Oleh :
AGUSTIN NURLELA
4180150003
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu wujud mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah mampunya setiap orang
untuk berkewajiban berperilaku hidup sehat. Pada saat ini telah terjadi perubahan hidup sehat
atau gaya hidup seseorang, sehingga berdampak pada pergeseran pola penyakit dimana beban
penyakit tidak lagi didominasi oleh penyakit menular, tapi juga penyakit tidak menular seperti
Hipertensi (Depkes, 2009).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013 prevalensi
Hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%,
tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal
ini menandakan bahwa sebagian besar kasus Hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan
terjangkau pelayanan kesehatan. Hipertensi juga merupakan penyebab kematian ke-3 di
Indonesia pada semua umur dengan proporsi kematian 6,8% (Riskesdas, 2013).
Menurut data kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung (2011), data kesakitan di Kota
Bandung yang didapat dari laporan Rumah Sakit sebagai sarana kesehatan rujukan dan laporan
Puskesmas sebagai sarana kesehatan dasar terdapat prevalensi penyakit Hipertensi diperingkat ke
dua dari 10 besar penyakit terbanyak di Kota Bandung yaitu sebanyak 12,10%. Bisa disimpulkan
bahwa penyakit Hipertensi mengalami kenaikan di tahun 2011 (Dinkes 2011).
Apabila hipertensi tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan komplikasi.
Menurut Nainggolan, Armiyati, & Supriyono (2012) komplikasi hipertensi diantaranya adalah
infark miokard, gagal ginjal ensefalopati (kerusakan otak), dan stroke.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011) menyebutkan bahwa faktor
yang mempengaruhi kepatuhan klien Hipertensi dalam menjalani pengobatan Hipertensi yaitu
pendidikan, pengetahuan, dan tingkat motivasi. Hal ini sependapat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mubin dkk (2010) bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan motivasi melakukan control tekanan darah pasien.
Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber diatas, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang “Gambaran motivasi penderita Hipertensi tentang pentingnya
menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung
Indah Tahun 2017”.
1.2.Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Gambaran
motivasi penderita Hipertensi tentang pentingnya menjalani pengobatan secara teratur pada
penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung Indah Tahun 2017?.
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
1. Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan baca dan literature bagi mahasiswa tentang penyakit hipertensi.
3. Puskesmas
Untuk memberikan masukan bagi UPT Puskesmas Ujung Berung Indah khususnya
masyarakat di X agar lebih mengontrol hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau
berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam
tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu1. Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis,
motif sosiogenetis, dan motif teologis.2
Dari sudut sumber yang menimbulkannya, motif dibedakan dua macam, yaitu motif
intrinsic dan motif ekstrinsik.
Motif intrinsic, timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang
telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya.
Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah :
1) Minat, seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.
2) Sikap positif, seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu kegiatan
dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin
menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.
3) Kebutuhan, setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha
melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bisa memenuhi kebutuhannya.
(Simon devung dalam Suwatno, 2014 : 175).
Motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam
bidang pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul
karena melihat manfaatnya. Jenis motivasi ekstrinsik ini timbul sebagai akibat pengaruh
dari luar individu, apakah karena adanya :
1) Ajakan / suruhan
Kalimat yang menyatakan anjuran (permintaan dan sebagainya) supaya berbuat,
undangan, dan perintah supaya melakukan sesuatu yang disuruhkan atau perbuatan
menyuruh (KBBI).
2) Paksaan
Mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak mau sehingga dengan
keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu tindakan (KBBI).
2.1.5. Hierarki Teori Kebutuhan
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham maslow menyatakan bahwa setiap
diri manusia itu terdiri atas lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1) Kebutuhan fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga
keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta
kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan
absolute (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang
mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
2) Kebutuhan keamanan (safety)
Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari
rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah
kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan
hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.
3) Kebutuhan dimiliki dan cinta (belonging dan love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dan keamanan relative terpuaskan, kebutuhan
dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok social dan cinta menjadi tujuan yang
dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan,
dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting
sepanjang hidup.
4) Kebutuhan harga diri (self esteem)
Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relative terpuaskan, kekuatan
motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise,
penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting,
kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa
dirinya dikenal dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan
meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu
mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat-kemampuan potensinya.
Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri
(self fulfillment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja
yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak
prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi
manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain
bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu.
Aktualisasi Diri
Fisiologis
Dalam mecapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang tidak perduli seberapa
tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau jenjang dibawah mengalami ketidakpuasan atau tingkat
kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke jenjang yang tak terpuaskan itu sampai
memperoleh tingkat kepuasan yang dikehendaki.
Sumber :
1. Buku Teori Motivasi dan pengukurannya, Penulis : Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd
2. Teori Abraham Maslow, PDF
3. KTI Tahun 2015
2.2.Hipertensi
2.2.1 Definisi
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Tidak ada tanda-tanda yang dapat
dirasakan pasien. Darah tinggi seakan menjadi ancaman karena dengan tiba-tiba
seseorang dapat divonis menderita darah tinggi. Dan, penyakit hipertensilah yang
menduduki peringkat pertama penyebab stroke dan jantung.
2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis (Tabel 2.1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah diastolic (TDD) < 80
mmHg. Pre-hipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi
pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada
kategori ini harus diterapi obat.
Tabel 2.1 klasifikasi pengukuran tekanan darah menurut JNC-VII 2003
Penyakit Obat
Penyakit ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme primer Estrogen (biasanya pil KB
Penyakit renovaskuler dengan kadar estrogen tinggi)
Sindroma cushing NSAID, cox-2 inhibitor
Phaeochromocytoma Fenilpropanolamin dan analog
Koarktasi aorta Siklosforin dan takromilus
Penyakit tiroid atau paratiroid Eritropoietin
Sibutramin
Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik-DepKes RI 2006
2.2.4. Patofisiologi
Dimulai dengan atherosclerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah peripher
yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai
dengan penyempitan dan kemungkinan pmbesaran plaque yang menghambat gangguan
peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban
jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan tekanan darah
dalam system sirkulasi (Bustan, 2007 : 61).
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan hipertensi.
Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat ukur yang digunakan, serta ketepatan
waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk
setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi, 2000).
Hipertensi seringkali disebut silent kiler karena pasien dengan hipertensi biasanya
tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya
tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali control
ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi (Muchid, 2006 : 7). Di pelayanan kesehatan
primer/puskesmas, diagnosis hipertensi ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan
peningkatan tekanan darah dalam dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu.
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, bila salah satu baik
sistolik maupun diastolic meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi
(Depkes RI, 2013).
2.2.6. Tanda dan Gejala
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada kesalahan
pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu
merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak
merasakan adanya gejala penyakit (WHO, 2012). Hipertensi jarang menimbulkkan gejala
dan cara satu-satunya untuk mengetahui apakah seseorang mengalami hipertensi adalah
dengan mengukur tekanan darah. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat
tinggi (keadaan ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna) (Palmer dan William,
2007 : 12).
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,
sehingga hipertensi sering dijuluki pembunuh diam-diam (silent killer). Keluhan-keluhan
yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain : sakit kepala, gelisah, jantung
berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, mudah lelah dll (Depkes RI,
2013 : 17).
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi hipertensi terjadi karena adanya kerusakan salah satu bahkan lebih pada
organ tubuh. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu
lama sehingga organ tidak mampu bertahan dalam keadaan itu. Organ-organ ini disebut
dengan target organ hipertensi. Organ-organ itu meliputi otak, mata, jantung, pembuluh
darah arteri dan ginjal.
Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu stroke.
Namun apabila hipertensi dapat dikendalikan, resiko stroke juga dapat menurun. Selain
stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun
(dimensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah halus
mata. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang mata)
robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.
Sementara itu, komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah dapat
dijabarkan seperti dibawah ini :
a. Arteriosklerosis atau penyumbatan di pembuluh darah atau terjadinya pergeseran
pembuluh darah arteri karena tekanan yang terlalu besar. Dikarenakan hipertensi
yang tinggi, dinding arteri lama-kelamaan akan kaku dan menebal. Akibatnya, aliran
darah menjadi tidak lancar. Selain itu, juga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat
sebagai kompensasi atau imbalannya.
b. Aterosklerosis atau ateroklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang
ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag, dan leukosit diseluruh lapisan
tunika intima dan akhirnya ke tunika media. Lebih singkatnya, ateroklerosis
merupakan endapan lemak pada lapisan dinding arteri. Penumpukan lemak pada
jumlah besar disebut plak. Pembentukan plak didalam pembuluh darah sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ-
organ tubuh akan mengalami kekurangan pasokan darah.
c. Aneurisme, istilah ini mungkin masih asing ditelinga anda. Tidak aneh karena
memang penyakit ini belum sepopuler penyakit mematikan lainnya. Bahkan, data
mengenai penyakit ini pun belum begitu jelas di Indonesia. Padahal, jika terjadi
kematian mendadak hanya ada dua kemungkinannya, yaitu serangan jantung dan jika
menyerang otak hampir dapat dipastikan itu aneurisma. Aneurisma adalah kelainan
pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding
pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatife tinggi.
Melalui proses sekian lama, terjadilah penggelembungan atau pelebaran yang disebut
dilatasi. Gelembung yang awalnya kecil itu dapat membesar seiring bertambahnya
usia dan makin melemahnya dinding pembuluh. Kondisi ini akan menjadi fatal jika
kemudian pecah.
d. Penyakit pada arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama yang
memberikan pasokan darah pada otot jantung. Apabila arteri ini mengalami
gangguan, misalnya plak, maka aliran darah ke jantung akan terganggu sehingga
organ-organ tubuh kekurangan darah.
e. Ginjal, hipertensi yang lama/ berat dapat menyebabkan kerusakan ginjal sehingga
fungsi ginjal menurun. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan darah yang
disaring menjadi berkurang sehingga jumlah urin yang dihasilkan menurun dan zat-
zat yang seharusnya dibuang seperti urea menumpuk dalam darah/plasma. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan dapat meracuni tubuh. Kerusakan ginjal juga
menyebabkan peningkatan albumin dalam urin sehingga dapat menyebabkan
kekurangan albumin (albuminemia) yang dapat menyebabkan keluarnya cairan dari
pembuluh darah ke jaringan dengan segala manifestasinya seperti ascites (busung
air), edema tungkai dan lain-lain. Oleh sebab itu, pada pasien hipertensi harus
diperiksa fungsi ginjal (serum creatinin, creatinin clearence, protein urin, dan
albumin.
2.2.8. Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor resiko hipertensi
yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor resiko
yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia lanjut, hipertensi terutama
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan
oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar (Depkes RI 2013 : 7).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai resiko
sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat (Depkes RI 2013 : 7).
c. Keturunan (genetic)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
meningkatkan resiko hipertensi, terutama hipertensi primer (essensial). Faktor
genetic juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membrane
sel (Depkes RI 2013 : 7).
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan datah sistolik dimana resiko relative untuk menderita
hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (overweight)
(Depkes RI 2013 : 8).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk melalui aliran darah dapat mengakibatkan tekanan darah
tinggi. Merokok akan meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
otot-otot jantung bertambah (Depkes RI 2013 : 9).
c. Kurang aktivitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga aerobic
yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun (Depkes
RI 2013 : 9).
d. Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume tekanan darah
(Depkes RI 2013 : 9).
e. Dislipidemia
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat (Depkes RI 2013 : 10).
f. Konsumsi alcohol berlebih
Pengaruh alcohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Diduga
peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah (Depkes RI 2013 : 11).
g. Psikososial dan stress.
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut,
rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan darah
meningkat (Depkes RI 2013 : 11).
2.2.9. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan
dan angka kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin
menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita (Depkes RI, 2006). Upaya
penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2013 : 23-39).
1. Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian faktor
resiko, yaitu :
a. Makan gizi seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup mengandung
kalium yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan tekanan
darah diastolic (TDD) 2,5 mmHg. Asupan natrium hendaknya dibatasi < 100 mmol
(2g)/hari serata dengan 5g (satu sendok the kecil) garam dapur, cara ini berhasil
menurunkan TDS 3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan
natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi 1,5g/hari atau 3,5-4g/hari. Walaupun
tidak semua pasien hipertensi sensitive terhadap natrium. Namun pembatasan asupan
natrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan darah dan
menurunkan resiko penyakit kardioserebrovaskuler (Depkes RI, 2013 : 23).
Sumber :
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu 1. Motif
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, dan motif
teologis.2
Bagan 3.1
Kerangka Pemikiran
Motivasi
Intrinsic
Minat
Sikap
Kebutuhan Pengobatan Secara Teratur
Ekstrinsik
Ajakan/suruhan
Paksaan
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
(Modifikasi dari teori Suwatno dan Donni, 2014)
3.3.Variabel Penelitian
Variable penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010).
Variable dalam penelitian ini adalah Motivasi Penderita Hipertensi tentang pentingnya
menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi. (Variabel tergantung /Dependen)
3.4.Definisi Konseptual dan Operasional
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak
atau berbuat, yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu, motif dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, dan motif teologis.
(Dr. Hamzah B. Uno,M.Pd. dalam buku Teori Motivasi dan pengukurannya : 2015)
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, tidak ada tanda-tanda yang
dapat dirasakan pasien, darah tinggi seakan menjadi ancaman karena dengan tiba-
tiba seseorang dapat divonis menderita darah tinggi dan penyakit hipertensilah yang
menduduki peringkat pertama penyebab stroke dan jantung. (Sofia Dewi & Digi
Familia dalam buku Hidup bahagia dengan hipertensi : 2010)