Anda di halaman 1dari 3

MAKNA LAA ILAAHA ILLALLAH

oleh mahad · ٢٤ ١٤٢٧ ‫شعبان‬

‫ الَ إِلهَ إالَّ هللا‬merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita
jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun
menuntut adanya sebuah konsekwensi yang amat besar. Oleh karena itu, Allah gelari kalimat ini
dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana
dalam firman-Nya:
‫ام ل َها َوهللاُ َس ِم ْي ٌع‬ َ ‫ص‬ َ ‫سكَ بِ ْالعُ ْر َوةِ اْلُ ْوثَقى َالاْن ِف‬
َ ‫ت َويُؤْ ِم ْن بِاهللِ فَقَ ِد ا ْست َ ْم‬ َّ ‫الدي ِْن قَدْ تَبَيَّنَ الُّر ْشد ُ ِمنَ اْلغَي ِ فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر بِال‬
ُ ‫طا‬
ِ ‫غ ْو‬ ِ ‫الَ إِ ْك َراهَ فِي‬
‫َع ِل ْي ٌم‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang
diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 256)
Memahami makna ‫ الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah atas setiap muslim,
sebagaimana dalam firman-Nya :
‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬
“Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan ( yang haq) melainkan
Allah.” (QS. Muhammad : 19)
Al Imam Al Biqo’i berkata: “Sesungguhnya ilmu tentang (‫ )الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬ini merupakan ilmu yang
paling agung yang dapat menyelamatkan dari kengerian di hari kiamat (Fathul Majid hal. 54)
.
‫ الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬bila ditinjau secara harfiah bermakna :
-َ‫( ال‬Laa) : Tidak ada, atau tiada
-‫( إله‬Ilaaha): Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:” ُ‫ اَإللَه‬adalah Dzat yang diibadahi lagi
ditaati. Al Imam Ibnul Qoyyim berkata : ُ‫ اَإللَه‬adalah Dzat yang hati ini rela untuk beribadah
kepada-Nya dengan penuh kecintaan, pemujaan, kepasrahan, pemuliaan, pengagungan,
pengabdian, perendahan diri, ketakutan dan harapan serta penyerahan diri. (lihat Taisirul ‘Azizil
Hamid hal.75)
َّ‫إال‬- (Illa) : Kecuali, atau melainkan
‫هللا‬- (Allah) : Ibnu Abbas berkata: Allah, Dialah yang mempunyai hak penyembahan dan ibadah
atas seluruh makhluk-Nya. (Fathul Majid hal. 19).
Adapun bila ditinjau dari rangkaian kata secara utuh, maka maknanya adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Al Ushul Ats Tsalatsah
yaitu :
‫ق ِإالَّ هللا‬ ٍّ ‫“ الَ َم ْعب ُْودَ ِب َح‬Tiada sesembahan (Tuhan) yang berhak diibadahi melainkan Allah semata. َ‫الَ ِإله‬
sebagai nafyu (peniadaan) atas segala apa yang diibadahi selain Allah, ‫ إِالَّهللا‬sebagai itsbat
(penetapan) bahwa seluruh ibadah hanyalah milik Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal
ibadah ini sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan.”
Dari penjelasan Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas ada suatu permasalahan yang
menarik untuk dibahas, yaitu : yang berkaitan dengan makna ُ‫ الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬itu sendiri, dimana
muncul suatu tanda tanya :
– Mengapa dimaknakan seperti itu ?! Dan mengapa tidak dimaknakan dengan ‫الَ إِلَهَ َم ْو ُج ْود ٌ إِالَّ هللا‬
“Tiada Tuhan melainkan Allah?” atau ‫“الَ خَالِقَ ِإالَّ هللا‬Tiada Pencipta melainkan Allah?”
– Mengapa ada tambahan ‫ق‬ ٍّ ‫ “ ِبح‬yang berhak”, apakah ada dasarnya ?
Adapun tanda tanya pertama, mengapa tidak dimaknakan dengan ‫“ الَ إِلهَ َم ْو ُج ْود ٌ إِالَّ هللا‬Tiada tuhan
melainkan Allah” ? maka jawabnya adalah, karena tidak sesuai dengan realita yang ada, yaitu
adanya Tuhan-Tuhan di dalam semesta ini yang diibadahi selain Allah, seperti pohon, batu,
manusia dan lain sebagainya. Allah berfirman :
‫ي ْال َكبِي ُْر‬
ُّ ‫اط ُل َوأ َ َّن هللاَ ه َُو ْالعَ ِل‬
ِ َ‫ذَلِكَ بِأ َ َّن هللاَ ه َُو ْال َح ُّق َوأ َ َّن ما يَدْع ُْونَ ِمن د ُْونِ ِه ْالب‬
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq (Tuhan yang sebenarnya, yang
wajib diibadahi, yang berkuasa dan sebagainya), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
(ibadahi) selain Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Besar” (Q.S. Luqman:30).
Bahkan Allah sendiri yang mengistilahkan sesembahan-sesembahan selain-Nya itu dengan
istilah ‫”أ َ ِل َهة‬Tuhan-Tuhan” sebagaimana dalam Q.S Huud: 101, Q.S Shaad: 5 dan sebagainya.
Tidak pula dimaknakan dengan ‫“ الَ خَالِقَ إالَّ هللا‬tiada pencipta melainkan Allah”, karena ‫ إله‬dalam
kalimat ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬ini bermakna ٌ‫ َمأْلُ ْوه‬yang artinya ٌ ‫” َم ْعب ُْود‬yang diibadahi” sebagaimana yang telah
lalu dari penjelasan para ulama. Bahkan Allah ? telah menyebutkannya dalam banyak ayat,
seperti firman-Nya :
َ‫أَالَّ تَ ْعبُد ُْوا إِالَّ هللا‬
“Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah.” (Q.S. Huud:2) ‫ط َرنِي‬ َ َ‫ِإنَّنِي بَ َرا ٌء ِم َّما ت َ ْعبُد ُْونَ ِإالَّ الَّذِي ف‬
“Sesungguhnya aku (Ibrohim) berlepas diri dari apa yang kalian ibadahi kecuali Dzat yang telah
menciptakanku (Allah).” (Q.S. Az Zukhruf : 26-27) ‫ش ْيئًا‬ َ ‫“ أَالَّ نَ ْعبُدَ ِإالَّ هللاَ والَ نُ ْش ِركَ بِ ِه‬Agar kita tidak
beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun “.(Q.S.
Ali Imron : 64)
Yang semua ini merupakan tafsiran dari kalimat ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬dan terkhusus lafadz ‫ إله‬yang darinya
diketahui bahwa ia bermakna : ٌ ‫“ َم ْعب ُْود‬yang diibadahi” bukan “yang ada” atau pun “Pencipta”.
Kemudian, bila kita tinjau keadaan orang-orang musyrik Quraisy yang saat itu enggan bahkan
menentang untuk mengucapkan ‫الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬niscaya kita mendapati bahwa mereka telah berikrar
bahwa Allahlah yang menciptakan mereka. Allah berfirman :
ُ‫سأ َ ْلتَ ُه ْم َم ْن َخلَقَ ُه ْم لَيُقُ ْولُ َّن هللا‬
َ ‫َولَئِ ْن‬
“Dan sesungguhnya jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka?
niscaya mereka menjawab : “Allah.” (Q.S. Az Zukhruf : 87)
Kalau seandainya yang dimaukan dari kalimat ُ‫الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬tersebut suatu ikrar bahwa Allah adalah
pencipta, maka tentunya tidak akan ada permusuhan antara mereka dengan Rosululloh, dan tidak
akan pula mereka dinyatakan sebagai orang-orang musyrik.
Namun disaat kalimat tauhid ini berkonsekuensi untuk meninggalkan segala bentuk peribadatan
kepada selain Allah, dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang diibadahi, maka
terjadilah apa yang terjadi antara Rosululloh dengan kaum Quraisy, bahkan antara para Rosul
dengan kaum mereka. Allah berfirman :
‫“ ِإنَّ ُه ْم كَانُوا ِإذَا قِيْل لَ ُهم الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا يَ ْستَ ْك ِب ُر ْونَ َو َيقُ ْولُ ْونَ أَئِنَّا لَت َِار ُكواْ َءا ِل َهتِنا ِلشَا ِع ٍّر َمجْ نُ ْو ٍّن‬Sesungguhnya mereka
dahulu apabila dikatakan (kepada mereka) : ‫(الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬tiada Tuhan yang berhak diibadahi
melainkan Allah) mereka menyombongkan diri dan mereka berkata :”ِِApakah sesungguhnya
kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (Q.S.
Ash Shooffaat : 35-36)
Dia juga berfirman (tentang ucapan orang-orang kafir) :
ٌ‫ع َجاب‬ ُ ‫ئ‬ٌ ْ ‫شـ‬َ َ‫احدًا إِ َّن َهذَا ل‬ ِ ‫أ َ َجعَ َل اْأل َ ِل َهةَ إِلَ ًها َو‬
“Mengapa ia (Rosul) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Q.S. Shaad :5)
Dari sini jelaslah bahwa makna ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬adalah ‫ق ِإالَّ هللا‬ ٍّ ‫ الَ َم ْعب ُْودَ ِب َح‬, tidak selainnya. Adapun
tambahan ‫ق‬ ٍّ ‫ بِ َح‬atau ‫ َحق‬, maka berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Luqman :
30 (yang telah lalu) dan juga firman-Nya dalam Q.S. Al Hajj : 6 dan Q.S Al Hajj : 62,
‫“ … ذَلِكَ بِأ َ َّن هللاَ ه َُو ْال َح ُّق‬Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq (Tuhan
yang sebenarnya, Yang wajib diibadahi, Yang berkuasa dan sebagainya)…”
Demikianlah penjelasan dari kami seputar makna ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬, semoga penjelasan yang relatif
singkat ini dapat membantu kita semua di dalam memahami kalimat ‫ الَ إِلهَ إِالَّ هللا‬sesuai dengan apa
yang di maukan oleh Allah dan Rosul-nya.

Tanya – Jawab

Tanya : Mengenai dua rukun ‫( الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬An nafyu dan Al Itsbat) apakah harus selalu beriringan
ataukah bisa dipisahkan ?
Jawab : Dua rukun ini harus selalu beriringan dan tidak bisa dipisahkan, karena demikianlah
yang disebutkan oleh Allah dalam ayat-ayat-Nya, dan juga Rosululloh dalam hadits-hadistnya
tatkala menjelaskan tentang konsekuensi yang terkandung dalam kalimat ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬.
Adapun firman-firman Allah itu adalah, beberapa ayat yang telah lalu (Q.S Huud: 2, Q.s Az
Zukhruf: 26-27, Ali Imron: 64) dan juga firman-Nya:
ُ ‫س ْلنَا ِم ْن قَ ْب ِلك ِم ْن َر‬
‫س ْو ٍّل ِإالَّ نُ ْو ِحي ِإلَ ْي ِه أَنَّه الَ ِإلهَ ِإالَّ أَنَا فَا ْعبُد ُْو ِن‬ َ ‫َو َما أَ ْر‬
“Dan tidaklah Kami utus seorang rosul pun sebelummu kecuali Kami wahyukan
kepadanya:”Bahwasanya tiada Tuhan yang berhak di ibadahi kecuali Aku, maka beribadahlah
kalian semua kepada-Ku”.(Q.S Al Anbiyaa’: 25)
َ‫غوت‬ ُ ‫طا‬ َّ ‫س ْوالً أَ ِن ا ْعبُد ُوا هللاَ َو اجْ تَنِب ُْوا ال‬ ُ ‫َو لَقَدْ بَ َعثْنَا في ُك ِل أ ُ َّم ٍّة َر‬
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan)
:”Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan jauhilah thaghut itu. (Q.S An Nahl: 36)
Rosulullah ? Bersabda:
‫(ر َواه أَحْ َمد‬ َ ‫سابُهُ َعلَى هللاِ َع َّز َو َج َّل‬ َ ‫) َم ْن َو َّحدَ هللاَ َو َكفَ َر ِب َما يُ ْعبَد ُ ِم ْن د ُْو ِن هللاِ َح ُر َم َمالُهُ َو دَ ُمهُ َو ِح‬
“Barangsiapa mentauhidkan (beribadah hanya kepada) Allah dan mengingkari segala apa yang
diibadahi selain Allah, akan terjaga harta dan darahnya, dan perhitungannya atas Allah “Azza wa
Jalla”.(H.R Ahmad)
Bahkan Allah menegaskan bahwasanya seseorang tidak akan menjadi baik lagi istiqomah di atas
tauhid dan agamanya, kecuali setelah ada padanya dua rukun tersebut.Allah berfirman :
‫ام لها‬
َ ‫ص‬َ ‫سكَ بِ ْالعُ ْر َوةِ ْال ُوثْقَى الَا ْن ِف‬
َ ‫ت َويُؤْ ِم ْن بِاهللِ فَقَ ِد اسْـت َ ْم‬ َّ ‫فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر بِال‬
ُ ‫طا‬
ِ ‫غو‬
“Karena itulah barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (Q.S. Al-
Baqarah: 256)

Al Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Barang siapa berlepas diri dari sekutu-sekutu, berhala-berhala,
dan segala seruan setan untuk beribadah kepada selain Allah, dan mentauhidkan Allah, beribadah
hanya kepada-Nya, bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi melainkan Dia, maka
telah tetap dan istiqomah agamanya di atas jalan yang baik lagi lurus”(tafsir Ibnu Katsir Juz I,
hal. 294)

Al-Imam Ibnul Qoyyim berkata: :”An Nafyu (peniadaan) saja tidak tergolong tauhid, demikian
pula Al Itsbat (penetapan) saja tanpa An Nafyu, dan tidaklah disebut tauhid kecuali di saat
mencakup An Nafyu dan Al Itsbat, inilah hakikat tauhid”. (Fathul Majid, hal. 29)
Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh berkata: ” Maka ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬menunjukkan
adanya keharusan untuk meniadakan peribadatan kepada selain Allah siapun dia, dan
menetapkan bahwasanya hak peribadatan itu hanyalah milik Allah semata. Inilah sesungguhnya
hakikat tauhid yang di dakwahkan oleh para Rosul dan yang di jelaskan dalam Al Qur’an dari
awal hingga akhir”.(Fathul Majid, hal. 54)
Berdasarkan keterangan diatas maka jelaslah bagi kita semua bahwa dua rukun ‫ الَإله إالَّ هللا‬, an
nafyu dan al itsbat tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan.

Wallahu ‘A’lam Bish Showaab

Sumber : http://mahad-assalafy.com/makna-laa-ilaaha-illallah/

Anda mungkin juga menyukai