Anda di halaman 1dari 6

PERSELISIHAN DI BIDANG INDUSTRI

Penyelesaian hubungan industrial diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”). Yang dimaksud dengan
perselisihan hubungan industrial adalah perbedaaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan.

Berdasarkan Pasal 2 UU PHI, jenis-jenis hubungan industrial meliputi:

1. Perselisihan hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama. Contohnya; (i) dalam
Peraturan Perusahaan (“PP”), Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”), dan perjanjian kerja; (ii)
ada kesepakatan yang tidak dilaksanakan; dan (iii) ada ketentuan normatif tidak dilaksanakan.

2. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang
diterapkan dalam perjanjian kerja, atau PP, atau PKB. Contohnya: kenaikan upah, transpor,
uang makan, premi dana lain-lain.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
pihak. Contohnya; ketidaksepakatan alasan PHK dan perbedaan hitungan pesangon.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan.

Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat


pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan,
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan
kewajiban keserikatan pekerjaan.

CARA MENYELESAIKAN
Pada saat terjadi suatu perselisihan hubungan industrial (berlaku untuk seluruh jenis
perselisihan), langkah awal yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan penyelesaian
secara internal terlebih dahulu. Pertama melalui mekanisme musyawarah yang disebut
dengan bipartit. Bipartit merupakan perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja /
serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Dalam bipartit tersebut belum ada pihak ketiga yang dilibatkan. Adapun yang dimaksud
pihak ketiga disini yaitu pihak pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan (Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmisgrasi). Sehingga pada tahap bipartit ini tidak menutup
kemungkinan baik pihak perusahaan dan/atau karyawan untuk didampingi kuasa hukum.
Yang mana bertujuan membantu negosiasi dan dapat juga sebagai fasilitator diantara para
pihak yang berselisih.
UU PHI telah menentukan perundingan bipartit harus diselesaikan maksimal dalam waktu 30
hari kerja sejak perundingan dimulai. Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan
maka para pihak wajib membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan
Pengadilan Hubungan Industrial. Namun apabila perundingan bipartit tersebut gagal
mencapai kesepakatan, maka terdapat mekanisme penyelesaian lanjutan yang dapat dilakukan
sebagaimana telah diatur dalam UU PHI.

TAHAPAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Menurut jenisnya terdapat 4 jenis perselisihan hubungan industrial yaitu perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pegakhiran hubungan kerja dan terakhir perselisihan antar
serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Untuk penyelesaiannya menurut UU No. 2 tahun
2004 tentang penyelesaian perselisihan industrial ada 4 tahapan yang harus dilalui untuk
penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut, yaitu melalui :

Perundingan Bipartit.

Konsiliasi atau Arbitrase atau Mediasi.

Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri.

Mahkamah Kasasi di Mahkamah Agung.

Di semua tahapan perundingan dan pengadilan tersebut serikat pekerja/serikat buruh berhak
mewakili sebagai kuasa hukum dari pekerja atau buruh yang menjadi anggotanya.

Tahapan 1: Perundingan Bipartit.

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat dan harus diselesaikan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan dengan setidaknya ada 3 kali
perundingan. Setiap kali perundingan harus dibuatkan risalahnya dan diakhir perundingan dibuat
risalah akhir yang sekurang-kurangnya memuat :

Nama lengkap dan alamat para pihak;

Tanggal dan tempat perundingan;

Pokok masalah atau objek yang diperselisihkan;


Pendapat para pihak;

Kesimpulan atau hasil perundingan;

Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

Apabila salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak
mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Jika perundingan bipartit gagal , maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-
upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Tahapan 2: Konsiliasi atau Arbitrase atau Mediasi.

Setelah Dinas Ketenagakerjaan setempat menerima pencatatan perselisihan secara lengkap, maka
Dinas Ketenagakerjaan terkait menawarkan para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau arbitrase. Jika para pihak tidak menetapkan pilihan dalam 7 (tujuh) hari kerja
maka Dinas Ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.

Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan


pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Waktu
penyelesaian selama 30 (tiga puluh) hari.

Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau


perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Waktu penyelesaian selama 30 (tiga puluh) hari
kerja dan boleh diperpanjang 14 (empat belas) hari kerja bila disetujui para pihak.

Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu
pihak yang tidak setuju atas anjuran yang dikeluarkan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial.

Khusus Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan
merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. Jadi tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan
Industrial, namun dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter.

Tahapan 3: Pengadilan Hubungan Industrial

Pengadilan Hubungan Industrial atau PHI dibentuk di Pengadilan Negeri. Pengadilan ini khusus
dibuat untuk menyelesaikan persoalan hubungan industrial. Majelis terdiri dari Hakim Ketua yaitu
seorang Hakim karier, Hakim Ad-hoc yang berasal dari serikat pekerja/serikatburuh, Hakim Ad-hoc
yang berasal dari organisasi pengusaha, yang dibantu oleh Panitera Muda dan Panitera Muda
Pengganti.

PHI berwenang memeriksa dan memutuskan :


Perselisihan hak untuk tingkat pertama,

Perselisihan Kepentingan untuk pertama dan terakhir;

Perselisihan Hubungan Kerja untuk pertama;

Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh untuk tingkat pertama dan terakhir.

Dalam hal perselisihan hak dan/atau kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan
kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak
dan/atau perselisihan kepentingan.

Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang
harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan, para pihak
dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya
pemeriksaan sengketa dipercepat yang disebut dengan Pemeriksaan Dengan Acara Cepat.

Majelis Hakim wajib menyelesaikan perselisihan paling lama 50 (lima puluh) hari kerja sejak sidang
pertama.

Putusan PHI mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh
merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Sedangkan putusan PHI mengenai perselisihan hak dan
perselisihan pengakhiran hubungan kerja mempunyai hukum tetap apabila dalam 14 (empat belas)
hari kerja setelah mendengar langsung atau menerima pemberitahuan putusan PHI pihak yang
berselisih tidak ada yang mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung. Permohonan
Kasasi diajukan melalui kepaniteraan PHI pada Pengadilan Negeri.

Tahapan 4: Mahkamah Kasasi

Majelis Mahkamah Kasasi terdiri dari Hakim Agung, Hakim Ad-hoc yang berasal dari serikat
pekerja/serikat buruh, Hakim Ad-hoc yang berasal dari organisasi pengusaha, dan Panitera.

Permohonan kasasi atas putusan PHI pada Pengadilan Negeri segera diperiksa dan diputuskan oleh
Majelis Hakim Kasasi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) kerja terhitung sejak tanggal
penerimaan permohonan kasasi.
PHK

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi
sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja
antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering
disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para
pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan
hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya. Bagaimana aturan Pemutusan
Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?

yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh
perusahaan atau habis kontrak.

yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir


Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian
kerja dapat berakhir apabila :

 pekerja meninggal dunia


 jangka waktu kontak kerja telah berakhir
 adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
 adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja.

Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :

 Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 bulan secara terus-menerus
 Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
 Pekerja menikah
 Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
 Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama
 Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan
kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan
perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
 Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan
yang melakukan tindak pidana kejahatan
 Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan
 Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
dapat dipastikan.

Anda mungkin juga menyukai