Anda di halaman 1dari 29

Referat

IDENTIFIKASI FORENSIK

Tugas
Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Disusun oleh :
Aulia Bella O
Ravenia Dirgantari
Muhammad Syahid
Krypton Rakehalu
Achmad Dodi M
Sri Aryasatyani Binti Boonie
Didy Kurniawan 04084811416008

Pembimbing :
dr. Binsar Silalahi, SpF

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

IDENTIFIKASI FORENSIK

oleh:

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

Palembang, Desember 2015

Dosen Pembimbing

dr. Binsar Silalahi, SpF


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul “Identifikasi
Forensik”, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Binsar
Silalahi, SpF selaku pembimbing referat ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya
hasil yang lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan
pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Palembang, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini membawa

kesejahteraan bagi umat manusia di segala bidang kehidupan tetapi juga

menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Salah satu akibat yang tidak

diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas mengenai

cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang berkaitan dengan

upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak

jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui identitas

korban.

Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban

merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui identitas korban

merupakan sebagai langkah awal penyidikan sehingga dapat dilakukan langkah-

langkah selanjutnya. Apabila identitas korban tidak dapat diketahui, maka

sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya apabila

penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya identitas korban, maka dapat

dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.

Selain itu mengetaui identitas korban untuk berbagai kehidupan sosial misalnya

asuransi, pembagian dan penentuan ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dan

sebagainya keterangan identitas mempunyai arti penting pula, yaitu untuk


mengetahui bahwa keterangan itu benar-benar keterangan yang dimaksud untuk

memperoleh yang menjadi haknya maupun untuk memenuhi kewajibannya.2,3

Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak

terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak

terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan

tindakan darurat dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta

lingkungannya. Bencana yang terjadi secara akut atau mendadak dapat berupa

rusaknya rumah serta bangunan, rusaknya saluran air, terputusnya aliran listrik,

jalan raya, bencana akibat tindakan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan

bencana yang terjadi secara perlahan-lahan atau slow onset disaster, misalnya

perubahan kehidupan masyarakat akibat menurunnya kemampuan memperoleh

kebutuhan pokok, atau akibat dari kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran

hutan dengan akibat asap atau haze yang menimbulkan masalah kesehatan.

Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang

merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi adalah

suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada

pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang

itu apakah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga

dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting

baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-forensik.


Makalah ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi

forensik ataupun identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting,

macam-macam pemeriksaan dan cara atau metode serta sistem identifikasi. Hal-

hal demikian diperlukan untuk memperoleh pemahaman pemahaman dalam

penanganan dan pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dalam

penulisan referat ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :


1. Apakah pengertian dari identifikasi forensic ?
2. Apa saja dasar - dasar dari pemeriksaan pada identifikasi forensic ?
3. Metode apa yang dipakai dalam identifikasi forensic ?
4. Ada berapa jenis pemeriksaan identifikasi foresik ?
5. Menyadari betapa pentingnya peran dokter dalam proses identifikasi forensic

?
2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari identifikasi forensik.


2. Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada identifikasi

forensik.
3. Mampu memahami berbagai jenis pemeriksaan identifikasi.
4. Sebagai persyaratan ujian pada kepaniteraan klinik ilmu kedokteran

forensik dan medikolegal.


1.3 Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
 Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda.
2. Bagi Institusi Pendidikan
 Mengerti maksud dan tujuan dalam melakukan identifikasi forensik.
 Sebagai media pengabdian masyarakat terutama kasus-kasus yang

berkembang di masyarakat khususnya dalam bidang Kedokteran

Forensik dan Medikolegal.


3. Bagi Pengadilan
 Pentingnya identifikasi forensik bagi penyelesaian perkara pidana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Identifikasi

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang

hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.

Identifikasi juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas

seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa

sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang

hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi

forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan

untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.1,2

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada

jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan

kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban

meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi

forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi

tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila

paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.1

Dengan diketahuinya jati diri korban, penyidik akan lebih mudah

membuat satu daftar dari orang-orang yang patut dicurigai. Daftar tersebut akan

lebih diperkecil lagi bila diketahui saat kematian korban serta alat yang dipakai

oleh tersangka pelaku kejahatan.3


2.2 Metode Identifikasi

Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan

dapat digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan

penanganan pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi dapat

dikelompokkan: 1,2,3

1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan

identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh

pihak polisi penyidik antara lain:

a. Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama

wajahnya oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya,maka jati diri korban

dapat diketahui. Walaupun metoda ini sederhana, untuk mendapat hasil yang

diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini baru dapat dilakukan bila

keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan

belum terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan faktor

psikologis, emosi serta latar belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor

tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Juga perlu diingat bahwa

manusia itu mudah terpengaruh oleh sugesti, khususnya dari pihak penyidik.
b. Perhiasan, anting-antign, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh

korba, khususnya bila pada perhisan itu terdapat initial nama seseorang yang

biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang atau cincin; akan

membantu dokter atau pihak penyidik didalam menentukan identitas korban.

Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan dari perhisan haruslah

dilakukan dengan baik.


c. Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartu

golongan darah, tanda pembayaran dan lain sebagainya yang ditemukan

dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan jati diri korban. Khusus

pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan seseorang di dalam

menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet biasanya terdapat dalam

saku baju atau celana, sedangkan pada wanita tas biasanya dipegang;

sehingga pada kecelakaan masal tas seseorang dapat terlempar dan sampai

pada orang lain yang bukan pemiliknya, jika hal ini tidak diperhatikan

kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban sudah

busuk atau rusak.


d. Jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari

yang sama,walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas dasar ini,

sidik jari merupakan sarana yang terpenting khususnya bagi kepolisian

didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena selain kekhususannya,

juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaanya. Walaupun

pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih mempunyai

kewajiban, yaitu untuk menganbilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik

jari pada korban yang tewas dan keadaan mayatnya telah membusuk. Teknik

pengembangan sidik jari pada jari telah mengelupas dan memasangnya pada

jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan

sidik jari, merupakan prosedur yang harus dikatahui dokter.

2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang

diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi


penyidik tidak dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau

kurang memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:

a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara

medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa ciri

yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka

ata operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit tertentu,

tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi tulang atau

juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh ciri

non-spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit,

warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan

sebagainya.

b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.

c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis,

antroposkopi dan antropometri.

d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,

Duffy, HLA dan sebagainya.

e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain

Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara

komparatif (membandingkan) dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan

identifikasi membandingkan data adalah identifikasi yang dilakukan dengan cara

membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan
data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya.

Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka

kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data ante

mortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental

record.1,4,5

Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang

menentukan identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjukan

siapa jenasah yang tidak dikenal tersebut. Hal ini karena pada identifikasi dengan

cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua alternatif: identifikasi positif

atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang dibandingkan

adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenasah yang tidak dikenali itu

adalah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif

yaitu apabila data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian

belum dapat ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus

dicarikan data pembanding antemortem dari orang hilang lain yang diperkirakan

lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan data,

diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante mortem

berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date,

memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post mortemnya.

Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi dengan cara

membandingkan tidak dapat diterapkan.1,4,5

Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat

diterapkan, bukan berarti kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian


halnya, kita masih dapat mencoba mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi

data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis

kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik badan. Sebagai

contoh: 4,6,7

a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan

ukuran laki-laki dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.

b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu erupsi

gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur

tinggi badan (kepala-tumit atau kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur

bayi dalam bulan.

c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan

individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.

d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau kraniometri,

dapat diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.

e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang

memilikinya.

Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan

dapat menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian

perkiraan-perkiraan identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan

memberikan arah penyidikan. Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada

tiga macam sistem identifikasi, yaitu : 1


1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada

siapapun dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan

kasusnya biasanya : kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem,

identifikasinya biasanya dilakukan dengan cara rekonstruksi, contoh:

identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.

2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan

daftar korban tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus

biasanya: non-kriminal, korban massal, dimungkinkan diperoleh data ante

mortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data,

contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak gunung.

3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada

suatu kasus yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan

sebagian lainnya belum diketahui sama sekali atau belum diektahui tetapi

sudah tertentu, contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang di

Malioboro (semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi tertutup).

2.3 Dasar-Dasar Identifikasi Forensik

Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur

identifikasi jenasah adalah : 3

a) Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam

KUHAP pasal 133 :


1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang di duga karena

peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan


permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

dan atau ahli lainnya.


2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh

penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuatkan

identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu

jari kaki atau bagian lain badan mayat.


b) Undang-Undang Kesehatan Pasal 79
1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada

pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi

wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No

8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan

tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.


2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
c. Meminta keteragan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
d. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti

sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.


3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan

menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP.


2.4 Jenis-Jenis Pemeriksaan Identifikasi Forensik
Menentukan identitas atau jati diri atas seorang korban tindak pidana

yang berakibat fatal,relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan penentuan jati

diri tersangka pelaku kejahatan. Hal tersebut oleh karena pada penentuan jati diri

tersangka pelaku kejahatan semata-mata didasarkan pada penentuan secara visuil,

yang sudah tentu banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga hasil

yang dicapai tidak memenuhi harapan.3

Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda

penentuan jati diri dengan sidik jari (daktiloskopi) yang tidak lazim dikerjakan

oleh dokter, melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang

lain, yaitu: metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis, gigi, serologi dan

metode eksklusi. Dengan diketahuinya jati diri korban, pihak penyidik dapat

melakukan penyidikan untuk mengungkap kasus menjadi lebih terarah; oleh

karena secara kriminologis pada umumnya ada hubungan antara pelaku dengan

korbannya. Daftar tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui saat kematian

korban serta alat yang dipakai oleh tersangka pelaku kejahatan.3


Gambar 1. Jenis-Jenis Sidik Jari

Walaupun ada sembilan metoda identifikasi yang kita kenal, maka di

dalam prakteknya untuk menentukan jati diri tidak semua metode dikerjakan;

melainkan cukup minimal dua metoda saja: identifikasi primer dari pakaian;

identifikasi konfirmatif dari gigi.3

2.5 Objek Identifikasi

Seperti yang sudah diseutkan di muka bahwa objek identifikasi dapat

berupa orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi

terhadap orang tak dikenal yang masih hidup meliputi: 8

1. Penampilan umum (general appearance), yaitu tinggi badan, berat badan,

jenis kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata. Melalui metode ini

diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi badan,

kelainan pada tulang dan sebagainya.

Tabel 1. Perbedaan Umur Jenis Kelamin Pria Dan Wanita

Pria Wanita
Panggul Lebih kecil dari bahu Lebih lebar dari bahu
Posture Besar Kecil
Payudara Jarang berkembang Berkembang
Jakun Menonjol Tidak menonjol
Striae Tidak ada Ada, payudara dan bokong
Tebal, tumbuh melebar -
Rambut pubis Lurus, hanya di mons veneris
pusar
Rambut Ada di wajah, dada Tidak ada
Testis, prostate, vesikula
Kelamin dalam Ovarium,tuba fallopi, vagina
seminalis
Lebih besar, berat dan
Tengkorak Lebih kecil, ringan dan tipis
tebal
Proporsi perut Lebih kecil Lebih besar
Paha Bentuk silinder Bentuk kerucut

2. Pakaian
3. Sidik jari
4. Jaringan parut
5. Tato
6. Kondisi mental
7. Antropometri

Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas

pihak kepolisian. Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan bantuan dokter,

misalnya pada kasus pemalsuan identitas di bidang keimigrasian atau kasus

penyamaran oleh pelaku kejahatan.8

Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat

dilakukan terhadap:8

1. Jenazah yang masih baru dan utuh


2. Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3. Bagian-bagian dari tubuh jenazah

Cara melakukan identifikasi pada jenazah yang masih baru dan utuh oleh

pihak kepolisian seperti yang dilakukan terhadap orang hidup. Adapun hal-hal

yang ditemukan di dalam otopsi oleh dokter (misalnya penyakit, cacat tubuh,

bekas operasi atau bekas trauma) dapat digabungkan dengan hasil pemeriksaan

pihak kepolisian.8
Pada jenazah utuh yang sudah membusuk mungkin dapat diketahui jenis

kelamin, tinggi badan dan umurnya. Tetapi jika tingkat pembusukannya sudah

sangat lanjut mungkin sisa pakaian, perhiasan, jaringan parut, tatto atau kecacatan

fisik akan bermanfaat bagi kepentingan identifikasi. Sedangkan identifikasi yang

lebih akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan gigi geliginya. Sebagaimana

diketahui bahwa gigi merupakan bagian tubuh manusia yang paling tahan

terhadap pembusukan, kebakaran dan reaksi kimia.8

Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan

sebagai berikut : 5,8

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan

pengaruh lingkungan yang ekstrim.

2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan

restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.

3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan

medis gigi (dental record) dan data radiologis.

4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan

morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan

pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih

dahulu.

5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian

bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.

6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.


7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang

terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan

giginya masih utuh.

Gambar 2 : Identifikasi Gigi pada Jenazah

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa gigi tetap dalam keadaan

utuh pada suhu yang tinggi, walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi masih dapat

diidentifikasi. Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayat

yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial. 5,8

1. Penentuan umur dari gigi.

2. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).

3. Penentuan ras dari gigi.

4. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan

kekerasan.

5. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.

6. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

Jika yang ditemukan bukan jenazah yang utuh, melainkan sisa-sisa

tubuh manusia maka pertama-tama yang perlu dilakukan adalah menentukan

apakah sisa-sisa itu benar-benar berasal dari tubuh manusia. Jika benar maka
tindakan selanjutnya adalah menentukan jenis kelamin, umur, tinggi badan dan

sebagainya. Seringkali bagian-bagian dari tubuh manusia ditemukan di berbagai

tempat yang terpisah sehingga timbul pertanyaan apakah bagian-bagian itu berasal

dari individu yang sama. Guna memastikannya diperlukan pemeriksaan DNA atau

precipitin test.8

2.6 Bantuan Dokter Pada Proses Identifikasi

Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi

meliputi:8

1. Menentukan manusia atau bukan

Jika ditemukan tulang-tulang maka kadang-kadang tulang dari beberapa

binatang tertentu mirip tulang manusia. Cakar dari beruang misalnya, hampir

mirip bentuknya dengan tangan manusia. Dengan pemeriksaan yang teliti akan

dapat dibedakan apakah tulang yang ditemukan berasal dari manusia atau

binatang.

Yang agak sulit adalah jka ditemukan itu berupa tulang yang tak khas

(undentifiable bones) atau jaringan lunak. Dalam hal ini pemeriksaan yang

diperlukan untuk dapat menentukan manusia atau binatang adalah pemeriksaan

imunologik (precipitin test).

2. Menentukan jenis kelamin


Pada korban atau pada mayat yang sudah membusuk dimana penentuan

jenis kelamin tidak mungkin dilakukan dengan pemeriksaan luar maka penentuan

jenis kelamin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada:

a. Jaringan lunak tertentu:

Uterus dan prostat merupakan jaringan lunak yang lebih tahan terhadap

pembusukan dan dapat digunaan untuk menentukan jenis kelamin. Dari jaringan

lunak juga dapat dilakukan pemeriksaan sex chromatin untuk menetukan jenis

kelamin, terutama jaringan kulit dan tulang rawan. Metode ini juga berguna bagi

penentuan jenis kelamin pada mayat yang terpotong-potong.

b. Tulang-tulang tertentu

Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara laki-

laki dan wanita. Tulang-tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang,

rahang dan gigi.

Tabel 2 Perbandingan Tengkorak laki-laki dan wanita

Tengkorak Laki-laki Wanita


Dahi Rendah Tinggi
Tepi orbita Lebih menonjol Kurang menonjol
Orbital Persegi empat Bulat
Tonjolan mastoid Besar Kecil
Rigi (muscle-ridges) Kasar(nyata) Halus

Tabel 3 Perbandingan Pelvis Laki-laki dan Wanita


Pelvis Laki-laki Wanita
Bentuk Sempit dan panjang Lebar dan pendek
Arcus pubis < 90 derajat >90 derajat
Foramen ischiadica Oval Segitiga
Incisura ischiadica Lebih dalam Lebih dangkal
Os sacrum Kurang lebar Lebih lebar

Tulang panjang pada laki-laki lebih masive (terutama disekitar sendi) dan

rigi perlekatan otot lebih nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita

juga berbeda sehingga dapat dimanfaatan untuk kepentingan identifikasi jenis

kelamin. Rahang pada laki-laki umumnya seperti huruf V sdangkan pada wanita

seperti huruf U. Gigi dan akar gigi permanen pada laki-laki lebih besar dari pada

wanita.

3. Menentukan umur

Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi

perkiraan umur manusia. Namun signifikan dari pemeriksaan tulang bergantung

pada besarnya penyebaran kelompok umur sehingga perlu dikelompokan secra

terpisah menjadi kelompok fetus, neonatus, anak-anak, adolescen dan dewasa.

Pada fetus dan neonatus, perkiran didasarkan pada inti penulangan yang

dapat dilihat melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah

disusun tabel pembentuan inti penulangan dari berbagai tulang, mulai dari

kehidupan intrauterin sampai pada kehidupan di luar kandungan. Pada anak-anak

dan adolesen sampai umur 20 tahun, yang paling berguna bagi penentuan umur

adalah penutupan epifise. Seperti diketahui bahwa penutupan epifise juga


mengikuti uruta kronologi. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga perlu

dikombinasi dengan pemeriksaan lain.

Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur

dengan menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapat

dipakai antara lain, penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya proses

penyakit.

Penentuan umur dengan menganalisis jaringan yang akan tumbuh menjadi

gigi pada bayi di dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi.

Sesudah dilahirkan penentuan umur dapat dilakukan dengan mendasarkan pad

mineralisasi, pembentukan mahkota gigi, erupsi gigi dan resobsi apicalis. Dengan

menggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun rumus yang dapat

digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi.

4. Menentukan tinggi badan

Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas

seseorang adalah informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan

jenazah yang tak diketahui identitasnya perlu diperiksa tinggi badannya. Memang

tidak mudah mendapatkan tinggi badan yang tepat dari pemeriksaan yang

dilakukan sesudah mati, meskipun yang diperiksa itu jenazah yang utuh. Perlu

diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati biasanya sedikit lebih panjang

(sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup.

Jika yang diperiksa jenazah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badan

dapat dilakukan dengan menggunakan tulng-tulang panjang. Hanya dengan


sepotong tulang panjang yang utuh umur pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi

hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika tersedia beberapa jenis dari tulang

panjang. Untuk kepentingan perhitungan tersebut ada banyak rumus yang dapat

dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.

2.7 Identitas Personal

Jika identifikasi terhadap jenazah tak dikenal dilakukan dengan

menggunakan data pembanding maka identitas personalnya akan dapat dikenali.

Data pembanding tersebut ialah contoh sidik jari, medical record gigi geligi serta

contoh DNA. Kehandalan sidik jari (fingerprint) sebagai sarana identifikasi

personal disebabkan karena hampir tak pernah ditemukan dua orang dengan sidik

jari yang sama, bahkan pada orang kembar sekalipun. Secara teoritis,

kemungkinan terjadinya dua orang dengan sidik jari sama adalah sebesar

sepersepuluh ribu bilyun. Selain itu sidik jari tak mengalami perubahan karena

umur. Oleh sebab itu sidik jari yang diambil beberapa tahun sebelumnya masih

dapat dipakai sebagai pembanding.3,8

Jika kulit jari sudah keriput maka pengambilan sidik jari dapat dilkukan

sesudah jaringan dibwah kulit disuntik lebih dahulu dengan cairan parafin,

formalin atau air. Sedang pada mayat yang epidermisnya sudah mengelupas,

pengambilan sidik jari dapat dilakukan dengan hati-hati dan berulang-ulang

mengingat gambaran sidik jari pada dermis tidak sejelas gambaran sidik jari pada

epidermis.3,8
Dalam hal sidik jari tidak mungkin lagi diambil maka pemeriksaan gigi-

geligi menjadi penting. Pada peristiwa kecelakaan pesawat terbang misalnya,

dimana daftar manifes penumpang diketahui, identifikasi positif akan mudah

dilakukan dengan membandingkan hasil pemeriksaan itu dengan file dari semua

penumpang.3,8

BAB III
PENUTUP

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup

maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.

Identifikasi juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas

seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa

sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang

hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi

forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan

untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Dikenal ada tiga macam sistem identifikasi, yaitu identifikasi sistem

terbuka, identifikasi sistem tertutup dan identifikasi sistem semi terbuka atau semi

tertutup. Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda penentuan

jati diri dengan sidik jari (daktiloskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter,

melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu:

metode visual, pakaian, perhiasan, dokumen, medis, gigi, serologi dan metode

eksklusi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Identifikasi dalam Mind’s Forensic 1th Edition. Bagian


Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,Banjarmasin
2012

2. Gani, M.Husni, dr. DSF. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran


Universitas Andalas, Padang, Indonesia 2002

3. Idries, Abdul Mun’im. Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik.


Binarupa Aksara, Jakarta. 1997.

4. Kusuma, Soekry Erfan. Identifikasi Medikolegal dalam Buku Ajar Ilmu


Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,Surabaya 2007

5. Launtz, LL. Handbook For Dental Identification. JB Lippincott Company,


Philadelphia and Toronto 1973.

6. Reichs, KJ. Forensic Osteology Advances In The Identification of Human


Remain Charles C Thomas Publisher, Springfield Illinois USA 1986.

7. Krogman WM and Iscan MY. The Human Skeleton In Forensic


Medicine.Charles C Thomas Publisher, Springfield Illinois, USA 1985.

8. Dahlan,Sofwan. Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang 2000

Anda mungkin juga menyukai