Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BIOLOGI FARMASI
ZAT PENGATUR TUMBUH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Biologi Farmasi

Dosen Pengampu : Wempi Budiana,M.Si.,Apt

Kelompok 3 :
Alfiyah Faridawati (31171035)
Ani Nurdiyani (31171038)
Erlyana Salsabila (31171041)
Erni Masruroh (31171044)
Intan Nulita (31171047)
Muhammad Rafly (31171050)
Puspa (31171053)
Ria Gynasti (31171057)
Sisi (31171060)
Wahid (31171063)
Nida (31171076)
Annisa Faradiva (31171079)
Achmad (31171083)
Kelas : 1 FA 2

PROGRAM STUDI D3
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuuh.

Segala puji bagi Allah yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang telah memberi
petunjuk kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi yang
telah dan akan dibahas dalam BAB tersebut. Selanjutnya, pembaca akan masuk pada inti
pembahasan dan diakhiri dengan kesimpulan dan saran makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Terimakasih.

Wassalamu;alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, 22 November 2017

penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tuhan menciptakan makhluk hidup dengan perencanaan yang sempurna. Misalnya, biji
kedelai dapat tumbuh menjadi tanaman kedelai dan akhirnyan dapat menghasilkan biji kedelai
lagi. Siklus hidup tumbuhan umumnya berlangsung seperti itu.

Pada setiap tahap kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan
koordinasi respons sangat jelas terlihat. Satu bagian tumbuhan dapat mengirim sinyal ke bagian
yang lain. Sebagai contoh, kuncup terminal pada ujung (apeks) suatu tunas mampu menekan
pertumbuhan tunas aksiler yang mungkin saja bermeter-meter jauhnya. Tumbuhan dapat
mengenali waktu harian dan waktu tahunan. Tumbuhan dapat mengindera gravitasi dan arah
cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat wajar bagi
kita.

Pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa


golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormone tumbuhan atau fitohormon.
Penggunaan ‘hormon’ sendiri menggunakan analogi fungsi hormone pada hewan; dan
sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah sedikit di dalam sel. Beberapa
ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon teretentu (hormon endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat
tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem
individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant
growth regulator).

Perkembangan tanaman dipengaruhi oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang


disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk
selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah,
untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme tanaman. Zat pengatur tumbuh
pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan termasuk unsur hara, yang dalam jumlah
sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi
tumbuhan. Sedangkan hormon tumbuh (plant hormon) adalah zat organik yang dihasilkan oleh
tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan hormon sintetis dari luar tubuh tanaman. Zat
pengatur tumbuh memiliki fungsi untuk merangsang perkecambahan, pertumbuhan akar, dan
tunas. Zat pengatur tumbuh dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, sitokinin,
giberelin, dan inhibitor. Zat pengatur tumbuh golongan auksin adalah Indol Asam Asetat
(IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen Asam Asetat (NAA), dan 2,4 D
Dikhlorofenoksiasetat (2,4 D). Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin adalah
Kinetin, Zeatin, Ribosil, Benzil Aminopurin (BAP) atau Benziladenin (BA). Zat pengatur
tumbuh golongan giberelin yaitu GA 1, GA 2, GA 3, GA 4, sedangkan ZPT yang termasuk
golongan inhibitor adalah fenolik dan asam absisik (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemakaian ZPT antara lain adalah dosis,
kedewasaan tanaman, dan lingkungan. Pemberian ZPT pada tanaman yang belum dewasa
justru akan memperburuk pertumbuhannya, karena secara fisiologis tanaman tersebut belum
mampu berbunga. Faktor lingkungan yaitu suhu, kelembaban, curah hujan, cuaca, dan cahaya
sangat berpengaruh terhadap aplikasi ZPT. Bila kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan
tanaman, ZPT yang diberikan akan dapat segera diserap tanaman. Penggunaan dosis ZPT yang
tepat dapat mempengaruhi proses pembungaan tanaman. Dosis yang kurang atau berlebihan
menyebabkan pengaruh ZPT menjadi hilang, sedangkan dosis yang tinggi akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Endah, 2001).

Zat pengatur tumbuh dapat mempengaruhi aktivitas jaringan pada berbagai organ atau sistem
organ tanaman. Zat pengatur tumbuh tidak memberi tambahan unsur hara karena bukan pupuk.
Fungsi ZPT dalam jaringan tanaman adalah mengatur proses fisiologis pembelahan dan
pemanjangan sel, serta mengatur pertumbuhan akar, batang, daun, bunga, dan buah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ZPT ?
2. Sebutkan jenis-jenis ZPT dan jelaskan fungsinya!
3. Bagaimana cara kerja ZPT pada tumbuhan ?
4. Jelaskan pengaruh ZPT terhadap tumbuhan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ZPT.
2. Mengetahui jenis-jenis ZPT beserta fungsinya
3. Mengetahui cara kerja ZPT pada tumbuhan
4. Mengetahui pengaruh ZPT terhadap tumbuhan
BAB II
PEMBAHASAN

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon tumbuhan sintetik yang diproduksi di
pabrik dengan meniru karakter hormon tanaman. Oleh karena itu, meskipun ZPT itu sintetik,
khasiat dan fungsinya sama dengan hormon yang diproduksi oleh tanaman. ZPT yang
diproduksi sendiri oleh tanaman disebut phytohormone (hormon tanaman). Phytohormone
adalah zat organik yang di sintesis oleh tanaman, ditraslokasikan ke bagian tanaman lain, dan
dalam konsentrasi yang sangat rendah secara efektif mempengaruhi proses fisilogi tanaman.
Ada beberapa kelompok Phytohormone atau ZPT yaitu: Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen,
dan Asam absitat (ABA).
1. Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan bahwa suatu
senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil
yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi yang ditempeli potongan agar yang
mengandung auksin. Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indol asetat
(IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon
auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4-kloro IAA) yang ditemukan pada benih muda jenis kacang-
kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam
indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.
Auksin disintesis di apeks tajuk dan ujung akar yang akan ditransportasikan melalui poros
embrio. Auksin memiliki sifat mudah rusak jika terkena cahaya langsung (Riyadi, 2014).
Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan Indole Butyric
Acid (IBA), 4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA). Auksin sintetik banyak macamnya,
yang umum dikenal adalah Nephtaleine Acetic Acid (NAA), Asam Beta-Naftoksiasetat
(BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D), dan Asam 4-Klorofenoksiasetat (4-CPA),
2-Methyl-4 Chlorophenoxy Acetic Acid (MCPA), 2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid
(Picloram) (Gunawan, 1987 dan Riyadi, 2014).
Fungsi dari zat pengatur tumbuh ini antara lain:
a. Perkecambahan biji, auksin akan mematahkan dormansi biji (biji tidak mau
berkecambah) dan akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji/benih
dengan Auksin juga akan membantu menaikkan kuantitas hasil panen.
b. Pembentukkan akar. Auksin akan memacu proses terbentuknya akar serta pertumbuhan
akar dengan lebih baik.
c. Pembungaan dan pembuahan. Auksin akan merangsang dan mempertinggi prosentase
timbulnya bunga dan buah.
d. Mendorong Partenokarpi. Parthenokarpi adalah suatu kondisi dimana tanaman berbuah
tanpa fertilisasi atau penyerbukan.
e. Mengurangi gugurnya buah sebelum waktunya.
f. Mematahkan dominansi pucuk/apikal, yaitu suatu kondisi dimana pucuk tanaman atau
akar tidak mau berkembang.

 Mekanisme Kerja Auksin


Auksin berkerja dengan menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein
tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel.
Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen
rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air
yang masuk secara osmosis. Auksin yang dikombinasikan dengan giberellin dapat memacu
pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel ada kambium pembuluh
sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.
Salah satu manfaat auksin (IBA) yaitu merangsang enzim yang berguna dalam
mengaktifkan metabolisme sel yang salah satunya untuk mengambil oksigen. Oksigen
diperlukan untuk proses oksidasi cadangan makanan yang terdapat dalam benih. Dengan
demikian, hasil oksidasi dapat digunakan untuk pertumbuhan benih. Proses perkecambahan
terjadi karena sel-sel embrional memiliki kemampuan membelah dan bertambah banyak.
Kemampuan tersebut mengakibatkan benih tumbuh menjadi kecambah. Pertumbuhan akan
terus berlanjut terutama pada bagian ujung batang dan akar pertumbuhan dapat berlangsung
jika tersedia makanan yang digunakan untuk pembentukan akar dan mempertahankan sifat
geotropisme. Setelah itu enzim yang terdapat pada benih akan aktif. Auksin disintesis di pucuk
batang dekat meristem pucuk, jaringan muda (misal daun muda) dan terutama bergerak arah
ke bawah batang (polar), sehingga terjadi perbedaan kadar auksin di pucuk batang dan di akar.
Aktivitasnya meliputi perangsangan dan penghambatan pertumbuhan, tergantung pada
konsentrasi auksinnya. Jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula terhadap
kadar auksin yang dapat merangsang atau menghambat pertumbuhan tanaman..

2. Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan oleh seorang ahli patologi Jepang, Kurosawa, ketika
meneliti penyakit tanaman padi yang disebut Bakane. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur
Gibberella fujikuroi, yang dikenal juga sebagai Fusarium moniliforme. Dari hasil penelitiannya
didapat bahwa jamur tersebut mengeluarkan suatu substansia atau zat yang sekarang dikenal
dengan nama giberelin. Giberelin, pertama kali zat ini diambil yaitu jamur Gibberella fujikuroi,
yang dikenal juga sebagai Fusarium moniliforme merupakan organisme penyebab penyakit
“foolish seedling” pada padi. Tanaman padi yang diserang terlihat lebih tinggi daripada yang
lain. Gejala ini ternyata diakibatkan karena suatu zat yang dikeluarkan oleh jamur tersebut.
Tahun 1938, Yabuta dan Sumuki berhasil mendapatkan giberelin dari jamur tersebut.
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh
Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia
dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar
kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan
menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya
menghasilkan GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di
Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross,
1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh
kelompok peneliti itu sehingga populer sampai sekarang.
Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut :
a) Mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat
tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel.
b) Meningkatkan pembungaan.
c) Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong
terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim
tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein
yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula
yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.Berperan pada
pemanjangan sel.
 Mekanisme/ Cara Kerja Giberelin
Kejadian di dalam alam. Di dalam alam telah ditemukan lebih dari sepuluh buah jenis
gibberellin. Menurut Mac Millan dan Takashashi (1968), Kang (1970) dan Weaver (1972),
gibberellin ada yang diketemukan dalam jamur Gibberella Fujikuroi, ada yang diketemukan
pada tanaman tinggi dan ada juga yang diketemukan pada keduanya. Jenis gibberellin yang
diketemukan pada jamur yaitu ; GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9, s.d GA16, GA24, GA25,
GA36. Sedangkan jenis gibberellin yang diketemukan pada tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1,
s.d GA9, GA13, GA17, s.d GA23, GA26, s.d GA35. Dan yang terakhir yaitu gibberellin yang
diketemukan pada jamur dan tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA4, GA7, GA9, dan
GA13. Gibberellin ; GA1 s.d GA5, GA7 s.d GA9, GA19, GA20, GA26, GA27, dan GA29
diketemukan pada Pharbitis nil, GA1, GA5, GA8, GA9, GA13, diketemukan pada umbi tulip,
kemudian GA3, GA4, GA7, diketemukan pada anggur, GA18, GA19, GA20, diketemukan
pada pucuk bambu, GA3, GA4, GA7, dijumpai pada biji apel, selanjutnya GA21, dan GA22,
dijumpai pada sword bean. Pada tanaman lain yaitu: Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28),
pada pucuk tanaman jeruk dan biji mentimun diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang (GA7),
kacang, jagung, barley wheat diketemukan GA1. Adapun pada tanaman Phaseolus coclirecus
diketemukan ; GA1, GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20. Kemudian pada Rudbeckia
bicolor diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang terakhir yaitu pada Calonyction
aculeatum diketemukan : GA30, GA31, GA33, dan GA34. Hasil penelitian Meizger dan
Zeivaart (1980) menunjukan bahwa pada pucuk bayam (spinach) didapatkan gibberellin ;
GA53, GA44, GA19, GA17, GA20, dan GA29,.
Metabolisme gibberellin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid.
Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5 atom karbon. Unit-
unit isoprene ini dapat bergabung sehingga menghasilkan monoterpene (C-10), Sesqueterpene
(C-15), diterpene (C-20) dan triterpene (C-30). Biosintesis gibberelline yang terdapat dalam
jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di
dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam
aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibberelline pada
tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil phenil-4pipendine
karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman mentimun liar
(Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari
Geranylgeranyl pyrophosphat ke Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC (2-chloroethyl)
trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo-1618.
Struktur molekul dan aktivitas gibberelline. Gibberelline merupakan suatu compound
(senyawa) yang mengandung "gibban skeleton".Menurut Weaver (1972), perbedaan utama
pada gibberelline adalah:
a. Beberapa gibberelline mempunyai 19 buah atom karbon dan yang lainnya
mempunyai 20 buah atom karbon.
b. Grup hidroksil berada dalam posisi 3 dan 13 (ent gibberellene numbering system).
Semua gibberelline dengan 19 atom karbon adalah monocarboxylic acid yang
mengandung COOH grup pada posisi 7 dan mempunyai sebuah lactonering. Di
dalam alam, dijumpai pula beberapa senyawa yang di ekstrak dari tanaman.
Senyawa tersebut tidak mengandung gibberelline atau gibberellane structure tetapi
termasuk ke dalam gibberelline. Dari hasil penelitian Tamura dkk, ia menemukan
suatu substansi dalam jamur Helminthosporium sativum yang dinamakan
"helminthosporol" yang aktif dalam perpanjangan daun pada kecambah padi dan
barley. Senyawa lain yang ditemukan tanpa gibban skeleton yaitu "Steviol", namun
aktivitasnya seperti gibberelline.

3. Sitokinin
Skoog (1955) melakukan penelitian dengan cara memisahkan jaringan empulur
Nikotiana tabaccum dari unsur-unsur pembuluh dan korteks kemudian menempatkannya
dalam suatu medium pertumbuhan dan hasilnya adalah tidak terjadi pembelahan sel pada
jaringan empulur tersebut. Tetapi jika jaringan pembuluh ditempatkan sedemikian rupa
sehingga bersinggungan dengan jaringan empulur, maka jaringan empulur akan melakukan
pembelahan sel lagi. Lewat penelitian selanjutnya Skoog menamakan zat yang dapat memacu
proses pembelahan sel tersebut diberikan pakan ukuran 01.
Beberapa fungsi Sitokinin pada tumbuhan sebagai berikut:
a) Pembelahan sel dan pembesaran sel. Sitokinin memegang peranan penting
dalam proses pembelahan dan pembesaran sel, sehingga akan memacu
kecepatan pertumbuhan tanaman.
b) Pematahan dormansi biji. Sitokinin berfungsi untuk mematahkan dormansi
(tidak mau berkecambah) pada biji-bijian tanaman.
c) Pembentukkan tunas-tunas baru,turut dipacu dengan penggunaan Sitokinin.
d) Penundaan penuaan lebih awet atau kerusakan pada hasil panen.
e) Menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman.
f) Sintesis pembentukkan protein akan meningkat dengan pemberian Sitokinin
 Mekanisme / Cara Kerja Sitokinin
Struktur kimia Cytokinin, bentuk dasar dari cytokinin adalah adenin (6-amino purine).
Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktifitas cytokinin. Di dalam
senyawa cytokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai tersebut akan
meningkatkan aktifitas zat pengatur tumbuh ini. Arti Cytokinin bagi fisiologi tanaman,
penelitian pertumbuhan pith tissue culture dengan menggunakan cytokinin dan auxin dalam
berbagai perbandingan telah dilakukan oleh Weier et al (1974). Dihasilkan bahwa apabila
dalam perbandingan cytokinin lebih besar dari auxin, maka hal ini akan memperlihatkan
stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sebaliknya apabila cytokinin lebih rendah dari auxin,
maka ini akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila
perbandingan cytokinin dan auxin seimbang, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar akan
seimpang pula. Tetapi apabila konsentrasi cytokinin itu sedang dan konsentrasi auxin rendah,
maka keadaan pertumbuhan tobacco pith culture tersebut akan berbentuk callus.
Sedangkan dalam pembelahan sel, dikemukakan bahwa IAA dan kinetin, apabila
digunakan secara tersendiri akan menstimulasi sintesis DNA dalam tobacco pith culture. Dan
menurut ahli tsb, kehadiran IAA dan kinetin ini diperlukan dalam proses mitosis walaupun
IAA lebih dominan pada fase tersebut.
Interaksi Cytokinin, Gibberellin dan Auxin dalam perkembangan tanaman, di dalam
alam tidak satu unsurpun yang berdiri sendiri. Kesemuanya berinteraksi antara satu sama
lainnya, sehingga merupakan suatu sistem. Begitu pula dengan zat pengatur tumbuh. Pada
tanaman, zat pengatur tumbuh auxin, gibberellin dan cytokinin bekerja tidak sendiri-sendiri,
tetapi ketiga hormon tersebut bekerja secara berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan
tanaman.
4. Etilen
Di awal abad 20, buah jeruk dan anggur diperam di dalam gudang yang dilengkapi
dengan kompor minyak tanah. Semula petani buah mengira bahwa hawa panas itu yang
mematangkan buah, tetapi dugaan tersebut tidak terbukti ketika mereka mencoba metode baru
menggunakan kompor yang dilengkapi dengan pembersih (tanpa polusi) yang menghasilkan
buah-buah yang tidak cepat matang. Ahli biologi tumbuhan menduga bahwa pematangan buah
yang disimpan di dalam gudang tersebut sebenarnya berkaitan dengan produksi etilen yaitu gas
hasil pembakaran minyak tanah. Sekarang diketahui bahwa tumbuhan secara alami
menghasilkan etilen yang merupakan ZPT yang berperan memacu penuaan termasuk
pematangan buah.
Faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek memacu gugurnya daun juga
oleh pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini
menyebabkan perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin mencegah absisi dan
tetap mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun
jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel yang mulai
menghasilkan etilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen
merangsang lapiasan absisi terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-
dinding sel pada lapisan absisi. Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan
untuk mencegah kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar
tidak mampu menyerap air pada tanah yang membeku.
Etilen berfungsi untuk membantu proses pematangan buah, memacu pembungaan,
merangsang pemekaran bunga, merangsang pertumbuhan akar dan batang, merangsang
pengguguran buah dan daun, merangsang perkecambahan biji, menghambat pemanjangan
batang kecambah, memperkokoh batang tanaman dan mengakhiri masa dormansi. Jika
digunakan bersamaan dengan giberelin, etilen berfungsi dalam mengatur perbandingan bunga
jantan dan betina pada tumbuhan berumah satu.
 Mekanisme / Cara Kerja
a. Pematangan Buah
Pematangan buah merupakan suatu variasi dari proses penuaan melibatkan konversi
pati atau asam-asam organik menjadi gula, pelunakan dinding-dinding sel, atau perusakan
membran sel yang berakibat pada hilangnya cairan sel sehingga jaringan mengering. Pada tiap-
tiap kasus, pematangan buah distimulasi oleh gas etilen yang berdifusi ke dalam ruang-ruang
antarsel buah. Gas tersebut juga dapat berdifusi melalui udara dari buah satu ke buah lainnya,
sebagai contoh satu buah apel ranum akan mampu mematangkan keseluruhan buah dalam satu
lot. Buah akan matang lebih cepat jika buah tersebut disimpan di dalam kantung plastik yang
mengakibatkan gas etilen terakumulasi.
Pada skala komersial berbagai macam buah misalnya tomat sering dipetik ketika masih
dalam keadaan hijau dan kemudian sebagian dimatangkan dengan mengalirkan gas etilen. Pada
kasus lain, petani menghambat proses pematangan akibat gas etilen alami. Penyimpanan buah
apel yang dialiri dengan gas CO2 yang selain berfungsi menghambat kerja etilen, juga
mencegah akumulasi etilen. Dengan teknik ini buah apel yang di panen pada musim gugur
dapat disimpan untuk dijual pada musim panas berikutnya.
b. Pengguguran Daun.
Seperti halnya pematangan buah, pengguguran daun pada setiap musim gugur yang
diawali dengan terjadinya perubahan warna, kemudian daun mengering dan gugur adalah juga
merupakan proses penuaan. Warna pada daun yang akan gugur merupakan kombinasi pigmen-
pigmen baru yang dibentuk pada musim gugur, kemudian pigmen-pigmen yang telah terbentuk
tersebut tertutup oleh klorofil. Daun kehilangan warna hijaunya pada musim gugur karena
daun-daun tersebut berhenti mensintesis pigmen klorofil.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada
peranannya dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun. Pada saat
daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang. Daerah yang terpisah ini
disebut lapisan absisi yang merupakan areal sempit yang tersusun dari sel-sel parenkima
berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah.

5. Asam absitat (ABA).


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi
dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup
menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada cambium pembuluh
sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada
kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini
menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musimgugur. Nama tersebut telah popular
walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan suatutumbuhan,merupakan hal yang menguntungkanuntuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi
tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan dengan
suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui
mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai
penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah
sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji.
Fungsi ABA untuk menghambat pertumbuhan; merangsang, penutupan stomata pada
waktu kekurangan air, memper-tahankan dormansi. Peranan Asam Absisat (ABA).
a. Dormansi Biji
Dormansi biji, mempunyai nilai kelangsungan hidup yang besar; karena dia menjamin
bahwa biji akan berkecambah; hanya apabila ada kondisi yang optimal dari : cahaya,
temperatur, dan kelembaban. Apa yang mencegah biji yang disebarkan pada musim gugur
untuk segera berkecambah lalu mati hanya karena adanya musim dingin. Mekanisme apa yang
menjamin bahwa biji tertentu berkecambah pada musim semi?. Apayang mencegah biji
berkecambah di dalam keadaan gelap, ataupun kelembaban yang tinggi di dalam biji.
Jawabannya adalah ABA. Level ABA akan bertambah 100kali lipat selama pematangan biji.
Level ABA yang tinggi dalam pematangan biji ini, akan menghambat perkecambahan, dan
menginduksi produksi protein khusus, yang membantu biji untuk menahan dehidrasi yang
ekstrim yang mengiringi pematangan.
Banyak tipe biji yang dorman, akan berkecambah ketika ABA pada biji tersebut
dihilangkan, atau dinonaktifkan, dengan beberapa cara. Biji beberapa tumbuhan gurun, akan
pecah dormansinya, apabila terjadi hujan yang lebat yang akan mencuci ABA dari biji. Biji
lainnya membutuhkan cahaya ataupun membutuhkan keterbukaan yang lebih lama terhadap
temperatur dingin untuk memicu tidak aktifnya ABA. Sering kali rasio ABA-gibberellin
menentukan; apakah biji itu akan tetap dorman atau akan berkecambah. Penambahan ABA ke
dalam biji yang sedianya berk ecambah, akan kembali menjadikan dalam kondisi dorman.
Mutan jagung, yang mempunyai biji yang sudah berkecambah saat masih pada tongkolnya,
tidak mempunyai faktor transkripsi fungsional yang diperlukan oleh ABA untuk menginduksi
ekspresi gen tertentu.
b. Cekaman Kekeringan
ABA, adalah sinyal internal utama, yang memungkinkan tumbuhan, untuk menahan
kekeringan. Apabila suatu tumbuhan memulai layu, maka ABA berakumulasi di dalam daun,
dan menyebabkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi transpirasi, dan
mencegah kehilangan air berikutnya. ABA, melalui pengaruhnya terhadap mesenjer ke-2, yaitu
terhadap Ca (kalsium), menyebabkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar
secara langsung di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium
dalam bentuk massif darinya, yang jika disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan
mendorong pengurangan turgor sel penutup yang mengecilkan celah stomata.
Dalam beberapa kasus, kekurangan air terlebih dahulu akan mencekam sistem
perakaran sebelum mencekam sistem tajuk. ABA akan ditransportasi dari akar ke daun, yang
berfungsi sebagai sistem peringatan dini (early warning system). Mutan ‘Wilty’ yang
mengalami kelayuan, yang biasanya mudah untuk layu, dalam beberapa kasus disebabkan
karena kekurangan produksi ABAnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon tumbuhan sintetik yang diproduksi di
pabrik dengan meniru karakter hormon tanaman. Jenis-jenis Phytohormone atau
ZPT yaitu: Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen, dan Asam absitat (ABA). Dimana
ZPT memiliki fungsi tertentu yang berguna untuk proses memacu pertumbuhan
tanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, L. W. 1987. Pengenalan Teknik In Vitro. Skripsi. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.
Manurung, L. Y. S. 2007. Pengaruh Auksin (2,4-D) dan Sitokinin (BAP) Dalam Kultur In Vitro Buah
Makasar (Brucea javanica L. Merr.). Skripsi. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan
Ekowisata. Fakultas Kehutanan. IPB.
Nurnasari, E dan Djumali. 2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Lima
Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam Naftalen Asetat (NAA). Agrovigor Volume 5 No. 1
Maret 2012.
Riyadi, I. 2014. Media Tumbuh : Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan-bahan Lain. Materi
disampaikan pada Pelatihan Kultur Jaringan Tanaman Perkebunan. BPBPI Bogor 19 – 23 Mei
2014.

Anda mungkin juga menyukai