Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PRESENTASI KASUS

Ventilasi Mekanik

Disusun oleh:
Ikrar Syahmar 1006756805
Ratna Kencana ……………

Narasumber :

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN INTENSIVE CARE


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTO MANGUNKUSUMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2014
BAB I
Pendahuluan

Ventilasi mekanik merupakan upaya dalam membantu atau menggantikan napas spontan
pada seseorang.1Ventilasi mekanik ini disalurkan melalui alat, yaitu ventilator atau dibantu
dengan mengompresi bag atau set of bellows.1 Ventilasi mekanik ini sifatnya menyelamatkan
kehidupan sehingga jika digunakan secara kurang tepat, maka tindakan ini dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Hal ini menyebabkan perlunya pemahaman yang baik mengenai
ventilasi mekanik. Makalah presentasi kasus ini akan membahas mengenai definisi, klasifikasi,
prinsip dasar, tujuan, efek, dan komplikasi dalam penggunaan ventilasi mekanik.
BAB II
Tinjauan Pustaka

Ventilasi Mekanik

Definisi
Ventilator mekanik adalah alat pernapasan bertekanan negative atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Bantuan ventilasi
yang diberikan mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan, atau kombinasi
keduanya.1 Ventilasi mekanik ini bersifat life saving, tetapi terdapat komplikasi yang potensial
dapat terjadi, seperti pneumotoraks, cedera jalan napas, dan Ventilator Associated Pneumonia
(VAP). Komplikasi ini perlu dipertimbangkan dalam penanganan pasien.

Klasifikasi Ventilasi Mekanik

Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilasi mekanik dibagi menjadi dua kategori umum,
yaitu ventilator tekanan negative dan ventilator tekanan positif.1,3

1. Ventilator Tekanan Negatif


Prisip kerja ventilator ini adalah mengeluarkan tekanan negative pada dada
eksternal. Mesin tekanan negative pertama, iron lung (Drinker and Shaw Tank),
merupakan mesin tekanan negative pertama yang digunakan untuk ventilasi jangka
panjang. Ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara aliran darah dan
permukaan alveolus secara difusi, udara harus dipindahkan ke dalam maupun luar paru
untuk membantu keseimbangan pertukaran gas. Pada saat bernapas spontan, tekanan
negative diciptakan oleh rongga pleura melalui otot pernapasan sehingga tercipta gradient
tekanan antara atmosfer dan rongga toraks yang menghasilkan aliran udara ke dalam
paru. Pada iron lung udara ditarik secara mekanik untuk membentuk ruang vakum di
dalam tanki sehingga tekanan menjadi negatif. Tekanan negative ini menyebabkan
terjadinya ekspansi dada yang menyebabkan turunnya tekanan intrapulmoner sehingga
aliran udara sekitar ke dalam paru meningkat. Ketika vakum dilepaskan, tekanan di
dalam tanki menjadi sama dengan sekitar sehingga terjadi ekshalasi pasif dinding dada
dan paru. Ketika ruang vakum terbentuk, abdomen pun mengembang seiring dengan
pengembangan paru yang akan membatasi aliran darah balik vena ke jantung sehingga
darah vena terkumpul di ektremitas bawah. Pengurangan tekanan intratoraks selama
inspirasi menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sehingga memenuhi volumenya.
Ventilator tekanan negatif terutama digunakan pada gagal napas kronik yang
berhubungan dengan kondisi neovaskular, seperti distrofi muscular, polimielitis, dan
myasthenia gravis. Penggunaan ventilator jenis ini tidak sesuai untuk pasien yang tidak
stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi yang cukup sering.3
2. Ventilator Tekanan Positif
Prinsip kerja ventilator ini adalah menggembungkan paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan napas sehingga alveoli mengembang selama inspirasi. Pada
ventilator ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeotomi untuk meningkatkan
tekanan jalan napas. Tekanan positif ini akan membiarkan udara mengalir ke dalam jalan
napas hingga pernapasan melalui ventilator dihentikan, kemudian tekanan jalan napas
akan turun hingga menjadi nol dengan mendorong volume tidal didalamnya melalui
ekshalasi pasif. Ventilator ini biasanya digunakan pada klien dengan penyakit paru
primer. Ada tiga jenis ventilator bertekanan positif, yaitu tekanan bersiklus, waktu
bersiklus, dan volume bersiklus.
- Ventilator tekanan bersiklus merupakan ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Siklus ventilator hidup mengantarkan
aliran udara hingga tekanan tertentu yang telah ditetapkan. Ketika tekanan tersebut
seluruhnya tercapai, siklus akan mati. Prinsip ini mempunyai kerugian, yaitu jika
terjadi perubahan pada komplians paru, volume udara yang diberikan juga berubah
sehingga tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan status paru yang tidak stabil.
Ventilator jenis ini digunakan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan.
- Ventilator waktu bersiklus merupakan ventilator yang mengakhiri atau
mengendalikan inspirasi setelah waktu yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas per menit) denga nilai
normal I/E = ½.
- Ventilator volume bersiklus merupakan ventilator yang mengalirkan volume udara
pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Siklus ventilator akan mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif jika volume preset telah dikirimkan pada pasien. Prinsip ini
mempunyai keuntungan, yaitu perubahan pada komplian paru pasien tetap, volume
tidal konsisten. Ventilator jenis ini yang paling banyak digunakan.1,3

Ventilator dilengkapi oleh monitor, sebagai berikut:

- Pengukuran tekanan
- Pembatas tekanan
- Pengatur volume (spirometer)
- Alarm tekanan (tinggi dan rendah)1

Ventilasi dapat diberikan melalui:


1. Hand-controlled ventilation, seperti: bag valve mask, continous flow atau kantung anestesi.
2. Ventilator mekanik, meliputi: ventilator transpor, ventilator ICU dan NICU, ventilator PA.1

Prinsip Dasar
Mode Ventilasi
Ventilasi tekanan positif berarti tekanan jalan napas diterapkan pada jalan napas pasien
melalui endotracheal atau tracheostomy tube. Tekanan positif tersebut menyebabkan gas
mengalir masuk ke dalam paru hingga napas ventilator dihentikan. Karena tekanan jalan napas
turun menjadi 0, rekoil elastik paru menyebabkan ekshalasi pasif dengan mendorong volume
tidal keluar.2 Pada kebanyakan kondisi, inisiasi mode ventilasi haruslah assist-control mode,
terdapat jaminan mengenai volume tidal dan kecepatannya. Pasien dapat melakukan usaha
inspirasi, kemudian ventilator merasakan penurunan pada tekanan sirkuit dan mengantarkan
volume tidal yang sesuai dengan yang telah diatur. Dengan cara ini, pasien dapat mengatur pola
napas yang nyaman dan memicu napas tambahan yang dibantu oleh mesin, di atas kecepatan
yang telah diatur. Bila pasien tidak menginisiasi pernapasan, secara otomatis ventilator
mengantarkan volume tidal dan kecepatan napas yang telah diatur, menjamin minute ventilation
minimum. Pada mode ini, usaha napas dikurangi sampai jumlah inspirasi yang dibutuhkan untuk
memicu siklus inspirasi mesin. Pemicu ini disesuaikan dengan pengaturan sensitivitas mesin
terhadap derajat penurunan tekanan yang diinginkan sirkuit.2

Gambar 1. Grafik bentuk gelombang tekanan, volume, dan aliran terhadap waktu pada
ventilasi mode assist-control2

Assist-control berbeda dari ventilasi yang terkontrol (controlled ventilator) karena pasien
dapat memicu ventilasi untuk bernapas, dan dengan demikian, menyesuaikan minute ventilation.4
Minute ventilation adalah jumlah udara yang diinhalasi atau ekshalasi dalam 1 menit (mL/min)
sehingga minute volume bergantung pada volume tidal dan frekuensi napas (volume tidal x
jumlah napas dalam 1 menit). Pada ventilasi terkontrol, pasien mendapat napas hanya yang
diinisiasi oleh ventilator dengan kecepatan tetap.2
Gambar 2. Grafik gelombang tekanan, volume, dan aliran terhadap waktu pada ventilasi
terkontrol2

Walaupun usaha napas tidak dihilangkan, pada mode ini, otot respirasi dapat beristirahat
karena pasien hanya perlu menciptakan tekanan negatif untuk memicu mesin. Keuntungan
lainnya adalah pasien dapat mencapai minute ventilation yang dibutuhkan dengan memicu napas
tambahan lebih dari yang kecepatan yang diatur.2 Pada kebanyakan kasus, minute ventilation
yang membuat pH berdasarkan kecepatan respirasi ditentukan oleh kemoreseptor dan
mekanoreseptor. Pusat napas di sistem saraf pusat menerima masukan dari reseptor kimia
(tekanan gas darah arteri) dan jaras neural yang menerima dari mekanoreseptor. Kecepatan dan
pola napas adalah hasil dari kemoreseptor dan mekanoreseptor, yang membuat pusat napas
mengatur pertukaran gas. Pada mode assist-control, proses ini dicapai dengan kerja napas yang
minimal.2
Keuntungan kedua mode ini adalah siklus ventilator pada fase inspirasi mempertahankan
aktivitas ventilasi normal sehingga mencegah atrofi otot napas.2 Kerugian yang mungkin terjadi
pada mode assist-control adalah alkalosis respiratorius pada sebagian kecil pasien yang pusat
napas (resporatory drive) menggantikan kemoreseptor dan mekanoreseptor. Pasien dengan
potensi hipokapnia dan hiperventilasi alveolar pada mode assist-control termasuk pasien dengan
penyakit hati stadium akhir. Pada kondisi ini biasanya diidentifikasi pertama melalui analisis gas
arteri, kemudian mode assist-control dapat diganti ke mode yang lain.2 Kerugian lain yang
mungkin terjadi adalah kemungkinan tekanan napas positif serian yang tetap (serial present
positive-pressure breathes) membuat aliran vena kembali yang lebih lambat (retard venous
return) ke jantung kanan dan mempengaruhi curah jantung. Namun, mode assist-control
merupakan pilihan inisial paling aman untuk ventilasi mekanik. Mode ini dapat diganti pada
hipotensi atau hipokarbia yang terdeteksi sejak hasil analisis gas darah pertama.2

Volume Tidal dan Kecepatan Napas


Pada pasien tanpa penyakit paru, volume tidal dan kecepatan napas biasanya dipilih
dengan 12-12 rule yaitu pada assist-control volume tidal 12 mL/kgBB dan 12 kali/menit. Pada
pasien PPOK, volume tidal dan kecepatan napasnya berkurang sedikit menjadi 10-10 rule untuk
mencegah overinflasi dan hiperventilasi, yaitu pada assist-control volume tidal 10 mL/kgBB dan
10 kali/menit. Pada acute respiratory distress syndrome (ARDS), paru dapat berfungsi maksimal
dan volutroma diminimalkan dengan volume tidal yang rendah yaitu volume tidal 6-8 mL/kgBB
pada assist-control. Strategi ini disebut ventilasi proteksi paru (lung-protective ventilation).
Dengan volume yang lebih rendah, dapat menyebabkan sedikit hiperkarbia. Peningkatan PCO2
ini biasanya terlihat dan dapat diterima tanpa koreksi, yang disebut dengan hiperkapnia permisif
(permissive hypercapnia). Namun, derajat asidosis respiratori yang diperbolehkan hanya pada
pH yang tidak kurang dari 7,25. Kecepatan napas ventilator perlu disesuaikan menjadi lebih
tinggi untuk meningkatkan minute ventilation yang hilang dengan volume tidal yang lebih kecil.2

Pengecekan Volume Tidal Dua Kali


Setelah memilih volume tidal, tekanan jalan napas puncak untuk mengantarkan napas
harus ditentukan. Dengan meningkatnya volume tidal, meningkat juga tekanan yang dibutuhkan
untuk memaksa volume tersebut masuk ke dalam paru. Tekanan puncak >45 cmH2O yang
persisten dapat berisiko barotrauma.

Gambar 3. Komponen tekanan inflasi ventilasi mekanik.2 Paw adalah tekanan jalan napas,
PIP adalah puncak tekanan jalan napas, Pplat adalah tekanan plateu.

Beberapa peneliti menganjurkan tekanan plateu harus dimonitor untuk mencegah


barotrauma pada pasien dengan ARDS. Tekanan plateu dihitung pada akhir fase inspirasi dari
volume tidal siklus ventilator. Ventilator diprogram untuk tidak mengizinkan aliran ekspirasi
pada akhir inspirasi untuk waktu tertentu, biasanya setengah detik. Tekanan plateu adalah untuk
mempertahankan tidak adanya aliran ekspirasi. Pada tekanan plateu dipertahankan < 30 cmH2O,
barotrauma dapat diminimalkan. Monitor tekanan puncak dan plateu dapat membantu dalam
membuat penilaian klinis.
Gambar 4. Efek penurunan komplains sistem respirasi (A) dan peningkatan resistensi (B)

Napas Panjang (sighs)


Karena pada napas spontan biasanya seseorang akan menarik napas panjang sebanyak 6-
8 kali per jam untuk mencegah mikroatelektasis, maka beberapa ahli merekomendasikan mesin
secara periodik bernapas 1,5-2 lebih besar dari volume tidal yang ditetapkan sebanyak 6-8 kali
per jam. Namun tekanan puncak kadang cukup tinggi sehingga menjadi predisposisi barotrauma.
Saat ini, napas panjang tidak direkomendasikan bagi pasien yang menerima 10-12 mL/kg atau
bila pasien membutuhkan positive end-expiratory pressure (PEEP). Bila volume tidal yang
digunakan rendah, dapat diterapkan napas panjang seperti yang sudah disebutkan.2

FIO2 Inisial
Prioritas utama dalam memulai ventilasi mekanik adalah oksigenasi efektif. Setelah
intubasi, FIO2 harus 100% sampai oksigenasi arterial adekuat. Periode pendek dengan FIO2
100% tidak berbahaya pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik, malah memberi beberapa
keuntungan. Pertama, FIO2 100% melindungi pasien dari hipoksemia bila terdapat masalah
akibat intubasi yang tidak dikenali. Kedua, menggunakan perhitungan PaO2 dan FIO2 100%,
dokter dapat mengkalkulasi FIO2 dan shunt selanjutnya. Menghitung derajat shunt dengan FIO2
dapat menggunakan rumus: 700 mmHg dikurangi hasil PaO2, setiap 100 mmHg shunt 5%. Shunt
25% harus dipertimbangkan menggunakan PEEP.2
Oksigenasi inadekuat meskipun pemberian oksigen 100%, harus dicari komplikasi
intubasi endotrakeal atau napas tekanan positif (pneumothoraks). Bila tidak terdapat komplikasi
maka PEEP dibutuhkan untuk mengatasi patologi shunt intrapulmoner. Karena hanya sedikit
penyakit yang dapat menyebabkan shunt intrapulmoner, maka harus diperkecil kemungkinan
kondisi:2
- Alveolar kolaps – atelektasis mayor
- Alveolar terisi benda selain gas – pneumonia lobaris
- Protein dan air – ARDS
- Air – gagal jantung kongestif
- Darah – perdarahan (hemorrhage)

Tekanan Akhir Ekspirasi Positif/ Positive end-expiratory pressure


PEEP adalah mode terapi yang digunakan konjungsi dengan ventilasi mekanik. Pada
akhir ekshalasi mekanik atau spontan, PEEP mempertahankan tekanan jalan napas pasien di atas
atmosfir dengan mempertahankan tekanan yang melawan pengosongan paru yang pasif. Tekanan
ini biasanya dicapai dengan mempertahankan aliran tekanan positif di akhir ekshalasi. Tekanan
ini dihitung dalam sentimeter air.2 Terapi PEEP dapat efektif bila digunakan pada pasien dengan
penyakit paru difus yang menyebabkan penurunan akut kapasitas residual fungsional (functional
residual capacity/ FRC), di mana volume gas tetap di dalam paru pada akhir ekspirasi normal.
FRC ditentukan terutama oleh sifat elastik paru dan dinding dada. Pada banyak penyakit paru,
FRC berkurang karena kolaps atau alveoli yang tidak stabil. Penurunan volume paru ini
menurunkan area permukaan yang tersedia untuk pertukaran udara dan menghasilkan shunting
intrapulmoner (darah yang tidak teroksigenasi kembali ke jantung kiri). Bila FRC tidak
dikembalikan, oksigen yang diinspirasi berkonsentrasi tinggi dibutuhkan untuk mempertahankan
kandungan oksigen arterial.2
PEEP meningkatkan tekanan dan volume alveolar. Peningkatan volume paru
meningkatkan area permukaan dengan membuka kembali dan menstabilisasi alveolar yang
kolaps atau tidak stabil. Usaha ini dilakukan dengan tekanan positif, akan memperbaiki
ventilation-perfusion match, menurunkan efek shunt.2 Setelah shunt dimodifikasi dengan
ventilation-perfusion mismatch dengan PEEP, penurunan konsentrasi oksigen dapat diterapkan
untuk mempertahankan PaO2 yang adekuat. Terapi PEEP juga dapat efektif dalam memperbaiki
komplains paru. Ketika FRC dan komplains paru menurun, energi dan volume tambahan
diperlukan untuk mengembangkan paru. Dengan menggunakan PEEP, volume paru pada akhir
ekshalasi meningkat. Bila paru sudah mengembang separuh, maka diperlukan volume dan energi
yang lebih sedikit dari sebelumnya untuk melakukan inflasi.2
Bila digunakan untuk pasien dengan penyakit paru difus, PEEP harus memperbaiki
komplains, menurunkan ruang rugi (dead space), dan menurunkan efek shunt intrapulmoner.
Keuntungan PEEP adalah membuat pasien untuk dapat mempertahankan PaO2 adekuat pada
konsentrasi oksigen yang rendah dan aman (< 60%), menurunkan risiko toksikasi oksigen.2
Karena PEEP dapat menyebabkan konsekuensi hemodinamik yang serius, harus didasari indikasi
definit. Tambahan PEEP eksternal biasanya diterapkan bila PaO2 60 mmHg tidak dapat tercapai
dengan FIO2 60% atau bila fraksi shunt inisial perkiraan lebih besar dari 25%. Tidak ada bukti
yang mendukung PEEP eksternal tambahan selama pengaturan inisial ventilator.2
Banyak dokter menggunakan the least-PEEP philosophy, dengan rekomendasi
menggunakan tekanan positif paling rendah untuk menyediakan PaO2 adekuat dengan FIO2
yang aman. Penggunaan PEEP opsional yang aman lain adalah didasarkan pada identifikasi titik
infleksi rendah pada kurva volume-tekanan. PEEP harus diatur 1-2 cmH2O di atas titik infleksi
rendah untuk mendapat PEEP optimal.2 Penggunaan PEEP tidak berhubungan dengan ketahanan
di rumah sakit, karena baik penggunaan PEEP yang tinggi maupun rendah, angka mortalitas
tetap tinggi pada pasien ARDS. Namun, penggunaan PEEP yang tinggi (higher level of PEEP)
menunjukkan perbaikan dalam kelangsungan hidup. Karena pada dasarnya PEEP mengatur ulang
dasar kurva tekanan-volume, tekanan puncak dan plateu akan terpengaruh.2

Gambar 5. Penentuan titik infleksi yang rendah untuk mengestimasi PEEP optimal

Ringkasan pengaturan ventilator inisial:


- Mode assist-control
- Volume tidak diatur tergantung pada status paru:
o Normal 12 mL/kgBB
o PPOK 10 mL/kgBB
o ARDS 6-8 mL/kgBB
- Kecepatan napas 10-12 x/menit
- FIO2 100%
- Napas dalam tidak terlalu diperlukan
- PEEP hanya diindikasikan setelah penentuan analisis gas darah pertama, yaitu pada
shunt >25%
- Ketidakmampuan mengoksigenasi dengan FIO2 <60%2

Indikasi
Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada pasien tidak
adekuat untuk memelihara kehidupannya.2,5 Ventilasi mekanik juga diindikasikan sebagai
profilaksis terhadap kolaps yang akan terjadi dari fungsi fisiologis lainnya, atau pertukaran gas
yang tidak efektif di dalam paru. Contoh indikasi medis penggunaan ventilasi mekanik, yaitu:
- Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas, henti napas (apneu), maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilator mekanik. Idealnya, pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distres pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa
kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan
dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).5 Gagal napas dibagi menjadi 2
tipe, yaitu: gagal napas hipoksemia dan gagal napas hiperkarbia. Gagal napas
hipoksemia disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut, yaitu: edema paru,
pneumonia, perdarahan paru, dan respiratory distress syndrome yang menyebabkan
ketidaksesuaian antara ventilasi-perfusi dengan shunt. Gagal napas hipoksemia
ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun fraksi oksigen inspirasi > 0.6. Tujuan
dari pemasangan ventilasi mekanik pada kondisi ini yaitu untuk menyediakan saturasi
oksigen yang adekuat melalui kombinasi oksigen tambahan dan pola ventilasi tertentu
sehingga meningkatkan ventilasi-perfusi dan mengurangi intrapulmonary shunt.
Sedangkan, gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang
menurunkan minute ventilation atau peningkatan dead space fisiologis sehingga
ventilasi alveolar menjadi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kondisi yang berhubungan dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit
neuromuscular seperti miastenia gravis, ascending polyradiculopathy, miopati, dan
penyakit-penyakit yang menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan
kerja, seperti: asma, PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi gagal napas
hiperkarbia ditandai dengan PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.2,5
- Apneu dengan henti napas, termasuk kasus akibat intoksikasi
Pasien apneu, seperti pada kondisi kerusakan sistem saraf pusat katastropik,
membutuhkan tindakan yang cepat untuk pemasangan ventilator mekanik.2,5
- Syok
Semua jenis syok menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu
terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling
tidak tiga respon pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi otot-
otot pernapasan, dan inflamasi pulmoner. pasien dengan syok biasanya dilaporkan
sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami takipneu dan takikardi, asidosis
metabolik atau alkalosis respiratorik dengan beberapa derajat kompensasi
respiratorik.2,5
- Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran
darah pada sistem pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung juga
berkurang.2
- Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang berisiko mengalami apneu berulang
juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu, ventilator mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan
pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intrakranial.2

Tujuan Penggunaan Ventilasi Mekanik


Pada dasarnya tujuan dari ventilasi mekanik adalah untuk menjaga supaya pasien tetap
hidup dan terhindar dari komplikasi iatrogenik sehingga kejadian presipitasi dapat teratasi.6
Dalam mengatasinya tentu diperhatikan penyakit utama yang mendasari kejadian tersebut:
1. Apneu
Tujuan penggunaan ventilator adalah mengembalikan ventilasi.6
2. Gagal napas (respiratory distress)
Pada studi yang dilakukan pada binatang, peningkatan beban pernapasan akan
menyebabkan kerusakan otot napas, retensi CO2, dan akhirnya menyebabkan
kelelahan otot napas (muscle fatigue). Hal ini diperkirakan yang menjadi alasan
kerusakan otot napas pada pasien PPOK dan pasien yang sekarat saat diberikan
ventilasi mekanik. Pada sepsis, peningkatan usaha napas terutama disebabkan oleh
kerusakan otot napas. Walaupun telah dilakukan penelitian, peran kelelahan kontraksi
dalam perkembangan gagal napas masih belum diketahui. Kontraksi diafragma telah
dikuantifikasi secara objektif (melalui stimulasi nervus phrenikus) pada pasien
dengan gagal napas akut (pada penghentian penggunaan ventilasi mekanik) dan tidak
ditemukan perubahan kontraksi diafragma.6 Oleh sebab itu, penggunaan ventilator
dan asistensi ventilator dalam mengurangi beban (load) otot napas, dan mengurangi
stres otot masih dipertanyakan. Bahkan, insufficient unloading ataupun excessive
unloading sama-sama berbahaya bagi pasien.6 Hampir semua pasien gagal napas akut
mengalami peningkatan usaha napas, dan juga mengalami beberapa masalah lain:
pertukaran gas abnormal, gangguan perfusi otot, disfungsi otot yang diinduksi sepsis.
Pengurangan beban napas dapat memperbaiki hipoksemia dan hiperkapnia.6
3. Hipoksemia berat
Ventilasi mekanik biasanya dilakukan dengan oksigen 100%. Respon terhadap
oksigen 100% dapat membantu dalam identifikasi patofisiologi yang mendasari,
diagnosis banding, dan terapi. Contohnya, bila O2 gagal meningkatkan PaO2 pada
pasien PPOK, maka masalah yang mendasari bukan hanya V/Q mismatch (seperti
pada bronkitis akut), malah, pasien memiliki pirau/ shunt. Penyebab umum pirau
adalah pneumonia, gagal jantung kongestif, atelektasis lobaris, emboli paru.6
Pirau
Pasien dengan peningkatan pirau biasanya menunjukkan perbaikan bila digunakan PEEP
karena penurunan pirau sekunder dari pengembalian atelektasis dan redistribusi cairan
ekstravaskular paru dari alveoli ke peribronkial dan perivaskular. Bila curah jantung menurun
(dengan PEEP), hal ini juga berkontribusi dalam pirau.6 PEEP menyebabkan peningkatan ruang
rugi melalui beberapa mekanisme. Pertama, peningkatan volume paru mendesak traksi radial
pada jalan napas, meningkatkan volume dan meningkatkan ruang rugi anatomis. Kedua,
peningkatan tekanan jalan napas cenderung mengalihkan aliran darah dari unit paru yang
terventilasi dengan menekan kapiler. Hal ini menyebabkan rasio VA/Q yang tinggi (bahkan area
yang tidak mendapat perfusi) sehingga memperbesar ruang rugi alveolar. Ruang rugi ini
biasanya berada di bagian atas, pada bagian arteri pulmonalis relatif renda karena efek
hidrostatik. Bila tekanan kapiler di bawah tekanan jalan napas (airway pressure), kapiler dapat
kolaps seluruhnya, dan paru tersebut tidak mengalami perfusi.6

Gambar 6. Efek peningkatan tekanan jalan napas pada bagian kapiler paru.6 Kiri: normal,
kanan: peningkatan tekanan alveolar melebihi tekanan kapiler yang menyebabkan kapiler kolaps.

Dua faktor yang menyebabkan kolaps: tekanan jalan napas yang sangat tinggi dan aliran
balik vena (venous return) yang rendah. Dantzker et al, menunjukkan peningkatan PEEP dapat
menginduksi 2 pola distribusi VA/Q. Sebagian pasien tidak mengalami perubahan, sebagian
mengalami perluasan distribusi ventilasi – peningkatan rasio VA/Q dan ruang rugi alveolar. Pada
beberapa pasien, PEEP tidak memberikan perbaikan bahkan dapat menurunkan PaO2. Efek ini
disebabkan oleh peningkatan ruang rugi ventilasi, pengalihan aliran darah dari yang terventilasi
dengan baik ke bagian yang tidak terventilasi, dan penurunan curah jantung (terutama bila
volume darah yang bersirkulasi menurun). Tidak adanya oksigenasi dengan PEEP juga terjadi
pada foramen ovale yang paten karena PEEP dapat meningkatkan pirau kanan-ke-kiri.6 Karena
PEEP dapat menurunkan curah jantung, efek ini harus dipikirkan pengaruh pengantaran O2 (O2
delivery). Mixed venous PO2 dapat mewakili pengantaran O2. Hal yang dapat merugikan dalam
penggunaan PEEP adalah menurunkan aliran darah ke splanik dan ginjal, barotrauma, dan
kerusakan paru yang diinduksi oleh ventilator.6 Cara lain untuk mengembalikan hipoksemia berat
termasuk pemberian surfaktan eksogen, suplementasi oksida nitrit, posisi tiarap (prone), dan
agen inflamatori. Cara ini dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan ARDS, namun
tidak memperbaiki outcome pasien.6
Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi
Secara teori, pasien dengan hipoksemia sekunder karena VA/Q mismatch dapat diatasi
dengan meningkatkan FIO2 tanpa ventilasi mekanik. Pada kenyataannya, pasien selalu
mengalami peningkatan kebutuhan ventilasi. Banyak pasien dengan ketidakseimbangan VA/Q
yang hiperinflasi (PPOK atau status asmatikus) membutuhkan ventilasi mekanik. Hiperinflasi
menurunkan efisiensi otot respirasi dalam menghasilkan tekanan, yang juga berkontribusi dalam
gagal napas.6
Pada studi yang dilakukan pada pasien PPOK eksaserbasi, ventilasi mekanik
meningkatkan VA/Q mismatch dengan meredistribusi aliran darah menjauhi dari area VA/Q
rendah. penyebaran distribusi juga membaik. Ruang rugi atau ventilasi VA/Q yang tinggi tidak
berubah. Pasien dengan peningkatan VA/Q mismatch berhubungan dengan PPOK atau ARDS
dapat diperbaiki dengan PEEP namun pada pasien status asmatikus, penggunaan PEEP sangat
berbahaya.6

4. Hiperkapnia berat
Hiperkapnia berat menekan sistem saraf pusat dan keluaran respirasi motorik,
sehingga memperparah hiperkapnia. Hiperkapnia juga menekan kontraksi diafragma.
Asidosis terlebih menekan kontraksi otot respirasi daripada hiperkapnia.6 Tujuan
pemberian ventilasi mekanik adalah memperbaik VA, dan penggunaannya spesifik
bagi setiap pasien. Pada pasien hiperkapnia dengan status asmatikus atau PPOK,
pemanjangan waktu pernapasan secara konstan menyebabkan beban yang signifikan.
Bila ventilator diatur untuk mengantarkan volume tidal yang kecil dengan frekuensi
napas cepat, pemanjangan waktu yang konstan akan mengganggu pengosongan paru,
dan terjadi hiperinflasi. Kemudian, volume tidal yang kecil tidak mencapai ventilasi
adekuat, karena ruang rugi fisiologis meningkat. Volume tidal yang lebih besar dapat
mencapai ventilasi alveolar yang adekuat tetapi membutuhkan waktu ekspirasi yang
lebih lama daripada volume tidal yang kecil. Dalam mengatasi agar ekshalasi
memiliki waktu yang cukup adalah dengan meningkatkan aliran inspirasi.
Peningkatan aliran mengurangi waktu untuk inflasi mekanik dan bila kecepatan
respirasi tetap konstan, pemanjangan waktu dapat tersedia untuk ekshalasi.
Peningkatan aliran inspirasi biasanya berhubungan dengan peningkatan kecepatan
respirasi. Namun, walaupun penurunan dalam siklus respirasi, berkurangnya waktu
inspirasi diikuti oleh bertambahnya waktu untuk ekshalasi – yang menurunkan usaha
inspirasi.6 Gangguan neuromuskular seperti sindroma guillian barre, miastenia gravis,
dan kerusakan korda spinalis (spinal cord injury) dapat menyebabkan gagal napas
hiperkapnia. Pasien ini biasanya fungsi mekanis parunya normal tidak seperti PPOK
atau asma. Waktu konstan yang normal memberikan kemudahan dalam mengatur
ventilator.6 Ventilasi yang berlebihan (overzealous) dapat menyebabkan komplikasi
yang serius, termasuk alkalosis yang mengancam nyawa, penurunan perfusi serebral,
dan instabilitas kardiovaskular. Pasien yang sebelumnya hiperkapnia sangat rentan
terhadap komplikasi tersebut. Bila semakin berat, alkalosis biasanya diikuti oleh
spasme arteri koroner, konfusi, mioklonus, asteriksis, dan kejang.6
Alkalosis respirasi menurunkan ion kalsium. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, ion
kalsium turun 0,05 mmol/liter. Perubahan ini sedang dan tidak konsisten bila dihitung
untuk meningkatkan eksitabilitas perifer dan sentral. Parestesia, spasme karpal-pedal,
tetani, terlihat pada hiperventilasi akut, disebabkan oleh efek langsung alkalosis
respirasi pada neuron. Efek lain dari alkalosis menginduksi peningkatan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen dan pada shunt dapat memperparah VA/Q (sekunder
dari penurunan vasokontriksi hipoksik pulmonal). Presipitasi penurunan PaCO2
menurunkan aliran darah ke sistem saraf pusat, dan berkontribusi pada konfusi dan
penurunan kesadaran pada pasien hiperventilasi.6
Ketidakstabilan hemodinamik yang berhubungan dengan tatalaksana ventilator yang
berlebihan pada pasien hiperkapnia (pemanjangan waktu konstan) paling sering
adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi karena peningkatan PEEP intrinsik
setelah intubasi – walaupun penurunan tonus simpatis juga disebabkan oleh
penurunan pada PaCO2 dan pemberian sedasi. Pada kondisi ini, sirkulasi biasanya
dapat kembali sempurna dengan menghentikan ventilator selama ≥30 detik dan
mengembalikan ventilasi yang tersisa.6 Pada tahun 1940 dan 1950, pembersihan CO2
secara cepat setelah hiperkapnia dapat menyebabkan hipotensi dan aritmia ventrikular
yang berbahaya (percobaan pada anjing). Hiperkalemia juga diperkirakan terlibat.
Namun, studi terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut tidak benar. Prys-Robert et al,
menyebutkan bahwa tidak terdapat perubahan gambaran EKG pada penurunan
PaCO2 antara 80-20 mmHg lebih dari 5 menit dalam keadaan anestesia. Beberapa
dokter menyebutkan bahwa alkemia berhubungan dengan aritmia supraventrikular
dan ventrikular aritmia, hanya muncul pada pasien dengan penyakit jantung iskemik.
Penurunan ion magnesium dapat menyebabkan iritabilitas jantung masih tidak jelas.
Ventilasi berlebihan, terlalu lama, menyebabkan pembuangan bikarbonat oleh ginjal.
Pada pasien yang menahan CO2, stabil secara klinis, pembuangan bikarbonat oleh
ginjal akan meningkatkan kebutuhan ventilasi selama pelepasan ventilator.6
5. Post operatif gagal napas dan trauma
Pasien yang mengalami hipoksemia post operasi biasanya ditatalaksana dengan
oksigen tambahan dan terapi fisik dada (termasuk siprometri insentif). Sekitar 10%
pasien yang menjalani operasi abdomen mayor elektif, pemberian oksigen tambahan
dan terapi fisik dada tidak mencegah gagal napas. Squadrone et al melakukan studi
randomisasi, hasilnya, penggunaan CPAP mengurangi penggunaan intubasi,
komplikasi (pneumonia, infeksi, dan sepsis), dan ICU. Hasil ini setelah mengeksklusi
pasien PPOK, asma, sleep apneu, gagal jantung, hiperkapnia, dan asidosis respirasi.
Hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan pada pasien yang berisiko tinggi atelektasis
setelah operasi.
Pasien dengan trauma multipel dapat mengalami flail chest. Banyak pasien yang
mengalami gagal napas secara sekunder dari kerusakan paru atau patofisiologi lain
yang mendasari dan membutuhkan ventilasi mekanik. Flail chest sendiri bukan
indikasi untuk ventilasi mekanik. Pada suatu studi randomisasi, pasien dengan flail
chest dan mengalami hipoksemia serta gagal napas, penggunaan CPAP noninvasif
menurunkan motralitas dan infeksi nosokomial dibandingkan dengan pasien yang
diintubasi dan menggunakan ventilator.6
6. Syok
Pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil, perfusi jaringan termasuk sistem
saraf pusatnya terganggu, 2 tujuan penggunaan ventilasi mekanik adalah mencapai
jalan napas yang adekuat dan menurunkanVO2. Dengan mengistirahatkan otot napas
dan dilakukan sedasi, ventilasi mekanik dapat menurunkan VO2 dan menurunkan
tonus simpatis. Efek ini dapat memperbaiki perfusi jaringan.6

Efek Penggunaan Ventilasi Mekanik


Akibat tekanan positif pada rongga toraks, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous
return menurun, sehingga cardiac output juga menurun. Bila terjadi penurunan respon simpatis
(misal, karena hipovolemia, obat, dan usia lanjut), dapat mengakibatkan hipotensi. Darah yang
melalui paru juga berkurang karena ada kompresi mikrovaskular akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan
terlalu tinggi, dapat terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu, bila volume tidal terlalu tinggi, yaitu
> 10-12 ml/kgBB dan tekanan > 40 cmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output, tetapi
risiko terjadinya pneumotoraks juga meningkat. Akibat cardiac output yang menurun, perfusi ke
organ-organ lain pun menurun, seperti pada hepar, ginjal, dengan berbagai akibat yang dapat
terjadi. Akibat tekanan positif di rongga toraks, darah yang kembali dari otak terhambat sehingga
tekanan intrakranial meningkat.7

Komplikasi Ventilasi Mekanik


Terdapat beberapa komplikasi ventilasi mekanik, yaitu:
1. Komplikasi yang terkait dengan airway: edema laring, trauma mukosa trakea,
kontaminasi saluran napas bawah, hilangnya fungsi kelembaban pada saluran napas atas.
2. Komplikasi pada paru: ventilator-induced lung injury, barotrauma, toksisitas oksigen,
atelektasis, pneumonia nosokomial, inflamasi.
3. Komplikasi pada kardiovaskular: berkurangnya venous return, berkurangya cardiac
output, hipotensi.
4. Komplikasi pada gastrointestinal dan nutrisi: perdarahan gastrointestinal, malnutrisi.
5. Komplikasi pada neuromuskular: peningkatan tekanan intrakranial.
6. Komplikasi pada keseimbangan asam basa: asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dzulfikar DLH, Ismawaty N. Karakteristik Penderita yang Mendapatkan Tindakan


Ventilasi Mekanik yang Dirawat di Ruang Perawatan Intensif Anak Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. Diunduh dari: http://isid.pdii/lipi.go.id/admin/jurnal/392077579.pdf.
Diakses pada Februari 2014.
2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscapo. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2008.
3. Byrd RP. Mechanical ventilation [serial on Internet]. Medscape. [update 26 April 2012;
cited Februari 2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/304068-
overview#showall.
4. Plowman SA, Smith DL. Exercise Physiology: for Health, Fitness, and Performance. 2nd
ed. Philadelphia: Lippincott William&Wilkins; 2008.
5. Laghi F, Tobin MJ. Indications for Mechanical Ventilation. In: Tobin MJ. Principles and
Practice of Mechanical Ventilation. 2nd ed. USA: McGraw-Hill.Tobin MJ. Principles and
Practice of Mechanical Ventilation. 2nd ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc;
2006.
6. Wirjoatmodjo K. Anestesiologi dan Reanimasi: Modul Dasar untuk Pendidikan S1
Kedokteran. Jakarta: DIKTI; 2000.
7. Hess DR, MaIntyre NR. Mechanical Ventilation. In: Jones & Bartlett Learning, LLC.
Diunduh dari samples.jbpub.com/9781449655594/60038_CH22_462_500.pdf. Diakses
pada Februari 2014.

Anda mungkin juga menyukai