Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bronkopneumonia
1. Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution).

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau


beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk


produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang


paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda
asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan


bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu
atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2. Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

 Faktor Infeksi
- Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
- Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

- Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

- Pada anak besar – dewasa muda :


Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

 Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

- Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

- Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti latoskizis,pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh


untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon
imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi
energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik
yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit ini.

3. Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang


memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan.Pembagian secara anatomis :

- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
- Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik
4. Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain :Inhalasi langsung dari udara Aspirasi dari
bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari
tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya tahan
traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi
yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di
nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret
yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar
limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral
terutama dari Ig A. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi
trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu
pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas


kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48
jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi
oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (
host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. C. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang
terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti. D.

Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi


sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.

5. Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas


bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39-40˚C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping


hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi :
Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor
memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler
mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada


luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai
adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah
gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi
satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup
dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium
resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

6. Pemeriksaan Laboratorium

a. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/


mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat
berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur dahak
dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati.
f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED : meningkat
i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia.
j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin : mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges,
1999)

7. Pemeriksaan penunjang
Berbagai pemeriksaan penunjang pada klien dengan
Broncopneumonia menurut Sowden (2000) adalah:
1. Pemeriksaan Radiologi
Untuk mengetahui penyebab dan mendiagnosa secara tepat.
2. Pemeriksaan RSV (Respiratori Synatial Virus)
3. Gas darah arteri
4. Laboratorium
- Jumlah sel darah putih normal atau meningkat biasanya
leukositosis dapat mencapai 15.000-40.000 / mm3
- Urine biasanya berwarna lebih tua, terdapat albuminoria ringan

8. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan


pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan
sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia,
bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis,
atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah
sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah
leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat
dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
 Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
>60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
 Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan
dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama
virus
3. Deteksi antigen bakteri

9. Diagnosa Banding

 Bronkiolitis
 Aspirasi pneumonia
 Tb paru primer

10. Komplikasi

 Otitis media
 Bronkiektase
 Abses paru
 Empiema
11. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bronchopneumonia menurut Dahlan (2001) antara lain:
a. Terapi oksigen
b. Humidifikasi dengan nebulazer untuk pengenceran dahak yang kental
c. Fisio terapi dada untuk pengeluaran dahak
d. Penaturan cairan
e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan
f. Obat motropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal
prenatal.
g. Ventilasi mekanis, indikasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
1) Hipoksemia
2) Gagal nafas
3) Respiratori arrest
4) Restensi aputum
5) Drainase epidema bila ada
6) Bila terdapat gagal nafas diberikan nutrisi dengan kalori yang
cukup yang didapatkan terutama dari lemak.

2. Perubahan pola nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi (Hidayat,


2006)
Tujuan : perubahan pola nafas kembali normal.
Intervensi :
- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
- Observasi pola batuk dan korakter semret.
- Aukultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas abnormal
- Kaji fekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
- Kolaborasi pemberian O2 tambahan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Carpenito,1999)
Tujuan : hipertermi teratasi
Intervensi :
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor temperatur / suhu tubuh anak
- Kompres hangat jika panas
- Beri obat penurun panas .
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia (Carpenito,1999)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
- Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein
- Timbang berat badan setiap hari.
- Berikan makan dan minum porsi kecil tapi sering.
- Berikan susu formula.
- Kaji tanda-tanda malnutrisi

5. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih


tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-
protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama


diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan
makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
BAB III

DESKRIPSI PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Riki Rahmad
Tanggal lahir : 13 Januari 2016
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
 BB : 9 kg
 TB : 78 cm
Pendidikan : -
Agama : Islam
Ruangan/kelas : Anak/III
Alamat : Gantung ciri

Identitas Orang Tua


 Ayah
Nama : Taufik Lubis
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Gantung ciri
 Ibu
Nama : Dewi
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
2. Asessment
a. Antropometri
BB : 9 kg BB sebelum MRS : 10 kg
TB/PB : 78 cm BBI : 12 kg
IMT : 14,79 kg/m2

Indeks : - BB/U : -2 sd (gizi kurang)


- TB/U : -3 sd (pendek)
- BB/TB : -1 sd (normal)

Penilaian : Status gizi pasien normal. Status gizi berdasarkan BB/U :


gizi kurang, status gizi berdasarkan TB/U : pendek, status gizi berdasarkan
BB/TB : normal

b. Biokimia
- Widal tipe H : 1/80
- Widal tipe O : 1/80

Penilaian : Pasien mengalami infeksi pada paru-paru

c. Fisik-Klinis
- Diare
- BAB bertekstur cair dan berwarna coklat
- Batuk kering
- Flu
- Deman sudah 10 hari
- Suhu 39,5˚C

Penilaian :

d. Dietary History
Kebiasaan makan :
Pasien sering makan sosis, bakso, dan telur gulung setiap hari, makanan
ringan seperti kue layer cake pandan sebanyak 2 kali sehari secara rutin.
Pasien menyukai singkong dan kentang dijadikan sebagai sayur. Pasien
kurang menyukai wortel, labu siam, kacang panjang, tempe, dan tahu.
Pasien menyukai tumis kangkung, bayam dan toge. Hasil recall 24 jam,
asupan : Energi : 5,4% dari kebutuhan
Protein : 8,3% dari kebutuhan
Lemak : 26,5% dari kebutuhan
Karbohidrat : 0,38% dari kebutuhan.

Penilaian :

e. Riwayat Personal
 Riwayat penyakit :
- Penyakit terdahulu : Susp. Thypoid + Bronkopneumonia pada umur
5 bulan
- Penyakit sekarang : Susp. Thypoid + Bronkopneumonia
 Riwayat ekonomi, sosial budaya :
Ayah pasien bekerja sebagai Petani. Ibu bekerja sebagai IRT, namun
disamping itu sambil jualan telur gulung, bakso dan sosis. Pendidikan
terakhir orang tua SMA.

Penilaian :

3. Diagnosis Gizi
a. Domain intake
NI 2.1 Asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan anorexia dan diare
ditandai dengan asupan.
b. Domain Behavior
NB 1.1 Kurang pengetahuan terkait gizi berkaitan dengan pola makan
ditandai dengan pasien suka jajanan diluar
4. Intervensi Gizi
a. Tujuan diet
- Memberikan makanan sesuai kebutuhan dan kondisi penyakit
- Mengupayakan BB hingga mencapai BBI
- Mengedukasikan tentang pola makan yang sehat
b. Prinsip dan syarat diet
- ETPT
- Rendah serat
- Vitamin dan mineral cukup
- Cairan cukup
c. Perhitungan kebutuhan
E = 89 x BB – 80
= 89 x 12 – 80
= 988 kkal = 988 kkal
SDA = 10% x 988 kkal = 98.8 kkal +
1086,8 kkal
= 1100 kkal
P = 15% x 1100 kkal
= 165 kkal : 4
= 41,75 gr
L = 20% x 1100 kkal
= 220 kkal : 9
= 24,4 gr
KH = 65% x 1100 kkal
= 715 kkal : 4
= 178,75 gr

d. Peskripsi Diet
 Diet : TKTP RS
 Bentuk Makanan : Lunak
 Frekuensi : 3 x MP dan 2 x Selingan
 Cara Pemberian : Oral
e. Implementasi
Memberikan makanan sesuai kebutuhan dan mengupayakan BB hingga
mencapai normal
f. Rencana Edukasi
Metode : Konseling
Materi : Pola makan yang sehat
Tujuan : - Agar orang tua pasien memahami tentang pola makan
yang sehat dan baik
Sasaran : Orang tua pasien
Waktu : ± 20 menit
5. Monitoring dan Evaluasi
Asupan makan setiap hari (meningkat)
Gejala klinis setiap hari (normal)
Berat Badan setiap hari (normal)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

MONITORING HARI KE – 1

Waktu Asupan Gejala Klinis Keterangan


Pagi
Siang
Malam

MONITORING HARI KE – 2

Waktu Asupan Gejala Klinis Keterangan


Pagi
Siang
Malam
MONITORING HARI KE – 3

Waktu Asupan Gejala Klinis Keterangan


Pagi
Siang
Malam

Pembahasan :

Anda mungkin juga menyukai