Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis mengambil judul Visum et Repertum yang
merupakan salah satu program pendidikan Dokter Spesialis dibagian Kedokteran Forensik.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada pembimbing saya


drAgustinus Sitepu Mked (For) SpF yang telah membimbing penulisan tugas makalah saya
dalam menyelesaikan makalah ini dan juga kepada dokter-dokter lainnya.

Akhir kata penulis berharap agar kiranya makalah ini bermanfaat bagi pembaca kami
juga mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun agar
pada penulisan yang akan datang lebih baik lagi.

Medan ,_________ 2018

Penulis,

dr. Aulia Siregar

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan
adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering
disingkat ‘visum’ saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang
membuat dan memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan.
Visum adalah jamak dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere
yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR adalah
‘yang dilihat dan ditemukan’. 1
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak jaman
belanda dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehiduapn sehari-
hari. Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiripun akan segera
menyadari bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk
kepentingan polisi dan pengadilan. Di Belanda sendiri istilah ini tidak dipakai. 1
Ada usaha untk mengganti istilah VeR ini ke bahasa indonesia seperti yang terlihat
dalam KUHAP, dimana digunakan istilah ‘keterangan’ dan ‘keterangan ahli’ untuk
pengganti visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini
ternyata istilah visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan. 1
Baik didalam Kitab Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu RIB (Reglemen Indonesia
yang diper-Baharui) maupun Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak
ada satu pasalpun yang memuat perkataan VeR. Hanya didalam lembaran negara tahun
1937 no.350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah
suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang
dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara
pidana. 2
Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap bulan ada
ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta
oleh penyidik. Yang paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian,
penganiayaan, dan kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran
kesusilaan atau perkosaa, kemudian diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti

2
visum psikiatri, visum untuk korban keracunan, atau penentuan keraguan siapa bapak
seorang anak (disputed parenity), biarpun tidak banyak namun merupakan pelayanan
yang dapat dilakukan doter juga. 1
1.2 Tujuan
Menjelaskan pengertian Visum et Repertum, cara permintaan dan pencabutan visum,
dan hukum yang berkaitan dengan Visum et Repertum. Serta membahas tentang jenis-
jenis visum baik untuk visum korban hidup maupun korban meninggal.
1.3 Tujuan Interaksi Umum
1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis Visum et Repertum.
Untuk mengetahui dasar hukum dari Visum et Repertum.
Untuk mengetahui fungsi dan peran Visum et Repertum.
1.4 Tujuan Interaksi Khusus
1. Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai pembuatan Visum et Repertum.
2. Dapat menambah informasi dan sebagai sumber referensi pembelajaran di bidang ilmu
kedokteran forensik.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Visum et Repertum


Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung
tentang Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350
pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan:
Pasal 1:
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan
pada waktu menyelesaikan pelajaran di negeri belanda ataupun di Indonesia, merupakan
alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan
keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang
diperiksa. 1
Pasal 2:
(1) Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di negeri Belanda
ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 diatas, dapat mengucapkan
sumpah sebagai berikut:
“saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan
peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya.
Semoga tuhan yang maha pengasih dan penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan
batin” 1
Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:
- Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di negeri
belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus
dapat membuat VeR
- VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah dalam perkara pidana
- VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-
benda/korban yang diperiksa.

4
Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah
tiap kali sebelum membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan yang akan
disampaikan untuk pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya
ktetantuan ini, maka sumpah yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan
pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat VeR
biarpun lafal dan maksudnya berbeda. Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir
cisum, masih dicantumkan ketetntuan hukum ini untuk mengingatkan yang membuat
maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu membuat visum akan bertindak
jujur dan menyampaikan tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan
korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. 1
Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981 pengertian visum dirumuskan
lebih jelas, yaitu:
“laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang
diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan tentang segala hal
(fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia (hidup atau
mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang
pemeriksaan tersebut”. 1

2.2 Dasar Hukum Visum et Repertum


MENURUT STAATSBLAD (LEMBARAN NEGARA) THN 1937 NO. 350
Pasal 1:
Ver Dokter,Yg dibuat baik atas sumpah Jabatan yang di lafaskan pada waktu
menyelesaikan pendidikan di negeri belanda ataupun di Indonesia,merupakan alat
bukti yang sah dalam perkara pidana,Selama Ver tersebut berisikan hal-hal yang
dilihat dan di temui oleh dokter selama pemeriksaan.

Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

5
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 2
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus di perlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134
(1) Dalam hal sangat di perlukan dimana untuk keperrluan pembuktiaan bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perrlu dilakukan pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak adda tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yang di beri tahu tidak di temukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat bukti yang sah
KUHAP pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keteragan terdakwa. 1
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan
Pasal 187 (c)

6
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarka keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. 2
2.3 Fungsi dan Peran Visum et Repertum
Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184
KUHAP, Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan,
yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133
KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik
merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik
disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam
Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan
bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk.
Dengan demikian, semua hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis
forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai
dengan Pasal 184 KUHAP. 3
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbedansesuai dengan urutannya.
Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan
dengan keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang
diberikan oleh seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban
pembuktian yang lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh
dokter bukan spesialis forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat
oleh dokter spesialis forensik masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et
Repertum yang dibuat oleh dokter bukan spesialis forensik. 4
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan.
Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah,
seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau
jenazah yang telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka
Visum et Repertummerupakan pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa
secara ilmiah oleh dokter ahli. 4

7
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan
baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan
untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan. 4
2.4 Jenis-jenis Visum et Repertum
A Visum et Repertum orang Hidup
a. Visum et Repertum Perlukaaan
a. Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk
mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya
tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas semua
hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke
penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta
surat permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban dengan luka sedang
dan berat akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik,
sehingga surat permintaan Visum et Repertum-nya akan datang terlambat.
Keterlambatan surat permintaan Visum et Repertumini dapat diperkecil dengan
diadakannya kerja sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan
dengan penyidik atau instansi kepolisian. 3
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya
menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga
derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam
menegakkan keadilan. 1
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien
mengalami luka ringan, sedang, atau berat. 1
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-
hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-
undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka
diantara luka ringan dan luka berat. 1

8
KUHP pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. 1,2
Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352 dan penganiayaan
sedang diatur dalam KUHP pasal 351 ayat 1.
KUHP pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan
ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
empat ribu lima ratus rupiah. 1
KUHP pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 1

9
b. Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et Repertum-nya
kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman
oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi perzinahan,
pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan
dengan wanita yang belum cukup umur. 2
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan
adanya persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga
diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan
kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut.
Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan
adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. 2

c. Visum et Repertum Keracunan


Pada pemeriksaan keracunan berkaitan dengan sumber, karakteristik dan
kandungan racun, gejaala dan tanda yanng di sebabkan racun, dosis fataal raata-rata
sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.
Hal yang perrlu di perhatikan dalam pemeriksaan korban hidup antara lain:
1. Toksisitas intrinsik. Ikatan Kimia (Struktur Kimia) suatu zat seccara interinsik
membentuk sifat racun zat tersebut, misalnya unsur sodium
2. Dosis dan bioavailabilitas. Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik
sangat tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh dankecepatan metabolisme zat
di organ detokksifikasi.
3. Konsentrasi. Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas
karbon monoksida (CO), asam kuat dan basa kuat.
4. Frekuensi dan waktu paruh. Seringnya kontak, lama kontak (durasi) juga dan
waktu paruh zat yang kontak juga mempengaruhi toksisitas racun, seperti
akummulasi logam berat.
5. Cara masuk zat ke dalam tubuh. Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat
menentukan kecepatan elatif dan beredarnya zat secara sistemik
6. Ko-mediasi (Adanya zat lain) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas
rendah.

10
7. Kondisi Korban. Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya
penyakit-penyakit yang melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi.

d. Visum et Repertum Psikiatri


Visum et Repertum psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena
adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan perbuatan yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana” 2
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit
jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa
(psikosis) yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada
sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak
antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter
untuk menentukannya sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula
jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan
kesimpulan dokter. 3
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa pelaku
tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya.
Selain itu, Visum et Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan
manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum
psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas
tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum et Repertum
psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa
atau rumah sakit umum. 3

B. Visum et Repertum orang mati (jenazah)


Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan Visum et Repertumini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan Visum et Repertum-nya
harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap
jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat
permintaan Visum et Repertum-nya harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang

11
diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah
(autopsi) (Pasal 133 KUHAP). 1,2

a. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar


Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan
tanpa merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari
bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah,
perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda tanatologi, gigi geligi, dan
luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.
Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka
kesimpulan Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan
yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab
matinya tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan
bedah jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum pemeriksaan
(perkiraan waktu kematian) dapat dicantumkan dalam bagian
kesimpulan.
b. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib
memberi tahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan
tujuan pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga korban tidak
keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga korban (Pasal 134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga
berupa jenazah yang didapat dari penggalian kuburan (Pasal 135
KUHAP).3
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka
rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga
dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan
histopatologi, toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari
pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau
kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan waktu kematian. 3

12
2.5 Struktur Penulisan Visum et Repertum
Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1. Pro justitia
Menyadari bahwa semua surat baru sah dipengadilan bila dibuat diatas kertas
materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya
harus memakai kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan pos, maka bila
dokter menulis pro-justitia dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama
dengan kertas materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang memeriksa, siapa yang
diperiksa, saat pemeriksaan (tanggal, hari, dan jam), dimana diperiksa, mengapa
diperiksa, dan atas permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai
degnan yang tercantum dalam permintaan visum.
3. Pemeriksaan /Pemberitaan
Visum et Repertum Pada orang Hidup Terbagi :
(1) Visum seketika. Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai diperiksa.
Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
(2) Visum sementara. Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.
Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,
sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
(3) Visum lanjutan. Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum semsentara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam
visum ini harus dicantumkan nomr dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak
perlu dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang
terakhir merawat penderita.1

Visum et Repertum orang mati (jenazah) :


Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar

13
Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan tanpa
merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teliti dan
sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenazah,
pakaian, benda-benda di sekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-
tanda tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di
seluruh bagian luar
Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka rongga
tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi,
dan lain sebagainya.
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa
yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya
secara objektif. Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera, dan
kelainan pada tubuh korban seperti apa adanya. Misalnya didapati suatu luka dokter
menuliskan dalam visum suatu luka mulai dari panjang, lebar, dalam, tepi luka, dan
jarak luka.
4. Kesimpulan
Untuk visum ini , dokter melaporkan hasil pemeriksaannya secara subjektif
ini adalah bagian yang terpenting, karena diharapkan dokter dapat menyimpulkan
kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada korban luka perlu
penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab-akibat dari kelainan, tentang
derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan bagaimana harapan
kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu
umur korban.

5. Penutup

14
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat
dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. 1
Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto.
Lampiran foto terutama perlu untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan
yang disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata,
dengan lampiran foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin
disampaikan dokter. 1
2.6 Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat Visum et Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:
(1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
(2) Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik,
tidak boleh dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan
melalui jasa pos
(3) Bukan kejadian yang sudah lewat
(4) Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
(5) Ada identitas korban
(6) Ada identitas peminta
(7) Mencantumkan tanggal permintaannya
(8) Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP pasal 133 maka permintaan
dilakukan secaraq tertulis dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus
diberi label mayat yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak pahaman dari pihak penegak
hukum tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan
kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi polisi
No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang tata cara permohonan/pencabutan Visum et Repertum.

15
Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum tidak dapat dibenarkan. Bila
terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan
kembali, maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan kesatuan paling rendah.

16
BAB 3
PENUTUP

- Visum et repertum terdapat dalam lembaran negara tahun 1937 No. 350 pasal 1 dan
pasal 2.
- Dokter yang telah disumpah dapat membuat VeR, dimana didalam VeR berisi laporan
tertuis tentang apa yang dilihat dan diemukan pada benda/korban yang diperiksa
- Dasar hukum dari Visum et Repertum terdapat dalam KUHAP pasal 133, 184, 186,
dan 187.
- Fungsi dari Visum et Repertum adalah berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan, jiwa, dan juga orang yang telah meninggal. Visum
et Repertum juga dapat dianggap sebagai barang bukti yang sah karena segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan dalam bagian pemberitaan. Serta
keterbatasan barang bukti yang diperiksa pasti akan mengalami perubahan alamiah
sehingga tidak memungkinkan untuk dibawa kepengadilan.
- Jenis-jenis visum et Repertum:
o Berdasarkan waktu pemberian
1. Visum seketika
2. Visum sementara
3. Visum lanjutan
o Berdasarkan objek yang diperiksa
1. Objek psikis
2. Objek fisik
a) Korban hidup
 keracunan/perlukaan
 kejahatan susila
b) Korban meninggal
 Pemeriksaan luar
 Pemeriksaan luar dan dalam

17
- Struktur visum et repertum:
1. Pro justititia
2. Pendahuluan
3. Pemeriksaan
4. Kesimpulan
5. Penutup
- Tata cara permohonan visum korban hidup:
1. Harus tertulis, tidak boleh lisan
2. Surat diantar langsung oleh penyidik, tidak boleh dititip atau melalui pos
3. Bukan kejadian yang sudah lewat
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
5. Ada identitas korban
6. Ada identitas peminta
7. Mencantumkan tanggal permintaan
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa
- Jika korban meninggal, sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat 3:
1. Harus diperlakukan secara baik
2. Diberi label (identitas mayat, dilak, dan diberik cap jabatan) diletakkan pada ibu
jari kaki atau bagian tubuh lain mayat.
- Sesuai dengan instruksi polisi No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang tata cara permohonan/
pencabutan Visum et Repertum, pada dasarnya pencabutan VeR tidak dapat
dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan
kesatuan paling rendah.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua.
Percetakan Ramadhan: Medan.
2. Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Binapura Aksara: Jakarta Barat.
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Afandi. 2010. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal: FK UNRI

19

Anda mungkin juga menyukai