Anda di halaman 1dari 29

GAMBARAN MOTIVASI PENDERITA HIPERTENSI TENTANG PENTINGNYA

MENJALANI PENGOBATAN SECARA TERATUR PADA PENYAKIT HIPERTENSI


DI UPT PUSKESMAS UJUNG BERUNG INDAH TAHUN 2017

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Riset Keperawatan

Oleh :

AGUSTIN NURLELA

4180150003

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKPER BHAKTI KENCANA BANDUNG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu wujud mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah mampunya setiap orang
untuk berkewajiban berperilaku hidup sehat. Pada saat ini telah terjadi perubahan hidup sehat
atau gaya hidup seseorang, sehingga berdampak pada pergeseran pola penyakit dimana beban
penyakit tidak lagi didominasi oleh penyakit menular, tapi juga penyakit tidak menular seperti
Hipertensi (Depkes, 2009).

Dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan sesuai


Rencana Strategis Tahun 2015-2019, Kementrian Kesehatan telah menetapkan kebijakan
operasional, salah satunya yaitu pengendalian penyakit tidak menular, khususnya Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Obesitas dan Kanker (khususnya leher rahim dan payudara) dan gangguan
jiwa. Dalam rangka pelaksanaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator
utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga yang salah satunya yaitu penderita
Hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.

Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2012 Hipertensi memberikan


kontribusi untuk hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun. Hal ini
juga meningkatkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan resiko stroke
sebesar 24% (WHO, 2012). Data Global Status Report On Noncommunicable Diseases 2010 dari
WHO, menyebutkan 40% Negara ekonomi berkembang memiliki penderita Hipertensi,
sedangkan Negara maju hanya 35%. Kawasan Asia Tenggara, terdapat 36% orang dewasa yang
menderita Hipertensi dan telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita
Hipertensi akan terus meningkat tajam, diprediksi pada tahun 2025 sekitar 29% atau sekitar 1,6
miliar orang dewasa diseluruh dunia menderita hipertensi (Depkes RI, 2013 : 1).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013 prevalensi
Hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%,
tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal
ini menandakan bahwa sebagian besar kasus Hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan
terjangkau pelayanan kesehatan. Hipertensi juga merupakan penyebab kematian ke-3 di
Indonesia pada semua umur dengan proporsi kematian 6,8% (Riskesdas, 2013).

Menurut data kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung (2011), data kesakitan di Kota
Bandung yang didapat dari laporan Rumah Sakit sebagai sarana kesehatan rujukan dan laporan
Puskesmas sebagai sarana kesehatan dasar terdapat prevalensi penyakit Hipertensi diperingkat ke
dua dari 10 besar penyakit terbanyak di Kota Bandung yaitu sebanyak 12,10%. Bisa disimpulkan
bahwa penyakit Hipertensi mengalami kenaikan di tahun 2011 (Dinkes 2011).

Apabila hipertensi tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan komplikasi.
Menurut Nainggolan, Armiyati, & Supriyono (2012) komplikasi hipertensi diantaranya adalah
infark miokard, gagal ginjal ensefalopati (kerusakan otak), dan stroke.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011) menyebutkan bahwa faktor
yang mempengaruhi kepatuhan klien Hipertensi dalam menjalani pengobatan Hipertensi yaitu
pendidikan, pengetahuan, dan tingkat motivasi. Hal ini sependapat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mubin dkk (2010) bahwa faktor pendidikan dan pengetahuan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan motivasi melakukan control tekanan darah pasien.

Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber diatas, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang “Gambaran motivasi penderita Hipertensi tentang pentingnya
menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung
Indah Tahun 2017”.

1.2.Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Gambaran
motivasi penderita Hipertensi tentang pentingnya menjalani pengobatan secara teratur pada
penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung Indah Tahun 2017?.
1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Motivasi Penderita Hipertensi tentang pentingnya menjalani


pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung
Indah Tahun 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi motivasi intrinsic yang mencakup minat, sikap, kebutuhan tentang


pentingnya menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT
Puskesmas Ujung Berung Indah Tahun 2017.
b. Mengidentifikasi motivasi ekstrinsik yang mencakup ajakan atau suruhan, paksaan
tentang pentingnya menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di
UPT Puskesmas Ujung Berung Indah Tahun 2017.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah motivasi bagi masyarakat terutama yang menderita penyakit


hipertensi.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Peneliti Selanjutnya

Merupakan tambahan ilmu pengetahuan dalam memperluas pengetahuan tentang


metode penelitian khususnya tentang Gambaran motivasi penderita Hipertensi tentang
pentingnya menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT
Puskesmas Ujung Berung Indah Tahun 2017 dan sebagai bahan informasi bagi peneliti
selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini.

2. Akper Bhakti Kencana

Sebagai bahan baca dan literature bagi mahasiswa tentang penyakit hipertensi.
3. Puskesmas

Untuk memberikan masukan bagi UPT Puskesmas Ujung Berung Indah khususnya
masyarakat di X agar lebih mengontrol hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau
berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam
tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu1. Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis,
motif sosiogenetis, dan motif teologis.2

Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu kita menelaah


pengidentifikasian kata motif dan kata motivasi. Motif adalah daya penggerak dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu3. Dengan
demikian, motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhannya.

Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog menyebut motivasi sebagai


konstruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan
keajegan perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Dalam motivasi tercakup konsep-konsep,
seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan, berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan
seseorang terhadap sesuatu4. Penggolongan lain yang didasarkan atas terbentuknya motif,
terdapat dua golongan, yaitu motif bawaan dan motif yang dipelajari. Motif bawaan
sudah ada sejak dilahirkan dan tidak perlu dipelajari. Motif bawaan ini, misalnya makan,
minum dan seksual. Motif yang kedua adalah motif yang timbul karena kedudukan atau
jabatan.
2.1.2. Sumber Motivasi

Dari sudut sumber yang menimbulkannya, motif dibedakan dua macam, yaitu motif
intrinsic dan motif ekstrinsik.

2.1.3. Motivasi Intrinsik

Motif intrinsic, timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang
telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya.
Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah :

1) Minat, seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.
2) Sikap positif, seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu kegiatan
dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin
menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.
3) Kebutuhan, setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha
melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bisa memenuhi kebutuhannya.
(Simon devung dalam Suwatno, 2014 : 175).

2.1.4. Motivasi Ekstrinsik

Motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam
bidang pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul
karena melihat manfaatnya. Jenis motivasi ekstrinsik ini timbul sebagai akibat pengaruh
dari luar individu, apakah karena adanya :

1) Ajakan / suruhan
Kalimat yang menyatakan anjuran (permintaan dan sebagainya) supaya berbuat,
undangan, dan perintah supaya melakukan sesuatu yang disuruhkan atau perbuatan
menyuruh (KBBI).
2) Paksaan
Mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak mau sehingga dengan
keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu tindakan (KBBI).
2.1.5. Hierarki Teori Kebutuhan

Maslow menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia


dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat
dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah (relative) terpuaskan. Menyajikan secara
ringkas empat jenjang basic need atau deviciency need, dan satu jenjang metaneeds atau
growth needs. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya : kebutuhan pada tingkat
yang lebih rendah harus relative terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi
oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan fisiologis harus terpuaskan
lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis harus
terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman. Sesdudah kebutuhan
fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru muncul kebutuhan kasih sayang, begitu
seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan baru akan muncul kebutuhan meta.

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham maslow menyatakan bahwa setiap
diri manusia itu terdiri atas lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :

1) Kebutuhan fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga
keseimbangan unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta
kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan
absolute (kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang
mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
2) Kebutuhan keamanan (safety)
Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari
rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah
kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan
hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.
3) Kebutuhan dimiliki dan cinta (belonging dan love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dan keamanan relative terpuaskan, kebutuhan
dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok social dan cinta menjadi tujuan yang
dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan,
dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini terus penting
sepanjang hidup.
4) Kebutuhan harga diri (self esteem)
Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relative terpuaskan, kekuatan
motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan prestise,
penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi orang penting,
kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan pengetahuan bahwa
dirinya dikenal dengan baik dan dinilai dengan baik oleh orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan
meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu
mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat-kemampuan potensinya.
Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri
(self fulfillment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja
yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak
prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi
manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain
bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu.
Aktualisasi Diri

Harga Diri (self esteem)

Dimiliki dan Cinta


(belonging dan love)
Keamanan (safety)

Fisiologis

Presentase pemuasan kebutuhan

No. Kebutuhan terpuaskan Prosentase


terpuaskan sampai
1. Fisiologis 85%
2. Keamanan 70%
3. Dimiliki dan cinta 50%
4. Self esteem 40%
5. Aktualisasi diri 10%

Dalam mecapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang tidak perduli seberapa
tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau jenjang dibawah mengalami ketidakpuasan atau tingkat
kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke jenjang yang tak terpuaskan itu sampai
memperoleh tingkat kepuasan yang dikehendaki.

Sumber :

1. Buku Teori Motivasi dan pengukurannya, Penulis : Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd
2. Teori Abraham Maslow, PDF
3. KTI Tahun 2015
2.2.Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Tidak ada tanda-tanda yang dapat
dirasakan pasien. Darah tinggi seakan menjadi ancaman karena dengan tiba-tiba
seseorang dapat divonis menderita darah tinggi. Dan, penyakit hipertensilah yang
menduduki peringkat pertama penyebab stroke dan jantung.

Menurut Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and


Treatment of High Blood Pressure VII/ JNC 2003 hipertensi adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolic ≥ 90 mmHg (Depkes
RI, 2013). Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh
yang membutuhkannya (Lanny Sustraini dkk, 2004 : 12). Penyakit ini seakan menjadi
ancaman karena dengan tiba-tiba seseorang dapat divonis menderita darah tinggi (Sofia
Dewi dan Digi Familia, 2012 : 20).

2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)
berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan
klinis (Tabel 2.1). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal
pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah diastolic (TDD) < 80
mmHg. Pre-hipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi
pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada
kategori ini harus diterapi obat.
Tabel 2.1 klasifikasi pengukuran tekanan darah menurut JNC-VII 2003

Klasifikasi Tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah


Darah (mmHg) diastolic (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi ≥ 140 90
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2013 : 2
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target.
Biasanya ditandai oleh tekanan darah > 180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi
emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim
disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah
harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ target
lebih lanjut (Muchid, 2006 : 6).
2.2.3. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dikelompokan menjadi dua golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial atau primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
esensial). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90-95%) penderita termasuk
hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi karena adanya faktor
keturunan.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang
monogenic dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.
Faktor-faktor lain yang dapat di masukan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini
adalah lingkungan, kelainan metabolisme intra seluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risikonya seperti obesitas, konsumsi alcohol, merokok dan kelainan
darah (Muchid, 2006 : 3).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit-
penyakit sistemik lain, misalnya gangguan hormone (gushing), penyempitan
pembuluh darah utama ginjal (stenosis arteri renalis akibat penyakit ginjal
glomerulonefritis), dan penyakit sistemik lainnya (lupus nefritis) atau obat-obat
tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat table 2.2). Pada kebanyakan
kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung
ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada table 2.2. apabila
penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang
bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Muchid,
2006 : 3).

Tabel 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi

Penyakit Obat
 Penyakit ginjal kronis  Kortikosteroid, ACTH
 Hiperaldosteronisme primer  Estrogen (biasanya pil KB
 Penyakit renovaskuler dengan kadar estrogen tinggi)
 Sindroma cushing  NSAID, cox-2 inhibitor
 Phaeochromocytoma  Fenilpropanolamin dan analog
 Koarktasi aorta  Siklosforin dan takromilus
 Penyakit tiroid atau paratiroid  Eritropoietin
 Sibutramin
 Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik-DepKes RI 2006
2.2.4. Patofisiologi
Dimulai dengan atherosclerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah peripher
yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai
dengan penyempitan dan kemungkinan pmbesaran plaque yang menghambat gangguan
peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban
jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan tekanan darah
dalam system sirkulasi (Bustan, 2007 : 61).
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan hipertensi.
Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat ukur yang digunakan, serta ketepatan
waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk
setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi, 2000).
Hipertensi seringkali disebut silent kiler karena pasien dengan hipertensi biasanya
tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya
tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali control
ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi (Muchid, 2006 : 7). Di pelayanan kesehatan
primer/puskesmas, diagnosis hipertensi ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan
peningkatan tekanan darah dalam dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu.
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, bila salah satu baik
sistolik maupun diastolic meningkat sudah cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi
(Depkes RI, 2013).
2.2.6. Tanda dan Gejala
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada kesalahan
pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu
merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak
merasakan adanya gejala penyakit (WHO, 2012). Hipertensi jarang menimbulkkan gejala
dan cara satu-satunya untuk mengetahui apakah seseorang mengalami hipertensi adalah
dengan mengukur tekanan darah. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat
tinggi (keadaan ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna) (Palmer dan William,
2007 : 12).
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,
sehingga hipertensi sering dijuluki pembunuh diam-diam (silent killer). Keluhan-keluhan
yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain : sakit kepala, gelisah, jantung
berdebar-debar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, mudah lelah dll (Depkes RI,
2013 : 17).
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi hipertensi terjadi karena adanya kerusakan salah satu bahkan lebih pada
organ tubuh. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu
lama sehingga organ tidak mampu bertahan dalam keadaan itu. Organ-organ ini disebut
dengan target organ hipertensi. Organ-organ itu meliputi otak, mata, jantung, pembuluh
darah arteri dan ginjal.
Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu stroke.
Namun apabila hipertensi dapat dikendalikan, resiko stroke juga dapat menurun. Selain
stroke, akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau mulai pikun
(dimensia), dan kehilangan kemampuan mental yang lain.
Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah halus
mata. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang mata)
robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.
Sementara itu, komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah dapat
dijabarkan seperti dibawah ini :
a. Arteriosklerosis atau penyumbatan di pembuluh darah atau terjadinya pergeseran
pembuluh darah arteri karena tekanan yang terlalu besar. Dikarenakan hipertensi
yang tinggi, dinding arteri lama-kelamaan akan kaku dan menebal. Akibatnya, aliran
darah menjadi tidak lancar. Selain itu, juga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat
sebagai kompensasi atau imbalannya.
b. Aterosklerosis atau ateroklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang
ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag, dan leukosit diseluruh lapisan
tunika intima dan akhirnya ke tunika media. Lebih singkatnya, ateroklerosis
merupakan endapan lemak pada lapisan dinding arteri. Penumpukan lemak pada
jumlah besar disebut plak. Pembentukan plak didalam pembuluh darah sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ-
organ tubuh akan mengalami kekurangan pasokan darah.
c. Aneurisme, istilah ini mungkin masih asing ditelinga anda. Tidak aneh karena
memang penyakit ini belum sepopuler penyakit mematikan lainnya. Bahkan, data
mengenai penyakit ini pun belum begitu jelas di Indonesia. Padahal, jika terjadi
kematian mendadak hanya ada dua kemungkinannya, yaitu serangan jantung dan jika
menyerang otak hampir dapat dipastikan itu aneurisma. Aneurisma adalah kelainan
pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding
pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatife tinggi.
Melalui proses sekian lama, terjadilah penggelembungan atau pelebaran yang disebut
dilatasi. Gelembung yang awalnya kecil itu dapat membesar seiring bertambahnya
usia dan makin melemahnya dinding pembuluh. Kondisi ini akan menjadi fatal jika
kemudian pecah.
d. Penyakit pada arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama yang
memberikan pasokan darah pada otot jantung. Apabila arteri ini mengalami
gangguan, misalnya plak, maka aliran darah ke jantung akan terganggu sehingga
organ-organ tubuh kekurangan darah.
e. Ginjal, hipertensi yang lama/ berat dapat menyebabkan kerusakan ginjal sehingga
fungsi ginjal menurun. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan darah yang
disaring menjadi berkurang sehingga jumlah urin yang dihasilkan menurun dan zat-
zat yang seharusnya dibuang seperti urea menumpuk dalam darah/plasma. Kondisi
seperti ini lama-kelamaan dapat meracuni tubuh. Kerusakan ginjal juga
menyebabkan peningkatan albumin dalam urin sehingga dapat menyebabkan
kekurangan albumin (albuminemia) yang dapat menyebabkan keluarnya cairan dari
pembuluh darah ke jaringan dengan segala manifestasinya seperti ascites (busung
air), edema tungkai dan lain-lain. Oleh sebab itu, pada pasien hipertensi harus
diperiksa fungsi ginjal (serum creatinin, creatinin clearence, protein urin, dan
albumin.
2.2.8. Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular faktor resiko hipertensi
yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor resiko
yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada usia lanjut, hipertensi terutama
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan
oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar (Depkes RI 2013 : 7).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai resiko
sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat (Depkes RI 2013 : 7).
c. Keturunan (genetic)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
meningkatkan resiko hipertensi, terutama hipertensi primer (essensial). Faktor
genetic juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membrane
sel (Depkes RI 2013 : 7).
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan datah sistolik dimana resiko relative untuk menderita
hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (overweight)
(Depkes RI 2013 : 8).
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk melalui aliran darah dapat mengakibatkan tekanan darah
tinggi. Merokok akan meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
otot-otot jantung bertambah (Depkes RI 2013 : 9).
c. Kurang aktivitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga aerobic
yang teratur tekanan darah dapat turun, meskipun berat badan belum turun (Depkes
RI 2013 : 9).
d. Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan
diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume tekanan darah
(Depkes RI 2013 : 9).
e. Dislipidemia
Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis, yang
kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat (Depkes RI 2013 : 10).
f. Konsumsi alcohol berlebih
Pengaruh alcohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Diduga
peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah (Depkes RI 2013 : 11).
g. Psikososial dan stress.
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut,
rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta kuat, sehingga tekanan darah
meningkat (Depkes RI 2013 : 11).
2.2.9. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan
dan angka kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin
menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita (Depkes RI, 2006). Upaya
penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2013 : 23-39).
1. Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian faktor
resiko, yaitu :
a. Makan gizi seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup mengandung
kalium yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4 mmHg dan tekanan
darah diastolic (TDD) 2,5 mmHg. Asupan natrium hendaknya dibatasi < 100 mmol
(2g)/hari serata dengan 5g (satu sendok the kecil) garam dapur, cara ini berhasil
menurunkan TDS 3,7 mmHg dan TDD 2 mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan
natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi 1,5g/hari atau 3,5-4g/hari. Walaupun
tidak semua pasien hipertensi sensitive terhadap natrium. Namun pembatasan asupan
natrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan darah dan
menurunkan resiko penyakit kardioserebrovaskuler (Depkes RI, 2013 : 23).

Tabel 2.3 Pedoman Gizi Seimbang

Garam natrium klorida Makanan berlemak


 Batasi garam < 5 gram (1  Batasi daging berlemak, lemak
sendok the) per hari. susu dan minyak goreng (1,5-3
 Kurangi garam saat memasak. sendok makan perhari.
 Membatasi makanan olahan dan  Ganti sawit/minyak kelapa
cepat saji. dengan zaitun, kedelai, jagung,
Buah-buahan dan sayuran lobak atau minyak sunflower.
 5 porsi (400-500 gram) buah-  Ganti daging lainnya dengan
buahan dan sayuran per hari. ayam (tanpa kulit).
(1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, Ikan
apel, mangga, pisang atau 3 sendok  Makan ikan sedikitnya tiga kali
makan sayur yang sudah dimasak) perminggu.
 Utamakan ikan berminyak
seperti tuna, makarel, salmon
Sumber : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2013 : 24
b. Mengatasi obesitas
Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-penderita yang
gemuk. Penurunan berat badan dalam waktu yang pendek dalam jumlah yang cukup
besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah (Suwarso, 2010). Hubungan
erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan. Upayakan untuk
menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2, lingkar
pinggang < 90 cm untuk laki-laki atau < 80 cm untuk perempuan (Depkes RI, 2013 :
26).
c. Melakukan olahraga teratur
Olahraga isotonic seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda berperan
dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dan terartur membuat
jantung lebih kuat. Hal tersebut berperan pada penurunan total peripher resistance
yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Melakukan aktifitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga
berperan dalam menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi (Agnesia, 2012).
Berolahraga seperti senam aerobic atau jalan capat selama 30-45 menit (sejauh 3
kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5
mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga, atau hipnotis dapat
mengontrol system syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah (Depkes RI 2013 :
26).
d. Berhenti merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor resiko yang tidak saja dapat di modifikasi
melainkan dapat dihilangkan sama sekali (Mary P. McGowan, 2001 : 4). Merokok
sangat besar peranannya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan
oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormone adrenalin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara perlahan
dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat juga menyebabkan obat yang
dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Agnesia, 2012). Tidak ada cara yang benar-
benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang
secara umum dicoba adalah inisiatif sendiri, menggunakan permen yang
mengandung nikotin, kelompok program, dan konsultasi/konseling ke klinik berhenti
merokok (Depkes RI, 2013 : 26-27).
e. Mengurangi konsumsi alcohol
Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar alcohol seberapapun, akan
meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alcohol pada penderita hipertensi yang
biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS serata 3,8 mmHg. Batasi konsumsi
alcohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari dan perempuan 1 unit per hari,
jangan lebih dari 5 hari minum per minggu (1 unit = setengah gelas bir dengan 5%
alcohol, 100 ml anggur dengan 10% alcohol, 25 ml minuman 40% alcohol) (Depkes
RI, 2013 : 29).
2. Terapi farmakologis
a. Pola pengobatan hipertensi
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang
sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan
selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi
yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi. Obat-obat yang digunakan sebagai terapi utama (first line
therapy) adalah diuretic, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-
Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan Calcium Channel Blocker
(CCB). Kemudian jika tekanan darah yang diinginkan belum tercapai maka dosis
obat ditingkatkan lagi, atau diganti obat lain, atau dikombinasikan dengan 2 atau 3
jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya diuretic dikombinasikan dengan ACE-
Inhibitor, ARB, dan CCB.
b. Prinsip pemberian obat anti hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam pedoman
teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi 2006 mengemukakan beberapa prinsip
pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
2) Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi.
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan
seumur hidup.
5) Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di puskesmas
dapat diberikan disaat control dengan catatan obat yang diberikan untuk
pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
6) Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosa (kunjungan pertama) maka
diperlukan control ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali,
apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 100 mmHg
sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua
minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.
c. Jenis obat antihipertensi
Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1) Diuretic
Pada awalnya obat jenis diuretic ini bekerja dengan menimbulkan
pengurangan cairan tubuh secara keseluruhan (karena itu urin akan
meningkatkan pada saat diuretic mulai digunakan). Selanjutnya diikuti
dengan penurunan resistansi pembuluh darah diseluruh tubuh sehingga
pembuluh-pembuluh darah tersebut menjadi lebih rileks (Mary P. Mc
Gowan, 2001 : 209). Diuretic terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai
terapi hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis
aldosteron. Diuretic terutama golongan tiazid merupakan lini pertama terapi
hipertensi. Bila dilakukan terapi kombinasi, diuretic menjadi salah satu
terapi yang direkomendasikan.
2) Penghambat beta (Beta Blocker)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi
dan daya pompa jantung. Obat golongan beta blocker dapat menurunkan
risiko penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard
ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita
asma bronchial. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena
dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi
sangat rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya) (Depkes RI,
2013 : 33).
3) Golongan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan
angiotensin receptor blocker (ARB)
Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor/ACEI)
menghambat kerja ACE sehingga perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II (vasokontriktor) terganggu. Sedangkan angiotensin receptor
blocker (ARB) menghalangi ikatan zat angioensin II pada reseptornya. Baik
ACEI maupun ARB mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan
beban jantung. ACEI dan ARB diindikasikan terutama pada pasien
hipertensi dengan gagal jantung, diabetes mellitus, dan penyakit ginjal
kronik. Menurut penelitian ON TARGET, efektivitas ARB sama dengan
ACEI. Secara umum, ACEI dan ARB ditoleransi dengan baik dan efek
sampingnya jarang. Obat-obatan yang termasuk golongan ACEI adalah
valsartan, lisinopril dan ramipril (Depkes RI, 2013 : 34).
4) Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)
Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) menghambat masuknya
kalsium kedalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi
arteri koroner dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu
dihidropyridin dan nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan
hipertensi pada usia lanjut. Secara keseluruhan, CCB diindikasikan untuk
pasien yang memiliki faktor resiko tinggi penyakit koroner dan untuk
pasien-pasien diabetes. Calcium Channel Blockers (CCB) dengan durasi
kerja pendek tidak direkomendasikan pada praktek klinis. Tinjuan sistemik
menyatakan bahwa CCB ekuivalen atau lebih inferior dibandingkan dengan
obat antihipertensi lain (Depkes RI, 2013 : 34-35).
5) Golongan antihipertensi lain
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja sentral,
dan obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat terbatas,
karena efek samping yang signifikan. Walaupun obat-obatan ini mempunyai
efektivitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah, tidak
ditemukan asosiasi antara obat-obatan tersebut dengan reduksi angka
mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien hipertensi (Depkes RI, 2013 :
35).

Sumber :

1. Buku Membonsai Hipertensi, Penulis : Djoko SANTOSO


2. Buku Hidup bahagia dengan Hipertensi, Penulis : Sofia dewi & Digi familia
3. Skripsi Exa Puspita Di Universitas Negeri Semarang Tahun 2016, PDF
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1.Rancangan Penelitian
Metoda penelitian yang dilakukan adalah deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui nilai variable mandiri atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan antara variable satu dengan
yang lain (Sugiono, 2012).
Dalam penelitian ini menggambarkan motivasi penderita Hipertensi tentang pentingnya
menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi Di UPT Puskesmas Ujung Berung
Indah Tahun 2017.
3.2.Paradigma Penelitian

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu 1. Motif
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, dan motif
teologis.2
Bagan 3.1

Kerangka Pemikiran

GAMBARAN MOTIVASI PENDERITA HIPERTENSI TENTANG PENTINGNYA


MENJALANI PENGOBATAN SECARA TERATUR PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI
UPT PUSKESMAS UJUNG BERUNG INDAH TAHUN 2017

Motivasi

Intrinsic

 Minat
 Sikap
 Kebutuhan Pengobatan Secara Teratur

Ekstrinsik

 Ajakan/suruhan
 Paksaan

Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
(Modifikasi dari teori Suwatno dan Donni, 2014)
3.3.Variabel Penelitian
Variable penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Variable dalam penelitian ini adalah Motivasi Penderita Hipertensi tentang pentingnya
menjalani pengobatan secara teratur pada penyakit Hipertensi. (Variabel tergantung /Dependen)
3.4.Definisi Konseptual dan Operasional

3.4.1. Definisi Konseptual

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak
atau berbuat, yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu, motif dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, dan motif teologis.
(Dr. Hamzah B. Uno,M.Pd. dalam buku Teori Motivasi dan pengukurannya : 2015)

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, tidak ada tanda-tanda yang
dapat dirasakan pasien, darah tinggi seakan menjadi ancaman karena dengan tiba-
tiba seseorang dapat divonis menderita darah tinggi dan penyakit hipertensilah yang
menduduki peringkat pertama penyebab stroke dan jantung. (Sofia Dewi & Digi
Familia dalam buku Hidup bahagia dengan hipertensi : 2010)

3.4.2 Definisi Operasional


Definisi Operasional berfungsi untuk membatasi ruang lingkup atau variabel-
variabel diamati dan diteliti dan variabel-varibel tersebut diberi batasan. Definisi
operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengambilan
instrument atau alat ukur. (Notoatmodjo, 2010 : 85)
Variabel Sub variabel Definisi Alat ukur Cara Skala Hasil
operasional ukur ukur
Motivasi - Motivasi Dorongan Kuesioner Mengg Ordinal T > 50
penderita intrinsik yang unakan =
Hipertensi - Motivasi dimiliki Liket Motiva
tentang ekstrinsik penderita si
pentingny Hipertensi Tinggi
a dari luar T < 50
menjalani yaitu =
pengobata ajakan/suru Motiva
n secara han dan si
teratur paksaan rendah
pada maupun (Azwar
penyakit dari diri , 2003)
Hipertensi sendiri
yaitu
minat,
sikap
positif, dan
kebutuhan
tentang
pentingnya
menjalani
pengobatan
secara
teratur
pada
penyakit
Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai