Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Pneumonia


1. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia (Arif
mansjoer, 2001, Hal 446 ).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan
oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering
mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan
aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara
dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah pengobatan sesesai.
Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi
gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus atau yang
terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-
78).
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)

2. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2) Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
3) Pneumonia aspirasi.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering
diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa
menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para
peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi,
orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah
yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan
terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang
biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang
paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang
ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi
virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan
mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk
ke dalam paru-paru (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).
2) Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan
dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza,
tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari
pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat
panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi
dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan
superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua (S. A. Price,
2005, Hal 804-814)

c. Berdasarkan predileksi infeksi:


1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat
di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan
sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong
udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika
demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab
penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi
infeksi yang seluruh tubuh. (S. A. Price, 2005, Hal 804-814)
3. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus
influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai
penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif dengan mortalitas tinggi.(Arif
mansjoer, dkk, Hal 466)
a. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
b. Virus: virus influenza, adenovirus
c. Micoplasma pneumonia

4. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel
bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel
tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak
tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui
perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering
terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus
terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir
atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri
menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan
eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya
sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis (S. A. Price,
2005, Hal 804-814).

5. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai 40,5
ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan
gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45
kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger,
merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri
bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk /
meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas,
nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada
bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi
nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin
bersih.
b. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang
umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik
strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di
identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan
bakteremia semtara
d. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu
dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi
perembesan (hipoksemia)
g. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
h. Bilirubin : Mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan
intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel
rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)

7. Penatalaksanaan
a. Oksigen 1-2 L / menit
b. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose
10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
1) Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
2) Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
1) Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
2) Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)
8. Komplikasi Pneumonia
Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis pururental,
perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe B. (Arif
mansjoer, 2001, Hal 467)

9. Pencegahan dan faktor resiko


Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan setuasi yang
umumnya menjadi redispredisposisi individu terhadap pnumonia akan membantu untuk
mengidentifikasi psien-pasien yang beresiko terhadap pneumonia. Tindakan preventif
memberikan perawatan antisipatif dan preventif adalah tindakan perawatan yang
penting(Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573).
Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan
mengganggu draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan pasien
terhadap pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan pengaluaran sekresi.
Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni)
adalah mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan khusus
terhadap infeksi.
IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas
mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti merokok.
Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur
dalam waktu yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko
terhadap bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.
Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan
yang melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda asing ke
dalam paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia), atau
mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka yang hampir pasti
mengalami bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan trakeobronkial, sering
mengubah posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat yang meningkatkan resiko
aspirasi dan terafi fisik dada.
Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka
yang mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme faring dan
berisiko. Tindakan preventif : tingakan higiene oral yang teratur.
Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah putih dan
gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong kepada individu untuk
mengurangi masukan alkohol.
Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami pernafasan,
ynga mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami
pneumonia. Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan ke dalam
pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi pernapasan, tunds pemberian
obat dan laporkan masalah ini.
Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah
mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau aspirasi.
Tindakan preventif : sering melakukan .
Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.
Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia. Tndakan
prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan
Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami
pneumonia jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan preventif :
pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat. (Suzanne C.
Smeltzer,dkk , Hal 573)

Anda mungkin juga menyukai