Anda di halaman 1dari 6

I.

Pengantar Hukum Tata Negara


A. Peristilahan
Istilah hukum tata negara adalah terjemahan dari bahasa Belanda staatsrech
yang dalam bahasa Indonesia artinya hukum negara. Hukum negara dalam
kepustakaan Indonesia diartikan menjadi hukum tata negara.
Menurut kepustakaan Belanda istilah staatsrech mempunyai dua arti, yaitu
staatsrech in ruimere zin dan staatsrech in engere zin. Staatsrech in ruimere zin
adalah hukum tata negara dalam arti luas yang terdiri atas hukum tata negara dalam
arti sempit ditambah dengan hukum administrasi negara. Sedangkan yang dimaksud
dengan hukum tata negara dalam arti sempit (staatsrech in engere zin) adalah hukum
tata negara suatu negara tertentu yang berlaku pada waktu tertentu pula atau hukum
tata negara positif dari suatu negara tertentu.
Di Inggris, pada umumnya dipakai istilah contitutional law untuk
menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah
contitutional law didasarkan atas alasan bahwa hukum tata negara unsur konstitusi
lebih menonjol.
Di Perancis, orang menggunakan istilah droit contitutionnel. Di Prancis
menggunakan istilah hukum tata negara verfassungsrecht dan verwaltungsrecht untuk
istilah hukum administrasi negara. (Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim,
1983:23)1

B. Definisi Hukum Tata Negara


Mengenai definisi hukum tata negara masih terdapat perbedaan pendapat di
antara ahli hukum tata negara atau sarjana. Antara lain:
 Cornelis Van Vollenhoven, berpendapat bahwa Hukum tata negara
mengatur masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan
menurut tingkatnya. Masing-masing tingkat tersebut menentukan wilayah
lingkungan rakyat, kemudian menentukan badan-badan dan fugsinya
masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu
serta susunan dan wewenang dari badan-badan tersebut.

,
1. Dasril Radjab, S.H., M.H., Hukum Tata Negara Indonesia Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm 1-2
 J.A. Logemann, berpendapat bahwa hukum tata negara adalah hukum
yang mengatur organisasi negara. Negara merupakan organisasi yang
terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lainnya
serta keseluruhannya maka dalam arti yuridis, negara merupakan
organisasi jabatan-jabatan. Oleh karena itu, Logemann mengatakan bahwa
yang dipelajari dalam hukum tata negara adalah sebagai berikut:
1) Jabatan-jabatan yang ada dalam suatu negara atau dalam susunan
ketatanegaraan tertentu;
2) Orang yang mengadakan jabtan-jabatan itu;
3) Cara melengkapi dengan pejabat
4) Tugas para pejabat itu
5) Wewenang hukumnya;
6) Bagaimana hubungan kekuasaan antarpejabat tersebut;
7) Batas-batas apakah organisasi negara dan bagian-bagiannya
menjalankan tugas kewajiban. (Sumbodo Tikok, 1988:3-4)

 J.R. Stellinga, berpendapat bahwa hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur wewenang dan kewajiban dari alat-alat perlengkapan negara
serta mengatur hak dan kewajiban warga negara (Sumbodo Tikok,
1988:7)

 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, berpendapat bahwa hukum tata


negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi negara,
hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan
horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya. Lebih
lanjut, Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menjelaskan bahwa
organisasi merupakan bentuk kerjasama untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam organisasi, terdapat pembagian kerja dan bagian-bagiannya itu
mempunyai ikatan dengan keseluruhannya.2

2. Lihat Ibid hlm 3-4


 Van der Pot, berpendapat bahwa hukum tata negara adalah peraturan-
peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan, wewenang
masing-masing badan, hubungan antar badan yang satu dengan lainnya,
serta hubungan antara badan-badan itu dengan individu-individu di dalam
suatu negara.

 Kusumadi Pudjosewojo, berpendapat bahwa hukum tata negara adalah


hukum yang mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, menunjukan
masyarakat hukum atsan dan masyarakat hukum bawahan menurut
tingkatannya, selanjutnya menegaskan wilayah lingkungan rakyatnya
masing-masing masyarakat hukum, menunjukkan alat-alat perlengkapan
negara yang berkuasa dalam masing-masing masyarakat hukum itu dan
susunan, wewenang, serta imbangan dari alat perlengkapan tersebut.3

C. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Lainnya


1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Menurut George Jellinek bahwa ilmu kenegaraan (staatswissenschaft) terbagi
menjadi dua pengertian, yaitu staatswissenschaft diartikan sebagai
ilmupengetahuan mengenai negara yang menitikberatkan pembahasan masalah
dengan negara sebagai objeknya. Sedangkan, rechtswissenschaft adalah ilmu
pengetahua mengenai objek negara, yang menitikberatkan masalah pada aspek
yuridis dari negara termasuk di dalamnya hukum tata negara, hukum usaha negara,
hukum administrasi negara, dan hukum internasional. (Padmo Wahyono,
1977:2). Memperhatikan pembagian ilmu kenegaraan oleh George Jellinek dapat
kita lihat bahwa antara hukum tata negara dengan ilmu negara mempunyai
hubungan yang sangat erat, dimana keduannya dalam staatswissenschaft dalam
arti luas, menyelidiki objek yang sama, yakni negara.
Ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-
pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoretis yang bersifat umum untuk hukum
tata negara. Dari uraian tersebut, jelas bahwa hubungan antara hukum tata negara
dengan ilmu negara erat sekali.

3. J.B. Daliya, S.H., Pengantar Hukum Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001, hlm 50-51
Ilmu negara memberikan dasar-dasar teoretis untuk hukum tata negara positf
dan hukum tata negara merupakan penerapan nyata dari bahan-bahan teoretis yang
dihasilkan oleh ilmu negara.

2. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik


Menurut J. Barent, ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan
negara sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Ilmu politik mempelajari
negara-negara itu melakukan tugasnya untuk mencapai tujuan dari organisasi
negara itu. (Meriam Budiarjo, 1997:9). Sedangkan hukum tata negara menurut
J.A. Logemann adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Jadi, kedua
cabang ilmu tesebut mempelajari organsasi negara dalam melakukan tugasnya
untuk mecapai tujuan dari organisasi negara itu.

3. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Administrasi Negara


Kedua cabang ilmu ini jelas mempunyai kaitan yang erat karena
staatsrecht in engere zin dan administratiefrecht adalah bagian dari staatsrecht
in ruimere zin. Namun, dalam pembicaraan kedua ilmu pengetahuan ini terdapat
dua kelompok sarjana yang berbeda pendapat satu sama lainnya:
a. Kelompok Pertama
Kelompok pertama membedakan hukum tata negara dengan hukum
administrasi negara secara prinsipiil (tajam) yang banyak diikuti para sarjana di
Indonesia.
 Van Vollenhoven
Menurutnya, hukum tata negara adalah hukum mengenai susunan dan
kewenangan organ-organ negara. Dengan kata lain, hukum tata negara
merupakan pemberian wewenang. Adapun hukum administrasi negara
adalah hukum yang mengatur hubungan antara yang memerintah dan
diperintah. Hubungan tersebut memberikan pembatasan-pembatasan pada
organ-organ negara dalam menentukan wewenangnya yang ditentukan oleh
hukum tata negara.
Organ-organ negara tanpa hukum tata negara diibaratkan burung yang
lumpuh tanpa sayapnya karena tidak menentu.
Sebaliknya, organ negara tanpa ketentuan dalam hukum administrasi negara
laksana burung bebas dengan sayapnya karena dapat mempergunakan
wewenangnya sekehendak hati.
 J.R. Stellinga
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban
warga negara. Sedangkan hukum administrasi negara adalah hukum yang
mengatur cara pelaksanaan wewenang dan kewajiban tersebut dalam
hukum tata negara. (Sumbodo Tikok, 1988:7)

b. Kelompok Kedua
Kelompok kedua tidak membedakan hukum tata negara dengan hukum
administrasi negara secar tidak prinsipiil (tidak tajam).
 Van der Pot
Menurut Van der Pot, perbedaan antara hukum tata negara dengan
hukum administrasi negara tidak membawa akibat hukum. Oleh karena itu,
tidak prinsipiil dan kalu diadakan perbedaan hanya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan hukum.
 Vegting
Menurut Vegting, hukum tata negara dan hukum administrasi negara
penyelidikannya sama. Oleh karena itu, tidak prinsipiil perbedaannya.
Perbedaan itu hanya dari pendekatannya. Cara pendekatannya hukum tata
negara hanya untuk mengetahui organisasi negara dan badan lainnya,
sedangkan hukum administrasi negara menghendaki bagaimana caranya
negara dan organ-orang melakukan tugasnya.

D. Cara Pendekatan Hukum Tata Negara


Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim cara pendekatan ilmu
pengetahuan hukum dengan mempergunakan metode yuridis formal. Namun dalam
membicarakan hukum tata negara menggunakan cara yang demikian saja, dirasakan
masih belum lengkap karena ruang lingkup yang diselidiki tidak hanya terbatas pada
bangunan-bangunan hukum saja, bahkan juga meliputi asas-asas dan pengertiannya
seperti dikemukakan sebelumnya yang merupakan dasar bagi terwujudnya bangunan-
bangunan hukum tersebut.
Karena itu, disamping cara pendekatan yang lain untuk mengetahui apakah
latar belakang sebenarnya yang terdapat dalam tiap-tiap hukum itu, misalnya dengan
menggunankan metode filsafat, metode sosiologis, dan metode historitis, (Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983:20)
Contoh:
Tap MPR No. I/MPR/1973, tentang Tata Tertib. Menurut ketetapan itu, dalam
pengambilan keputusan diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk
mencapai mufakat. Cara musyawarah ini merupakan perwujudan pandangan hidup
bangsa Indonesia, yakni hidup kekeluargaan. Di sini jelas ada hubungan antara
musyawarah dengan asas kekeluargaan dan asas tersebut satu asas dengan falsafah
Pancasila. Untuk mengetahui itu semua, cara pendekatan yang dipergunakan adalah
metode filsafat (filosofis). Demikian pula dengan undang-undang termasuk produk
bersama pemerintah dan DPR yang merupakan suatu keputusan politik. Keputuasan
politik tidak lain dari perwujudan kehendak golongan-golongan yang kuat dalam
masyarakat. Untuk mengetahui latar belakangnya, perlu diselidiki kekuatan yang
terdapat dalam lembaga tersebut dengan memahami cara pendekatan yang
dipergunakan, yaitu metode sosiologis khususnya politis.
Selanjutnya, untuk mempelajari sistem pemerintahan daerah di Indonesia, kita
harus mempelajari undang-undang tentang pemerintah daerah yang pernah berlaku di
Indonesia, baik UU No.1 Tahun 1945, UU No.22 Tahun 1948, UU No.5 Tahun 1974,
UU No.22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004 serta proses pembentukan dan
pelaksanaannya. Metode yang dipergunakan adalah metode historitis.4

4. Dasril Radjab, S.H., M.H., Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm 7-16

Anda mungkin juga menyukai