Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan.Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di
masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena
pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan.Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita
atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,
sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita
asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan
adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama
bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi
serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju.Kenaikan prevalensi asma di Asia
seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini
semakin meningkat.Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan
biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
(Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian
diIndonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
di berbagai propinsi di Indonesia.Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan
(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992,
asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia
atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar
13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi
pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma
(gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya
mempunyai gejala klasik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang ada diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi Asma ?
2. Bagaimana etiologi Asma ?
3. Bagaimana patofisiologi Asma ?
4. Bagaimana gejala klinis Asma?
5. Bagaimana diagnosis Asma ?
6. Bagaimana pencegahan Asma ?
7. Asuhan keperawatan asma

C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi Asma
2. Menjelaskan etiologi Asma
3. Menjelaskan patofisiologi Asma
4. Menjelaskan gejala klinis Asma
5. Menjelaskan diagnosis Asma
6. Menjelaskan pencegahan Asma
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena
konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan
ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia,
tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan
orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo
(2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan
atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada
tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga
berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh(Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara
sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea.
Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat
hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner
& Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan
aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
gejala kurang dari seminggu
serangan singkat
gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
gejala lebih dari sekali seminggu
serangan mengganggu aktivitas dan tidur
gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
gejala setiap hari
serangan mengganggu aktivitas dan tidur
gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% – 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
gejala setiap hari
serangan terus menerus
gejala pada malam hari setiap hari
terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,
lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -
kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Triggerdianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu
singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma
jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh
melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan
dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,
logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau
bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast
sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti
histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan
fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang
biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme,
nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi
membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma.Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musimhujan, musim kemarau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA


1. ANATOMI

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan


Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat
bulu-buluyangberguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium,
ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal
dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli).Padabronkiolitidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli).Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel.Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior.Tiap lobus tersusun oleh
lobulus.Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.Di
dalam lobulus, Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum.Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paruparu dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral(selaputdada
pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura
parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal,
kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas.

2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran
zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan
dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius
(jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis
kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian
ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran).
Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah
vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-
paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran
CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya
akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang
berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke
trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan
masuk ke dalam laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk
mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi
(menghembuskan napas).Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara
bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.Bernapas merupakan gerak refleks yang
terjadi pada otot-otot pernapasan.Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas
juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan
kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan
kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara
sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi
ataupernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura
dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar
bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang
lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini
dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya
tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi
mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan
kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja
pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini
berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan
gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi
kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

Gambar 4. Patofisiologi asma

Pathway Asma
PathwayAsma
Pathway Asma

E. MANIFESTASI KLINIS ASMA


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat
merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul
bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan.Biasanya
terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi
bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapaserangan
asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan
untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer
& Bare, 2002).
Asma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi
searah jarum jam
Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA


1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
Peningkatan sekresi pernafasan
Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesoris pernafasan
Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
Papiledema
Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan
memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan
spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat
dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior
rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu
napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan
bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih
dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada
asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
Asma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C. RENCANA KEPERAWATAN ASMA


RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
tachipnea, peningkatan Respiratory status : atau jaw thrust bila perlu
produksi mukus, Ventilation Posisikan pasien untuk memaksimal
kekentalan sekresi dan Respiratory status : Airway ventilasi
bronchospasme. patency Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Aspiration Control, jalan nafas buatan
Dengan kriteria hasil : Pasang mayo bila perlu
Mendemonstrasikan batuk Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif dan suara nafas yang Keluarkan sekret dengan batuk atau suctio
bersih, tidak ada sianosis dan Auskultasi suara nafas, catat adanya su
dyspneu (mampu tambahan
mengeluarkan sputum, Lakukan suction pada mayo
mampu bernafas dengan Berikan bronkodilator bila perlu
mudah, tidak ada pursed Berikan pelembab udara Kassa basah N
lips) Lembab
Menunjukkan jalan nafas Atur intake untuk cairan mengoptimal
yang paten (klien tidak keseimbangan.
merasa tercekik, irama nafas, Monitor respirasi dan status O2
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas

2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC :


gas berhubungan keperawatan selama 3 x 24
dengan perubahan jam, pasien mampu : Airway Managemen
membran kapiler – Respiratory Status : Gas Buka jalan nafas, gunakan teknik chin
alveolar exchange atau jaw thrust bila perlu
Respiratory Status : Posisikan pasien untuk memaksimal
ventilation ventilasi
Vital Sign Status Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Dengan kriteria hasil : jalan nafas buatan
Mendemonstrasikan Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi dan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang adekuat Keluarkan sekret dengan batuk atau suctio
Memelihara kebersihan paru Auskultasi suara nafas, catat adanya su
paru dan bebas dari tanda tambahan
tanda distress pernafasan Lakukan suction pada mayo
Mendemonstrasikan batuk Berika bronkodilator bial perlu
efektif dan suara nafas yang Barikan pelembab udara
bersih, tidak ada sianosis dan Atur intake untuk cairan mengoptimal
dyspneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum, Monitor respirasi dan status O2
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips) Respiratory
Tanda tanda vital dalam
rentang normal Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama
usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetris
penggunaan otot tambahan, retraksi o
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipe
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, bio
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gera
paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penuru
/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction den
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada ja
napas utama
Auskultasi suara paru setelah tindakan un
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
penyempitan bronkus jam, pasien mampu : Airway Managemen
Respiratory status : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Ventilation atau jaw thrust bila perlu
Respiratory status : Airway Posisikan pasien untuk memaksimal
patency ventilasi
Vital sign Status Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Dengan Kriteria Hasil : jalan nafas buatan
Mendemonstrasikan batuk Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas yang Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bersih, tidak ada sianosis dan Keluarkan sekret dengan batuk atau suctio
dyspneu (mampu Auskultasi suara nafas, catat adanya su
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan Lakukan suction pada mayo
mudah, tidak ada pursed Berikan bronkodilator bila perlu
lips) Berikan pelembab udara Kassa basah N
Menunjukkan jalan nafas yang Lembab
paten (klien tidak merasa Atur intake untuk cairan mengoptimal
tercekik, irama nafas, keseimbangan.
frekuensi pernafasan dalam Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal) Terapi Oksigen
Tanda Tanda vital dalam Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
rentang normal (tekanan Pertahankan jalan nafas yang paten
darah, nadi, pernafasan) Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terha
oksigenasi

Vital sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, a
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan n
yang melebar, bradikardi, peningka
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital si

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
proses penyakit. jam, pasien mampu : Pain Management
Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehen
Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, dur
Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Dengan Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverbal d
Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, Gunakan teknik komunikasi terapeutik un
mampu menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyer
mengurangi nyeri, mencari Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
bantuan) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan l
Melaporkan bahwa nyeri tentang ketidakefektifan kontrol nyeri m
berkurang dengan lampau
menggunakan manajemen Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
nyeri menemukan dukungan
Mampu mengenali nyeri Kontrol lingkungan yang dapat mempengar
(skala, intensitas, frekuensi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan tanda nyeri) kebisingan
Menyatakan rasa nyaman Kurangi faktor presipitasi nyeri
setelah nyeri berkurang Pilih dan lakukan penanganan ny
Tanda vital dalam rentang (farmakologi, non farmakologi dan in
normal personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentu
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada kelu
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajem
nyeri

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, do
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombin
dari analgesik ketika pemberian lebih d
satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pember
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM un
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesu
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama s
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan ge
(efek samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
bernafas dan rasa takut jam, pasien mampu : Gunakan pendekatan yang menenangkan
sufokasi. Anxiety control Nyatakan dengan jelas harapan terhad
Coping pelaku pasien
Impulse control Jelaskan semua prosedur dan apa ya
Dengan Kriteria Hasil : dirasakan selama prosedur
Klien mampu Pahami prespektif pasien terhadap situ
mengidentifikasi dan stres
mengungkapkan gejala Temani pasien untuk memberikan keaman
cemas dan mengurangi takut
Mengidentifikasi, Berikan informasi faktual menge
mengungkapkan dan diagnosis, tindakan prognosis
menunjukkan tehnik untuk Dorong keluarga untuk menemani anak
mengontol cemas Lakukan back / neck rub
Vital sign dalam batas normal Dengarkan dengan penuh perhatian
Postur tubuh, ekspresi wajah, Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat Bantu pasien mengenal situasi ya
aktivitas menunjukkan menimbulkan kecemasan
berkurangnya kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapk
perasaan, ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan tek
relaksasi
Barikan obat untuk mengurangi kecemasa

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 Nutrition Management
kebutuhan tubuh jam, pasien mampu : Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan Nutritional Status : food and Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuk
faktor psikologis dan Fluid Intake jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhk
biologis yang Nutritional Status : nutrient pasien.
mengurangi pemasukan Intake Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
makanan Weight control Anjurkan pasien untuk meningkatkan prot
Dengan Kriteria Hasil : dan vitamin C
Adanya peningkatan berat Berikan substansi gula
badan sesuai dengan tujuan Yakinkan diet yang dimakan mengandu
Berat badan ideal sesuai tinggi serat untuk mencegah konstipasi
dengan tinggi badan Berikan makanan yang terpilih ( sud
Mampu mengidentifikasi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
kebutuhan nutrisi Ajarkan pasien bagaimana membuat cata
Tidk ada tanda tanda makanan harian.
malnutrisi Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalor
Menunjukkan peningkatan Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
fungsi pengecapan dari Kaji kemampuan pasien untuk mendapatk
menelan nutrisi yang dibutuhkan
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bi
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua sela
makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan ti
selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigment
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, d
mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, d
kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekering
jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hiperto
papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus jam, pasien mampu : Berikan penilaian tentang tingkat pengetahu
asma. Kowlwdge : disease process pasien tentang proses penyakit yang spesifi
Kowledge : health Behavior Jelaskan patofisiologi dari penyakit d
Dengan Kriteria Hasil : bagaimana hal ini berhubungan deng
Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tep
menyatakan pemahaman Gambarkan tanda dan gejala yang bi
tentang penyakit, kondisi, muncul pada penyakit, dengan cara yang te
prognosis dan program Gambarkan proses penyakit, dengan cara ya
pengobatan tepat
Pasien dan keluarga mampu Identifikasi kemungkinan penyebab, deng
melaksanakan prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara benar Sediakan informasi pada pasien tenta
Pasien dan keluarga mampu kondisi, dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa Hindari harapan yang kosong
yang dijelaskan perawat/tim Sediakan bagi keluarga atau pasien inform
kesehatan lainnya tentang kemajuan pasien dengan cara ya
tepat
Diskusikan perubahan gaya hidup ya
mungkin diperlukan untuk menceg
komplikasi di masa yang akan datang d
atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi a
mendapatkan second opinion dengan c
yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber a
dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gej
untuk melaporkan pada pemberi perawa
kesehatan, dengan cara yang tepat

8 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan NIC :


aktivitasberhubungan keperawatan selama 3 x 24 Activity Therapy
dengan batuk persisten jam, pasien mampu : Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabili
dan ketidakseimbangan Energy conservation Medik dalammerencanakan progran ter
antara suplai oksigen Activity tolerance yang tepat.
dengan kebutuhan Self Care : ADLs Bantu klien untuk mengidentifikasi aktiv
tubuh. Dengan Kriteria Hasil : yang mampu dilakukan
Berpartisipasi dalam aktivitas Bantu untuk memilih aktivitas konsisten ya
fisik tanpa disertai sesuai dengan kemampuan fisik, psikol
peningkatan tekanan darah, dan social
nadi dan RR Bantu untuk mengidentifikasi d
Mampu melakukan aktivitas mendapatkan sumber yang diperlukan un
sehari hari (ADLs) secara aktivitas yang diinginkan
mandiri Bantu untuk mendapatkan alat bantu
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disuk
Bantu klien untuk membuat jadwal latih
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifik
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang a
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motiv
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritu

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik jam, pasien mampu : Monitor kemempuan klien untuk perawa
Self care : Activity of Daily
diri yang mandiri.
Living (ADLs) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat ba
Dengan Kriteria Hasil : untuk kebersihan diri, berpakaian, berh
Klien terbebas dari bau badan
toileting dan makan.
Menyatakan kenyamanan Sediakan bantuan sampai klien mampu sec
terhadap kemampuan untuk utuh untuk melakukan self-care.
melakukan ADLs Dorong klien untuk melakukan aktiv
Dapat melakukan ADLS sehari-hari yang normal sesuai kemampu
dengan bantuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, t
beri bantuan ketika klien tidak mam
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendoro
kemandirian, untuk memberikan bantu
hanya jika pasien tidak mampu un
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari ses
kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendoro
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan NIC :
faktor resiko prosedur keperawatan selama 3 x 24 Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif jam, pasien mampu : Bersihkan lingkungan setelah dipakai pas
Immune Status lain
Risk control Pertahankan teknik isolasi
Dengan Kriteria Hasil : Batasi pengunjung bila perlu
Klien bebas dari tanda dan Instruksikan pada pengunjung un
gejala infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan sete
Menunjukkan kemampuan berkunjung meninggalkan pasien
untuk mencegah timbulnya Gunakan sabun antimikrobia untuk c
infeksi tangan
Jumlah leukosit dalam batas Cuci tangan setiap sebelum dan sesud
normal tindakan kperawtan
Menunjukkan perilaku hidup Gunakan baju, sarung tangan sebagai a
sehat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik sela
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central d
dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten un
menurunkan infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhad


infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistem
dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penya
menular
Partahankan teknik aseptic pada pasien ya
beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kulit pada area epidem
Inspeksi kulit dan membran muk
terhadap kemerahan, panas, drainase
Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibio
sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda d
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma
Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension
In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Purnomo.2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada
Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai