Anda di halaman 1dari 4

TUGAS GEOGRAFI BUDAYA

OLEH

WA ODE SITTI FATTIMA

NIM 170721636588

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FEBRUARI 2018
1. Berikan salah satu unsur kebudayaan kemudian jelaskan proses difusinnya !
Jawaban
Adapun unsur budaya yang saya ambil, yaitu Kain Patola
Kain Patola pada dasarnya merupakan kain tenun khas india yang terdapat pula di
Indonesia. Hal ini terjadi sebab pada abad ke-13 pedagang Gujarat memperkenalkan
Patola, yaitu kain dengan teknik tenun ikat ganda dari benang sutra yang merupakan
busana Gujarat, Barat Laut India.

Melalui perdagangan dengan bangsa Gujarat, keberadaan kain Patola terse-bar luas di
kepulauan Nusantara. Kain Patola umumnya hanya dimiliki oleh kalangan terbatas.
Penduduk setempat yang telah memiliki keterampilan menenun pun mencoba
mereproduksi kain yang sangat berharga tersebut dengan tenun ikat pakan. Di
Maluku, kain ini sangat dihargai dan dikenakan dengan cara dililitkan di pinggang
atau leher. Para penenun di Nusa Tenggara Timur mengembangkan corak kain tenun
yang dipengaruhi oleh corak yang terdapat pada kain Patola, dengan corak yang
berbeda untuk raja, pejabat, dan kepala adat dalam jumlah yang sangat terbatas dan
hanya dikenakan pada upacara–upacara adat. Kain Patola dari Lio NTT ini ada yang
dibuat sepanjang 4 meter yang disebut katipa berfungsi sebagai penutup jenazah.
Sumber: ‘Kain ‘ penerbit Dian Rakyat

Motif Patola juga dikembangkan menjadi kain Cinde di daerah Jawa Tengah. Kain
Cinde tidak dibuat dengan teknik tenun ikat ganda, tetapi dibuat dengan teknik direct
print, cap atau sablon. Kain ini digunakan sebagai celana dan kain panjang untuk
upacara adat, ikat pinggang untuk pernikahan, serta kemben dan selendang untuk
menari. Kain serupa terdapat pula di Palembang, disebut kain Sembagi. Sembagi yang
berwarna terang digunakan pada upacara mandi pengantin dan hiasan dinding pada
upacara adat. Kain Sembagi yang berwarna gelap digunakan untuk penutup jenazah.

Motif Patola memengaruhi motif batik Jlamprang yang berwarna cerah yang
berkembang di Pekalongan, dan motif Nitik yang berkembang di Yogyakarta dan
Surakarta yang berwarna sogan (kecokelatan), indigo (biru), kuning dan putih. Corak
Patola juga berkembang di Pontianak, Gorontalo, dan kain tenun Bentenan di
Menado.

Kain dengan teknik tenun ikat ganda dibuat di Desa Tenganan Pegeringsingan di Bali.
Kain sakral tersebut dikenal dengan nama kain Gringsing yang artinya bersinar.
Teknik tenun ikat ganda hanya dibuat di tiga daerah di dunia, yaitu di Desa Tenganan
Bali, Indonesia (kain Gringsing), di Kepulauan Okinawa, Jepang (tate-yoko gasuri)
dan Gujarat India (kain Patola). Teknik tenun ikat ganda adalah tenun yang kedua
arah benangnya, baik benang pada lungsin maupun pakan diwarnai dengan teknik
rintang warna untuk membentuk motif tertentu. Sumber: ‘Kain ‘ penerbit Dian Rakyat

Kreativitas bangsa Indonesia mampu mengembangkan satu jenis kain tenun Patola
Gujarat menjadi beragam tekstil yang sangat indah di seluruh daerah di Indonesia.
Contoh perkembangan kain Patola ini hanya salah satu dari bukti kreativitas tinggi
yang dimiliki oleh bangsa kita. Pada tekstil tradisional, selain untuk memenuhi
kebutuhan sandang, juga memiliki makna simbolis di balik fungsi utamanya.

Beberapa kain tradisional Indonesia dibuat untuk memenuhi keinginan penggunanya


untuk menunjukkan status sosial maupun kedudukannya dalam masyarakat melalui
simbol- simbol bentuk ragam hias dan pemilihan warna. Selain itu ada pula kain
tradisional Indonesia yang dikerjakan dengan melantunkan doa dan menghiasinya
dengan penggalan kata maupun kalimat doa sebagai ragam hiasnya. Tujuannya, agar
yang mengenakan kain tersebut diberi kesehatan, keselamatan, dan dilindungi dari
marabahaya. Nilai Simbolik Status sosial, ekonomi, pendidikan, profesi, dll.

Kain tradisional Indonesia dibuat dengan ketekunan, kecermatan yang teliti dalam
menyusun ragam hias, corak warna maupun maknanya. Akibatnya, kain Indonesia
yang dihasilkan mengundang kekaguman dunia internasional karena kandungan nilai
estetikanya yang tinggi. Dengan demikian maka dapatlah dipastikan bahwa texstil
tradisional indonesia berkembang melalui ercampuran budaya setempat dan dari luar.

Anda mungkin juga menyukai