Anda di halaman 1dari 15

Etika bisnis dalam perspektif islam

Wacana Etika dalam Bisnis


Perbincangan tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa
kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada
bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus
berani (paling tidak) "bertangan kotor".

Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan
hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit.
Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini
tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat
bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak
sejalan dengan etika itu sendiri.
Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar
dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan controversial. Orang boleh saja
berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu.
Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin
menjurus ke suasana debat kusir.
Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak
memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The
Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah
menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian
Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana
yang ditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber
mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya
kapitalisme nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi
Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan revisi
terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir.
Di sisi lain dalam tingkatan praktis tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan
banyak membawa manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi,
taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama sekali tak
bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi netral (bertolak dalam
pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil setudi netral itu sepertinya kebal terhadap
penilaian-penilaian etis.
Menarik untuk di soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis
bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi
bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi
hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum
minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata
merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh
adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.

Etika Islam Tentang Bisnis


Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang
harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan
manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa
agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada
landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada
kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian
integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata
orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti
itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang
bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai
bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan
upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada
Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang
berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak
dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan"
(diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara
tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur'an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis)
yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya
dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui

Di sebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Qur'an
tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga
mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya,
pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa
orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah
akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan
memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang
tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya.
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Qur'an yang
diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas
mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia)."

Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia
ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda :
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang
menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki
keduanya maka hendaknya dia berilmu."

Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika
yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya,
yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika
maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu
yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan
sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki
oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan
kebahagian dunia dan akhirat sekaligus.
Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini,
bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada
norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli
pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada
kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini
masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika
ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa
tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat
pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk
bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada
yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaan-
perusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen
dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya
Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada
keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah
ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih
lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim,
jelas ada, Al-Qur'an sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan
"hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis". Mengaitkan kecurangan mengurangi
timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, Firman-Nya : "Kami telah menciptakan langit dan
bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi." Jadi bagi Al-Qur'an
curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan
kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh orang lain merampas hak kemanusiaan
orang lain dalam sektor ekonomi)
Firman Allah : "janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah
dia membunuh semua manusia (kemanusiaan)"

Sekali lagi anggaplah ini sebagai falsafah moral Islam jenis kedua yang didasarkan pada tatanan
kosmis alam.
Mungkin kata hukum kodrat atau tatanan kosmis itu terkesan bersifat metafisik, suatu yang
sifatnya debatable, tapi bukankah logika ilmu ekonomi tentang teori keseimbanganpun
sebenarnya mengimplikasikan akan niscayanya sebuah "keseimbangan" (apapun bentuknya bagi
kehidupan ini), Seringkali ada anggapan bahwa jika sekedar berlaku curang dipasar tidak turut
merusak keseimbangan alam, karena hal itu dianggap sepele, tetapi jika itu telah berlaku umum
dan lumrah dimana-mana dan lama kelamaan berubah menjadi semacam norma juga, maka jelas
kelumrahan perilaku orang itu akan merusak alam, apalagi jika yang terlibat adalah orang-orang
yang punya peran tanggung jawab yang amat luas menyangkut nasib hidup banyak orang dan
juga alam keseluruhan.
Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan ini setiap manusia memang seringkali
mengalami ketegangan atau dilema etis antara harus memilih keputusan etis dan keputusan bisnis
sempit semata sesuai dengan lingkup dan peran tanggung jawabnya, tetapi jika kita percaya
Sabda Nabi SAW, atau logika ekonomi diatas, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis
maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih bisnis.
Wallahu 'A'lam.

* Cendekiawan Muslim, Dosen STAIN. Ketua MES, Komisi Dakwah MUI Cirebon, Ketua Dewan Dakwah Korwil Cirebon

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1261:bahay
a-transaksi-derivatif&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60 pukul 20:07
Etika Bisnis Menurut Islam
Posted on March 1, 2012 by danusiri

I. Pengertian Dasar

Etika berbeda dari akhlaq


Untuk etika, standar bai-buruk, utama-sia-sia, boleh-dilarang berdasar pada falsafah dan ilmu
Untuk akhlaq, standar baik-buruk, utama-sia-sia, boleh- dilarang berdasar pada syariat (aturan
Tuhan – wahyu suci).
Maka, menyebut istilah ”Etika Bisnis Menurut Islam” itu sudah salah, meskipun dalam istilah
”Akhlaq Menurut Islam” terkandung di dalamnya ada unsur filosofis-ilmiah. Tetapi jika
menggunkan istilah ”Akhlaq Bisnis Menurut Islam” tidak lazim karena pngaruh peradaban
sekuler, sehingga di sini tetap menggunakan istilah ”Etika Bisnis Menurut Islam”.

II. Inti Diinul Islaam

Inti Diinul Islam adalah tauid, mengesahakan Tuhan, perbuatan apa pun harus di atas namakan
kepada Tuha.
Tauhid harus merefleksi ke dalam total kehidupan, inclusif dunia bisnis.
Islam memihak kepada sistem bisnis tauhid, karena itu menolak sistem bisnis non Islam. Karena
itu, liberalisme, sosialisme, kapitalisme, Pancasila yang tampilannya kapitalisme, dan isme-isme
lain yang sekuler harus ditolak. harus di tolak

III. Sistem Paradigma Etika berbisnis

Islam ditujukan sebagai rahmatan lil’alamiin. Allah berfirman

Artinya:

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
(QS. Al-Anbiya’/21:07)

Jangkauan Islam mencakup semua aspek kehidupan. Allah berfirman:

Artinya:

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. . . (QS. Al-Maidah/5 : 3).

Al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu. Allah berfirman:

Artinya:

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka
dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS.an-
Nahl/16 : 89).

Tak ada bagian kehidupan yang terlewatkan oleh Islam. Allah berfirman:

Artinya:

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-
Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (QS. al-An’am/6 : 38).

Bagian dari ’segala sesuatu’, ’total kehidupan’ adaah dunia bisnis.

IV. Realitas Sejarah

Rasulullah adalah teladan yang bagus. Allah berfirman:

Artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah (QS. al-Ahzab/33 : 21).

Rasulullah pernah mengelola bisnis istrinya, Khatijah al-Kubra, dengan transparan, jujur, dan
sukses. Jadi, bisnis telah muncul sejak generasi Islam pertama.

Rasulullah sangat apresiatif terhadap dunia bisnis. Beliau pernah menegur peminta-minta:
seandainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikul di atas punggungnya, itu lebih baik
daripada kalau ia meminta-minta HR. Bukhari dan Muslim).

Etika bisnis dalam Islam lahir bersamaan dengan kegiatan bisnis dalam Islam. Berbeda dari
Amerika Serikat. Etika bisnis baru muncul tahun 1970-an. Di Eropa tahun 1980-an, dan menjadi
fenomena global 1990-an.

V. Motifasi Rasulullah untuk berbisnis

Islam melarang pemeluknya menganggur, dan supaya senantiasa dalam kesibukan, kecuali
istirahat. Allah berfirman:

Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain (QS.98 : 7).

Ibadah itu ada 10 bagian. 9 bagian adalah mencari rezeki halal. (konon) Rasul bersabda; ”al-
’ibaadatu ’asyaratu ajzaa’. Tis’atun minha fi thalabil halaal (al-Hadis).
Mencari rezeki halal wajib bagi setiap Muslim. Rasul bersabda: ”Thalabul Halaali faridlatun ’alaa
kulli muslimin. Rawaahu Abu Daawuda dari Abi Hurairah dari).
Mencari rezeki halal direken seperti Syahid-syuhadaa’. Rasul bersabda: Man sa’a ’ala ’aalihi min
halaalinfahuwa kalmujaahid fi sabiilillaahi. Waman thalaba ad-dunya halaalan fi ’afaafin kaan
fidarajatis-Syuhadaa’ (Barang siapa yag keluar rumah mencari rezeki halal untuk keluarga, ia
seperti pejuang di jalan Allah. Dan barang siapa mencari rezeki halal dalam penjagaan, ia berada
pada status syuhadaa’).

VI. Larangan-larangan dalam berbisnis

Berbisnis haram, umpama MMOK (makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika) haram
atau mengandung sesuatu yang haram, night club discotic, bordilan, dan yang sebangsanya).
Allah berfirman:

Artinya:

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. al-Maidah/5 : 100).

Memperoleh harta secara tidak halal. Alah berfirman:

Artinya:

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (QS. al-Baqarah/2 : 279).

Monopoli atau persaingan tidak fair. Allah berfirman:

Artinya:

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui (QS. al-Baqarah/2 : 188).

Rasul bersabda: Man ihtakara hakratan yuriidu an-yaghla biha ’alal-muslimiina


fahiwakhaathiun (Barang siapa menumpuk-numpuk, dagangan, sedang ia bermaksud menjualnya
dengan harga mahal terhadap kaum muslimin, dia itu salah besar.HR. Muslim).

Memalsu dan menipu mitra bisnis. Allah berfirman:

Artinya:

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS al-Isra’/17 : 35).

Bentuk-bentuk penipuan antara lain:


1. Penawaran dan pengakuan (testimony) fiktif, umpama belum ditawar orang sudah mengaku
ditawar orang banyak dan persediaan amat terbatas, system entul yaitu teman-teman oenjual
sendiri berpura-pura berebut untuk membeli supaya orang lain segera membeli karena khawatir
tidak kebagian membeli.
2. Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti ikhlan tentang MMOK, baik melalui TV, media
cetak, maupun media in door, dan out door.
3. Eksplorasi erotisme dan seksualisme wanita dalam berbisnis, baik dalam level individual,
organisasi, maupun system; Sejak dari promosi, kegiatan bisnis, maupun pasca bisnis (bonus-
bonus, bina lingkungan).

VII. Rambu-Rambu dalam Berbisnis

Dalam berbisnis, baik dalam level individual, organisasi, maupun system (Dawam Rahardjo,
1995 ; 320 ) harus senantiasa:

Jujur. Allah berfirman:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-
orang yang benar (QS. at-Taubah/9 : 119).

Dan:

Artinya:

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (QS. al-
Mu’minun/23 : 8).

Adil, al-Qur’an menyebut kata al-’adil dan berbagai macam derifasinya, kata al-qisht dan
berbagai macam derifasinya – al-qisht sinonim dengan al-’adl – sebanyak 58 kali.
Dasar berbisnis adalah cinta kasih (santun dan ramah)terhadap mitra bisnis. Al-Qur’an
menyebut kata rahiim, rahmaan, dan rahmah dan berbagai derifasinya sebanyak 288 kali,
mengindisaikan bisnis hanya boleh dijalankan dalam koridor santun dan ramah.
Akuntabel. Allah berfirman:

Artinya:

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (QS. al-
Mu’minuun/23 : 8).

Cermat. Allah berfirman:

Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya pula (QS. Al-Zalzalah/99 : 7- 8).

VIII. Ancaman terhadap larangan dalam berbisnis

Neraka siksaannya kelak. Rasul bersabda: Man laa yubaali min aina iktasabal maala lam ybaali-
llaahu min aina adkhalahun-naara Barang siapa yang tidak mempedulikan dari mana ia
memperoleh kekayaan, Allah tidak mempedulikan dari mana Allah akan memasukkannya ke
neraka – al-Hadis).
Shalatnya tidak diterima. Rasul bersabda: Man isytara tsauban bi’asyri daraahiima, wa fii
tsamanihi dirhamun haraamun lam yaqbalil-llaahu shalaatahu maa daama ’alaihi minhu syai un
(Barang siapa yang membeli pakaian dengan harga 10 dirham, satu dirham diantaranya uang
haram, Allah tidak akan menerima shalatnya selagi pakaian itu dikenakannya – HR. At-Turmudzi
dari Ka’ab bin Ujrah).
Neraka bagi yang mengonsumsi makanan haram. Rasul bersabda: Kullu lahmin nabata min
haraamin fan-naaru aula bihi (Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka itu
lebih utama baginya – HR. Ka’ab bin Ujrah)

IX. Muhammadiyah dan Bisnis

Dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah terdapat berbagai macam ortom (organisasi


otonomi)
Satu diantara ortom adalah AUM (Amal Usaha Muhammadiyah)
Laba bersih AUM diperuntukkan pengembangan persyarikatan dan sarana dakwah amar ma;ruf
nahi munkar.

X. Daftar Bacaan

Al-Qur’an al-Kariim.

’Abd al-Baqi, Ahmad Fuad, [t.th.],al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaaz al-Qur’aan al- Kariim,
Indonesia: Maktabah Dahlan.

Abu Ismail, al-Bukhari. [t.th.], Shahih al-Bukhari. Indonesia: Maktabah Dahlan.

Ahmad, Mustaq.2001. Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ali, Marpudji, [t.th.], Etika Bisnis Dalam Islam.

Al-Asyhar, Thobieb. 2003, Bahaya makanan Haram, jakarta: PT. Al-Mawardi Prima.

Daud, Abi. [t.th.], Sunan Abi Daud. Indonesia: Maktabah Dahlan.

Eldine, Achyar, Etika Bisnis Islam, www. UIKA Bogor

Kholiq, Achmad, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam


Kunio, Yoshihara, 1990, Kapitalisme Semu Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES.

Muslim, Imam. [t.th.], Shahih Muslim, Indonesia: Maktabah Dahlan.

Rahardjo, Dawam, 1995, Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PJP II, dalam Prisma,
No.2. Jakarta: LP3ES.

Richard T, De George.1995, Bussines Ethics, Ed.4. New Jersey: Printice Hall.

Shihab, Muhammad Q. 1997. “Etika Bisnis dalam Wawasan “Al-Qur’an”, dalam Ulumul
Qur’an, No.3/tahun V.

http://danusiri.dosen.unimus.ac.id/2012/03/01/etika-bisnis-menurut-islam/ pukul 20:12


“Etika Berbisnis Dalam Islam”

Dikutip dari : Etika pebinis muslim

Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan
serampangan dan sesuka hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan
kegiatan usaha, mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang
tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman keras bagi pelaku bisnis yang
tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan yang besar bagi mereka yang
benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan.

Pembahasaan mengenai prinsip Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi
dalam bahasan singkat ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang prinsip-
prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.

1. Niat yang Ikhlas.

Keikhlasan adalah perkara yang amat menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk
pekerjaan yang berbentuk kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang
kita lakukan bukan semata-mata urusan harta an perut tapi berkaitan erat dengan urusan akhirat.

Allah I telah menegaskan bahwa hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah
untuk beribadah kepadaNya “ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepaKu”(QS Adz Dzariyat ayat 56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia tidak
lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah e bersabda “ Sesungguhnya amalan itu dengan niatnya
….”(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)

Contoh niat yang ikhlas dalam usaha bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam
lingkup pribadi misalnya meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta
dengan cara haram, memelihara diri dari sikap meminta-minta, untuk mendukung kesempurnaan
ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan hubungan kerabat dan motivasi positif lainya

Dalam lingkup sosial, misalnya meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain,
membebaskan ummat dari ketergantungan terhadap produk “orang lain”, dan motif sosial
lainnya.

Niat-seperti diaktakan sebagian orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu
perbuatan bisa bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.

2. Akhlaq yang Mulia

Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim.
Ini karena Islam sangat menekankan perilaku (aklhaq) yang baik dalam setiap kesempatan,
termasuk dala berbisnis. Sebagaimana sabda Rasulullah e “….dan pergaulilah manusia dengan
akhlaq yang baik” (Sahihul Jami’ No 97).
Akhlaq mulia dalam berbisnis ditekankan oleh Rasulullah e dalam sabdanya “Seorang pedagang
yang jujur dan dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan oarang-
orang yang mati syahid. Dalam kesempatan lain Rasulullah e bersabda “Semoga Allah memberi
rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran kepada orang lain ketika menjual,
membeli atau menagih hutang” (Shahih Bukhari No.2076). Di antara akhlaq mulia dalam
berbisnis adalah menepati janji, jujur, memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka
memberi kelonggaran.

3. Usaha yang halal

Seorang pebisnis muslim tentunya tidak ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia
pun tak ingin memberi makan kelauraganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat
konsekuensinya di akhirat nanti. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan berusaha
melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah I dan RasulNya.

Rasulullah e bersabda : “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih
berhak baginya” (Shahihul Jami’ No. 4519)

4. Menunaikan Hak

Seorang pebisnis muslim selayaknya bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak
aryawannya mendapat gaji, tidak menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang
terpenting adalah hak Allah I dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak
orang lain dalam perjanjian yang telah disepakati.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalh peringatan Rasulullah e kepada oarang mampu yang
menunda pembayaran hutangnya “Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah
kezaliman” (HR Bukhari, Muslim dan Malik)

5. Menghindari riba dan segala sarananya

Soerang muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya.
Maka pebisnis muslim akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha
yang mengandung unsur riba. Ini mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada
pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun disebutkan dalam hadits Jabir bin
Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan menegaskan bahwa mereka semua
sama saja (Shahih Muslim No. 1598)

6. Tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil

Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah I
dengan tegas telah melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat
menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan bisnisnya, baik itu dengan cara
riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau produk, menimbun, menyuap,
bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan harta orang lain dengan cara tidak sah
berarti telah berbuat dhalim (aniaya) terhadap orang lain. Allah I berfirman: ”Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS Al Baqarah 188)

7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syari’at

Soerang pebisnis muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-
undang hukum positif yang berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening
membenahi sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena melanggar hukum. Hal itu
dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum ekpada manusia, tetapi
semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah I padanya dan mencegah
terjadinya keruskan yang mungkin timbul

8. Tidak membahayakan/merugikan orang lain

Rasulullah e telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan,
dengan sabdanya “ Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain
(Irwa’ul Ghalil No 2175)”. Termasuk katagori membahayakan orang lain adalah menjual barang
yang mengancam kesehatan orang lain seperti obat-obatan terlarang, narkotika, makanan yang
kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang membahayakan pesaingnya dan berpotensi
menghancurkan usaha pesaingnya, seperti menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar
barang yang masih dalam proses tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim
hendaknya bersikap fair dalam berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang
bahaya bagi dirinya maupun orang lain.

9. Loyal terhadap orang beriman

Pebisnis muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia
melakukan hal-hal yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala
interasional, regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang nyata-
nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini merupakan bagian dari prinsip Al
Wala’ (Loyalitas) dan Al Bara’ (berlepas diri) yang merupakan bagian dari aqidah Islam.
Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim tetap akan mengutamakan
kemaslahatan bagi kaum muslimin dimanapun ia berada. Allah I berfirman : “Janganlah orang-
orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.” (QS Ali Imran 28)

10. Mempelajari hukum dan adab mu’amalah islam

Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi
menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh
kebutuhan perut, diajak bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah atau karena ketatnya
persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang dalam agama. Karena itulah
seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus memahami hukum-hukum dan aturan
Islam yang mengatur tentang mu’amalah. Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram,
atau mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).

Mengingat pentingnya mempelajari hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab
mengeluarkan dari pasar orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.

Dinukil dengan beberapa adaptasi dari


Judul Buku : Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,
Penulis : Prof. Dr. Shalah Ash Shawi dan Prof. Dr. Abdullah Al Muslih,
Penerbit : Darul Haq, Jakarta.

http://maaini.wordpress.com/pintu-rezeki/etika-berbisnis-dalam-islam/ pukul 20:15

Anda mungkin juga menyukai