Anda di halaman 1dari 4

2.

3 Pengelolaan Kelas Dalam Konteks Psikologi Kelas

Pengelolaan kelas menyangkut 3 aspek, yaitu pengelolaan tingkah laku siswa, pengelolaan
sosio-emosional siswa, dan pengelolaan lingkungan belajar. Pengelolaan tingkah laku siswa
dan lingkungan sosio-emosional siswa yaitu tentang bagaimana meningkatkan motivasi belajar
siswa dan membimbing kerja kelompok sedangkan pengelolaan lingkungan belajar yaitu
menyangkut pengaturan ruangan kelas.

2.3.1 Pendekatan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification).


Pengelolaan kelas menurut pendekatan ini mendasarkan pada asumsi bahwa: (1) semua
tingkah laku anak, yang baik atau yang kurang baik, merupakan hasil proses belajar, dan (2)
terdapat proses psikologis yang fundamental untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang
dimaksud. Adapun proses psikologis yang dimaksudkan itu adalah: (1) penguatan positif atau
positive reinforcement, (2) hukuman, (3) penghapusan, dan (4) penguatan negatif atau negative
reinforcement. Menurut pendekatan ini, untuk membina suatu tingkah laku anak yang
dikehendaki maka guru dituntut untuk memberi penguatan positif atau memberi dorongan
positif sebagai ganjaran dan guru dituntut pula untuk memberi penguatan negatif yakni
menghilangkan hukuman atau stimulus negatif. Selanjutnya untuk mengurangi tingkah laku
yang tidak dikehendaki, guru dituntut untuk menggunakan hukuman atau pemberian stimulus
negatif, dan melakukan penghapusan atau pembatalan pemberiaan ganjaran.

2.3.2 Pendekatan Penciptaan Iklim Sosio-Emosional (Socio-Emotional Climate).


Pengelolaan kelas menurut pendekatan ini mendasarkan pada asumsi bahwa: (1) proses
pengajaran yang efektif mensyaratkan iklim sosio-emosional yang baik atau adanya jalinan
hubungan inter-personal yang baik di antara pihak yang terlibat dengan proses pengajaran itu,
dan (2) guru merupakan key-person dalam pembentukan iklim sosio-emosional yang
dimaksudkan. Banyak saran yang dapat dipelajari guna membantu guru menciptakan iklim
soio-emosional yang kondusif bagi efektivitas pengajaran. Namun demikian beberapa hal yang
dianggap penting adalah sikap dan kebiasaan guru untuk tampil jujur, tulus dan terbuka;
bersemangat, dinamis dan enerjik. Hal lainnya adalah kesadaran diri; menerima dan mengerti
siapa anak didiknya dengan penuh rasa simpati. Selain itu yang tidak kurang pentingnya adalah
keterampilan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mengambil keputusan dengan cepat
dan akurat, kemampuan mengembangkan prosedur pemecahan masalah, kemampuan
mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan mengembangkan iklim dan
suasana belajar yang demokratis.
2.3.3 Pendekatan Proses Kelompok (Group Processes).
Pendekatan ini bertolak dari psikologi social dan dinamika, kelompok dengan asumsi
bahwa kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien berlangsung dalam konteks
kelompokn, yaitu kelompok kelas (J. J. Hasibuan. 1994). Jadi peran guru dalam rangka
mengelola adalah menciptaka kelompok kelas yang mempunyai ikatan kuat serta dapat bekerja
secara efektif dan efisien. Ada beberapa unsur yang diperlukan guna mengikat kerumunan
siswa menjadi satu kelompok yang mempunyai ikatan yang kuat, yakni tujuan kelompok (guru
mengarahkan siswa pada tujua kelas yaitu tujuan pengajaran), aturan (membuat aturan bersama
antara guru dengan siswa), pemimpin (guru dengan sendirinya menjadi pemimpin, siswa juga
bisa menjadi pemimpin yang mengarahkan kelompok pada tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan).
Pengelolaan kelas menurut pendekatan ini mendasarkan pada asumsi: (1) pengalaman
belajar (bersekolah) berlangsung dalam konteks atau kelompok sosial, dan (2) tugas guru yang
pokok adalah membina dan kelompok yang produktif dan kohesif. Di antara banyaknya saran
yang patut diperhatikan dalam pendekatan ini, Schmuck yang dikutip Entang, Joni dan Prayitno
(1985) berpendapat bahwa unsur-unsur pengelolaan kelas dalam rangka pendekatan proses
kelompok mencakup: (1) harapan yang timbal balik yang realistik dan jelas antara siswa dan
guru, (2) kepemimpinan yang mengarahkan kegiatan kelompok untuk pencapaian tujuan-
tujuan, (3) pola dan ikatan persahabatan terbentuk yang mendukung kelompok semakin
produktif, (4) terdapat pemeliharaan norma kelompok yang semakin produktif, menggantikan
norma yang kurang produktif, (5) terjalin komunikasi yang efektif antar anggota kelompok
yang terlibat, dan (6) terdapat derajat keterikatan yang terhadap kelompok secara keseluruhan
(cohesiveness).

2.3.4 Pendekatan Eklektik.


Pendekatan ini mendasarkan pada pemahaman atas adanya kekuatan dan kelemahan
dari kesemua pendekatan di muka. Pendekatan eklektik lebih menunjukkan suatu penggunaan
kombinasi dari beberapa pendekatan ketimbang menggunakan satu pendekatan secara utuh.
Jadi dalam prakteknya, guru itu menggabungkan semua aspek terbaik dari pendekatan-
pendekatan yang digunakannya yang secara filosofis, teoritis dan psikologis dibenarkan
(Rachman, 1998/1999: 79). Oleh karena itu menurut dia syarat yang perlu dipenuhi guru dalam
menerapkan pendekatan ini, adalah: (1) menguasai pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas,
dan (2) dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan
masalah pengelolaan kelas yang dihadapi.

2.3.5 Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa


Motivasi adalah sesuatu yang dapat mendorong orang untuk sudi menjalankan suatu
pekerjaan. Motivasi belajar merupakan sesuatu yang mendorong siswa untuk sudi melakukan
kegiatan belajar mengajar. Motivasi belajar merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
kelangsungan kegiatan belajar mengajar dan peningkatan prestasi belajar. Louisell dan
Descamps (1992) mengemukakan bahwa “guru mungkin sangat menguasai bahan pelajaran
dan teknik pembelajaran, tetaoi jika mereka tidak tahu bagaimana cara meningkatkan
keterlibatan siswa dalam belajar, maka usaha-usaha mereka akan sia-sia”. Pernyataan tersebut
dapat mengindikasikan bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang sekarang
merupakan suatu pendekatan yang sangat diandalkan, motivasi siswa untuk terlibat dalam
proses pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting.

Motivasi belajar siswa dapat ditandai dengan enam macam tingkah laku.

1. Perhatian. Motivasi belajar siswa tinggi jika mereka memusatkan perhatian lebih besar
kepada kegiatan belajar daripada kegiatan yang bukan belajar
2. Lama belajar. Siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi jika siswa
menghabiskan waktu cukup untuk kegiatan belajar.
3. Usaha. Siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi jika mereka bekerja secara
intensif, mengeluarkan banyak energi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas
belajar.
4. Irama perasaan. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika siswa merasa gembira,
mempunyai keyakinan diri dan tegar pada situasi belajar yang ada.
5. Ekstensi. Siswa mempunyai motivasi belajar tinggi jika mereka menggunakan jam-jam
bebas pelajaran atau istirahat untuk kegiatan belajar.
6. Penampilan. Motivasi belajar ditunjukkan dengan diselesaikannya tugas belajar

Stipek dan Hunter (dalam Louisell dan Descamps, 1992) mengajukan sepuluh cara
yang dapat digunakan meningkatkan motivasi belajar, yaitu : (1) menjadikan tugas menantang,
(2) mengurangi focus belajar pada tes penilaian, (3) memberi bantuan yang tidak berlebihan,
(4) memberikan hadiah, (5) mengubah motivasi ekstrinsik menjadi motivasi intrinsic, (6)
menaruh harapan tinggi pada semua siswa, (7) memberitahukan hasil belajar siswa, (8)
mempromosikan keberhasilan untuk semua anggota kelas, (9) meningkatkan persepsi siswa
sebagai control, dan (10) mengubah struktur tujuan penghargaan kelas.

Di samping keterampilan meningkatkan motivasi belajar yang dapat dikembangkan


dari cara-cara meningkatkan motivasi yang disarankan oleh Stipek dan Hunter ada
keterampilan lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Keterampilan-keterampilan itu antara lain: (a) penguatan verbal, (b) penguatan berupa mimik
dan gerakan tubuh, (c) penguatan dengan cara mendekati, (d) penguatan dengan sentuhan, (e)
penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan (penguatan berupa simbol atau benda)
(Hasibuan, 1988).

Penguatan berupa mimik dan dan gerakan tubuh dapat berupa senyuman, anggukan,
acungan ibu jari, dan tepuk tangan. Penguatan dengan cara mendekati dapat dilaksankan
dengan berjalan mendekati siswa, duduk di samping siswam berjalan disisi siswa. Penguatan
dengan sentuahan dapat berupa tepukan pada pundak, jabatan tangan, dan lain-lain. Ketiga
penguatan tersebut pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu penguatan dalam bentuk
respon positif yang diberikan kepada siswa ketika siswa berhasil menyelesaikan tugasnya
dengan sukses. Penguatan-penguatan tersebut sebaiknya dilakukan dalam suasana keakraban,
kehangatan, dan keantusiasan. Suasana itu dapat menimbulkan kegembiraan pada siswa yang
dapat meningkatkan motivasi belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai