Ventilasi Mekanik
Disusun oleh:
Ikrar Syahmar 1006756805
Ratna Kencana ……………
Narasumber :
Ventilasi mekanik merupakan upaya dalam membantu atau menggantikan napas spontan
pada seseorang.1Ventilasi mekanik ini disalurkan melalui alat, yaitu ventilator atau dibantu
dengan mengompresi bag atau set of bellows.1 Ventilasi mekanik ini sifatnya menyelamatkan
kehidupan sehingga jika digunakan secara kurang tepat, maka tindakan ini dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Hal ini menyebabkan perlunya pemahaman yang baik mengenai
ventilasi mekanik. Makalah presentasi kasus ini akan membahas mengenai definisi, klasifikasi,
prinsip dasar, tujuan, efek, dan komplikasi dalam penggunaan ventilasi mekanik.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Ventilasi Mekanik
Definisi
Ventilator mekanik adalah alat pernapasan bertekanan negative atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Bantuan ventilasi
yang diberikan mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan, atau kombinasi
keduanya.1 Ventilasi mekanik ini bersifat life saving, tetapi terdapat komplikasi yang potensial
dapat terjadi, seperti pneumotoraks, cedera jalan napas, dan Ventilator Associated Pneumonia
(VAP). Komplikasi ini perlu dipertimbangkan dalam penanganan pasien.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilasi mekanik dibagi menjadi dua kategori umum,
yaitu ventilator tekanan negative dan ventilator tekanan positif.1,3
- Pengukuran tekanan
- Pembatas tekanan
- Pengatur volume (spirometer)
- Alarm tekanan (tinggi dan rendah)1
Prinsip Dasar
Mode Ventilasi
Ventilasi tekanan positif berarti tekanan jalan napas diterapkan pada jalan napas pasien
melalui endotracheal atau tracheostomy tube. Tekanan positif tersebut menyebabkan gas
mengalir masuk ke dalam paru hingga napas ventilator dihentikan. Karena tekanan jalan napas
turun menjadi 0, rekoil elastik paru menyebabkan ekshalasi pasif dengan mendorong volume
tidal keluar.2 Pada kebanyakan kondisi, inisiasi mode ventilasi haruslah assist-control mode,
terdapat jaminan mengenai volume tidal dan kecepatannya. Pasien dapat melakukan usaha
inspirasi, kemudian ventilator merasakan penurunan pada tekanan sirkuit dan mengantarkan
volume tidal yang sesuai dengan yang telah diatur. Dengan cara ini, pasien dapat mengatur pola
napas yang nyaman dan memicu napas tambahan yang dibantu oleh mesin, di atas kecepatan
yang telah diatur. Bila pasien tidak menginisiasi pernapasan, secara otomatis ventilator
mengantarkan volume tidal dan kecepatan napas yang telah diatur, menjamin minute ventilation
minimum. Pada mode ini, usaha napas dikurangi sampai jumlah inspirasi yang dibutuhkan untuk
memicu siklus inspirasi mesin. Pemicu ini disesuaikan dengan pengaturan sensitivitas mesin
terhadap derajat penurunan tekanan yang diinginkan sirkuit.2
Gambar 1. Grafik bentuk gelombang tekanan, volume, dan aliran terhadap waktu pada
ventilasi mode assist-control2
Assist-control berbeda dari ventilasi yang terkontrol (controlled ventilator) karena pasien
dapat memicu ventilasi untuk bernapas, dan dengan demikian, menyesuaikan minute ventilation.4
Minute ventilation adalah jumlah udara yang diinhalasi atau ekshalasi dalam 1 menit (mL/min)
sehingga minute volume bergantung pada volume tidal dan frekuensi napas (volume tidal x
jumlah napas dalam 1 menit). Pada ventilasi terkontrol, pasien mendapat napas hanya yang
diinisiasi oleh ventilator dengan kecepatan tetap.2
Gambar 2. Grafik gelombang tekanan, volume, dan aliran terhadap waktu pada ventilasi
terkontrol2
Walaupun usaha napas tidak dihilangkan, pada mode ini, otot respirasi dapat beristirahat
karena pasien hanya perlu menciptakan tekanan negatif untuk memicu mesin. Keuntungan
lainnya adalah pasien dapat mencapai minute ventilation yang dibutuhkan dengan memicu napas
tambahan lebih dari yang kecepatan yang diatur.2 Pada kebanyakan kasus, minute ventilation
yang membuat pH berdasarkan kecepatan respirasi ditentukan oleh kemoreseptor dan
mekanoreseptor. Pusat napas di sistem saraf pusat menerima masukan dari reseptor kimia
(tekanan gas darah arteri) dan jaras neural yang menerima dari mekanoreseptor. Kecepatan dan
pola napas adalah hasil dari kemoreseptor dan mekanoreseptor, yang membuat pusat napas
mengatur pertukaran gas. Pada mode assist-control, proses ini dicapai dengan kerja napas yang
minimal.2
Keuntungan kedua mode ini adalah siklus ventilator pada fase inspirasi mempertahankan
aktivitas ventilasi normal sehingga mencegah atrofi otot napas.2 Kerugian yang mungkin terjadi
pada mode assist-control adalah alkalosis respiratorius pada sebagian kecil pasien yang pusat
napas (resporatory drive) menggantikan kemoreseptor dan mekanoreseptor. Pasien dengan
potensi hipokapnia dan hiperventilasi alveolar pada mode assist-control termasuk pasien dengan
penyakit hati stadium akhir. Pada kondisi ini biasanya diidentifikasi pertama melalui analisis gas
arteri, kemudian mode assist-control dapat diganti ke mode yang lain.2 Kerugian lain yang
mungkin terjadi adalah kemungkinan tekanan napas positif serian yang tetap (serial present
positive-pressure breathes) membuat aliran vena kembali yang lebih lambat (retard venous
return) ke jantung kanan dan mempengaruhi curah jantung. Namun, mode assist-control
merupakan pilihan inisial paling aman untuk ventilasi mekanik. Mode ini dapat diganti pada
hipotensi atau hipokarbia yang terdeteksi sejak hasil analisis gas darah pertama.2
Gambar 3. Komponen tekanan inflasi ventilasi mekanik.2 Paw adalah tekanan jalan napas,
PIP adalah puncak tekanan jalan napas, Pplat adalah tekanan plateu.
FIO2 Inisial
Prioritas utama dalam memulai ventilasi mekanik adalah oksigenasi efektif. Setelah
intubasi, FIO2 harus 100% sampai oksigenasi arterial adekuat. Periode pendek dengan FIO2
100% tidak berbahaya pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik, malah memberi beberapa
keuntungan. Pertama, FIO2 100% melindungi pasien dari hipoksemia bila terdapat masalah
akibat intubasi yang tidak dikenali. Kedua, menggunakan perhitungan PaO2 dan FIO2 100%,
dokter dapat mengkalkulasi FIO2 dan shunt selanjutnya. Menghitung derajat shunt dengan FIO2
dapat menggunakan rumus: 700 mmHg dikurangi hasil PaO2, setiap 100 mmHg shunt 5%. Shunt
25% harus dipertimbangkan menggunakan PEEP.2
Oksigenasi inadekuat meskipun pemberian oksigen 100%, harus dicari komplikasi
intubasi endotrakeal atau napas tekanan positif (pneumothoraks). Bila tidak terdapat komplikasi
maka PEEP dibutuhkan untuk mengatasi patologi shunt intrapulmoner. Karena hanya sedikit
penyakit yang dapat menyebabkan shunt intrapulmoner, maka harus diperkecil kemungkinan
kondisi:2
- Alveolar kolaps – atelektasis mayor
- Alveolar terisi benda selain gas – pneumonia lobaris
- Protein dan air – ARDS
- Air – gagal jantung kongestif
- Darah – perdarahan (hemorrhage)
Gambar 5. Penentuan titik infleksi yang rendah untuk mengestimasi PEEP optimal
Indikasi
Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada pasien tidak
adekuat untuk memelihara kehidupannya.2,5 Ventilasi mekanik juga diindikasikan sebagai
profilaksis terhadap kolaps yang akan terjadi dari fungsi fisiologis lainnya, atau pertukaran gas
yang tidak efektif di dalam paru. Contoh indikasi medis penggunaan ventilasi mekanik, yaitu:
- Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas, henti napas (apneu), maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilator mekanik. Idealnya, pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distres pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa
kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan
dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).5 Gagal napas dibagi menjadi 2
tipe, yaitu: gagal napas hipoksemia dan gagal napas hiperkarbia. Gagal napas
hipoksemia disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut, yaitu: edema paru,
pneumonia, perdarahan paru, dan respiratory distress syndrome yang menyebabkan
ketidaksesuaian antara ventilasi-perfusi dengan shunt. Gagal napas hipoksemia
ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun fraksi oksigen inspirasi > 0.6. Tujuan
dari pemasangan ventilasi mekanik pada kondisi ini yaitu untuk menyediakan saturasi
oksigen yang adekuat melalui kombinasi oksigen tambahan dan pola ventilasi tertentu
sehingga meningkatkan ventilasi-perfusi dan mengurangi intrapulmonary shunt.
Sedangkan, gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang
menurunkan minute ventilation atau peningkatan dead space fisiologis sehingga
ventilasi alveolar menjadi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kondisi yang berhubungan dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit
neuromuscular seperti miastenia gravis, ascending polyradiculopathy, miopati, dan
penyakit-penyakit yang menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan
kerja, seperti: asma, PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi gagal napas
hiperkarbia ditandai dengan PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.2,5
- Apneu dengan henti napas, termasuk kasus akibat intoksikasi
Pasien apneu, seperti pada kondisi kerusakan sistem saraf pusat katastropik,
membutuhkan tindakan yang cepat untuk pemasangan ventilator mekanik.2,5
- Syok
Semua jenis syok menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu
terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling
tidak tiga respon pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi otot-
otot pernapasan, dan inflamasi pulmoner. pasien dengan syok biasanya dilaporkan
sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami takipneu dan takikardi, asidosis
metabolik atau alkalosis respiratorik dengan beberapa derajat kompensasi
respiratorik.2,5
- Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran
darah pada sistem pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung juga
berkurang.2
- Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang berisiko mengalami apneu berulang
juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu, ventilator mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan
pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intrakranial.2
Gambar 6. Efek peningkatan tekanan jalan napas pada bagian kapiler paru.6 Kiri: normal,
kanan: peningkatan tekanan alveolar melebihi tekanan kapiler yang menyebabkan kapiler kolaps.
Dua faktor yang menyebabkan kolaps: tekanan jalan napas yang sangat tinggi dan aliran
balik vena (venous return) yang rendah. Dantzker et al, menunjukkan peningkatan PEEP dapat
menginduksi 2 pola distribusi VA/Q. Sebagian pasien tidak mengalami perubahan, sebagian
mengalami perluasan distribusi ventilasi – peningkatan rasio VA/Q dan ruang rugi alveolar. Pada
beberapa pasien, PEEP tidak memberikan perbaikan bahkan dapat menurunkan PaO2. Efek ini
disebabkan oleh peningkatan ruang rugi ventilasi, pengalihan aliran darah dari yang terventilasi
dengan baik ke bagian yang tidak terventilasi, dan penurunan curah jantung (terutama bila
volume darah yang bersirkulasi menurun). Tidak adanya oksigenasi dengan PEEP juga terjadi
pada foramen ovale yang paten karena PEEP dapat meningkatkan pirau kanan-ke-kiri.6 Karena
PEEP dapat menurunkan curah jantung, efek ini harus dipikirkan pengaruh pengantaran O2 (O2
delivery). Mixed venous PO2 dapat mewakili pengantaran O2. Hal yang dapat merugikan dalam
penggunaan PEEP adalah menurunkan aliran darah ke splanik dan ginjal, barotrauma, dan
kerusakan paru yang diinduksi oleh ventilator.6 Cara lain untuk mengembalikan hipoksemia berat
termasuk pemberian surfaktan eksogen, suplementasi oksida nitrit, posisi tiarap (prone), dan
agen inflamatori. Cara ini dapat meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan ARDS, namun
tidak memperbaiki outcome pasien.6
Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi
Secara teori, pasien dengan hipoksemia sekunder karena VA/Q mismatch dapat diatasi
dengan meningkatkan FIO2 tanpa ventilasi mekanik. Pada kenyataannya, pasien selalu
mengalami peningkatan kebutuhan ventilasi. Banyak pasien dengan ketidakseimbangan VA/Q
yang hiperinflasi (PPOK atau status asmatikus) membutuhkan ventilasi mekanik. Hiperinflasi
menurunkan efisiensi otot respirasi dalam menghasilkan tekanan, yang juga berkontribusi dalam
gagal napas.6
Pada studi yang dilakukan pada pasien PPOK eksaserbasi, ventilasi mekanik
meningkatkan VA/Q mismatch dengan meredistribusi aliran darah menjauhi dari area VA/Q
rendah. penyebaran distribusi juga membaik. Ruang rugi atau ventilasi VA/Q yang tinggi tidak
berubah. Pasien dengan peningkatan VA/Q mismatch berhubungan dengan PPOK atau ARDS
dapat diperbaiki dengan PEEP namun pada pasien status asmatikus, penggunaan PEEP sangat
berbahaya.6
4. Hiperkapnia berat
Hiperkapnia berat menekan sistem saraf pusat dan keluaran respirasi motorik,
sehingga memperparah hiperkapnia. Hiperkapnia juga menekan kontraksi diafragma.
Asidosis terlebih menekan kontraksi otot respirasi daripada hiperkapnia.6 Tujuan
pemberian ventilasi mekanik adalah memperbaik VA, dan penggunaannya spesifik
bagi setiap pasien. Pada pasien hiperkapnia dengan status asmatikus atau PPOK,
pemanjangan waktu pernapasan secara konstan menyebabkan beban yang signifikan.
Bila ventilator diatur untuk mengantarkan volume tidal yang kecil dengan frekuensi
napas cepat, pemanjangan waktu yang konstan akan mengganggu pengosongan paru,
dan terjadi hiperinflasi. Kemudian, volume tidal yang kecil tidak mencapai ventilasi
adekuat, karena ruang rugi fisiologis meningkat. Volume tidal yang lebih besar dapat
mencapai ventilasi alveolar yang adekuat tetapi membutuhkan waktu ekspirasi yang
lebih lama daripada volume tidal yang kecil. Dalam mengatasi agar ekshalasi
memiliki waktu yang cukup adalah dengan meningkatkan aliran inspirasi.
Peningkatan aliran mengurangi waktu untuk inflasi mekanik dan bila kecepatan
respirasi tetap konstan, pemanjangan waktu dapat tersedia untuk ekshalasi.
Peningkatan aliran inspirasi biasanya berhubungan dengan peningkatan kecepatan
respirasi. Namun, walaupun penurunan dalam siklus respirasi, berkurangnya waktu
inspirasi diikuti oleh bertambahnya waktu untuk ekshalasi – yang menurunkan usaha
inspirasi.6 Gangguan neuromuskular seperti sindroma guillian barre, miastenia gravis,
dan kerusakan korda spinalis (spinal cord injury) dapat menyebabkan gagal napas
hiperkapnia. Pasien ini biasanya fungsi mekanis parunya normal tidak seperti PPOK
atau asma. Waktu konstan yang normal memberikan kemudahan dalam mengatur
ventilator.6 Ventilasi yang berlebihan (overzealous) dapat menyebabkan komplikasi
yang serius, termasuk alkalosis yang mengancam nyawa, penurunan perfusi serebral,
dan instabilitas kardiovaskular. Pasien yang sebelumnya hiperkapnia sangat rentan
terhadap komplikasi tersebut. Bila semakin berat, alkalosis biasanya diikuti oleh
spasme arteri koroner, konfusi, mioklonus, asteriksis, dan kejang.6
Alkalosis respirasi menurunkan ion kalsium. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, ion
kalsium turun 0,05 mmol/liter. Perubahan ini sedang dan tidak konsisten bila dihitung
untuk meningkatkan eksitabilitas perifer dan sentral. Parestesia, spasme karpal-pedal,
tetani, terlihat pada hiperventilasi akut, disebabkan oleh efek langsung alkalosis
respirasi pada neuron. Efek lain dari alkalosis menginduksi peningkatan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen dan pada shunt dapat memperparah VA/Q (sekunder
dari penurunan vasokontriksi hipoksik pulmonal). Presipitasi penurunan PaCO2
menurunkan aliran darah ke sistem saraf pusat, dan berkontribusi pada konfusi dan
penurunan kesadaran pada pasien hiperventilasi.6
Ketidakstabilan hemodinamik yang berhubungan dengan tatalaksana ventilator yang
berlebihan pada pasien hiperkapnia (pemanjangan waktu konstan) paling sering
adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi karena peningkatan PEEP intrinsik
setelah intubasi – walaupun penurunan tonus simpatis juga disebabkan oleh
penurunan pada PaCO2 dan pemberian sedasi. Pada kondisi ini, sirkulasi biasanya
dapat kembali sempurna dengan menghentikan ventilator selama ≥30 detik dan
mengembalikan ventilasi yang tersisa.6 Pada tahun 1940 dan 1950, pembersihan CO2
secara cepat setelah hiperkapnia dapat menyebabkan hipotensi dan aritmia ventrikular
yang berbahaya (percobaan pada anjing). Hiperkalemia juga diperkirakan terlibat.
Namun, studi terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut tidak benar. Prys-Robert et al,
menyebutkan bahwa tidak terdapat perubahan gambaran EKG pada penurunan
PaCO2 antara 80-20 mmHg lebih dari 5 menit dalam keadaan anestesia. Beberapa
dokter menyebutkan bahwa alkemia berhubungan dengan aritmia supraventrikular
dan ventrikular aritmia, hanya muncul pada pasien dengan penyakit jantung iskemik.
Penurunan ion magnesium dapat menyebabkan iritabilitas jantung masih tidak jelas.
Ventilasi berlebihan, terlalu lama, menyebabkan pembuangan bikarbonat oleh ginjal.
Pada pasien yang menahan CO2, stabil secara klinis, pembuangan bikarbonat oleh
ginjal akan meningkatkan kebutuhan ventilasi selama pelepasan ventilator.6
5. Post operatif gagal napas dan trauma
Pasien yang mengalami hipoksemia post operasi biasanya ditatalaksana dengan
oksigen tambahan dan terapi fisik dada (termasuk siprometri insentif). Sekitar 10%
pasien yang menjalani operasi abdomen mayor elektif, pemberian oksigen tambahan
dan terapi fisik dada tidak mencegah gagal napas. Squadrone et al melakukan studi
randomisasi, hasilnya, penggunaan CPAP mengurangi penggunaan intubasi,
komplikasi (pneumonia, infeksi, dan sepsis), dan ICU. Hasil ini setelah mengeksklusi
pasien PPOK, asma, sleep apneu, gagal jantung, hiperkapnia, dan asidosis respirasi.
Hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan pada pasien yang berisiko tinggi atelektasis
setelah operasi.
Pasien dengan trauma multipel dapat mengalami flail chest. Banyak pasien yang
mengalami gagal napas secara sekunder dari kerusakan paru atau patofisiologi lain
yang mendasari dan membutuhkan ventilasi mekanik. Flail chest sendiri bukan
indikasi untuk ventilasi mekanik. Pada suatu studi randomisasi, pasien dengan flail
chest dan mengalami hipoksemia serta gagal napas, penggunaan CPAP noninvasif
menurunkan motralitas dan infeksi nosokomial dibandingkan dengan pasien yang
diintubasi dan menggunakan ventilator.6
6. Syok
Pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil, perfusi jaringan termasuk sistem
saraf pusatnya terganggu, 2 tujuan penggunaan ventilasi mekanik adalah mencapai
jalan napas yang adekuat dan menurunkanVO2. Dengan mengistirahatkan otot napas
dan dilakukan sedasi, ventilasi mekanik dapat menurunkan VO2 dan menurunkan
tonus simpatis. Efek ini dapat memperbaiki perfusi jaringan.6