - MIDDLE EOCENE
Volcanic arc Fore-arc basin Rajang Accretionary Prism Luconia Platform
X Y

Plate motion

KUCHING SIBU MIRI


ZONE ZONE ZONE

X Lupar Line Balingian and Tinjar Provinces Lupar Platform Y


SW Sarawak Province Rajang Accretionary
( Collisional Fold Belts )
Prism

Continental Crust Coarse Clastic


PRESENT DAY Carbonate
Oceanic Crust Igneous Rocks

Gambar 2.4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show


Lupar subduction in Eocene
(Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50
Ma) dan mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia.
Adanya subsidence pada Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan
wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan kemungkinan
dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian
back-arc Laut Celebes.
 Tektonisme Oligosen
Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara,
termasuk Kalimantan dan bagian utara lempeng benua Australia,
diperkirakan sebagai readjusement dari lempeng pada Oligosen. Di pulau
New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan
(Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992) yang
dihubungkan dengan collision bagian utara lempeng Australia (New
Guinea) dengan sejumlah komplek busur. New Guinea di ubah dari batas
14

konvergen pasif menjadi oblique. Sistem sesar strike-slip berarah barat-


timur yang menyebabkan perpindahan fragmen benua Australia (Banggai
Sula) ke bagian timur Indonesia berpegaruh pada kondisi lempeng pada
pertengahan Oligosen.
L. OLIGOC. - E. MIOC. ( 32 - 16.2 )
90 0 E 100 0 E 110 0 E 120 0 E 130 0 E

SCS
PHIL. PL

IND
NP

10 0 N RB

MS
KUT EI B

E. SUL
00
SU

NG

6 cm / yr DA
I - AU BAN
0
10 S

AU

Gambar 2.5: Late Oligocene – Early Miocene SE Asia tectonic


reconstruction.
SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction,
WSUL = West Sulawesi,
E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate, INC
= Indocina, RRF = Red River Fault,
IND = India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Palawan, RB =
Reed Bank, H = Hainan,
SU = Sumba (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar 2006)

Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China


selatan (SCS) dan wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway,
1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru dan Pigott, 1986; Letouzey dan Sage,
1988; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Ketidak selarasan ini
dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada
baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai
15

timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di


bagian timurlaut, berhenti pada akhir Miosen awal (Holloway, 1982, op
cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).

NW SE - DIPPING SUBDUCTION SE
INNER O UTER
SECO ND EPISO DE MA KUTEI B KUTEI B W. SULAWESI
SCS SPREADING
IAB BA MS BA
MERSING MA
FA
SUBDUCTION

KUCHING UPLIFT
32 - 16.2 Ma
O LIGO CENE - M. MIO CENE

- CO LLISIO N BA - SU - W. SULA
- TERMINATIO N SUBDUCTIO N
PA - RB - TERMINATIO N SUBDUCTIO N
TRANSPRESSIO N / TRANSTENSIO N
16.2 - 0 Ma DEFO RMATIO N
( M. MIO CENE - PRESENT )
PA - RB PALAWAN / MERATU'S
REED BANK BA - SU
UPLIFT BANGGAI /
CO LLISIO N
W. SUL E. SUL SULA MICRO -
CO NTINENT

BA - SU

Gambar 2.6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene –


Middle Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar,
2006).
16

M. MIOCENE - PRESENT ( 0 - 16 )
100 0 E 110 0 E 120 0 E 130 0 E

PHIL. PL

10 0 N
NP

KUT EI B

00
BA - SU

NG

10 0 S

I - AU

AU

Gambar 2.7: Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction


(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

 Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi
perubahan yang Sangat penting. Pemekaran lantai samudera di SCS
berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan; mulai terjadinya
pembukaan Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de
Weerd dan Armin, 1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op
cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal
Laut Andaman terjadi pada sebagian awal Miosen tengah (Harland et al.,
1989. op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).
17

Gambar 2.8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay,
1985, op cit., Oh, 1987.)
18

2.2 Geomorfologi
Morfologi Kalimantan dibedakan menjadi 3 yaitu : Pegunungan, Dataran, dan
Rawa.

2.2.1 Karakteristik Tanah


Secara umum karakteristik tanah di Pulau Kalimantan adalah berkisar dari
ultisol masam yang sangat lauk dan inceptisol muda. Di bagian selatan dataran
aluvial dan tanah gambut yang sangat luas. Sebagian besar tanah telah di
berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan yang tertoreh diatas
batuan sedimen dan batuan beku tua.
2.2.2 Karakteristik Batuan
Di Kalimantan terdapat empat unit geologi utama, yaitu batuan yang
dihubungkan dengan pinggir lempeng, batuan dasar, batuan muda yang mengeras
dan tidak mengeras, dan batuan aluvial serta endapan muda yang dangkal.
1) Kompleks batuan dasar Kalimantan terdiri dari atas sekis dan gneis yang
tercampur dengan granit dari Era Palaezoikum dan Periode Terseir membentuk
daerah kristal yang sangat luas.
2) Batuan yang berasosiasi dengan pinggir lempeng Kalimantan mencakup opiolit
(kerak samudera) dan melange.
3) Sebagian besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras,
termasuk batuan kuarter di semenanjung Sangkulirang dan jajaran pegunungan
meratus, batuan vulkanik dan endapan tersier. Kalimantan tidak memiliki gunung
api yang aktif seperti yang terdapat di Sumatera dan Jawa, tetapi memiliki daerah
batuan vulkanik tua yang kokoh di bagian barat daya dan bagian timur
Kalimantan.
4) Suatu kawasan yang luas di bagian tengah, timur dan selatan Kalimantan tersusun
dari batuan endapan seperti batu pasir dan batu sabak. Selain formasi yang lebih
tua di Kalimantan Barat, kebanyakan formasi sedimen relatif muda dan mencakup
batu bara dan batuan yang mengandung minyak bumi. Bagian selatan Kalimantan
terutama tersusun dari pasir keras yang renggang dan teras kerikil yang sering
19

dilapisi oleh timbunan gambut muda yang dangkal dan kipas aluvial yang
tertimbun karena luapan sungai.

Formasi batuan di Kalimantan, terdapat banyak patahan di Kalimantan


Timur dan Barat, sedikit di Kalimantan Selatan dan sangat sedikit di Kalimantan
Barat. Sebaran patahan yang paling sedikit berada di bagian selatan sampai barat
dari Pulau Kalimantan. Batuan Pulau Kalimantan miskin kandungan logam dan
tanah Kalimantan umumnya kurang subur dibandingkan dengan tanah vulkanik
yang subur di Jawa.

2.2.3 Keberadaan air


Kondisi air dan perairan di pulau Kalimantan meliputi perairan umum
(sungai, danau, dan lain-lain) dan perairan laut. Persediaan air tanah di
Kalimantan cukup tinggi dengan turunnya hujan sepanjang tahun dan keadaan
dalam yang berupa hutan.
Kalimantan merupakan pulau yang memiliki lahan gambut yang sangat
luas, kondisi hidrologi Kalimantan umumnya sangat dipengaruhi oleh lahan
gambut, karena hutan rawa gambut dalam kondisi murni air tawar memiliki
karakteristik kimiawi yang khas. Airnya sangat asam (pH 3,0-4,5) dan unsur hara
yang sangat rendah, karena tidak ada nutrisi atau komponen penyangga yang
dapat mengalir masuk dari luar area gambut tersebut. Tanah gambut dalam
kondisi yang tak terganggu itu mengandung 80-90 persen air. Karena
kemampuannya untuk menyimpan air dalam jumlah besar itu, hutan rawa gambut
berperan penting dalam mengurangi banjir dan menjamin pasokan air yang
berkelanjutan.
Besarnya pengaruh pasang dan curah hujan yang tinggi terutama terjadi
pada daerah-daerah pinggiran sungai. Besarnya pengaruh pasang surut ini berkisar
antara 1-2 meter.
20

2.2.4 Kondisi Iklim


Kalimantan terletak di katulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan suhu
yang relatif konstan sepanjang tahun, yaitu antara 250 -350 C di dataran rendah.
Tipe vegetasi tidak hanya ditentukan oleh jumlah curah hujan tahunan juga oleh
distribusi curah hujan sepanjang tahun. Dataran rendah di sepanjang garis
katulistiwa yang mendapat curah hujan minimum 60 mm setiap bulan dapat
mendukung hutan yang selalu hijau. Semua bagian Borneo terletak di daerah yang
selalu basah sepanjang tahun.

2.2.5 Penggunaan Lahan


Untuk penggunaan tanah lahan pertanian yang berkelanjutan, banyak
tanah-tanah di Kalimantan memerlukan tindakan-tindakan konservasi terutama
untuk lapisan tanah atas dan pengendalian erosi, penggunaan pupuk yang
seimbang serta pengelolaan yang baik.
Pulau Kalimantan sebagian besar merupakan daerah pegunungan atau
perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai atau pasang
surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain lain (0,93 %).Karena sebagian
besar pegunungan, maka di Kalimantan terdapat potensi beberapa taman nasional
sebagai konservasi flora dan fauna dan hutan di pegunungan Muller serta sebagian
di Schawner yang ditetapkan sebagai world heritage forest dan merupakan
cadangan air seluruh Kalimantan sebanyak sekitar 35 % yang tidak akan habis di
masa yang akan datang dengan syarat tidak teganggu dan tercemar serta perlu
dilindungi sebagai suatu ekosistem.
Berbeda dengan pulau pulau lain, Kalimantan tidak mempunyai gunung
api aktif, kecuali pegunungan Apokayam pada perbatasan dengan Malaysia
Timur. Oleh karena itu peremajaan tanah oleh bahan vulkanik tidak terjadi. Hal
ini tampak bila tanah di Kalimantan mulai di buka (digarap) tanahnya tidak subur
(kecuali diberi pupuk dan dijaga humusnya).
Walaupun di Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan
atau sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi
21

bahaya lingkungan. Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi


erosi pada lereng barat laut pegunungan Schwener dan Gunung Benturan, serta di
beberapa tempat lainnya di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan.
Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di pantai barat, selatan dan timur.
Bahaya lingkungan lainnya adalah kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai
akibat panas alam yang membakar batu bara yang berada di bawah hutan tropisini.
Bahaya lingkungan ini harus menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam
pengaturan ruang wilayah.

2.2.6 Karakteristik Geosfer Pegunungan


Pegunungan di Kalimantan berpusat di tengah tengah pulau. Gunung yang
tertinggi di Kalimantan adalah Kongkemul (2053 m), yang lebih tinggi di
Kalimantan Utara (Malaysia Timur) seperti Gunung Kinibalu (4175 m),
Limbakauh (2300 m), Murud (2260 m) dan Gunung Mulu (3000 m). Batas antara
Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur dan Pegunungan Kapuas Hulu
dengan Pegunungan Muller terbentang dataran rendah Kapuas yang semakin
meluas ke arah pantai. Di antara Pegunungan Muller dan Schwaner dengan
Pegunungan Meratus terbentang dataran rendah sungai sungai yang mengalir ke
selatan. Akhirnya di sebelah Timur terdapat dataran rendah Sungai Mahakam.
Pegunungan utama sebagai kesatuan ekologis di Kalimantan adalah
Pegunungan Muller, Schwaner, Pegunungan Iban dan Kapuas Hulu serta dibagian
selatan Pegunungan Meratus.
 Batuan
Pegunungan yang membujur dari barat daya ke timur laut di bagian utara, dan
berawal di Meratus di bagian selatan, terdiri dari batuan Pretertier dan
berhubungan dengan antiklinorium Samarinda. Rangkaian pegunungan
Pegunungan Kapuas Hulu dan Iran tersusun dari batuan marin Pre Tertier dan
Tertier Bawah yang terlipat secara intensif serta menekan ke arah barat laut.
Pegunungan Muller terdiri atas Basin Melawi dengan fasies air payau Tertier
Bawah.
 Tanah
22

Di pegunungan Maratus, terdapat tanah yang paling lapuk yaitu exisol, didominasi
oleh liat yang mempunyai sedikit mineral yang terdapat lapuk dan menghasilkan
sedikit hara tanaman. Jenis tanah ini terdapat diatas batuan ulta basa.
 Air
Keberadaan air di pegunungan sangat banyak, karena banyak tersimpan pada
hutan-hutan yang terdapat di pegunungan. Selian itu, air tersimpan pada
kedalaman yang relatif dangkal sehingga mudah untuk dimanfaatkan untuk segala
kebutuhan.
 Penggunaan lahan
Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian
tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas,
mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan
gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan lepas pantai.
Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran
rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah : sawit, kelapa, karet,
tebu dan perkebunan tanaman pangan.

2.2.7 Karakteristik geosfer Dataran


 Batuan
Kondisi batuan di dataran yang meliputi kawasan yang luas di bagian tengah,
timur dan selatan Kalimantan tersusun dari batuan endapan seperti batu pasir dan
batu sabak. Selain formasi yang lebih tua di Kalimantan Barat, kebanyakan
formasi sedimen relatif muda dan mencakup batu bara dan batuan yang
mengandung minyak bumi. Bagian selatan Kalimantan terutama tersusun dari
pasir keras yang renggang dan teras kerikil yang sering dilapisi oleh timbunan
gambut muda yang dangkal dan kipas aluvial yang tertimbun karena luapan
sungai.
 Tanah
Tanah-tanah di Kalimantan adalah tanah yang sangat miskin, sangat rentan dan
sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Lahan daratan memerlukan
konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah
23

asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Kalimantan dapat
dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat dan
dengan kewaspadaan tinggi.
Tanah di atas bagian utama Kalimantan tengah dan Kalimantan timur laut adalah
ultasol (acrisol). Tanah yang mengalami pelapukan sangat berat ini membentuk
jenis tanah podsolik merah-kuning di sebagian besar daratan Kalimantan yang
bergelombang. Tanah histosol, nonmineral atau tanah yang terutama tersusun atas
bahan organik disebut gambut, mencakup daerah yang luas di dataran rendah
Kalimantan. Tanah ini semula berupa dataran aluvial berbatu di rawa.
Jenis tanah entisol berasal dari batuan yang lebih muda dan kurang berkembang.
Fluvent dan aquents (tanah aluvial) terdapat di dataran-dataran banjir pada
lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari
lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari
tanah aluvial secara berkala. Tanah aluvial yang lebih baru ini umumnya lebih
subur dari pada lereng-lereng sekitarnya, tetapi tidak sesubur tanah aluvial laut
atau abu vulkanik. Tanah-tanah aluvial di dataran tepi sungai di Kalimantan
adalah tanah- tanah yang paling subur dan merupakan habitat yang mudah
dikelola.
 Air
Ketersediaan air di Kalimantan cukup banyak. Hal itu karena Klimantan berada di
garis Khatulistiwa dengan hujan yang turun sepanjang tahun, dan kawasan hutan
yang masih luas sehingga ketersediaan air tetap terjaga. Di dataran, air mudah
diambil karena kondisinya yang relatif dangkal dan banyak terdapai sungai, danau
dan rawa.
 Penggunaan lahan
Penggunaan lahan di dataran banyak digunakan untuk kawasan hutan, baik hutan
lindung ataupun hutan produksi, dan perkebunan. Selain itu, beberapa lahan
kering di manfaatkan utuk pertanian.

2.2.8 Karakteristik geosfer Rawa


24

Kawasan lahan rawa di Kalimantan umumnya dipengaruhi oleh sungai-sungai


baik sungai ukuran besar dan panjang maupun sungai ukuran kecil. Kalimantan
Timur umumnya dipengaruhi oleh sungai Mahakam yang bermuara langsung ke
laut, dan jangkauan sungai ini sangat luas, dan untuk ke wilayah lainnya
dihubungkan oleh sungai-sungai yang lebih kecil maupun anak sungai.
Kalimantan Selatan kawasan lahan rawanya umumnya dipengaruhi oleh sungai
Barito yang juga bermuara ke laut, sedangkan sungai-sungai ukuran kecil lainnya
yang bermuara ke sungai Barito, sedangkan Kalimantan Tengah oleh sungai
Kahayan, Kapuas, Murung dan sungai-sungai lainnya.

 Tanah
Tanah hydraquents terdapat di rawa pasang surut Kalimantan dengan ciri tanah ini
muda, lunak, berlumpur dan belum berkembang. Tanah sulfaquents umumnya
terdapat bersama-sama dengan hydraquents. Tanah-tanah yang tersalir buruk ini
sangat terbatas untuk tanah pertanian, karena mengandung pirit, yang jika
dikeringkan akan menimbulkan kondisi yang sangat masam dengan kadar besi
dan aluminium sulfat yang cukup tinggi, sehingga bersifat beracun. Tanah asam
sulfat ini terdapat di daerah Pulau Petak, Kalimantan Selatan.
 Air
Kondisi air di daerah rawa dalam kondisi murni air tawar memiliki karakteristik
kimiawi yang khas yaitu airnya sangat asam (pH 3,0-4,5). Keberadaan air di
daerah rawa dipengaruhi oleh sungai-sungai di sekitarnya. Lahan gambut ini
mampu menyerap air dan menyimpannya dalam jumlah yang banyak sehingga
dapat mengurangi resiko terjadinya banjir.
 Penggunaan lahan
Penggunaan lahan lahan di daerah rawa apabila musim kemaran/kering di jadikan
sebagai pertanian, yaitu untuk menanam padi jenis tertentu yang memiliki daya
toleran terhadap lahan gambut. Selain itu, di daerah rawa banyak ditanami mohon
bakau untuk mencegah terjadinya banjir.
25

Borneo merupakan daratan dengan sungai-sungai besar: Sungai Kapuas,


Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kayan, dan Sungai Mahakam di wilayah
Kalimantan. Sungai-sungai ini merupakan jalur masuk utama ke pedalaman pulau
dan daerah pegunungan tengah. Semakin ke hulu, sungai lebih sempit. Sungai
tersebut mengalir melalui hutan-hutan perbukitan, berarus deras, dan airnya
jernih.
Kebanyakan sungai-sungai utama di Kalimantan terdapat di jajaran
pegunungan tengah. Pola aliran sungainya secara umum adalah radial sentrifugal,
atau menjauhi titik pusat yaitu berasal dari rangkaian pegunungan bagian tengah
Kalimantan ke arah laut. Tetapi pada percabangannya pola aliran sungainya
adalah dendritik. Pola itu terjadi karena Kalimantan memiliki topografi yang
relatif datar, dikarenakan mempunyai pesisir yang rendah dan memanjang serta
dataran sungai, terutama disebelah selatan dan barat. Lebih dari setengah pulau ini
berada di ketinggian di bawah 150 m dpl dan air pasang dapat mencapai 100 km
ke arah pedalaman. Kalimantan tidak memiliki pegunungan berapi namun jajaran
pegunungan utamanya semula merupakan gunung berapi. Sungai-sungai itu
semakin lebar dan semakin besar volumenya menuju ke laut, karena ada tambahan
air dari anak-anak sungainya, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan
air dari daerah aliran sungai yang luas. Debit air bervariasi menurut musim.
Kecepatan arus, kedalaman air, dan komposisi substrat bervariasi menurut
panjang aliran dan lebar sungai, dan ini mempengaruhi biota yang dapat hidup di
dalamnya.
Kalimantan dilalui oleh sungai-sungai besar yang mengalir dari bagian
tengah pulau ke pesisir. Kalimantan memiliki tiga sungai terpanjang yang menjadi
kebanggaan Indonesia. Sungai Kapuas (1.143 km), Sungai Barito (900 km) dan
Sungai Mahakam (775 m). Sungai Kapuas mengalir dari kaki Gunung Cemaru ke
barat, mengaliri sebagian besar Kalimantan Barat. Sungai Barito yang besar mata
airnya berasal dari pegunungan Muller dan mengalir ke selatan dan bertemu
dengan Sungai Negara yang berasal dari Pegunungan Meratus bermuara dekat
Banjarmasin. Sungai Kahayan dan Sungai Mahakam mengalir dari pegunungan di
pedalaman ke pesisir timur. Sejumlah sistem sungai yang berukuran besar
26

mempunyai anak-anak sungai yang sangat luas di daerah alirannya di pedalaman


dam pantai-pantainya di dataran rendah. Sungai Mahakam, Sungai Barito, Sungai
Negara, Sungai Kapuas dan Sungai Baram (serawak) semuanya mempunyai
danau tapal kuda dan anak sungai musiman pada dataran banjir.
Puncak pegunungan di Kalimantan rendah, dan bentuknya tumpul.
Keadaan ini menyebabkan sungai sungai di Kalimantan tidak begitu deras
alirannya (gradien tingginya kecil), sehingga sangat baik untuk pelayaran. Hal ini
membantu bagi sistem lalulintas di daratan bagi daerah pedalaman yang sulit
terjangkau transportasi darat.
Aliran Sungai di Kalimantan Tengah memiliki fungsi yang penting dalam
mendukung perkembangan perekonomian. Sebagian besar daerah-daerah di
Kalimantan Tengah dihubungkan oleh sungai, sehingga dimanfaatkan untuk
sarana transportasi dan distribusi barang. Selain penumpang, barang-barang yang
didistribusikan terutama adalah barang kebutuhan pokok, komoditas hasil
perkebunan pertambangan dan indusri. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan
distribusi pendapatan masyarakat perkotaan dan pedesaan agar lebih merata.
Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan
kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan
eksport-import. Seperti misalnya aliran sungai yang berada di wilayah Kalimantan
Tengah yang meliputi Sungai Barito dengan panjang mencapai 900 Km, Sungai
Katingan sepanjang 650 Km, Sungai Kahayan dan Kapuas masing-masing
sepanjang ± 600 Km, Sungai Mentaya 400 Km dan yang terpendek Sungai
Seruyan.
Secara umum sungai-sungai di Kalimantan berfungsi sebagai sarana
transportasi. Transportasi air menjadi pilihan utama di Kalimantan karena sungai-
sungai di Kalimantan besar-besar dan alirannya tenang. Selain itu, dengan
transportasi sungai dapat menjangkau tempat-tempat di pedalaman yang sulit
untuk dijangkau dengan transportasi darat. Permasalahan yang muncul saat ini
adalah mulai terjadi pendangkalan sungai. Hal itu juga membuat penyempitan
badan sungai. Pendangkalan terjadi akibat sedimentasi yang dibawa sungai yang
27

berasal dari erosi di deretan pegunungan bagian tengah Kalimantan, dan maraknya
pembuangan sampah di sungai.

2.3 Struktur
Secara ringkas Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang
yang terdiri dari perselingan batu pasir kuarsa, batu lempung lanauan dan
serpih dengan sisipan napal , batu gamping dan batu bara, berumur Miosen
tengah-akhir. Formasi tersebut ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi
Kampung Baru terdiri dari batu lempung pasiran, batu pasir kuarsa, batu
lanau, sisipan batubara, napal, batu gamping dan batu bara muda, berumur
Miosen Akhir . Kedua Formasi diatas mengalami perlipatan jenis Antiklin
dan Sinklin, mempunyai sumbu kearah Timur Laut – Barat Daya.
Sedangkan Formasi lebih tua terdiri dari Pamaluan dan Bebuluh berumur
Miosen Awal-tengah terdiri dari batupasir, serpih, batu lanau, batu
gamping. Ketebalan seam batu bara berkisar 0.5 meter sampai 6.0 meter,
dengan ketebalan seam rata-rata berkisar 2 meter pada batuan batu lanau
dan serpih mengalami kompaksi. Struktur geologi yang berkembang di
daerah pendataan adalah struktur lipatan yang termasuk kedalam antiklin
Tenggarong, yang menerus kearah Timur Laut antiklin Segihan, sedangkan
kearag barat daya antiklin Gitan. Struktur antklin dan sinklin terdapat pada
batuan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang, masing-masing
sayap tidak simetris . Struktur sesar terdapat pada melalui Formasi
Balikpapan, berarah timur laut-barat daya, jenisnya sementara belum dapat
ditentukan karena terbatasnya data.
28

Tabel 2.1. Struktur Formasi Geologi lembar Samarinda-Kaltim

Sumber: Peta Geologi Lembar Samarinda - Kalimantan Timur (S.Supriatna,


Sukardi, & E.Rustandi)

2.4 Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur
relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan
batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau
korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi
mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur
relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk
mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
29

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya


pada abad ke-19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia
mengamati beberapa perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki
urutan perlapisan yang sama (superposisi). Dari hasil pengamatannya,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan batuan yang terbawah
merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena
banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang
berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu tempat ke tempat
lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas. Berdasarkan hasil pengamatan
ini maka kemudian Willian Smith membuat suatu sistem yang berlaku
umum untuk periode-periode geologi tertentu walaupun pada waktu itu
belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil pengamatan William
Smith dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang susunan,
hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal dengan stratigrafi.
Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku
kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang artinya perlapisan
dan kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”, yang artinya
gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat
dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang
lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam batuan
di alam dalam ruang dan waktu.
- Aturan: Tatanama stratigrafi diatur dalam “Sandi Stratigrafi”. Sandi
stratigrafi adalah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik resmi
ataupun tidak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama maupun
pengertian nama-nama tersebut seperti misalnya: Formasi/formasi,
Zona/zona, Sistem dan sebagainya.
- Hubungan: Pengertian hubungan dalam stratigrafi adalah bahwa setiap
lapis batuan dengan batuan lainnya, baik diatas ataupun dibawah lapisan
batuan tersebut. Hubungan antara satu lapis batuan dengan lapisan
30

lainnya adalah “selaras” (conformity) atau “tidak selaras”


(unconformity).
- Pembentukan (Genesa): Mempunyai pengertian bahwa setiap lapis
batuan memiliki genesa pembentukan batuan tersendiri. Sebagai contoh,
facies sedimen marin, facies sedimen fluvial, facies sedimen delta, dsb.
- Ruang: Mempunyai pengertian tempat, yaitu setiap batuan terbentuk atau
diendapkan pada lingkungan geologi tertentu. Sebagai contoh, genesa
batuan sedimen: Darat (Fluviatil, Gurun, Glacial), Transisi (Pasang-
surut/Tides, Lagoon, Delta), atau Laut (Marine: Lithoral, Neritik,
Bathyal, atau Hadal)
- Waktu: Memiliki pengertian tentang umur pembentukan batuan tersebut
dan biasanya berdasarkan Skala Umur Geologi. Contoh: Batugamping
formasi Rajamandala terbentuk pada kala Miosen Awal; Batupasir kuarsa
formasi Bayah terbentuk pada kala Eosen Akhir

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan


kejadian geologi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Superposisi
Prinsip ini sangat sederhana, yaitu
pada kerak bumi tempat
diendapkannya sedimen, lapisan
yang paling tua akan diendapkan
paling bawah, kecuali pada
lapisan-lapisan yang telah
mengalami pembalikan.

Gambar 2.9. Umur Relatif Batuan Sedimen


31

2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)


Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh
gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi
dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan,
terjadi setelah proses pengendapan.
Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai,
batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang
disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.

3. Azas Pemotongan (Cross Cutting)


Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia
lebih muda dari batuan yang diterobosnya.

4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity)

: Gambar 2.10. Lapisan Sedimen yang Berkesinambungan

Lapisan sedimen diendapkan secara terus menerus dan


berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan
bidang perlapisan adalah penerusan bidang kesamaan waktu atau
merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan
32

normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral


dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan
terhentinya kesinambungan lateral, yaitu

- Pembajian
Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya

Gambar 2.11. Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan

- Perubahan Fasies
Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang
sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama
(menjemari).

Gambar 2.12. Penghilangan Lapisan Secara Lateral

- Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan


Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di
mana urutan batuan di bawah bidang ketidakselarasan membentuk
sudut dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan
terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan.

Gambar 2.13. Pemancungan


33

- Dislokasi karena sesar


Pergeseran lapisan batuan
karena gaya tektonik yang
menyebabkan terjadinya sesar
atau patahan.
Gambar 2.14. Dislokasi
5. Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions)
Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua
asumsi dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme
senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi
pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari
seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah
kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan
fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme
tersebut.

6. Teori Katastrofisme (Catastrophism)


Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang kebangsaan Perancis pada
tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora dan fauna dari setiap zaman itu
berjalan tidak berubah, dan sewaktu terjadinya revolusi maka hewan-
hewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu terjadi, maka akan muncul
hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini lebih umum disebut
dengan teori Malapetaka.

7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism)


Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi “The Present
is The Key to The Past “, yang berarti kejadian yang berlangsung
sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu,
sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan
jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan
34

proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa


rangkaian pegunungan-pegunungan besar, lembah serta tebing curam
tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui
proses alam yang berjalan dengan sangat lambat.

Kesimpulan dari teori Uniformitarianisme adalah :


 Proses-proses alam berlangsung secara berkesinambungan.
 Proses-proses alam yang terjadi sekarang ini, terjadi pula pada masa
lampau namun dengan intensitas yang berbeda.

~ Alat Pengukur Stratigrafi (Kompas Geologi)


Kompas, klinometer dan “hand level” merupakan alat-alat yang
dipakai dalam berbagai kegiatan survei, dan dapat digunakan untuk mengukur
kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan
kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas
disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.
Bagian-Bagian utama kompas geologi
Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan
dalam. Yang terpenting diantaranya adalah :

Gambar 2.15. Kompas Geologi


35

1. Jarum Magnet
Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet
bumi (bukan kutub utara geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan
dari posisi utara geografi yang kita kenal sebagai deklinasi. Besarnya
deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas dapat
menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus
diputar.
Penting sekali untuk memperhatikan dan kemudian mengingat
tanda yang digunakan untuk mengenal ujung utara jarum kompas itu.
Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).

2. Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)


Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi,
yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah
utara (N) sampai 360o, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum
jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah
utara (N) dengan selatan (S), sampai 90o pada arah timur (E) dan barat
(W). (Gambar II.2)

3. Klinometer
Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau
kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan
dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan pembagian skala
(Gb. II.3A). Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan
persen.
36

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Lokasi
Secara geografis wilayah Kota Balikpapan berada antara 1.0 LS –
1.5 LS dan 16,5 BT– 117,5 BT dengan luas wilayah 503,35 Km².Dilihat dari
topografinya sekitar 70% wilayah Kota Balikpapan merupakan daerah yang
berbukit-bukit, sedangkan sisanya berupa dataran landai yang berada di tepi
laut. Perbukitan berada di daerah utara, Kecamatan Balikpapan Barat,
Balikpapan Tengah, dan Balikpapan Timur. Daerah ini menjadi daerah
penyangga kota, diantaranya hutan lindung kota di Kecamatan Balikpapan
Selatan, lokasi konservasi alam di Kecamatan Balikpapan Utara dan
Balikpapan Selatan, serta hutan lindung Sungai Wain di wilayah Balikpapan
Utara dan Balikpapan Barat.

Sedangkan bagian selatan, tepatnya di sepanjang tepi Teluk


Balikpapan, terbentang dataran landai di Kecamatan Balikpapan Selatan dan
Tengah. Disinilah detak jantung kegiatan perekonomian Kota Balikpapan
berdenyut. Pusat perdagangan, pusat jasa, pusat permukiman, bahkan
industri pengolahan terutama minyak dan gas bumi terkonsentrasi di
wilayah ini.

Kota balikapan bemiliki beberapa formasi diantaranya formasi pulo


balang, formasi kampung baru dan formasi Balikpapan. Pada studi lapangan
yang dilakukan di KM. 13 yang berjarak 15 km dari pusat kota Balikpapan
adalah wilayah Balikpapan yang termasuk dalam formasi Balikpapan.
37

3.2 Studi Lapangan KM. 13


Pada studi lapangan di KM. 13 batuan yang mendominasi adalah
batu lanau. Kami melakukan kegiatan pengukuran arah penyebaran (Strike)
dan Sudut kemiringan ( Dip), mengukur sesar , selain itu juga melakukan
pengukuran arah azimuth dan membaca koordinat peta menggunakan gps.

3.2.1 Pengukuran Stike & Dip

1. Tentukan lebih dahulu permukaan singkapan batuan dengan memilih yang


masih utuh dan rata permukaannya, atau yang belum dipengaruhi
pelapukan dan erosi.
2. Letakkan kompas yang sudah dalam keadaan terbuka secara langsung pada
permukaan kedudukan struktur bidang singkapan batuan terpilih, dengan
menempelkan sisi bertuliskan E pada dasar kompas sambil
mempertahankan kesetimbangan kedudukan horizontal kompas yang dapat
dilihat pada posisi gelembung air dalam lingkaran merah pada nivo
bundar,
3. Baca dan catatlah nilai/angka jurus (’strike’) yang ditujuk oleh ujung
jarum kompas yang bernoktah kuning.
4. Berikan tandaa garis jurus (’strike’) pada permukaan bidang singkapan
batuan yang diukur,
5. Letakkan kompas dengan posisi tegak (kompas dalam keadaan terbuka
penuh), perhatikan posisi klinometer, Nivo atau sisi bertuliskan E harus
terletak di atas dan skala nnonius klinometer atau sisi
bertuliskan W terletak dibawah, sumbu memanjang kompas letakkan
tegak lurus dengan garis jurus (strike) yang digambar pada permukaan
bidang singkapan batuan tadi,
6. Setel Klinometer dengan memutar stelan klinometer pada bagian belakang
kompas higga fgelembing air pada nivo tabung tepat berada ditengah atara
2 garis merah. Pertahan posisi kompas sampai selesai pembacaan nilai/
angka kemiringan (’dip’),
38

7. Baca dan catatlah nilai / angka dip secara akurat dengan memperhatikan
skala nonius klinometer,
8. Pencatatan kedudukan unsur struktur batuan pada singkapan apabila
memakai kompas tipe pembacaan sudut azimuth horizontal 0o – 360o
ditulis : N 160oE/30o. Dengan mengingat apabila menggunakan kompas
dengan pembagian derajat 0o – 90o berarti pembacaan angka sudut azimuth
horizontal dimulai dari Utara ( N ) dan dari Selatan ( S ), sehingga
penulisan nilai / angka kedudukan bidang unsur struktur singkapan batuan
ditulis N30oE/25oNW, dapat juga dibaca dengan mengacu azimuth
Selatan yang ditulis S60oW/25oNE.

Pada singkapan pertama kami mendapatkan hasil Kedudukan struktur


bidang yang diukur dapat dicatat sebagai berikut : N345°E/10°W, artinya :
jurus bidang adalah timur laut dan miring atau condong 10° ke arah barat.

3.2.2 Pengukuran arah Azimuth

Arah yang dimaksudkan disini adalah arah dari titik tempat berdiri ke

tempat yang dibidik atau dituju. Titik tersebut dapat berupa : puncak bukti,

patok yang sengaja dipasang, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil

pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan sebagai berikut :

1. Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang

2. Kompas dibuat horizontal (dengan bantuan “mata lembu”) dan

dipertahankan demikian selama pengamatan.

3. Cermin diatur, terbuka kurang lebih 135o menghadap ke depan dan

sighting arm dibuka horizontal dengan peep sight ditegakkan

Badan diputar sedemikian rupa sehingga titik atau benda yang

dimaksud tampak pada cermin dan berimpit dengan ujung sighting

arm dan garis tengah dan garis tengah pada cermin. Sangat penting
39

diingat bahwa : bukan hanya tangan dengan kompas yang berputar

tetapi seluruh badan.

4. Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak. Hasil

bacaan adalah arah yang dimaksud. Pada gambar II.A, azimuth = S

45o dan pada gambar II.B, azimuth = N 220o E.

5. Hasil pembacaan arah dapat dipakai untuk menentukan lokasi

dimana pengamat berdiri, dengan dibantu peta topografi.

Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek yang lokasinya

diketahui dengan pasti di peta (biasanya tiga obyek) kemudian

arah-arah tersebut ditarik pada peta dengan menggunakan busur

derajat dan segitiga. Titik potong ketiganya, yang bila

pembacaannya tepat, akan hanya berpotongan di satu titik. Titik

tersebut adalah titik dimana pengamat berdiri.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari data di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
40

yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi


(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan.
2. Kota Balikpapan merupakan bagian dari cekungan kutai ( kutai basin).
3. Kota Balikpapan mempuyai beberapa formasi batuan, diantaranya formasi
Balikpapan, formasi pulo balang dan formasi kampung baru.
4. Singkapan yang didapatkan di daerah KM. 13 sebanyak 10 singkapan.
5. Formasi batuan yang mondominasi di daerah KM, 13 adalah batu lanau dan
batu lempung.
41

DAFTAR PUSTAKA

Gabro.M.2009.kompas geologi.makassar

Hartono.2012. http://psdg.bgl.esdm.go.id/tenggarong.

Herdy.2010. http://herdyborgir.blogspot.com/geology-regional.

PT.PerencanaDjajaCiptalaras2011.http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/ka

ltim/balikpapan.pdf.

Wahyudia.AS.2011.Stratigrafi Geometri.Kalsel

http://hanageoedu.blogspot.com. Geomorfologi Pulau Kalimantan. H-naa

Pramudianaa. 9 November 2012

http://www.masbied.com. Pengukuran Kedudukan Unsur Struktur Geologi

Dengan Menggunakan Kompas Geologi. Muhammad Zainal Abidin. 10

November 2012.

http://geo-tek.blogspot.com. Kompas Geologi Dan Cara Penggunaannya. Gabro

G’04 UH. 8 November 2012

http://www.toiki.or.id. Aku Peta Aku Peta Aku Peta Geologi. 10 November 2012

http://rorygeobumi.blogspot.com. Kerangka Tektonik Regional Kalimantan. Rory

Hidayat. 10 November 2012

http://id.scribd.com/doc/44655926. Kalimantan. Okky Tiar Giovanny. 9

November 2012
42

LAMPIRAN

Gambar Crew dalam berbagai situasi

Gambar proses pengukuran


43

Gambar Crew di lokasi pertama

Gambar sesar dilokasi kedua

Gambar Crew dilokasi kedua

Gambar Perlapisan dilokasi kedua

Gambar perlapisan tempat 1

Gambar Crew dalam dalam perjalanan pulang dari lokasi kedua


44

Gambar Perlapisan ditempat kedua

Gambar Perlapisan

Gambar menuju tempat kedua

Gambar Sample

Gambar Selesai melakukan praktikum

Gambar Crew berdiri diatas lapisan batu bara

Anda mungkin juga menyukai