Anda di halaman 1dari 29

ANATOMIVERTEBRA LUMBAL

 Struktur Columna Vrtebralis


Columna vertebralis terdiri dari 33 tulang
vertebra yang membentuk kurva dan secara
struktural terbagi atas 5 regio. Dari superior ke
inferior, mulai dari 7 segmen vertebra cervical,
12 segmen vertebra thoracal, 5 segmen vertebra
lumbal, 5 vertebra sacral yang menyatu dan 4
vertebra coccygeus yang menyatu. Karena
terdapat perbedaan struktural dan adanya
sejumlah costa, maka besarnya gerakan yang
dihasilkan juga beragam antara vertebra yang
berdekatan pada regio cervical, thoracal, dan
lumbal.
 Struktur Vertebra Lumbal

Vertebra lumbal atau tulang


pinggang merupakan bagian dari kolumna
vertebralis yang terdiri dari lima ruas tulang
dengan ukuran ruasnya lebih besar
dibandingkan dengan ruas tulang leher
maupun tulang punggung. Dibagian atas
tulang lumbal terdapat tulang punggung,
yang persendiannya disebut thoracolumbal
joint atau articulatio thoracolumbalis.
Dibagian bawah tulang lumbal terdapat tulang sacrum dan persendiannya disebut
lumbosacral joint atau articulatiolumbo .
Ruas-ruas vertebra lumbalis lebih besar dari ruas vertebrae torakalis dan dapat
dibedakan oleh karena tidak adanya bidang untuk persendian dengan iga. Diantara
ruas-ruas vertebra lumbalis tersebut terdapat penengah ruas tulang yang terdiri atau
tersusun dari tulang muda yang tebal dan erat, berbentuk seperti cincin yang
memungkinkan terjadinya pergerakan antara ruas-ruas tulang yang letaknya sangat
berdekatan. Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas tubuh, maka bentuk dari
vertebra lumbalis ini besar-besar dan kuat.

 Ciri-ciri vertebra lumbalis


1. Corpusnya besar, tebal dan berbentuk oval.
2. Mempunyai pedikel yang pendek dan tebal.
3. Foramen intervertebralisnya kecil dan bentuknya menyerupai segitiga.
4. Processus spinosusnya tebal dan luas serta arahnya agak hori3ontal.
5. Processus transversusnya panjang dan tipis.
 Otot-otot pada lumbal
Otot yang berperan sebagai ekstensi lumbal adalah :
 M.quadratus lumborum
 M. Sacrospinalis
 M. Intertransversarii
 M. interspinalis
Otot yang berperan sebagai fleksi lumbal adalah :
 M.quadratus lumborum
 M.psoas mayor dan minor
 M. abdominis dan
 M. intertransversarii
Otot yang berperan sebagai lateral fleksi lumbal adalah :
 M. Quadratus Lumborum ipsilateral
 M. Longissimus ipsilateral
 M. Iliocsotalis ipsilateral
 M. Spinalis ipsilateral.

Otot yang berperan sebagai rotasi lumbal adalah :

 M. Eksternal Oblique contralateral


 M. Internal Oblique ipsilateral
 M. Multifidus contaralateral
 M. Rotatores contralateral
 Ligament-ligamen pada vertebra

 Ligamen Longitudinal Anterior


Ligamen longitudinal anterior merupakan struktur fibrosa yang bermula dari
bagian anterior basal tulang occipital dan berakhir di bagian anterior atas sacrum.
Serabutnya berjalan dengan arah longitudinal dan melekat pada permukaan
anterior seluruh corpus vertebrae. Ligamen ini lebar dan kuat. Serabut
terdalamnya bercampur dengan diskus intervertebralis dan berikatan kuat pada
setiap corpus vertebrae. Ligamen ini akan bertambah ketebalannya untuk
mengisi bentuk konkaf sesuai dengan konfigurasi corpus vertebrae

 Ligamen Longitudinal Posterior


Terletak pada permukaan posterior corpus vertebrae dan merupakan kelanjutan
dari membran tektorial, yang berjalan dari bagian basal tulang occipital, pada foramen
magnum. Ligamen ini membentuk batas anterior canalis spinalis. Pada canalis
lumbal, ligamen ini mulai menyempit saat melalui corpus pada vertebrae L1
dan menjadi setengah lebar asalnya pada ruang antara L5 dan S1, meluas ke
arah lateral saat melewati diskus. Konfigurasi seperti ini akan menyebabkan
bagian lateral menjadi bagian yang paling lemah dan paling mudah untuk terjadinya
herniasi diskus

 Ligamen Kapsular
Ligamentum kapsular melekat pada tepi processus artikular yang berdekatan.
Berkembang baik di tulang lumbal, serabutnya tebal dan berhubungan erat,
berjalan tegak lurus terhadap aksis sendi.

 Ligamentum Flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari dua arkus
vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih
tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal. Ligamen ini mencegah
terpisahnya lamina arkus vertebralis dan juga mencegah terjadinya cidera di diskus
intervertebralis. Ligamen flavum yang kuat dan elastis membantu mempertahankan
kurvatura kolumna vertebralis dan membantu menegakkan kembali kolumna
veretbralis setelah posisi fleksi (Yanuar, 2002).

 Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan prossesus spinosus
mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang lemah hampir menyerupai
membran (Yanuar, 2002)

 Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan prossesus tranversus
yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa .

 Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex vertebra
servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial bergabung
dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali (Yanuar,
2002).

 Ligamentum Iliolumbar
Ligamentum iliolumbar yang melekat pada processus transversus,
menghubungkan dua vertebrae lumbal bawah dengan krista iliaca, sehingga
akan membatasi pergerakan sendi sakroiliaca. Selama fleksi lateral, ligamen
iliolumbal kontralateral akan menjadi tegang sehingga hanya akan memberikan
pergerakan L4 rata-rata sebesar 80 terhadap sacrum. Fleksi dan ekstensi vertebrae
lumbal juga dibatasi tetapi dalam derajat yang lebih kecil daripada fleksi lateral.
Ligamen ini merupakan stabilizer utama L5 pada sacrum.
 Segmental Lumbal
 Segmental regio lumbal terdiri dari thoracolumbal junction, segmen
lumbal (L1-L5), dan lumbosacral.
 Thoracolumbal terdiri dari facet joint dan intervertebral joint.
 Facet joint thoracolumbal dibentuk oleh proc. artikularis inferior Th12
yang bersendi dengan proc. artikularis superior L1.
 Facet superior Th12 berbeda dengan facet inferior Th12  perbedaannya :
permukaan facet superior lebih kearah bidang frontal sedangkan
permukaan facet inferior lebih kearah bidang sagittal
 Pada gerak fleksi-ekstensi lumbal akan memaksa terjadi-nya gerak
penyerta dari Th10 – Th12.
 Pada segmen lumbal terdiri dari segmen L1-L2, L2-L3, L3-L4, L4-L5.
 Puncak lordosis terletak pada vertebra L3 dengan jarak 2-4 cm.
 Segmen L5-S1 dibentuk oleh proc. artikularis inferior vertebra L5 yang
bersendi dengan proc. artikularis supe-rior S1.
 Segmen L5-S1 (lumbosacral) merupakan regio yang paling besar
menerima beban mengingat lumbal mempunyai gerak yang luas sementara

 Fisiologi Vertebra Lumbalis


Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis, sehingga fungsi
dari vertebra lumbalis tidak terlepas dari fungsi kolumna vertebralis secara keseluruhan.
Sesuai dengan anatomi vertebra lumbalis yang mempunyai bentuk yang besar dan
kuat, maka fungsi vertebra lumbalis adalah :
1. Penyangga tubuh bagian atas dengan perantaraan tulang rawan yaitu diskus
intervertebralis yag lengkungannya dapat memberikan fleksibilitas yang dapat
memugkinkan membungkuk ke arah depan (fleksi) dan kearah belakang (ekstensi),
miring ke kiri dan ke kanan pada vertebra lumbalis.
2. Diskus intervertebralisnya dapat menyerap setiap goncangan yang terjadi bila sedang
menggerakkan berat badan seperti berlari dan melompat.
3. Melindungi otak dan sumsun tulang belakang dari goncangan.
4. Melindungi saraf tulang belakang dari tekanan-tekanan akibat melesetnya
nukleuspulposus pada diskus intervertebralis. Namun apabila annulus fibrosus
mengalami kerusakan, maka nukleus pulposusnya dapat meleset dan dapat
meyebabkan penekanan pada akar saraf disekitarnya yang menimbulkan rasa sakit
dan ada kalanya kehilangan kekuatan pada daerah distribusi dari saraf yang terkena.

 Diskus intervertebralis
 Hydrostatic, struktur penyangga beban antara corpus vertebra
 Terdiri dari Nucleus pulposus + annulus fibrosus
 L4-5, jaringan a vaskuler terbesar dalam tubuh

 Nukleus pulposus
 Type II serabut collagen + proteoglycan hydrophilic (menahan air)
 Kandungan air 70 ~ 90%
 Berfungsi mengubah tekanan (beban) menjadi ‘tensile strain’ (ketegangan) pada
annulus fibrosus dan permukaan vertebra
 Matrik Chondrocyte

 Annulus Fibrosus
 Struktur luar dari diskus intervertebralis
 lapisan concentric tersusun atas lamellae yang saling overlapping; type I collagen
 Serabutnya membentuk sudut 30 derajad terhadap ruang diskus
 Helicoid pattern
 Mampu menahan tegangan, torsional, dan tekanan
 Melekat pada cartilaginous dan tulang permukaan corpus vertebra
 Sendi Facet
 Sendi Synovial
 Kaya persarafan sensorik
 Bisa mengalami proses patologi sama seperti sendi synovial di tubuh lainnya
 Beban yang diterima 18% dari seluruh beban pada lumbal

 Faktor awal perubahan degenerasi diskus


 Cedera annulus fibrosus
 Perubahan Matrix nucleus pulposus
 Perubahan Vascularisasi and permeabilitas pada permukaan corpus
 Apa faktor penyebab primer?
 Proses degenerasi diskus bersifat multifaktor

 Degenerasi diskus
 Factor lingkungan
 Predisposisi genetic
 Proses penuaan normal

* stress Biomekanika

 Degenerasi tulang dan jar lunak

 Perubahan morphologic yang progressif

Perubahan ‘Cellular and Biochemical’

 Berkurangnya proteoglycan

 Kehilangan cairan nucleus pulposus

 Berkurangnya zat-zat hydrostatic

 Berkurangnya ketinggian diskus

 Stress dengan distribusi tidak merata pada annulus

Perubahan Morfologic

 ‘bulging’ pada annulus fibrosus

 Kerobekan pada annulus

 Pertumbuhan jar granulasi pada annulus

 defect pada annulus, robek atau fisure

 necrosis cellular  hilangnya batas-batas nukleus dan annulus

 extrusi focal dari isi diskus


PROSES PENUAAN

 Diskus menjadi lebih fibrous dan disorganisasi

 Diganti oleh amorphous fibrocartilago

 Hilang atau tidak jelasnya batas-batas nukleus dan annulus

 Terbentuknya gas dan ruang hampa dalam diskus


DEFENISI HNP

Hernia nucleus pulpousus (HNP) menurut Batticaca (2008) adalah


keadaan yang diakibatkan oleh penonjolan nucleus pulpousus dari discus ke dalam
anulus disertai dengan pebekanan dari akar – akar saraf. Penyebab dari HNP
menurut Helmi (2013), biasanya didahului dengan perubahan degeneratif dan trauma
yang berulang mengenai intervertebralis selama beberapa bulan atau tahun sehingga
menyebabkan sobeknya anulus fibrosus. Kemudian discus mendorong ke arah
medula spinalis atau ruptur dan memungkinkan nucleus pulpousus terdorong
terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Patologi Menurut Helmi (2013), robekannya anulus fibrosus berlanjut pada
penonjolan pada discus intervertrebralis yang menekan secara parsial sisi lateral dari
medial medulla spinalis. Kemudian berlanjut pada herniasi discus menekan medulla
spinalis. Menurut Sidharta (2012), nyeri adalah tanda yang paling sering dan
mempunyai arti yang paling penting. Nyeri pinggang dapat dibedakan menjadi: (a)
nyeri setempat, (b) referred pain, dan (c) nyeri radikuler.

Grade HNP menurut Devlin (2012) diantara lain: (a) protrusion, tonjolan discus ke
arah posterior tanpa pecahnya anulus fibrosus, (b) Subanular extrusion, hanya serat
terluar yang keluar dari anulus fibrosus, (c) transapular extrusion, anulus fibrosus
bergerak ke ruang epidural, dan (d) sequestration, atau pembentukan fragmen discal
dari diluar discus.

HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. HNP terjadi karena
proses degenratif diskus intervetebralis.

Etiologi :

 Tenaga kerja manual yang berlebihan

 Pengangkatan berulang dan memutar

 Tekanan postural

 Kegemukan

 tidak adekuat nya kekuatan otot-otot trunk

 Duduk berjam-jam

 Meningkatnya seiring usia (disk lebih cenderung mengalami kelemahan seiring


bertambahnya usia)
MANIFESTASI KLINIS

 Sakit punggung bawah yang parah

 Nyeri menjalar ke pantat, kaki

 Rasa sakit bertambah parah dengan batuk, tegang atau tertawa

 Kejang otot

 Kesemutan atau mati rasa di kaki atau kaki

PATOFISIOLOGI

Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang
terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus
fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.

Menjebolnya nulkeus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus


menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada dalam bungkusan
dura. Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral. Apabila tempat herniasi di tengah, maka
tidak ada radiks yang terkena.

Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai diskus
intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap awal, robeknya anulus
fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena gaya traumatik yang berkali-kali, berikutnya
robekan itu menjadi lebih besar dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini
sudah terjadi, maka soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma
berikutnya saja.

Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan


degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera
bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak
terlihat selama beberapa bulan maupun tahun.

Setelah terjadi hernia nucleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua karposa vertebra tumpang tidih tanpa ganjalan.

Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah
lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan
dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya
disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat).,
tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS HNP

ANAMNESIS UMUM

Nama : Tn. T

Umur : 48 Thn

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Kuli angkat di pelabuhan

Alamat : Jln. Sultan Hasanuddin

ANAMNESIS KHUSUS

Keluhan utama : Nyeri menjalar dari punggung sampai ke tungkai, mati rasa dan kelemahan
otot.

Onset keluhan : Keluhan muncul saat bekerja terutama saat membungkukkan badan

Kapan muncul keluhan : Sekitar 1 tahun yang lalu dan semakin memburuk

Penyebab : tidak diketahui

Riwayat sosial : Pasien bergantung pada orang lain dalam kegiatan sehari-hari

Riwayat penyakit sekarang : Nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai dan
penurunan kekuatan otot.

Penyakit penyerta : -

Tumbuh kembang : Normal

Lingkungan tempat tinggal : Pasien tinggal di daerah yang padat penduduk

Aktivitas yang memperberat : Posisi duduk ke berdiri

Aktifitas yang memperingan : Istirahat

Riwayat keluarga : -

Riwayat medis : Telah menerima penanganan medis dan didiagnosa menderita HNP. Diberi
obat-obatan analgetik.
Pemeriksaan umum

Vital sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Denyut nadi : 80 bpm

Pernapasan : 20 rpm

Suhu : 36 0 C

Antropometrik

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 70 kg

BMI : 25.7 (berat badan lebih)

Observasi

 Statis :
 Alignment vertebra, hilangnya lordosis lumbal
 tingkat kesadaran pasien baik
 Dinamis :
 nyeri dari duduk ke berdiri

Palpasi :

 Spasme otot
 nyeri tekan paraspinal
 hilangnya lordosis lumbal

PEMERIKSAAN FUNGSI DASAR

a. Pemeriksaan gerak aktif


Pemeriksaan gerakannya sabagai berikut :
Gerakan Keterangan
Gerak fleksi-ekstensi
Pada posisi berdiri, pasien diminta
menggerakan secara aktif dengan
membungkukkan badan ke depan untuk
gerakan fleksi dan gerak ekstensi pasien
dengan membungkukkan badan ke belakang.

Gerak lateral fleksi


Pada posisi berdiri, pasien diminta menekuk
badan ke samping kanan dan kiri.

Gerak rotasi
Pada posisi berdiri, pasien diminta
merotasikan/memutar badan ke kanan dan
kiri.

Dari pemeriksaan gerak aktif (fleksi-ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi) dapat
diperoleh informasi antara lain : ada tidaknya rasa nyeri pada lumbal, gerakan
kompensasi atau subtitusi, keterbatasan lingkup gerak sendi, gerakan dilakukan
dengan cepat tanpa kesulitan ataukah dengan bantuan dan lambat.

b. Pemeriksaan gerak pasif


Pasien pada posisi duduk, rileks, terapis menggerakan badan/tubuh pasien ke arah
fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi. Dari pemeriksaan ini informasi yang dapat
kita peroleh yaitu ada tidaknya keterbatasan lingkup gerak sendi, end feel, dan
provokasi nyeri. Nyeri yang muncul biasanya merupakan kelainan/gangguan pada
kapsul ataupun sendi, tetapi tidak menutup kemungkinan nyeri berasal dari
otot/tendon yang mengalami kontraktur/memendek karena terulur.

c. Pemeriksaan Gerak Resisted Isometrik


Pemeriksaan gerak resisted isometrik ditujukan untuk mengetahui kekuatan otot-otot
lumbar sekaligus ada tidaknya nyeri pada otot. Pemeriksaan meliputi kontraksi
isometrik ke arah fleksi-ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.
1. PEMERIKSAAN DAN PENGUKURAN SPASME OTOT

Penn Spasm Frequency Scale

Penn Spasm Frequency Scale adalah sebuah skala penilaian spasm pada otot dimana
dimulai dari 0 = tidak ada spasm sampai dengan nilai 4 = terjadi spasm lebih dari 10 kali per
jam.

A. Tujuan
Untuk mengetahui frekuensi dan keparahan sapstisitas pasien.
B. Persiapan Alat : Instrumen Penn Spams Frequency Scale
C. Persiapan Pasien :
1. Jelaskan prosedur pada pasien
2. Posisikan pasien senyaman mungkin
3. Usahakan benda yang dapat menghalangi dilepaskan terlebih dahulu
D. Teknik Pelaksanaan:
1. Palpasi pada area yang mengalami spasme, kemudian menanyakan kepada pasien
berapa lama spasme tersebut terjadi.
2. Catat hasil pengukuran Penn Spasm Frequency Scale

Penn Spasm Frequency Scale

Penn Spasm Frequency Scale Score


Tidak ada spasme 0
Terjadi spasme ringan akibat stimulasi 1
Terjadi spasme kurang dari sekali per jam 2
Terjadi spasme lebih dari satu kali per jam 3
Terjadi spasme lebih dari 10 kali per jam 4
(Pen Et Al , 1989)
4. PENGUKURAN ROM

Tujuan : untuk mengetahui ROM pada lumbal.

1. Fleksi dan ekstensi Lumbal


a. Schober Metode I :
 Posisi subjek berdiri dengan cervical, thoracal dan lumbal 0°.
 Mengukur jarak antara proccessus spinosus C7 dan S1 dengan pita meteran
 Posisi awal dilakukan pada saat subjek posisi tegak.
 Pengukuran akhir dilakukan pada saat akhir gerakan fleksi.
 Perbedaan antara pengukuran awal dan akhir menunjukkan besarnya jarak
gerak fleksi thoracal dan lumbal.

Magee menjelaskan bahwa perbedaan 10 cm pada pita meteran adalah normal untuk
pengukuran. AAOS menjelaskan bahwa 4 inchi merupakan suatu pengukuran rata-rata
untuk pengukuran rata-rata orang dewasa yang sehat.

b. Goniometer
 Posisi pasien : berdiri
 Fulcrum : garis midaxillary pada lower costa.
 Lengan proksimal : tegak lurus dengan lantai
 Lengan distal : sejajar dengan garis midaxila.

Normal ROM fleksi : 40-60°.

Normal ROM ekstensi : 20 – 35°.

2. Lateral fleksi
a. Goniometer
 Posisi subjek berdiri dengan cervical, thoracal dan lumbal 0°.
 Fulcrum : proc. Spinosus S1
 Lengan proksimal : tegak lurus dengan lantai.
 Lengan distal : pada bagian posterior proc. Spinosus C7.

Normal ROM fleksi : 15 - 20°.

b. Meteran
 Posisi subjek berdiri
 Titik pertama pada ujung jari tengah.
 Titik kedua pada lantai.
 Jarak titik pertama dengan titik kedua saat lateral fleksi adalah Rom lateral
fleksi.

Normalnya : 15,9 – 16,9 cm


3. Rotasi
 Posisi subjek duduk,
 Fulcrum : pusat bagian atas kepala.
 Lenan poksimal : sejajar dengan garis imajinasi crista iliaca.
 Lengan distal : sejajar dengan garis imajinasi proc. Acromion.
Normal ROM fleksi : 3 – 18 °.

PENGUKURAN NYERI OSWESTRY DISABILITY INDEX (ODI).

a. Tujuan : untuk menilai keterbatasan fungsional pada nyeri pinggang bawah.


b. Persiapan alat : alat ukur nyeri (OSWESTRY DISABILITY INDEX)
c. Persiapan Pasien : Jelaskan prosedur test kepada pasien untuk mengurangi
kecemasan pasien serta untuk memastikan pasien kooperatif.
d. Teknik Pelaksanaan :
Kuisioner oswestry disability index berupa formulir berisi 10 item pernyataan yang
disusun untuk memberikan gambaran terhadap kemampuan fungsional nyeri pinggang
bawah, yang terisi dari; item pertama mengukur intensitas nyeri dan 9 item lainnya
mengukur pengaruh nyeri terhadap aktivitas sehari hari yaitu perawatan diri,
mengangkat, berjalan, berdiri, duduk, tidur, aktivitas seksual, aktivitas sosial, dan
tamasya. Sebelum mengisi kuisioner tersebut, terlebih dahulu pasien diberi penjelasan
tentang cara pengisian dan pasien harus memberikan tanda cek (√) pada kotak yang
disediakan. Pasien diminta memilih salah satu pernyataan yang menggambarkan
ketidak mampuan aktivitas fungsional.

Section 1 – Intensitas Nyeri

0) Saya ini saya tidak nyeri

1) Saat ini nyeri terasa sangat ringan

2) Saat ini nyeri terasa ringan

3) Saat ini nyeri terasa agak berat

4) Saat ini nyeri terasa sangat berat

5) Saat ini nyeri terasa amat sangat berat

Section2 - Perawatan Pribadi (mandi, berpakaian dll)

0) Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri

1) Saya merawat diri secara normal tapi terasa sangat nyeri

2) Saya merawat diri secara hati hati dan lamban karena terasa sangat
nyeri

3) Saya membutuhkan sedikit bantuan saat merawat diri

4) Setiap hari saya membutuhkan bantuan saat merawat diri

5) Saya tidak bisa berpakaian, mandi sendiri dan hanya berbaring di


tempat tidur

Section 3 - Aktivitas Mengangkat

0) Saya dapat mengangkat benda berat tanpa disertai timbulnya nyeri

1) Saya dapat mengangkat benda berat tetapi disertai timbulnya hyeri

2) Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari


lantai, tetapi saya mampu mengangkat benda berat yang posisinya
mudah,misalnya diatas meja.

3) Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari


lantai, tetapi saya mam;pu mengangkat benda ringan dan sedang yang
posisinya mudah, misalnya diatas meja

4) Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan

5) Saya tidak mampu mengangkat maupun membawa benda apapun

Section 4 – Berjalan

0) Saya mampu berjalan berapapun jaraknya tanpa disertai timbulnya


nyeri

1) Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1 mil karena nyeri

2) Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari ¼ mil karena nyeri

3) Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 100 yard karena nyeri

4) Saya hanya mampu berjalan menggunakan alat bantu tongkat atau


kruk

5) Saya hanya mampu tiduran, untuk ke toilet dengan merangkak

Section 5 – Duduk

0) Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau

1) Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau

2) Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena
nyeri
3) Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari ½ jam karena
nyeri

4) Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena
nyeri

5) Saya tidak mampu duduk karena nyeri

Section 6 – Berdiri

0) Saya mampu berdiri selama aku mau

1) Saya mampu berdiri selama aku mau tetapi timbul nyeri

2) Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1 jam karena nyeri

3) Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri

4) Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 10 menit karena nyeri

5) Saya tidak mampu berdiri karena nyeri

Section 7 – Tidur

0) Tidurku tidak pernah terganggu oleh timbulnya nyeri

1) Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya nyeri

2) Karena nyeri, tidurku tidak lebih 6 jam

3) Karena nyeri, tidurku tidak lebih 4 jam

4) Karena nyeri, tidurku tidak lebih 3 jam

5) Saya tidak pernah tidur karena nyeri

Section 8 - Aktivitas Seksual (Bila Memungkinkan)

0) Aktivitas seksualku berjalan normal tanpa disertai timbulnya nyeri

1) Aktivitas seksualku berjalan normal tetapi disertai timbulnya nyeri

2) Aktivitas seksualku hampir normal tetapi sangat nyeri

3) Aktivitas seksualku sangat terhambat oleh adanya nyeri

4) Aktivitas seksualku hamper tidak pernah karena adanya nyeri

5) Aktivitas seksualku tidak pernah bisa terlaksana karena adanya nyeri

Section 9 - Kehidupan Sosial


0) Kehidupan sosialku berlangsung normal tanpa gangguan nyeri

1) Kehidupan sosialku berlangsung normal tetapi ada peningkatan


derajat nyeri

2) Kehidupan sosialku yang aku sukai misalnya olahraga tidak begitu


terganggu adanya nyeri

3) Nyeri menghambat kehidupan sosialku sehingga aku jarang keluar


rumah

4) Nyeri membuat kehidupan sosialku hanya berlangsung dirumah saja

5) Saya tidak mempunyai kehidupan social karena nyeri

Section 10 - Bepergian/ Melakukan Perjalanan

0) Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tanpa adanya nyeri

1) Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tetapi timbul nyeri

2) Nyeri memang mengganggu tetapi saya bisa melakukan perjalanan


lebih dari 2 jam

3) Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan


perjalanan kurang dari 2 jam

4) Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan


perjalanan kurang dari 30 menit

5) Nyeri menghambatku untuk melakukan perjalanan kecuali hanya


berobat

Tiap item pertanyaan di skor dalam skala 0 - 5 dan hasil yang dapat diberikan pada
skala 0 - 50. Penilaian menggunakan (Nilai yang diperoleh pasien/ total skor) x 100%
(Trisnowiyanto, 2012).

DS = JN : 50 X 100%

Keterangan :
JN : JumlahNilai
DS : Disability Score (Nilaiketidakmampuan)

Tingkat Kemampuan Aktifitas Fungsional (TKAF) dikategorikan sebagai berikut :


a) Disabilitas Minimal (TKAF = 0% - 20%)
b) Disabilitas sedang (TKAF = 21% - 40%)
c) Disabilitas berat (TKAF = 41% - 60%)
d) Aktivitas sangat terbatas (TKAF = 61% - 80%)
e) Tidak mampu beraktivitas (TKAF = 81% - 100%)

e. Hasil Pengukuran

5. SELF CARE AND HOME MANAGEMENT (BARTHEL INDEX)


Prosedur Test
a. Tujuan
 Untuk memperoleh tingkat kemampuan dan ketergantungan pasien/ klien
dalam melakukan activities of daily living (ADL)
b. Persiapan Alat
 Pastikan Instrumen Barthel Index Scale telah tersedia
c. Persiapan Pasien
 Jelaskan prosedur test kepada pasien untuk mengurangi kecemasan pasien
serta memastikan pasien kooperatif dan focus
d. Penatalaksanaan
 Pilih score point untuk pernyataan yang paling mendekati tingkat
kemampuan terkini pasien/klien untuk setiap 10 item variabel, dengan
memberi tanda checklist (√)
 Index seharusnya digunakan sebagai catatan apa yang TIDAK MAMPU
dilakukan oleh pasien/klien, bukan sebagai catatan tentang apa yang
pasien/klien bisa lakukan
 Gunakan semua informasi yang bisa diperoleh, baik dari laporan pasien
sendiri, dari pihak keluarga pasien/klien yang mengetahui benar
kemampuan pasien, atau dari hasil observasi pemeriksa.
 Lihat bagian pedoman untuk informasi rinci tentang scoring dan
interpretasi
 Catat hasil pengukuran Barthel Index pada medical record pasien

SCORE
Feeding (Makan dan Minum)
 Tidak dapat dilakukan sendiri [ ]0
 Membutuhkan bantuan dalam beberapa hal [ ]5
 Dapat melakukan sendiri atau mandiri [ ] 10
Bathing (Mandi)
 Bergantung sepenuhnya [ ]0
 Dapat melakukan sendiri atau mandiri [ ]5
Grooming (Dandan)
 Membutuhkan bantuan perawatan personal [ ]0
 Mandiri (membersihkan wajah, merapikan rambut,m menggosok [ ]5
gigi, mencukur, dll)
Dressing (Berpakaian)
 Bergantung sepenuhnya [ ]0
 Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya [ ]5
 Mandiri (termasuk mengancing baju, memakai ritsleting), mengikat [ ] 10
tali sepatu)
Fecal (Buang Air Besar)
 Inkontinensi (atau perlu diberikan pencahar) [ ]0
 Kadang terjadi inkontinensi [ ]5
 Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi [ ] 10
Urinary (Buang Air Kecil)
 Inkontinensi atau memerlukan katerisasi [ ]0
 Kadang terjadi inkontinensi [ ]5
 Bisa mengontrol agar tidak kontinensi [ ] 10
Toileting (Ke Kamar Kecil atau WC)
 Bergantung sepenuhnya [ ]0
 Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya [ ]5
 Mandiri (termasuk membuka dan menutup, memakai pakaian, [ ] 10
membersihkan dengan lap)
Transferring ( Dari Bed Ke Kursi & Kembali Ke Bed)
 Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk [ ]0
 Memerlukan bantuan satu atau dua orang, dapat duduk [ ]5
 Memerlukn bantuan minimal (verbal atau fisik) [ ] 10
 Mandiri sepenuhnya [ ] 15
Walking (Pada Semua Level Permukaan)
 Immobile atau < 50 yard [ ]0
 Menggunakan kursi roda secara mandiri, termasuk mendatangi orang [ ]5
> 50 yard
 Berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) >50 yard [ ] 10
 Mandiri sepenuhnya (tidak membutuhkan bantuan, termasuk tongkat) [ ] 15
> 50 yard
Climbing Strairs (Menaiki Anak Tangga)
 Tidak mampu [ ]0
 Memerlukan bantuan (verbal, fisik, dengan alat bantu) [ ]5
 Mandiri sepenuhnya [ ] 10

Barthel Index Parameter

 Skor 20 : Mandiri
 Skor 12-29 : Ketergantungan ringan
 Skor 9-11 : Ketergantungan sedang
 Skor 5-8 : Ketergantungan berat
 Skor 0-4 : Ketergantungan penuh

Tiap item pertanyaan di skor dalam skala 0 - 5 dan hasil yang dapat diberikan
pada skala 0 - 50. Penilaian menggunakan (Nilai yang diperoleh pasien/ total skor) x
100% (Trisnowiyanto, 2012).

DS = JN : 50 X 100%

Keterangan :
JN : JumlahNilai
DS : Disability Score (Nilaiketidakmampuan)

Tingkat Kemampuan Aktifitas Fungsional (TKAF) dikategorikan sebagai berikut :


f) Disabilitas Minimal (TKAF = 0% - 20%)
g) Disabilitas sedang (TKAF = 21% - 40%)
h) Disabilitas berat (TKAF = 41% - 60%)
i) Aktivitas sangat terbatas (TKAF = 61% - 80%)
j) Tidak mampu beraktivitas (TKAF = 81% - 100%)

e. Hasil Pemeriksaan

Tes spesifik :

TES PATRICK

Untuk mendeteksi patologi pada hip, lumbal dan SI joint

Prosedur:

Posisi terlentang senyaman mungkin. Secara pasif ft menggerakkan tungkai pasien yang di
test ke arah fleksi knee dengan menempatkan ankle diatas knee yang satunya. Kemudian
memfiksasi SIAS pasien pada tungkai yg tidak di test dengan menggunakan satu tangan dan
tangan satunya pada sisi medial kneepasien yang ddites lalu menekan tungkai kearah abduksi.
Ulangi prosedur yang sama pada tungkai yang satunya.

Test positif nyeri bagian dalam hip , lumbal dan SI.

Straight Leg Raising Test (SLR)


Tes ini dikenal juga dengan Laseque’s test. Tes ini dilakukan untuk meregangkan saraf
sciatic pada pasien HNP di level L4-L5 atau L5-S1 yang menyebabkan tekanan pada akar
saraf L5 atau S1 (Gross, 2009). Tes ini dilakukan dengan cara pasif, posisi pasien tidur
telentang dengan tungkai lurus normal, hip medial rotasi dan adduksi, lutut ekstensi, setelah
itu terapis memfleksikan atau mengangkat tungkai antara 350-700 tersebut sampai pasien
mengeluh nyeri atau kaku di posterior paha (Magee, 2006). Hasil dikatakan positif bila
timbul rasa nyeri sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus dan kemungkinan ada penekanan
pada akar saraf, bila tes negatif kemungkinan penekanan akar saraf kecil (Tjokorda, 2009).
Hasil test : positif

TES LASEQUE

Untuk mengidentifikasi patologi disc herniation dan atau penekanan pada jaringan saraf

Prosedur test : pasien terlentang dengan posisi kedua hip endorotasi dan adduksi, serta knee
esktensi, rileks.

Praktikkan meletakkan satu tangan pada ankle pasien . praktikkan secara pasif dan fleksikan
hip pasien hingga pasien merasakan nyeeri atau tightness pada pinggang atau posterior
tungkai. Kemudian secara perlahan dan hati2 menurunkan tungkai pasien hingga pasien tidak
merasakan nyeri atau tightness.

Positif test : jika nyeri terutama dirasakan pada pinggang, maka lebih kearah disc heerniation
atau penyebab patologi penekanann pada sisi sentral. Jika nyeri terutama pada tungkai, maka
patologi yang menyebabkan penekanan terhadap jaringan saraf lebih pada sis lateral

TES TRENDELENRBERG

Tes ini untuk mengevaluasi kekuatan musculus gluteus medius. Berdirilah dibelakang pasien
dan observasi kekakuan kecil diatas SIPS. Normalnya, saat pasien menumpu berat badan
kedua kaki seimbang, lekukan kecil itu nampak sejajar. Kemudian mintalah pasien untuk
berdiri satu kaki. Jika dia dapat tegak, musculus gluteus medius pada tungkai yang
menyangga berkontraksi saat tungkai terangkat. Akan terlihat garis pantat turun pada kaki
yang diangkat pada kelemahan pada m. gluteus minimus.

TES REFLEKS ANKLE JERK

Buat pergelangan kaki dalam keadaan reflek, kaki dalam keadaan dorsi fleksi pada
pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles. Reflek normal yang muncul
adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat menimbulkan reflek pergelangan
kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks, pasien diinstruksikan untuk berlutut pada sebuah
kursi atau tingginya sama dengan penguji. Tempatkan pergelangan kaki dengan posisi dorsi
fleksi dan kurangi tegangan otot gastroknemeus. Tendon Achilles digores menurun dan
terjadi fleksi plantar.
HASIL : Terjadi penurunan reflex
Tes Sensasi

Pemeriksaan Penunjang

1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang


2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit
spinal lumbal.
3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

Diagnosis Fisioterapi :

Problematika fisioterapi

a) Impairment: Nyeri punggung bawah dan spasme otot paravertebra


b) Fungsional limitation: gangguan saat gerakan pada lumbal
c) Disability: Tidak dapat melakukan pekerjaan sendiri.

Tujuan fisioterapi meliputi:

a) tujuan jangka pendek: menurunkan nyeri pada punggung bawah


b) tujuan jangka panjang: meningkatkan kemampuan fungsional pasien

Intervensi Fisioterapi Pada Kasus HNP


TAHAP AKUT:

Tujuan :

 Meringankan rasa nyeri


 Rileksasi otot
 Meredakan peradangan dan tekanan terhadap struktur nyeri sensitive atau neurologis
 Edukasi pada pasien

1. PENGENDALIAN ISTIIRAHAT
Dianjurkan untuk beristirahat dalam bentuk
- Postur dan modifikasi aktivitas - Hindari postur tertekuk, duduk untuk duraton
panjang, aktivitas menekuk atau mengangkat, postur asimetris (fleksi dan
rotasi). Semua ini meningkatkan tekanan disk.
- Dukungan lokal dalam bentuk korset (sabuk lumbosakral), pengikat perut, pita
dll. Tindakan ini akan meningkatkan penyembuhan dan mencegah reinjury ke
diskus. Dalam waktu 10 hari fibrin diletakkan. Jika tulang belakang
dipertahankan pada lordosis, anulus akan sembuh dalam posisi shortened dan
nukleus akan dipertahankan secara terpusat.
- Jika gejalanya parah, istirahat di tempat tidur (maksimal 2 hari) pada tempat
tidur keras ditunjukkan dengan periode berjalan yang pendek dengan interval
teratur (dengan korset). Berjalan mempromosikan perpanjangan lumbar dan
merangsang mekanika fluida untuk membantu mengurangi pembengkakan
pada disk / jaringan ikat.
- Jika pasien hadir dengan ketidakmampuan untuk menegakkan tubuh, buat
pasien berbaring rawan dengan 2-3 bantal di bawah perut. Saat rasa sakit
mereda, lepaskan bantal dan pasang koper dengan meletakkan bantal di bawah
toraks. Dengan nukleus pulposus ini bergeser ke depan dan mengurangi rasa
sakit dan mendapatkan lordosis

2. MODALITAS UNTUK MENGURANGI PAIN DAN SPASME


- Cryotherapy: mengurangi kejang otot dan pembengkakan pada fase akut
- TENS: mengurangi rasa sakit pada fase akut dan kronis.
- SWD-pulsed SWD dalam kondisi akut dan SWD terus menerus dalam kasus
kronis
- IFC
- Manipulasi jaringan lunak - untuk mengurangi kejang otot lokal dan
mendorong relaksasi.
- Traksi-mungkin bermanfaat untuk meringankan kompresi akar saraf dan
radikulopati atau parestesia pada fase akut Traksi dikontraindikasikan dalam
protrussion disk medial ke akar saraf.

3. LATIHAN UNTUK HERNIATED DISC (MC. KENZIE)


Gerakan 1
Posisi tidur tengkurap dengan mata terpejam selama 3-5 menit dengan mengatur
frekuensi pernafasan yaitu dengan tariknafas dalam dan menghembuskan perlahan-
lahan hingga seluruh tubuh merasakan rilek.

Gerakan 2
Posisi tidur tengkurap dengan posisi kepala dan badan bagian atas terangkat
disangga dengan kedua lengan bawah, posisi siku fleksi 90 derajat, gerakan ini
dilakukan secara perlahan-lahan dengan kontraksi otot punggung seminimal
mungkin yaitu gerakan terjadi akibat dorongan dan kontraksi dari otot-otot lengan,
gerakan ini dilakukan dan ditahan selama 5 hitungan (5 detik) dengan 4 kali
pengulangan.

Gerakan 3
Posisi tidur tengkurap dengan posisi kepala dan badan bagian atas terangkat
disangga dengan kedua lengan lurus 180 derajat, gerakan ini dilakukan secara
perlahan-lahan dengan kontraksi otot punggung bagian bawah seminimal
mungkinyaitu gerakan terjadiakibat dorongan lengan, gerakan ini dilakukan dan
ditahan selama 5 hitungan (5detik) dengan 4 kali pengulangan.

Gerakan 4
Posisi tubuh berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan pada pinggang (tolak
pinggang), dorongkan tubuh bagian atas dan kepala kebelakang sebatas
kemampuan setiap gerakan dilakukan dan ditahan selama 5- 8 hitungan dengan 4
kali pengulangan.

4. PEMBERIAN EDUKASI

Memberi informasi pada pasien mengenai gerakan yang harus dihindari

 Membungkuk untuk mengangkat barang yang sangat berat


 Melakukan squat dengan bobot terlalu banyak
 Berjalan terlalu lama, karena bisa menempatkan galur pada cakram
 Segala bentuk latihan resisted.

TAHAP SUB AKUT

Sub akut biasanya kejala akut menurun dalam 4-6 hari.

a. Lanjutkan latihan yang dilakukan dalam fase akut, misalnya latihan mobilitas saraf,
modalitas.
b. Gerakan tulang belakang sederhana dalam rentang bebas nyeri menggunakan pelvis
panggul lembut.
c. Isometrik ekstensor tapi hati-hati menahan nafas dan menyebabkan valsalva.
d. Mendorong aktivitas aerobik, berjalan, berenang dengan toleransi pasien.

TAHAB KRONIK

Bila gejala diskus sudah stabil.

Tujuan:

a. Mengembalikan rentang gerak


b. Mengembalikan kekuatan otot, daya tahan tubuh dan fungsinya.
c. Melatih kesadaran kinestetik dan kontrol keselarasan normal.
d. Keterlibatan dan edukasi pasien untuk mengelola postur tubuh agar tidak terjadi
rekurensi.

Bentuk latihan berupa :


1. Rangkaian latihan nyeri bebas lembut yang lembut Setelah 3 minggu sejak timbulnya
gejala, mulailah fleksi sisi dan perpanjangan posisi. Kemajuan untuk menambahkan fleksi
hanya saat disk telah sembuh.

2. Latihan peregangan dan fleksibilitas

 Peregangan hamstring: Berbaring telentang dengan lutut ditekuk. Angkat satu kaki
perlahan dan letakkan tangan di belakang lutut Anda. Luruskan kaki Anda sebanyak
yang Anda bisa, dan tarik perlahan ke arah dada. Tahan selama beberapa detik, lalu
kembali ke posisi awal dan ulangi dengan kaki lainnya. Jangan memaksakan latihan
ini. Latihan dihentikan apabila dirasana sakit atau ketidaknyamanan di tempat lain.

 Latihan stabilitas inti - Latihan penguatan inti membantu mengurangi nyeri punggung
dan membentuk dasar program pelatihan stabilitas inti. Tujuan dari latihan ini adalah
untuk memberi lebih banyak dukungan ke punggung Anda dengan memperkuat otot
tulang belakang Anda.

Latihan stabilitas inti

 Bridge : Memperkuat beberapa kelompok otot inti - misalnya pantat, punggung, perut
untuk pasien PIVD. Berbaring telentang; Menekuk lutut pada sudut 90 derajat, kaki rata
di lantai. Kencangkan abs Angkat bokong dari lantai, jaga agar tetap kencang.
Kencangkan pantat. Bahu dan lutut harus berada dalam garis lurus. Tunggu lima
hitungan. Perlahan turunkan pantat ke lantai. Ulangi lima sampai lima belas kali.

 Plank : Latihan untuk memperkuat punggung, abs dan leher (juga memperkuat lengan
dan kaki) untuk pasien PIVD. Berbaring di perut, letakkan siku dan lengan bawah di
lantai. Dalam posisi push up, keseimbangan pada jari kaki dan siku Anda. Jaga punggung
lurus dan kengencangkan abs. Tahan posisi selama 10 detik. Bersantai. Ulangi lima
sampai sepuluh kali. Jika latihan ini terlalu sulit (seperti yang sering terjadi pada
pemula), lakukan keseimbangan pada lutut dan bukan jari kaki Anda.

 Side Plank : Memperkuat obliques (otot perut samping) untuk pasien PIVD.
Berbaringlah di sisi kanan. Letakkan siku kanan dan lengan bawah di lantai. Kencangkan
abs Push up sampai bahu di atas siku. Jaga tubuh Anda dalam garis lurus - kaki, lutut,
pinggul, bahu, kepala sejajar. Hanya lengan bawah dan sisi kaki kanan yang berada di
lantai (kaki ditumpuk). Tahan posisi selama 10 detik. Bersantai. Ulangi lima kali. Ulangi di
sisi kiri. Jika latihan ini terlalu sulit, keseimbangan pada lutut ditumpuk (tekuk lutut dan
jaga kaki dari lantai) bukan kaki.

 The Wall Squat : Memperkuat latihan untuk punggung, pinggul dan paha depan pada
pasien PIVD. Berdiri dengan punggung menghadap dinding, tumit sekitar 18 inci dari
dinding, kaki selebar bahu. Kencangkan abs Geser perlahan ke bawah dinding menjadi
berjongkok dengan lutut ditekuk sampai sekitar 90 derajat. Jika ini terlalu sulit, tekuk
lutut sampai 45 derajat dan perlahan bangun dari sana. Hitung sampai lima dan geser
kembali ke dinding. Ulangi 5 -10 kali.

 Mengangkat Kaki dan lengan : Memperkuat olahraga untuk otot punggung dan
pinggul pada pasien PIVD. Berbaring telungkup, lengan mengulurkan tangan melewati
kepalamu dengan telapak tangan dan dahi di lantai. Kencangkan abs Angkat satu tangan
(saat Anda mengangkat kepala dan bahu) dan kaki yang berlawanan pada saat
bersamaan, peregangan mereka menjauh satu sama lain. Tahan selama 5 detik lalu ganti
sisi. Ulangi 5 - 10 kali.

 Lift kaki : Quad Strengthening Exercise untuk pasien PIVD. Berbaring telentang. Tekuk
lutut kiri pada sudut 90 derajat, jaga kaki rata di lantai. Kencangkan abs Jaga kaki kanan
lurus dan perlahan angkat kaki kanan ke ketinggian lutut kiri. Tahan hitungan 3. Lakukan
10 pengulangan. Beralih sisi dan ulangi.

 Dasar Crunches : latihan perut bagian atas untuk pasien PIVD.


Berbaring telentang, ditekuk lutut, kaki rata di lantai. Jangan jangkar kaki. (Menahan
kaki atau menjaga kaki lurus di sepanjang lantai bisa menyiksa punggung bagian bawah).
Kepala dan punggung harus berada dalam posisi netral. Handuk digulung dapat
ditempatkan di bawah kurva alami punggung bagian bawah untuk memberikan
dukungan ekstra - bagian belakang yang kecil harus sekitar satu inci di atas lantai.
Letakkan tangan di belakang kepala dengan siku menunjuk ke luar. Tangan Anda
digunakan untuk mendukung kepala Anda (untuk menghindari leher agar tidak
melelahkan sebelum abs) tapi jangan menarik kepala ke depan. Angkat kepala dan bahu
dari lantai - tiga sampai enam inci sudah cukup. Lihatlah langit-langit untuk mencegah
agar tidak memiringkan kepala. Jaga siku ke belakang. Keluarkan saat mengangkat tubuh
Anda dari lantai dan tarik napas saat menurunkan. Lakukan sepuluh - lima belas
pengulangan.

3. Latihan Penguatan

 Kaki Lift: latihan perut bagian bawah untuk pasien PIVD. Berbaring telentang. Tekuk
lutut kiri pada sudut 90 derajat, jaga kaki rata di lantai. Kencangkan abs Jaga kaki kanan
lurus dan angkat perlahan sampai kaki kanan berada di puncak lutut kiri. Tunggu
hitungan 5. Lakukan 5 sampai 15 pengulangan. Beralih sisi dan ulangi.

 Backward Leg Swing: Latihan gluteal untuk pasien PIVD. (Otot bokong membantu
menunjang tulang belakang) Berdiri, memegang sandaran kursi untuk memberi
dukungan. Kencangkan abs Ayunkan kaki ke belakang diagonal sampai Anda merasa
bokong Anda kencang. Otot tegang sebanyak yang Anda bisa dan ayun kaki kembali
beberapa inci lagi. Kembalikan kaki ke lantai. Lakukan 10 - 15 pengulangan. Beralih
sisi dan ulangi.
 Latihan penguatan perut: Isometric abs, lutut ke dada, latihan sepeda. e) Latihan
hidroterapi untuk nyeri punggung - Pemanasan, memobilisasi latihan Latihan
peregangan Memperkuat latihan Latihan relaksasi Latihan latihan renang

 Ajarkan pola gerakan dan mekanika tubuh yang aman. Ajarkan latihan pencegahan dan
mekanika pasien untuk menghilangkan stres mekanis dalam aktivitas sehari-hari.
Ajarkan latihan relaksasi untuk mengatasi ketegangan otot.

 Anjurkan pasien tentang cara memodifikasi lingkungan misalnya tempat tidur, kursi,
jok mobil, area kerja dll.

Anda mungkin juga menyukai