Kelas :A
Jakarta
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat
kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan
atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-
sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian
kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2)
properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik
perusahaan.
2
Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian,
terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih
besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.
Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja
konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih
besar.
Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas,
pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos,
batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang.
Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai
angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.
Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit
akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan
massal sunyi," kata seorang narasumber.
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan profil produksi perusahaan kayu bulat PT. Rimba Sari.
2. Mendeskripsikan proses produksi kayu bulat pada PT. Rimba Sari.
3. Menganalisis bahaya bahaya/identifikasi bahaya dari proses produksi pemrosesan
kayu bulat.
4. Menjelaskan cara pemecahan masalah yang terdapat pada setiap bahaya yang ada.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan
yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada
pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses
dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang
dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety
data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan,
dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih
faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau
mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan
secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah
terjadi.
Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif
terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu
dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar
exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus
memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau
intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan
intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai
potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh
frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah
4
perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang
mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan
gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya
potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil
penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat
umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah
melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
5
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan
kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material
safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap
potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas
secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun
melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,
dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali
dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian
yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko
membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu
ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,
pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan
dengan risiko,
6
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai
bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi
yang ada.
1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk
antara maupun hasil akhir;
3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia
yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik
fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas
7
tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,
radiasi.
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa
sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah
dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya
adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta
Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya
ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis
radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap
jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel
alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.
Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang
membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang
memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar
ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan
sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
1. Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya
diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada
beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak
keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron,
dll.
8
2. Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi
dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai
dasar untuk membuat detektor radiasi.
9
BAB III
PEMBAHASAN
Pengukuran
Pemotongan
Disortir/dipisah
Pengiriman
10
3.3 Identifikasi Bahaya
1. Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris secara manual lalu ditulis
ukuran kayu pada badan kayu.
a. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris manual. Jika mata terlalu
sering melihat sesuatu yang sangat kecil dan rinci mata akan berpotensi
mengalami rabun dekat.
2. Pemotongan
Pemotongan terlebih dahulu dilakukan dengan menggerakan/mendorong trolley
pembawa kayu secara manual untuk dapat melewati gergaji mesin.
a. Pinggang terpelintir saat mendorong beban yang berat pada saat mendorong
trolley.
b. Mata terkena percikan serbuk yang dihasilkan dari pemotongan kayu. Pada tahap
ini masih banyak pekerja yang tidak menggunakan kacamata pada saat tahap
pemotongan.
c. Serbuk kayu yang dihasilkan dari pemotongan akan terhirup melalui inhalasi dan
menginfeksi paru-paru. Pada tahap ini hampir seluruh pekerja tidak menggunakan
masker saat melakukan tahap pemotongan.
d. Mengalami sigmental body vibration pada bagian tangan saat melakukan
pemotongan dan dapat berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Hampir
seluruh pekerja pada perusahaan ini tidak menggunakan sarung tangan untuk
meminimalisir getaran.
e. Pada tahap pemotongan menimbulkan kebisingan yang melebihi nilai ambang
batas dan pekerja pada perusahaan ini tidak menggunakan APD earplug sehingga
berpotensi mengalami gangguan pendengaran. Menurut Kep. Men LH No.
48/MNLH/11/1996 peruntukan baku mutu untuk kawasan industri adalah 70 dB.
11
PERUNTUKAN KAWASAN/ TINGKAT
LINGKUNGAN KEGIATAN KEBISINGAN
dB (A)
Peruntukan Kawasan 55
A. Perumahan & Permukiman 70
B. Perdagangan & Jasa 65
C. Perkantoran & Perdagangan 50
D. Ruang Terbuka Hijau 70
E. Industri 60
F. Pemerintahan & Fasum 70
G. Rekreasi 70
Bandar Udara* 60
Stasiun Kereta Api* 55
Pelabuhan Laut 55
Cagar Budaya 55
B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit dan Sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat Ibadah atau
Sejenisnya
Tabel 3.3 Kep. Men LH No. 48/MNLH/11/1996
Sedangkan kebisingan yang terdapat pada industri kayu bulat ini mencapai 97 dB
karena menggunakan mesin pemotongan kayu yang menimbulkan kebisingan
sangat hiruk. Berikut adalah lama mendengar yang diizinkan pada titik tertentu.
12
Menurut gambar diatas, jika titik bising mencapai 97 dB maka peruntukan lama
mendengar adalah 3 jam/hari. Sedang kan pada perusahaan ini diberlakukan
bekerja selama 6 jam dengan waktu istirahat 1 jam.
f. Tangan dapat berpotensi mengalami kecelakaan kerja yaitu tangan terpotong atau
tergores pada saat melakukan pemotongan walaupun menggunakan mesin. Hal
ini berkaitan dengan kelelahan akibat kerja.
g. Kepala berpotensi tertimpa kayu-kayu yang terdapat pada atap bangunan. Pala
lokasi survey, terdapat beberapa pekerja yang tidak menggunakan helmnya
meskipun sudah dianjurkan memakai safety helmet.
h. Telapak kaki berpotensi mengalami kecelakaan kerja yaitu tertusuk dan tergores
benda tajam yang dihasilkan oleh potongan kayu. Pada lokasi survey, hampir
semua pekerja tidak menggunakan alas kaki pada saat bekerja pada bagian
pemotongan.
3. Pemberian obat
a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu yang
dibawa pada bak penampungan cairan obat yang dilakukan secara maksimal.
b. Tubuh berpotensi mengalami iritasi pada saat pelemparan kayu kedalam bak
cairan obat anti jamur akan menyiprat ke bagian tubuh pekerja jika terpapar terlalu
sering. Pada lokasi survey, pekerja yang bekerja pada bagian pemberian obat pada
kayu tidak mengenakan pakaian khusus agar tubuh tidak terpapar oleh cairan
tersebut.
c. Mata berpotensi mengalami iritasi pada saat pelemparan kayu kedalam bak cairan
obat anti jamur yang akan menyiprat ke mata pekerja. Pada lokasi survey, pekerja
yang bekerja pada bagian pemberian obat pada kayu tidak mengenakan kacamata
pada saat bekerja.
d. Pekerja pada bagian ini berpotensi terpapar obat anti jamur melaui inhalasi.
4. Pemisahan
a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu yang
pemisahan jenis kayu.
b. Tangan berpotensi terluka/tergores pada saat pengangkatan kayu karena terkena
tekstur kayu yang kasar memiliki bagian tajam pada sudutnya.
5. Pemuatan
a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu ke
dalam truk yang dilakukan secara manual manual.
b. Tangan berpotensi terluka/tergores pada saat pengangkatan kayu karena terkena
tekstur kayu yang kasar memiliki bagian tajam pada sudutnya.
c. Kepala berpotensi tertimpa tumpukan kayu yang berada di atas truk pada saat
pengangkutan. Terdapat beberapa pekerja yang tidak mengenakan safety helmet
pada saat pengangkutas meskipun sudah terdapat anjuran mengenakan APD pada
saat bekerja.
d. Kaki berpotensi tertimpa kayu pada saat pengangkutan dilakukan secara manual.
Pada lokasi survey, hampir seluruh pekerja tidak mengenakan alas kaki pada saat
bekerja.
6. Pengiriman
13
Pada saat pengiriman dilakukan, sopir dan kondektur truk sudah memeriksa
kelengkapan dan keamanan pada truk. Selain itu, mereka juga sudah mempersiapkan
diri sebelumnya karena jarak distribusi produksi cukup jauh. Hal tersebut dilakukan
guna meminimalisir kecelakaan yang berkemungkinan terjadi dalam perjalanan agar
sampai dengan selamat sampai tujuan.
14
APD
a. Pakaian tertutup, tubuh terhindar dari percikan
cairan obat.
b. Kamacata, mata terhindar dari percikan cairan
obat.
c. Masker, mencegah pemaparan cairan obat
melalui inhalasi.
4. Pemisahan APD
a. Sarung tangan, terhindar dari goresan kayu
5. Pemuatan/pengangkutan APD
a. Safety helmet, terhindar dari timpaan kayu-kayu
b. sarung tangan, terhindar dari goresan kayu
c. safety shoes, terhindar dari tususkan benda tajam
Tabel 3.4 Pemecahan Masalah
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Proses produksi yang terdapat pada PT. Rimba Sari dari bahan baku terdiri dari 5 proses
yaitu pengukuran, pemotongan, pemberian obat anti jamur, pemisahan, dan
pengangkutan ke dalam truk. Setelah dilakukannya identifikasi bahaya pada setiap proses
produksi, kemudian telah diuraikan cara pemecahan masalah dengan pendekatan teori
pengendalian resiko bahaya yaitu :
1. Eliminasi
2. Subtitusi
3. Isolasi
4. Administratif
5. APD
4.2 Saran
Setelah dilakukannya survey di perusahaan industri kayu bulat yaitu PT. Rimba Rari
Panembangan Cilongok, telah didapatkan identifikasi bahaya dan kesimpulan. Saya
selaku mahasiswa yang masih perlu banyak pembelajaran menyarankan sebagai berikut :
1. Perlu ditekankan kembali peraturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
2. Perlu penataan yang tertib pada lokasi produksi khususnya hasil produksi yang sudah
tidak terpakai seperti serbuk dan potongan kayu yang dapat membahayakan pekerja
maupun seluruh orang di dalam tempat kerja tersebut.
3. Perlu ditingkatkan kembali mengenai kebersihan pada tempat kerja khususnya pada
WC.
4. Pemusnahan limbah akhir sebaiknya jangan dibakar karena dapat mencemari udara.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://www.konsultasik3.com/2013/01/debu-kayu.html
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenis-
dan/#ixzz1fpWSbEW8
http://nrkamri.blogspot.com/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-di-tempat.html
17
Lampiran 1
Proses Produksi
18
Gambar 1.3 Pemberian Obat Anti Jamur
19
Gambar 1.5 Pemuatan/Pengangkutan
20
Lampiran 2
21
Gambar 2.3 Slogan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
22
Gambar 2.5 Fasilitas Keselamatan Kerja
23
Gambar 2.7 Pemusnahan limbah produksi (kulit kayu)
24