Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization, Hepatitis A adalah penyakit hati
yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Penyebaran virus ini terjadi melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses orang yang terinfeksi
(WHO, 2012). Penyakit ini dapat menyebabkan gejala seperti mual, muntah,
lemas, hilang napsu makan, kulit dan sklera mata berubah menjadi kuning,
demam, dan gejala lainnya (Sjaifoellah Noer, 2007). Proses penyembuhan
penyakit ini membutuhkan waktu sekitar beberapa minggu hingga beberapa
bulan. Hal ini dapat menimbulkan dampak sosioekonomi dalam masyarakat
(WHO, 2012).
Hepatitis A Virus (HAV) menyebabkan 13,7 juta penyakit dan 28.000
kematian. Secara global didapatkan sekitar 1,4 juta kasus baru infeksi virus
hepatitis A pertahun (WHO, 2012).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention, Hepatitis A
merupakan yang umum terjadi di seluruh dunia dimana infeksi virus hepatitis
A lebih sering mengenai anak-anak (CDC, 2011).
Didaerah dengan 4 musim, infeksi virus hepatitis A terjadi secara
epidemik musiman yang puncaknya terjadi pada akhir musim semi dan awal
musim dingin. Didaerah tropis, puncak insidensi pernah dilaporkan
cenderung terjadi selama musim hujan dan pola epidemik siklik berulang
setiap 5-10 tahun sekali yang mirip dengan penyakit virus lainnya (Sjaifoellah
Noer, 2007).
Di Michigan korban yang terkena HAV dari tahun 2016 hingga
Februari 2018 sebanyak 751 kasus dengan 25 kematian dan 609 rawat inap
yang terkait dengan tersebut. Di Hawai dilaporkan 292 kasus HAV yang
dikonfirmasi dengan 74 pasien yang memerlukan rawat inap. Wabah ini
terkait dengan kerang mentah yang disajikan di restoran sushi. (Departemen
Kesehatan Pelayanan Michigan, 2017)

1
2

Di Amerika Serikat, program pengenalan vaksin hepatitis A pada


anak-anak penurunan insidensi infeksi hepatitis A lebih dari 70% dan dapat
mengurangi penularan ke orang dewasa (Dienstag, 2008). Pada tahun 2007,
didapatkan faktor resiko terbanyak disebabkan karena bepergian ke daerah
endemis (CDC, 2011).
Lebih dari 75% anak dari benua Asia, afrika, dan India telah memiliki
antibodi HAV pada usia 5 tahun (Andri Sanityoso, 2007). Pada tahun 1988,
infeksi virus hepatitis A pernah menjadi wabah epidemis di Shanghai yang
mengenai sekitar 300.000 orang (WHO, 2012).
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis
A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang di
rawat yaitu berkisar 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang
berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan
kondisi kesehatan dibawah standar. Sebagian besar infeksi HAV yang didapat
pada awal kehidupan, kebanyakan asimptomatik atau sekurangnya anikterik
(Andri Sanityoso, 2007). Pada Tahun 2011-2012, dilaporkan terjadi kejadian
luar biasa hepatitis A di beberapa daerah seperti Bandung, Bogor, Lampung
Timur, Depok, dan Tasikmalaya. Kejadian ini sering mengenai anak sekolah
dan mahasiswa (Depkes, 2012).
Pada tahun 2014, dilaporkan kejadian luar biasa Hepatitis A di
Bengkulu (Kec. Teluk Sagara) jumlah kasus 19, di Sumatera Barat
(Kabupaten Sijunjung Kec. Kamang, Kabupaten Pesisir Selatan Kec. Balai
Selasa) jumlah kasus 159, di Kalimantan Timur (Kabupaten Paser Kec. Batu)
jumlah kasus 252. Total KLB 4 kejadian pada 3 Propinsi, 4 Kabupaten,
dengan jumlah kasus 460 orang, dengan tidak ada kematian, CFR 0
(Kemenkes RI 2014).
Kantor Kesehatan Pelabuhan mempunyai peranan, salah satunya
adalah membantu dinas kesehatan setempat dalam menangani masalah
pengendalian penyakit yang ada termasuk pencegahan penyakit Hepatitis A.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk
membuat laporan tentang pemetaan penyakit Hepatitis A.
3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Telaah dan Pemetaan Hepatitis A.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui Definisi dari Hepatitis A
2. Untuk mengetahui Etiologi dari Hepatitis A
3. Untuk mengetahui Epidemiologi dari Hepatitis A
4. Untuk mengetahui Patogenesis dari Hepatitis A
5. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala dari Hepatitis A
6. Untuk mengetahui Diagnosis dari Hepatitis A
7. Untuk mengetahui Penatalaksanan dari Hepatitis A
8. Untuk mengetahui Pencegahan dari Hepatitis A

1.3 Manfaat Penulisan


1. Bagi Penulis agar dapat mempelajari tentang Hepatitis A sehingga
menambah pengetahuan dan wawasan.
2. Bagi petugas KKP kelas I Medan dapat menambah informasi dan
gambaran pemetaan Hepatitis A.
3. Bagi Masyarakat dapat menambah pengetahuan dan wawasan terutama
pada pencegahan terhadap penularan virus Hepatitis A.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hepatitis A


Hepatitis A adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
hepatitis A yang disebarkan oleh kotoran/tinja penderita, biasanya melalui
makanan (Ryan KJ, 2004).

2.2 Etiologi
Virus hepatitis A (HAV) merupakan virus RNA dengan besar 27 nm,
yang resisten terhadap panas, asam, dan ether. Virus tersebut merupakan virus
dengan genus Hepatovirus dari family picornavirus. Virionnya mengandung
empat kapsid polipeptida, yaitu VP1 (30 kDa), VP2 (22 kDa), VP3 (2,5 kDa),
dan VP4 (2,2 kDa), yang berasal dari produk poliprotein potongan
posttranslasional genome 7500 nukleotida (Longo et al, 2012). VP4 terletak
di dalam kapsid virus dan protein yang lain terpapar sebagian dari luar pada
permukaan kapsid. Protein virus yang lain, 2A, merupakan protein non-
struktural yang masih berhubungan dengan VP1 ketika pembentukan
pentamer. Protein 2A selanjutnya dipotong dari VP1 oleh protease hospes.
Pemotongan tersebut berfungsi untuk memproduksi virus yang infeksius,
tetapi tidak berperan pada proses replikasi virus (Seeger, et al., 2009; WHO,
2011).

Gambar 2.1 Virus hepatitis A dilihat dalam mikroskop elektron (Longo et al, 2012)
5

HAV tahan terhadap pH rendah dan panas (60 º C selama 60 menit)


serta suhu beku. Stabilitas pada lingkungan asam diperlukan virus untuk
dapat mencapai intestinal, di mana virus dapat bereplikasi sebelum
menginfeksi liver. Virus dapat bertahan dalam feses dan tanah dalam waktu
yang lama (Seeger, et al., 2009; WHO, 2011). Inaktivasi virus dapat
dilakukan dengan pemanasan dalam air mendidih selama 1 menit atau pada
suhu 81 ºC selama 10 menit, kontak dengan formaldehid, klorin, atau radiasi
ultraviolet (Longo et al, 2012).

2.3 Epidemiologi
Agen ini ditularkan secara fecal-oral. Penyebaran HAV dari manusia
ke manusia ditingkatkan oleh kebersihan diri yang buruk dan kepadatan
penduduk. Wabah besar serta kasus sporadik disebabkan oleh makanan dan
minuman yang tercemar. Pada negara maju, insiden hepatitis A telah menurun
yang disebabkan karena peningkatan kebersihan sanitasi (Longo et al, 2012).
Prevalensi keseluruhan telah diklasifikasikan, tinggi (>50% dari
populasi), menengah (15-50%), dan rendahnya tingkat endemisitas (<15%),
berdasarkan deteksi anti-HAV imunoglobulin G (IgG) antibodi dalam
populasi. Endemisitas tinggi infeksi HAV ditemukan di negara-negara dengan
kondisi sanitasi dan sosial ekonomi yang buruk, di mana infeksi biasanya
terjadi sebelum usia lima tahun. Endemisitas menengah HAV biasanya
ditemukan di negara-negara dalam masa transisi dari status sosial ekonomi
rendah terhadap hunian yang meningkat dan kondisi higienis, terutama di
segmen penduduk kelas menengah. Di negara-negara tersebut, populasi anak
dapat lolos infeksi HAV pada anak usia dini. Akibatnya, anak-anak dan
dewasa muda menjadi rentan terhadap infeksi HAV. Infeksi HAV pada
populasi ini dikaitkan dengan manifestasi klinis yang parah dibandingkan
dengan presentasi subklinis pada bayi. Di negara-negara dengan endemisitas
HAV rendah, risiko tertular infeksi HAV rendah, atau sangat rendah (WHO,
2011).
Sementara menurut US. Food Drug Administration (2005),
penyebaran HAV dari orang ke orang dapat meningkat karena masalah
personal hygiene yang buruk, kepadatan penduduk, serta pada kasus serangan
sporadik pada makanan yang terkontaminasi secara besar, air minum, susu
dan ikan laut. Penyebaran pada keluarga dan teman dekat juga sering terjadi.
Observasi epidemiologi diperkirakan bahwa predileksi hepatitis A terjadi
pada akhir musim gugur dan awal musim dingin sedangkan pada daerah yang
beriklim sedang, gelombang epidemik hepatitis A terjadi setiap 5 sampai 20
tahun pada populasi baru yang tidak di imunisasi.
Menurut Depkes RI (2000), hepatitis A sangat umum menyerang
anak-anak sekolah dan dewasa muda. Pada tahun-tahun belakangan ini, KLB
yang sangat luas penularannya umumnya terjadi di masyarakat, namum KLB
karena pola penularan ”Common source” berkaitan dengan makanan yang
terkontaminasi oleh penjamah makanan dan produk makanan yang
terkontaminasi tetap saja terjadi. KLB pernah dilaporkan terjadi diantara
orang-orang yang bekerja dengan primata yang hidup liar.

2.4 Faktor Resiko Terinfeksi HAV


Beberapa kelompok manusia memiliki kecenderungan risiko tinggi
terhadap infeksi HAV, kelompok tesebut antara lain:
 Orang yang tinggal serumah/memiliki kontak seksual dengan orang yang
terinfeksi HAV

 Tenaga medis dan paramedik di rumah sakit

 Orang yang bepergian jauh, antarnegara, dan pergi ke Negara dengan


daerah endemik hepatitis

 Orang yang hidup di daerah endemis hepatitis A

 Anak usia pra sekolah, orang tua, dan saudaranya yang mendatangi pusat
penitipan anak

 Sukarelawan yang tinggal di camp-camp pengungsian

6
7

 Pria Homoseksual

 Pemakai narkoba yang berganti-ganti jarum suntik

 Koki/penyaji makanan

Pada 50% kasus, tidak bisa ditemukan faktor risiko pada penderita
hepatitis A. Ketika menemukan orang dengan kondisi seperti diatas, maka
perlu dipertimbangkan untuk pemberian imunisasi sebelum terjangkit
hepatitis A (WHO,2000).

2.5 Patogenesis
2.5.1. Transmisi HAV
HAV umumnya ditularkan melalui rute fecal-oral baik dari kontak
orang-ke-orang atau menelan makanan atau air yang terkontaminasi.
Hepatitis A adalah infeksi enterik yang disebarkan oleh ekskresi yang
terkontaminasi. Konsentrasi virus akan meningkat dalam kotoran pasien
selama 3 - 10 hari sebelum onset penyakit sampai 1 – 2 minggu setelah
ikterus. Oleh karena itu, tingginya prevalensi infeksi pada suatu daerah
dengan standard sanitasi yang rendah dapat menyebabkan mudahnya
transmisi HAV. HAV stabil pada suhu tertentu dan pH rendah, sehingga HAV
dapat bertahan di lingkungan, ditransmisikan melalui makanan yang
terkontaminasi, dan melewati barrier asam lambung (WHO, 2000; Martin dan
Lemon, 2006). Ekskresi feses HAV berlangsung lama pada anak-anak dan
orang dengan immunocompromised (sampai dengan 4 - 5 bulan setelah
infeksi) dibandingkan pada orang dewasa yang sehat (WHO, 2000).
8

Gambar 2.2 Transmisi fecal – oral HAV

Transmisi melalui transfusi darah jarang terjadi. Donor harus dalam


fase prodromal viremia pada saat donor darah. Oleh karena itu, stok darah
saat ini tidak diskrining infeksi HAV aktif. Viremia yang bertahan selama
beberapa minggu menunjukkan adanya kemungkinan transmisi melalui jarum
suntik, terutama kalangan pengguna narkoba suntikan, meskipun konsentrasi
HAV dalam darah bervariasi dan lebih rendah dibandingkan konsentrasi
dalam feses (WHO, 2000).
HAV tidak menular dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang baru
lahir. Anti-HAV IgG antibodi yang terbentuk saat tahap awal infeksi HAV
melewati plasenta dan memberikan perlindungan kepada bayi setelah
dilahirkan. Transmisi oleh paparan urin, sekresi nasofaring atau droplet dari
orang yang terinfeksi tidak dapat terjadi (WHO, 2000).

2.5.2 Masa Inkubasi


Masa Inkubasi penyakit hepatitis A adalah 15-45 hari, rata-rata 30 hari.
9

2.5.3 Infeksi Gastrointestinal


Virus HAV dapat menyebabkan perubahan jaringan epitel
gastrointestinal. Terjadi replikasi virus pada sel epitel kripta intestinal. Hal ini
telah dibuktikan secara in vitro dengan menggunakan kultur sel epital usus
(Caco-2) yang diperoleh dari sel kanker kolon. Sel tersebut terinfeksi dari
arah permukaan apikal lumen. Virus yang terbentuk juga disekresikan keluar
sel melalui permukaan apikal dengan mekanisme transport vesikel seluler
(Schiff, et al., 2006).
Masih belum jelas bagaimana virus hepatitis A dapat mencapai liver
melalui jalur oral. Kemungkinan virus menginfeksi sel dari traktus
gastrointestinal dan menyebar ke liver. Reseptor permukaan sel HuHAVcr-1
diketahui dapat memfasilitasi ikatan pasif dan transport virus ke liver.
Ekspresi antigen virus juga terdeteksi pada sel kripta dan sel lamina propria
usus halus pada model hewan coba. Hal ini menunjukkan bahwa virus dapat
menyebar melalui tempat primer infeksi ke liver.

2.5.4 Replikasi Intrahepatik dan Shedding Fecal Virus Hepatitis A


Infeksi biasanya terjadi melalui konsumsi makanan atau cairan yang
terkontaminasi HAV yang selanjutnya dapat menembus mukosa usus dan
HAV dapat mulai bereplikasi dalam sel epitel kripta di usus. Selanjutnya,
virus dapat mencapai hati melalui darah portal. HAV memiliki tropisme
khusus untuk sel-sel hati, tetapi non-sitopatik. HAV masuk ke hepatosit
dimediasi kemungkinan besar melalui musin-like glycoprotein reseptor.
Hipotesis lain menunjukkan bahwa HAV memasuki sel hati sebagai kompleks
virus-IgA melalui asialoglycoprotein receptor. Virus bereplikasi di hati dan
kemudian masuk ke dalam empedu dan kotoran dan sedikit ke dalam aliran
darah, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 berikut (WHO, 2011).
Replikasi terbatas pada hati, tetapi virus terdapat dalam hati, empedu,
tinja, dan darah selama masa inkubasi akhir dan fase preikterik akut. Ketika
ikterus terlihat, perkembangan virus di feses, viremia, dan infektivitasnya
10

akan berkurang meskipun virusnya tetap berada dalam hepar (Longo et al,
2012).

Gambar 2.3 Siklus HAV intraseluler (Martin dan Lemon, 2006)

Seperti yang terlihat pada gambar 3, HAV berikatan dengan molekul


reseptor, HuHAVcr-1, pada permukaan sel. Mekanisme masuknya virus
dimungkinkan secara endositosis, tetapi masih belum jelas (gambar 3a).
Selanjutnya, terjadi penetrasi dan pelepasan kapsid virus. Setelah masuk sel
hepatosit, RNA strand positif HAV terlepas dari kapsulnya (gambar 3b).
HAV-RNA ini kemudian diterjemahkan ke dalam protein utama dari 2.225
asam amino. Vpg terpotong dari RNA dan translasi poliprotein virus terjadi.
Translasi dimediasi oleh IRES-dependent dan 5’-cap-independent, sehingga
ribosom akan melewati ujung 5’ RNA. Internal ribosome entry site bagian 5’-
nontranslated segmen pada genom HAV memediasi translasi cap-
independent poliprotein virus (gambar 3c). Poliprotein virus yang terbentuk
selanjutnya mengalami proses co- dan post-translasional proteolitik.
Poliprotein dipotong oleh cysteine protease 3C virus/3Cpro (kecuali pada
ikatan VP1-2A yang dipotong oleh protease hospes) (gambar 3d). Protein
nonstruktural virus yang terbentuk bergabung menuju membrane-bound RNA
replicase, berikatan dengan ujung 3’ RNA dan mengawali sinthesis genom
virus strand negative (gambar 3e). Strand negatif tersebut selanjutnya
digunakan sebagai cetakan pada sinthesis RNA strand positif baru (gambar
11

3f). Sebagian dari RNA strand positif yang baru disinthesis juga berguna
untuk sinthesis RNA atau proses translasi (gambar 3g). RNA strand positif
lain diselubungi oleh partikel virus baru/protein struktural yang sudah
terbentuk, diikuti dengan pemotongan VP1-2A oleh protease seluler (gambar
3h). Partikel HAV yang sudah berikatan disekresikan oleh sel melewati
membran apical hepatosit ke dalam kanalikuli biliaris, sehingga akan
melewati duktus biliaris dan intestinal (gambar 3i) (Martin dan Lemon, 2006;
WHO, 2011).

2.5.5 Mekanisme Kerusakan Hepar


Inkubasi HAV selama 2 – 4 minggu atau lebih lama dapat
memberikan kesempatan pada virus untuk menyebar keseluruh populasi
hepatosit. Walaupun virus sudah menyebar ke sebagian besar sel liver, tetapi
pembersihan infeksi virus dilakukan tanpa menghancurkan sebagian besar sel
liver. Pemeriksaan sampel liver ketika masa inkubasi dan fase klinis
selanjutnya membuktikan memang terjadi kerusakan sel hepatosit yang
signifikan ketika terjadi pembersihan virus. Kematian sel dimungkinkan
bukan satu – satunya mekanisme eliminasi virus, kecuali pada kasus langka
seperti hepatitis fulminan. Mekanisme pembersihan HAV non-sitolitik mulai
diamati pada studi in vivo. Pada 20% pasien, dapat terjadi relaps setelah
resolusi fase simptomatik infeksi. Meskipun demikian, lamanya infeksi secara
umum tidak lebih dari 6 bulan.
Kerusakan hepar terjadi secara tiba – tiba dan ditandai oleh
peningkatan alanine aminotransferase (ALT), peningkatan kadar serum
bilirubin, γ-glutamyl transpeptidase, dan hepatic alkaline phosphatase.
Peningkatan ALT lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan aspartate
aminotransferase (AST) (Schiff, et al., 2006).
Mekanisme kerusakan hepar masih kurang dipahami, tetapi diketahui
salah satunya adalah sel yang terinfeksi HAV beberapa mengalami apoptosis.
Secara in vivo, kerusakan hepar disebabkan oleh respon imunopatologis
terhadap antigen yang diekspresikan oleh sel hepatosit yang terinfeksi. NK
12

cell dan sel T sitotoksik yang spesifik berada dalam hepar ketika periode akut
hepatitis A. Eradikasi virus selain diperankan oleh kedua sel tersebut juga
dibantu oleh sintesis interferon. Sel T CD8 sitotoksik yang spesifik terhadap
HAV dapat menyekresikan interferon γ yang memiliki aktivitas antivirus dan
rekrutmen sel inflamasi tambahan yang nonspesifik ke tempat replikasi virus
(Schiff, et al., 2006).
Sebuah penelitian yang menggunakan mikroskop immunofluorescens
membuktikan adanya inducible nitric oxide synthase (iNOS) dalam
sitoplasma sel kupffer dan makrofag ketika infeksi HAV akut. Penemuan ini
membuktikan bahwa nitric oxide dapat berkontribusi terhadap kerusakan liver
(Schiff, et al., 2006). Eliminasi virus dimediasi oleh kombinasi dari sel T
sitotoksik, aktivitas antivirus langsung dari sitokin seperti interferon, dan
produksi antibodi untuk netralisasi virus. Komplemen C3c juga bisa menurun
saat fase akut hepatitis (Schiff, et al., 2006).
Sitopatologi yang disebabkan oleh virus bukan merupakan penyebab
perubahan patologis yang terjadi pada infeksi HAV, seperti kebanyakan
penyakit hati disebabkan terutama dari mekanisme kekebalan tubuh. Antigen-
spesifik T-limfosit menyebabkan kerusakan pada hepatosit. Peningkatan
kadar interferon telah terdeteksi dalam serum pasien terinfeksi HAV dan
mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah virus yang terlihat pada
pasien pada onset penyakit klinis dangan gejala yang timbul (WHO, 2000).
Kerusakan yang terjadi di hepar karena proses penyakit hepatitis A
akut dapat diamati pada gambar 4 di bawah. Inflamasi terjadi pada sistem
porta dan periporta dengan adanya infiltrasi limfosit (daerah kiri atas gambar
4) dan terjadi lobular disarray (daerah kanan bawah gambar 4). Didapatkan
juga adanya degenerasi ballooning hepatoselular yang prominen (cytoplasmic
vacuolization) (Martin dan Lemon, 2006).
13

Gambar 2.4 Potongan hepar dari pasien dengan hepatitis A akut dengan
pengecatan Hematoxylin-eosin (Martin dan Lemon, 2006)

Nekrosis hati yang konfluen dapat menyebabkan hepatitis fulminan


dan kematian pada 30 -60% kasus. Kematian dapat terjadi ketika nekrosis
terjadi 65 - 80% dari fraksi hepatosit total. Pada pasien yang bertahan dari
gagal hati akut fulminan, terjadi sequele baik fungsional maupun patologis
selain nekrosis hari itu sendiri.Selama tahap pemulihan, terjadi regenerasi sel
dan jaringan hati yang rusak dapat dikembalikan dalam waktu 8 sampai 12
minggu (WHO, 2000).

2.6 Manifestasi Klinis


Secara umum, perjalanan klinis hepatitis A akan memiliki 4 tahap,
antaralain (Nusi et al, 2007):
 Masa prodromal/preikterik: 3-10 hari, rasa lesu/lemah, panas, mual
muntah, anoreksia, dan nyeri di perut kanan bawah

 Masa Ikterik: didahului dengan warna urin yang kecoklatan, sklera kuning,
kemudian diikuti oleh kuning di seluruh tubuh, puncak ikterus dalam 1-2
minggu, hepatomegali ringan disertai nyeri tekan pada abdomen bagian
kanan atas

 Masa Penyembuhan: Ikterus mulai berkurang dan bisa hilang dalam 2-6
minggu, demikian pula anoreksia, lemah badan, dan hepatomegali.
14

Hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis A memiliki periode


inkubasi antara 15-45 hari, rata-rata 4 minggu dengan gejala yang bervariasi,
mulai dari rasa mmual, muntah, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala,
faringitis,batuk, yang bisa menetap hingga 1-2 minggu. Pada hepatitis A,
terjadi demam dengan suhu antara 38° dan 39°C. Urine berwarna kecoklatan
dan feses berwarna pucat bisa muncul pada pasien hari pertama hingga ke
lima dari onset jaundice/ikterik .kondisi Jaundice biasanya diikuti oleh
penurunan berat badan (2,5-5kg) dan bisa berlanjut semakin turun, namun
tidak semua pasien dengan infeksi hepatitis A menunjukan kondisi jaundice.
Pembesaran liver ditunkukan dengan adanya nyeri pada perut bagian kanan
atas dan rasa tidak nyaman di daerah tersebut.
Ikterus akan terjadi apabila terjadi kerusakan hepatoseluler dan
penurunan masa liver yang fungsional, sehingga terjadi kegagalan dari
ekskresi bilirubin.Jaundice didahului dengan warna air kencing yang
berwarna kecoklatan/gelap atau ditemukan feses warna pucat selama
beberapa hari (Nusi,et al 2007).
Pasien dengan infeksi hepatitis A karang bisa ditemukan gambaran
cholestatis, yang menunjukan adanya obstruksi bilier ekstrahepatik.
Splenomegali dan servical adenopathy kadang juga muncul pada 10-20%
pasien dengan infeksi hepatitis fase akut. Selama fase penyembuhan, gejala-
gejala diatas akan hilang namun biasanya masih ditemukan pembesaran liver,
kondisi penyembuhan bisa bervariasi antara 2-12 minggu dan biasanya lebih
panjang fasenya pada infeksi hepatitis B dan C. Untuk bisa sembuh secara
klinis dan normal secara biokimiawi, memerlukan waktu 1-2 bulan.

2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis seseorang dengan infeksi hepatitis A, Maka perlu
kita temukan gejala-gejala seperti diuraikan diatas dan diikuti oleh
pemeriksaan laboratorium: urine bilirubin and urobilinogen, total dan direct
serum bilirubin, ALT and/or AST, alkaline phosphatase, prothrombin time,
15

total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM Anti HAV, dan darah lengkap
(WHO, 2000).

Pemeriksaan Laboratorium
a. AST/ALT
Serum aminotransferases aspartate aminotransferase (AST) dan ALT
(sebelumnya dikenal sebagai SGOT and SGPT) menunjukan peningkatan
yang beragam selama fase prodromal dari masa akut infeksi virus hepatitis,
dan cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan bilirubin. Level
peningkatan enzim tidak selalu berhubungan dengan derajat kerusakan sel
liver.
Diagnosis hepatitis tanpa jaundice bisa ditegakan berdasarkan gejala
klinis dan peningkatan serum aminotransferase (Longo et al, 2012).

b. Bilirubin
Jaundice biasanya Nampak pada sclera atau kulit apabila serum
bilirubin >43 μmol/L (2.5 mg/dL), dan biasanya puncaknya pada 85–340
μmol/L (5–20 mg/dL).Bilirubin serum bisa meningkat lebih lanjut walaupun
sudah ada penurunan serum aminotransferase(Longo et al, 2012).

c. Limfosit
Pada kondisi infeksi hepatitis bisa terjadi Neutropenia dan lymphopenia
sementara dan diikuti oleh limfositosis yang relative.Limfositosis biasanya
meningkat antara 2-20% pada fase akut.Pengukuran Protrombin time (PT)
sangat penting pada pasien dengan infeksi hepatitis, karena menjadi refleksi
derajat kerusakan hepar, nekrosis hepatoselular dan mengindikasikan
prognosis yang buruk.Pemanjangan PT bisa saja terjadi walaupun hanya ada
sedikit peningkatan serum bilirubin dan aminotransferase(Longo et al, 2012).
16

d. Glukosa Darah
Mual dan muntah yang berkepanjangan, intake karbohidrat yang tidak
adekuat, serta cadangan glikogen hepar yang turun bisa menyebabkan kondisi
hipoglikemia pada pasien dengan inveksi virus hepatitis yang parah.Namun
tidak semua kondisi hipoglikemi adalah penyakit hepatitis(Longo et al,
2012).

e. IgG/IgM anti-HAV
Peningkatan γ globulin umumnya ditemukan pada fase akut infeksi
virus hepatitis,disertai peningkatan IgM dan IgG serum, namun peningktaan
IgM lebih merepresentasikan keberadaan infeksi akut pada hepatitis A(Longo
et al, 2012).

2.8 Diagnosa Banding


A. Malaria
Pada malaria keluhan utama yaitu : demam disertai menggigil dan
berkeringat. Nyeri kepala, nyeri retroorbital, dan muntah muntah dapat terjadi,
ikterus juga sering terdapat pada pasien dengan malaria berat.

B. Leptospirosis
Gejala pada leptospirosis timbul mendadak ditandai dengan viral like
illness, yaitu demam disertai dengan menggigil, nyeri kepala dan mialgia,
ruam kulit, jaundice, mual, muntah dan pasien tampak lemah. Dapat dijumpai
hepatomegali, fotofobia dan kaku kuduk.

C. Yellow Fever
Gejala pada yellow fever mulai dari demam, nyeri otot, mual dan
muntah bewarna hitam, dan dapat berlanjut ke fase beracun/toksik yang terjadi
setelah itu, ditandai dengan kerusakan hati dengan jaundis/ikterik atau kulit
menjadi berwarna kuning, gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian perubahan warna pada kulit dan selaput lendir yang
17

menjadi kuning, sedangkan pada bagian konjungtiva mata berwarna merah.


Pada penderita demam kuning juga dapat terjadi perdarahan antara lain
melalui mulut, hidung, gusi, maupun BAB (melena).

D. Hepatitis Virus Lainnya

2.9 Penatalaksanaan
Tirah baring pada saat gejala muncul adalah tindakan pertama yang
dilakukan, kemudian mobilisasi secara bertahap dilakukan apabila gejala
sudah mulai berkurang.Pada penderita anak-anak atau orang yang tua
seringkali harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan monitoring yang
ketat terhadap nutrisi dan cairan sehingga tidak sampai terjadi perburukan
dari penyakit (Nusi et al, 2007).
Antivirus tidak memberikan hasil baik terhadap hepatitis A, tidak
seperti antibiotik terhadap bakteri, oleh karena itu tindakan pencegahan
adalah yang terbaik dilakukan karena tidak ada pengobatan yang spesifik
untuk hepatitis. Terapi utama adalah terapi suportif dan menjaga
keseimbangan gizi tinggi kalori, tinggi protein (protein 1 g/kg, 30-35 kal/kg),
walaupun sulit memberikan asupan nutrisi pada pasien yang anoreksia dan
sering mual dan muntah. Untuk mengatasi mual dan muntah, bisa diberikan
obat-obatan prokinetik (metoklopramid, domperidon, cisapride). Apabila
asupan oral tidak mampu, maka bisa dipertimbangkan memberikan asupan
nutrisi parenteral. Pada pasien dengan hepatitis yang disertai dengan
kolestasis yang berat, perlu diberikan suplementasi vitamin K (Nusi et al,
2007).
Rujukan ke pusat kesehatan yang dapat melakukan transplantasi hati
dapat dilakukan pada kondisi fulminan hepatitis, meskipun sebenarnya sulit
mengidentifikasi pasien yang perlu mendapat transplantasi hati. (WHO,
2000).
18

2.10 Pencegahan
Penyebaran virus hepatitis A melalui rute fecal-oral, karenanya
kebersihan diri, kualitas sumber air yang baik dan kebiasaan membuang
limbah pada tempatnya dapat menurunkan prevalensi infeksi virus hepatitis
A. Dalam rumah tangga, higienitas dan sanitasi yang baik, termasuk selalu
mencuci tangan setelah buang air atau sebelum menyiapkan makanan adalah
penting untuk menurunkan resiko transmisi virus dari individual yang
terinfeksi sebelum dan sesudah klinis penyakitnya muncul. Perlindungan
sebelum paparan adalah dengan melakukan vaksinasi hepatitis A dan
pemberian IgG juga dianjurkan. Imunisasi seharusnya di prioritaskan
terhadap orang dengan resiko tinggi terserang hepatitis A. Bagi orang yang
telah terserang hepatitis A dan belum pernah imunisasi, dapat diberikan IG
yang dapat memodifikasi gejala dari infeksi. Imunisasi scara universal sukses
mengontrol hepatitis A, walaupun dengan biaya tinggi dan keterbatasan
ketersediaan vaksin. (WHO, 2000)
Untuk memberikan kekebalan terhadap hepatitis A, bisa diberikan
melalui imunisasi aktif maupun pasif:
a. Imunisasi Aktif
Vaksin hepatitis A yang di lisensi oleh Amerika adalah Vaqta dan
Havrix yang mengandung virus inaktif yang menggunakan keseluruhan
struktur virus yang ditumbuhkan dalam sel diploid fibroblas manusia. Ada
pula kombinasi virus hepatitis A dengan hepatitis B yaitu Twinrix. Virus
dimurnikan dan di inaktifkan dengan formalin dan diabsorbsi aluminium
hidroksida. Havrix dan twinrix ditambahkan 2-fenoksietanol sebagai
pengawet, dan Vaqta tanpa pengawet. Semua preparat vaksin hepatitis A
digunakan secara intramuscular injeksi. Selama 1 bulan setelah menerima
dosis awal vaksin hepatitis A, 97% anak dan remaja, 95% dewasa terbentuk
antibodi protektif, dengan pemberian dosis kedua 100% individu terlindungi
dari infeksi. (WHO,2000)
19

Tabel 2.2 Rekomendasi Jadwal Dan Dosis Pemberian Vaksin Hepatitis A

Vaksin hepatitis A memberikan proteksi sebelum paparan virus


hepatitis A, direkomendasikan terhadap orang yang beresiko tinggi terinfeksi
dan orang yang menginginkan imunitas terhadap virus hepatitis A. Vaksin HA
inaktif aman, imunogenik, dan memberikan perlindungan jangka lama
terhadap infeksi HAV (20 tahun). Vaksin ini bisa diberikan bersamaan dengan
beberapa vaksin lain (DPT, tifoid oral, kolera, Japanese encephalitis, rabies,
yellow fever, dan Hepatitis B) tanpa mempengaruhi serokonversinya.
Hepatitis A adalah infeksi yang paling dapat dicegah dengan imunisasi pada
traveler (WHO, 2000).

b. Profilaksis Pasif dengan Immunoglobulin


Sejak akhir tahun 1940an pemberian human immune serum globulin
(Ig) dianggap cara yang efisien untuk profilaksis pre dan posteexposure
terhadap infeksi HAV. Ig dimasukkan dengan injeksi intramuscular. Efikasi
perlindungan Ig terhadap infeksi HAV telah diteliti dengan baik. Durasi
perlindungan terbatas 12-2 minggu setelah pemberian 0,02-0,06 ml/kgBB.
Profilaksis preesxposure dicapai dalam beberapa jam injeksi dan efektif 80-
90% ketika diberikan secepat mungkin setelah paparan, tidak lebih dari 14
hari (WHO, 2011).
Pemberian Ig dikatakan sangat aman, namun kontraindikasi bagi
pasien dengan defisiensi IgA yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.
20

Namun, pemberian profilaksis singkat Ig untuk pre- dan postexposure secara


global telah menurun dengan beberapa alasan: 1) sediaan Ig nonspesifik
meningkatkan kegagalan mencapai jumlah anti-HAV (IgG), 2) harga sediaan
Ig HAV yang tinggi, 3) durasi perlindungan Ig terhadap HAV hanya beberapa
bulan dibandingkan dengan vaksin, 4) vaksin HAV telah menunjukkan
perlindungan yang cepat terhadap HAV (WHO, 2011).
Ig masih digunakan untuk profilaksis postexposure. Jika diberikan
dalam 2 minggu setelah paparan akan mencegah perkembangan dan
menurunkan keparahan penyakit (WHO, 2000).
Ig aman untuk orang dewasa, anak-anak, wanita hamil dan menyusui
serta orang dengan immunosupresi, namun hanya memberikan durasi
perlindungan terbatas setelah dosis tunggal Ig 100 IU (6 bulan). Oleh karena
itu, Ig harus diberikan secara teratur untuk memelihara efektivitasnya dan
untuk perlindungan lanjut (WHO, 2000).
Selain itu, Ig dapat mempengaruhi sistem imun vaksin live-attenuated
measles, mumps, rubella (MMR) dan varicella.Pemberian MMR harus
ditunda sedikitnya 3 bulan dan 5 bulan untuk varicella setelah pemberian
Ig.Ig tidak boleh diberikan dalam 2 minggu setelah pemberian vaksin live-
attenuated (WHO, 2000).
Orang yang menginginkan imunitas tetapi alergi dengan bahan dari
vaksin dapat menerima IG.Penggunaannya harus diulang jika menginginkan
waktu proteksi lebih dari 5 bulan.Seseorang yang sudah terkena virus hepatits
Adan belum pernah di vaksinasi sebelumnya harus diberi IG (0,02ml/kg)
dalam waktu 2 minggu sesudah paparan.Seseorang yang terpapar virus
hepatitis A dan sudah menerima vaksin hepatitis A 2 minggu sebelum papran,
tidak perlu mendapat IG.
21

Tabel 2.3 Rekomendasi Dosis Ig untuk Virus Hepatitis A

 Dosis diberikan secara injeksi IM pada otot deltoid dan glutea. Pada anak
<2 tahun, injeksi diberikan pada anterolateral paha.
 Diulang tiap 5 bulan jika terpapar HAV

Strategi terbaik dalam vaksinasi untuk suatu wilayah bergantung pada


epidemiologi infeksi virus hepatitis A, grup beresiko yang terlibat, durasi
proteksi, kemungkinan perlindungan paska paparan, dan biaya untuk
intervensi. Grup yang beresiko tinggi terhadap infeksi virus hepatitis A dilihat
dari kebiasaan higienitas, gaya hidup dan pekerjaan dapat menjadi target
program vaksin. Pada kebanyakan negara berkembang, hepatitis A tidak
secara nyata menjadi prioritas masalah kesehatan umum, karena sejak kecil
sudah banyak yang terinfeksi dan asimptomatik sehingga sudah terbentuk
sistem kekbalan, negara-negara demikian tidak memerlukan program
universal untuk vaksin hepatitis A.

2.11 Prognosis
Secara umum, pasien yang awalnya sehat, kemudian menderita
hepatitis A akan sembuh sempurna tanpa ada gejala sisa. Semakin tua usia
pasien dan disertai dengan penyakit lainnya cenderungakanan mengalami
masa infeksi yang lebih lama dan cenderung menderita hepatitis yang parah.
Adanya asites, edema perifer, dan gejala hepatic ensefalopati menunjukan
prognosis yang buruk. Ditambah lagi dengan adanya pemanjangan PT,
albumin serum yang rendah, hipoglikemia, dan serum bilirubin yang tinggi
22

menunjukan adanya penyakit hepatoselular, dan membutuhkan penanganan


yang intensif di rumah sakit(Longo et al, 2012).

2.12 Komplikasi
Sebagian kecil pasien dengan infeksi hepatitis A mengalami relaps
beberapa minggu sampai baberapa bulan setelah pulih dari infeksi akut.
Relaps ditandai dengan munculnya gejala awal dari infeksi hepatitis A dan
peningkatan dari aminotransferase, jaundice, dan ekskresi fecal dari HAV.
Walaupun gejala nampaknya berat, tapi infeksi virus hepatitis A adalah self
limiting disease yang bisa sembuh sendiri, tergantung dari daya tahan tubuh
masing-masing (Longo et al, 2012).
23

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Distribusi Pemetaan Hepatitis A

Peta dunia adalah salah satu cara paling efektf untuk menyampaikan pesan
kesehatan masyarakat seperti merekomendasikan vaksinasi, namun membuat peta
yang berguna dan valid memerlukan pertimbangan matang.
Perubahan epidemiologi Virus Hepatitis A (HAV) di banyak wilayah dunia
meningkatkan kebutuhan akan peta distribusi penyakit hepatitis A. Hepatitis A
pada anak-anak biasanya besifat asimptomatik, sehingga daerah yang
berpenghasilan rendah memiliki tingkat kejadian yang tinggi pada penyakit ini. Di
daerah dengan pendapatan yang lebih tinggi, orang dewasa tetap rentan terhadap
virus tersebut, dan jika terinfeksi sering kali mengalami penyakit yang lebih
parah.
Penyakit ini biasanya terjadi di Negara-negara sumber daya dengan akses
terbatas terhadap sumber air utama dan sanitasi yang buruk. Kejadian luar biasa
Hepatitis A paling sering terjadi di Negara Asia, Afrika, dan Amerika.

Gambar 3.1 Distribusi Geografi Penyakit Hepatitis A di Seluruh Dunia


(WHO, 2012)
Tabel 3.1 Kasus Hepatitis A di Michigan dari 1 Agustus 2016 – 14 Februari
2018

Confirmed Cases Referred August 1, 2016-February 14, 2018


Meeting the MI Hepatitis A Outbreak Case Definition
24

County (or city) Total Cases County (or city) Total Cases
Macomb 210 Clinton 3
City of Detroit 161 Mecosta 2
Wayne 131 Saginaw 2
Oakland 99 Allegan 1
St. Clair 31 Clare 1
Washtenaw 15 Gratiot 1
Ingham 14 Hillsdale 1
Monroe 14 Huron 1
Genesee 11 Ionia 1
Isabella 8 Kent 1
Calhoun 6 Leelanau 1
Lapeer 6 Lenawee 1
Livingston 6 Newaygo 1
Sanilac 6 Schoolcraft 1
Shiawassee 5 Van Buren 1
Eaton 4 Other* 1
Grand Traverse 4
*Jackson Michigan Department of Corrections
Indicates counties with outbreak-associated cases that are not included in the
outbreak jurisdiction

Berdasarkan tabel di atas pada periode dari tanggal 1 Agustus 2016- 14


Februari 2018 kasus hepatitis A terbanyak terdapat pada kota Macomb yaitu
sebanyak 210 kasus.

Tabel 3.2 Kasus Hepatitis A dan Kematian dari tanggal 1 Agustus 2016 - 14
Februari 2018
Kasus Rawat Inap Kematian
751 609 25 (3,3)
25

Berdasarkan tabel di atas jumlah total kasus hepatitis A di Michigan


sampai dengan 14 Februari 2018 adalah sebanyak 751 kasus, dengan kematin
25 kasus, CFR 3,3%.
Sumber infeksi ini berasal dari penyebaran langsung orang ke orang
dan penggunaan narkoba suntikan dan non-injeksi dan tunawisma (CDC,
2018).

Gambar 3.1 Peta Hepatitis A Di San Diego Tahun 2018

Tabel 3.3 Kasus Hepatitis A dan Kematian di San Diego September 2017 -
Februari 2018
Kasus Kematian Rawat inap
580 20 (3,4) 398
26

Berdasarkan tabel di atas jumlah total kasus hepatitis A di San Diego


Februari 2018 adalah sebanyak 580 kasus, dengan kematian 20 kasus, CFR
3,4%.
Wabah ini menyebar dari orang ke orang dan melalui kontak dengan
lingkungan yang terkontaminasi feses. Mayoritas orang yang terjangkit
hepatitis A selama wabah ini adalah tunawisma dan / atau pengguna narkoba
(CDC, 2018).

Tabel 3.4 Kasus Hepatitis A di Utah dari 08 Mei 2017 – 01 Februari 2018
County (or city) Total Cases
Salt Lake County 121
Utah County 39
Bear River 5
Southwest Utah 3
Davis County 1
Central Utah 2
Tooele 2
Weber-Morgan 2
Wasatch 1

Dari tabel diatas, jumlah kasus hepatitis A dari bulan Mei 2017 –
Februari 2018 di Utah paling banyak terdapat pada Salt Lake County dengan
121 kasus.

Tabel 3.5 Kasus Hepatitis A dan Kematian di Utah 8 Mei 2017 – 01 Februari
2018
Kasus Kematian Rawat inap
176 0 86
27

Berdasarkan tabel di atas jumlah total kasus hepatitis A di Utah dari


tanggal 8 Mei 2017 hingga 01 Februari 2018 adalah sebanyak 176 kasus,
dengan tidak ada kematian dan CFR 0%.
Wabah ini diakibatkan oleh infeksi yang ditularkan dari pekerja
restoran di Salt Lake County yang pernah kontak dengan penderita hepatitis A
(CDC, 2018).

Tabel 3.6 KLB Hepatitis A tahun 2013 di Indonesia (Kemenkes RI 2014)

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa total KLB Hepatitis A pada


tahun 2013 di 6 provinsi dan 11 kabupaten/kota sejumlah 488 kasus, tidak ada
kematian dan CFR 0.

Tabel 3.7 KLB Hepatitis A tahun 2014 di Indonesia (Kemenkes RI 2014)


28

Tabel di atas menunjukkan bahwa total KLB Hepatitis A di 3


provinsi dan 4 kabupaten kota pada tahun 2014 sejumlah 460 kasus, tidak ada
kematian dan CFR 0.
29

Gambar 3.2 Peta kasus Hepatitis A di Kabupaten Jember tahun 2013

Peta di atas menggambarkan bahwa kasus Hepatitis A banyak terjadi


di kecamatan tertentu. Wilayah kasus Hepatitis A tertinggi adalah Kecamatan
Sumbersari (37 kasus) kemudian Kecamatan Patrang (35 kasus).
Kasus hepatitis A di Jember ini disebabkan banyaknya warga yang
memiliki kebiasaan BAB bukan di jamban yang sehat dan rendahnya akses
untuk mendapatkan air bersih (Pertiwi, 2013).
30

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Di Michigan kasus hepatitis A terbanyak terdapat pada kota Macomb yaitu
sebanyak 210 kasus dengan total kasus sampai dengan 14 Februari 2018
adalah sebanyak 751 kasus, dengan kematin 25 kasus, CFR 3,3%.
Indonesia pada tahun 2014 Hepatitis A paling banyak di Kaltim sebanyak
282 kasus.
2. Hepatitis A adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
hepatitis A yang disebarkan oleh kotoran/tinja penderita, biasanya melalui
makanan (fecal - oral), bukan melalui aktivitas seksual atau melalui darah.
3. Etiologi dari Hepatitis A adalah virus hepatitis A yang berasal dari genus
Hepatovirus dan dari family picornavirus. Secara global didapatkan sekitar
1,4 juta kasus baru infeksi virus hepatitis A pertahun (WHO, 2012). Di
Indonesia pada terutama di Kalimantan Timur (Kabupaten Paser Kec.
Batu) jumlah kasus 252. (Kemenkes RI, 2014).
4. Hepatitis A ditularkan melalui rute fecal-oral baik dari kontak orang ke
orang atau menelan makanan dan air yang terkontaminasi. Kemudian virus
masuk ke sistim gastrointestinal dan menyebabkan jaringan epitel. Virus
beriplikasi dan menyebar ke liver, kemudian masuk ke dalam empedu dan
kotoran serta sedikit ke aliran darah.
5. Secara umum, perjalanan klinis hepatitis A akan memiliki 4 tahap, antara
lain Masa Inkubasi: 15-45 hari. Masa prodromal: lesu/lemah, panas, mual
muntah, anoreksia, dan nyeri di perut kanan bawah. Masa Ikterik: warna
urin yang kecoklatan, sklera kuning, kemudian diikuti oleh kuning di
seluruh tubuh, hepatomegali, disertai nyeri tekan pada abdomen bagian
kanan atas. Masa Penyembuhan: Ikterus mulai berkurang dan bisa hilang
dalam 2-6 minggu, demikian pula anoreksia, lemah badan, dan
hepatomegali.
6. Untuk mendiagnosis seseorang dengan infeksi hepatitis A, maka perlu kita
temukan gejala-gejala seperti diuraikan diatas dan diikuti oleh
31

pemeriksaan laboratorium: urine bilirubin and urobilinogen, total dan


direct serum bilirubin, ALT and/or AST, alkaline phosphatase, prothrombin
time, total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM Anti HAV, dan darah
lengkap .
7. Terapi utama adalah terapi suportif dan menjaga keseimbangan gizi tinggi
kalori, tinggi protein dan obat simptomatik.
8. Penyebaran virus hepatitis A dapat dicegah dengan meningkatkan
kebersihan diri, kualitas sumber air yang baik dan kebiasaan membuang
limbah pada tempatnya. Serta dapat diberika imunisasi aktif maupun pasif.

4.2 Saran
4.2.1 Untuk KKP
1. Agar KKP lebih mensosialisasikan tentang hepatitis A dan
menginformasikan kepada orang yang hendak melakukan perjalanan
ke daerah endemis Hepatitis A.

4.2.2 Untuk Dinas Kesehatan


1. Agar Dinas Kesehatan meningkatkan program yang berkaitan dengan
sanitasi lingkungan dan menjalin kerjasama dengan KKP dalam
pencegahan penyakit termasuk hepatitis A.

4.2.2 Untuk Masyarakat


1. Bagi masyarakat yang ingin melakukan perjalanan wisata ke Negara
yang pernah terlapor kasus Hepatitis A sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter.
2. Selalu menjaga kebersihan diri seperti mencuci tangan dengan sabun
sebelum dan sesudah makan dan setelah melakukan kegiatan di luar.

Anda mungkin juga menyukai