Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep Dasar Medis

1. Defenisi

Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub

mukosa lambung yang dapat bersifat akut dan kronis.

2. Etiologi

a. Gastritis akut disebabkan oleh asam kuat atau alkalis

b. Gastritis kronik:

1) Tipe A, di hubungkan dengan penyakit auto imun misalnya

anemia pernisiosa

2) Tipe B, di hubungkan dengan Helocobakter pylori, Faktor diet

seperti minum panas, pedas, penggunaan obat, alkohol, merokok,

atau refluks isi usus kelambung.

3. Patofisiologi

Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada

bagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa

mempunyai panjang berkisar antara 10 inchi dan dapat mengembang

untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila


lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti

sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan -

lipatan tersebut secara bertahap membuka.

Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap

melepaskannya ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke

dalam esophagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan

antara esophagus dan lambung (esophageal sphincter) akan membuka dan

membiarkan makanan masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung


cincin in menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang

kuat. Ketika makanan berada di lambung, dinding lambung akan mulai

menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar -

kelenjar yang berada di mukosa pada dinding lambung mulai

mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim - enzim dan asam

lambung) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.

Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam

ini sangat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini.

Dinding lambung dilindungi oleh mukosa - mukosa bicarbonate (sebuah

lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara regular

sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung) sehingga terhindar

dari sifat korosif asam hidroklorida.

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya

bersifat jinak dan swasirna, merupakan respon mukosa lambung terhadap

berbagai iritan local. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan

terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus

yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering di anggap sebagai penyebab


gastritis akut. Organism tersebut melekat pada epitel lambung dan

menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel

yang gundul.obat lain juga terlibat misalnya anti inflamasi nonsteroid,

sulfonamida, steroid, dan digitalis), asam empedu, enzim pancreas, juga

diketahui mengganggu sawar mukosa lambung.

Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan

lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut


bila diminum secara terpisah. Penyakit yang serius ini akan dianggap

sebagai ulkus akibat stress.

4. Manifestasi Klinis

a. Gastritis akut meliputi: ulserasi superficial yang dapat menimbulkan

hemoragi, ketidaknyamanan abdomen ( sakit kepala, malaise, mual

dan anoreksia), muntah, cekukan, beberapa pasien asimtomatik, kolik

dan diare dapat terjadi bila makanan pengiritan tidak di muntahkan

tapi mencapai usus besar. Pasien biasanya sembuh dalam sehari walau

nafsu makan mungkin menurun selama 2-3 hari.

b. Gastritis kronik meliputi: Tipe A biasanya asimtomatik kecuali untuk

gejala defisiensi B12 dan pada gastritis Tipe B pasien mengeluh

anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit dalam

mulut, atau mual dan muntah.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Endoskopi: gastro duodenoskopy akan tampak eritematous atau

eksudatif, mukosa sembab, merah, mudah berdarah

b. Pemeriksaan histologis: dengan melakukan biopsy pada semua


segmen lambung untuk mengetahui adanya kuman helikobakter

pylori

c. Pemeriksaan radiology

d. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya

antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan

bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam

hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena


infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia,

yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

e. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien

terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.

f. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.

pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat

mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan

terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya

pendarahan pada lambung

6. Komplikasi

a. Hemoragi

b. Tukak lambung

c. Obstruksi

d. Ca. Lambung.

7. Penatalaksanaan Medik

a. Hindari makanan yang merangsang

b. Bila gejala menetap, diperlukan cairan IV


c. Bila terdapat perdarahan: kuras lambung dengan air es, endoskopi

skleroterapi, embolisasi arteri gastrika, atau gastrektomi dengan

indikasi absolut

d. Bila disebabkan oleh asam kuat netralkan dengan antasida

e. Bila disebabkan oleh alkali kuat netralkan dengan jus lemon encer

atau cuka yang sudah diencerkan

f. Hindari obat emetic dan lavase karena dapat menimbulkan perforasi

g. Istirahat, reduksi stress


h. Antibiotik mis: tetrasiklin atau amoksilin

i. Garam bismuth (pepto bismol).

8. Pencegahan

Pencegahan gastritis bervariasi bergantung pada penyebab penyakit

yang dicurigai. Bila terdapat lesi ulkus duodenum, dapat diberikan

antibiotic untuk membatasi H.pylori. namun demikian, lesi tidak selalu

muncul dengan gastritis kronik. Alkohol dan obat yang diketahui

mengiritasi lambung harus dihindari.

Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut

beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :

a. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi

terutama makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak.

Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat

bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah

dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan

santai.

b. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan


mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan

peradangan dan pendarahan.

c. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung

lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan

borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung, sehingga

menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama

terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok

tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan


dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk

berhenti merokok.

d. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan

kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi

aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah

makanan dari usus secara lebih cepat.

e. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung

dan stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu

terjadinya permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi

asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena

stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya

adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang

bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi

yang cukup.

f. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari

penggunaan AINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan

terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah


ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang

mengandung acetaminophen.

g. Ikuti rekomendasi dokter.

9. Prognosis

a. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.

b. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis

kronis tipe A.
c. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan

gejala klinis yang berulang

B. Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

1. Pengertian Keperawatan Keluarga

Merupakan bidang kekhususan spesialisasi yang terdiri dari

keterampilan berbagai bidang keparawatan. Praktik keperawatan keluarga

didefinisikan sebagai pemberian perawatan yang menggunakan proses

keperawatan kepada keluarga dan anggota-anggotanya dalam situasi sehat

dan sakit. Penekanan praktik keperawatan keluarga adalah berorientasi

kepada kesehatan, bersifat holistik, sistemik dan interaksional,

menggunakan kekuatan keluarga.

2. Tingkatan Keperawatan Keluarga

Ada empat tingkatan keperawatan keluarga, yaitu:

a. Level 1 : keluarga menjadi latar belakang individu/anggota keluarga

dan fokus pelayanan keperawatan di tingkat ini adalah individu yang

akan dikaji dan diintervensi.

b. Level 2 : keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya,


masalah kesehatan/keperawatan yang sama dari masing-masing

anggota akan diintervensi bersamaan, masing-masing anggota dilihat

sebagai unit yang terpisah.

c. Level 3 : Fokus pengkajian dan intervensi keperawatan adalah sub-

sistem dalam keluarga, anggota-anggota keluarga dipandang sebagai

unit yang berinteraksi, fokus intervensi: hubungan ibu dengan anak;

hubungan perkawinan; dll.


d. Level 4 : seluruh keluarga dipandang sebagai klien dan menjadi

fokus utama dari pengkajian dan perawatan, keluarga menjadi fokus

dan individu sebagai latar belakang, keluarga dipandang sebagai

interaksional system, fokus intervensi: dinamika internal keluarga;

struktur dan fungsi keluarga; hubungan sub-sistem keluarga dengan

lingkungan luar.

3. Proses Keperawatan Keluarga

a. Pengkajian

Proses pengumpulan informasi yang dilakukan terus menerus dan

untuk dapat mengartikan data/informasi yang diperoleh dan

digunakan kemampuan profesional. Sumber-sumber data yang

diperlukan berasal dari: pengkajian keluarga; observasi rumah dan

lingkungannya; pemeriksaan fisik seluruh anggota keluarga; data

sekunder:hasil lab/X-ray. Ada dua tahap dalam pengkajian, yaitu:

1) Pengkajian tahap I

a) Data umum

- Nama kepala keluarga


- Alamat

- Komposisi keluarga (dalam table) lengkapi

dengan genogram

- Tipe keluarga

- Suku

- Agama

- Status sosial ekonomi keluarga

- Aktivitas rekreasi keluarga


b) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

- Tahap perkembangan keluarga saat ini

- Tahap perkembangan keluarga yang belum

terpenuhi

- Riwayat keluarga inti

- Riwayat keluarga sebelumnya (pihak suami dan

istri)

c) Lingkungan

- Karakteristik rumah

- Karakteristik tetangga dan komunitas RW

- Mobilitas geografis keluarga

- Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan

masyarakat

- Sistem pendukung keluarga

d) Struktur keluarga

- Pola komunikasi keluarga

- Struktur kekuatan keluarga


- Struktur peran (formal dan informal)

- Nilai atau norma keluarga

e) Fungsi keluarga

- Fungsi afektif

- Fungsi sosialisasi

- Fungsi perawatan keluarga


f) Stress dan koping keluarga

- Stressor jangka pendek dan panjang serta

kekuatan keluarga

- Kemampuan keluarga berespons teradap

situasi/stressor

- Strategi koping yang digunakan

- Strategi adaptasi disfungsional

g) Pemeriksaan fisik

h) Harapan keluarga

2) Pengkajian tahap II

mengacu pada pelaksanaan 5 tugas kesehatan keluarga oleh keluarga.

a) Mengenal masalah

- Pengertian

- Penyebab

- Tanda dan gejala

- Identifikasi tingkat keseriusan masalah pada keluarga


b) Mengambil keputusan

- Akibat

- Keputusan keluarga

- Melakukan perawatan sederhana (Cara-cara perawatan yang sudah

dilakukan keluarga dan cara-cara pencegahan)

- Modifikasi lingkungan (Lingkungan fisik ; Lingkungan psikologis)

- Pemanfaatan fasilitas kesehatan (Pelayanan kesehatan yang biasa

dikunjungi keluarga ; Frekuensi kunjungan


b. Scoring Prioritas Masalah Keluarga

Setelah menentukan masalah atau diagnosis keperawatan, langkah

selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan dan

keperawatan keluarga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah

sebagai berikut :

1. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang

ditemukan dalam keluarga dapat diatasi sekaligus

2. Perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam

kehidupan keluarga, seperti masalah penyakit

3. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap

asuhan keperawatan yang akan diberikan

4. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka

hadapi

5. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah

kesehatan/keperawatan keluarga

6. Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.


Skala Prioritas Dalam Menyusun Masalah Kesehatan Keluarga

Untuk dapat menentukan prioritas kesehatan dan keperawatan keluarga, perlu

disusun skala prioritas seperti berikut ini :

No. Kriteria Nilai Bobot

1) Sifat Masalah :

Skala :

- Tidak/kurang sehat 3

- Ancaman Kesehatan 2
- Krisis 1

2) Kemungkinan masalah dapat diubah Skala :

- Dengan mudah 2

- Hanya sebagian 1

- Tidak dapat 0

3) Potensi masalah untuk dicegah

Skala :

- Tinggi 3

- Cukup 2

- Rendah 1

4) Menonjolnya masalah :

Skala :

- Masalah berat, harus ditangan 3

- Masalah tidak perlu segera ditangani 2


- Masalah tidak dirasakan 1

Skoring :

1) Tentukan skor untuk setiap criteria

2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

3) Jumlahkan skor untuk semua criteria

4) Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot.


Alat tersebut diatas bertujuan untuk melihat masalah-masalah

seobjektif mungkin. Terdapat 4 kriteria dalam menentukan prioritas dari

masalah-masalah kesehatan :

1) Sifat masalah, dikelompokkan menjadi :

- Ancaman kesehatan

- Keadaan sakit atau kurang sehat

- Situasi krisis

2) Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan

untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan

intervensi keperawatan dan kesehatan

3) Potensi masalah untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah yang

akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan

keperawatan dan kesehatan

4) Masalah yang menonjol, adalah cara keluarga melihat dan menilai

masalah dalam hal berat dan mendesaknya masalah untuk diatasi

melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas :


1) Dengan melihat kriteria yang pertama yaitu sifat masalah, bobot yang

lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat atau yang mengancam

kehidupan keluarga karena yang pertama memerlukan tindakan segera

dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga. Misalnya pada

keadaan sakit atau pertumbuhan anak yang tidak sesuai dengan usia,

baru kemudian kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan

selanjutnya kepada situasi krisis dalam keluarga dimana terjadi situasi

yang menuntut penyesuaian dalam keluarga.


2) Untuk kriteria yang kedua yaitu kemungkinan masalah dapat diubah,

perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai

berikut :

- Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk

menangani masalah

- Sumber daya keluarga : dalam bentuk fisik (sarana dan prasarana),

keuangan dan tenaga

- Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan

dan waktu

- Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas, organisasi

dalam masyarakat (Posyandu, Polindes) dan sokongan

masyarakat.

3) Untuk kriteria yang ketiga yaitu potensial masalah dapat dicegah,

faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :

- Kepelikan atau kesulitan dari masalah, yang berhubungan dengan

beratnya penyakit atau masalah

- Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu


masalah itu ada atau jangka waktu terjadinya masalah. Lamanya

masalah berhubungan erat dengan beratnya masalah yang

meninmpa keluarga dan potensi masalah untuk dicegah.

- Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang

tepat dalam memperbaiki atau mencegah masalah dalam rangka

meningkatkan status kesehatan keluarga.

- Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka

menambah potensi untuk mencegah masalah.


4. Untuk kriteria keempat yaitu meninjolnya masalah, perawat perlu menilai

persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.

Nilai skore yang tertinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi

keperawatan keluarga. “Perawat yang berpengalaman dapat menentukan

prioritas di antara masalah-masalah dengan menggunakan pertimbangannya

atas keempat kriteria tanpa melewati proses skoring. Akan tetapi, menghitung

skore dapat membantu petugas yang masih memerlukan ketrampilan dalam

menentukan faktor-faktor yang mempunyai bobot lebih berat daripada yang

lain. Menghitung akan membantu dalam penyusunan prioritas dengan

menentukan skore tertentu dari setiap masalah yang ditemukan”.

4. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.

b. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

d. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

5. Intervensi keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.

Tujuan : Nyeri hilang (terkontrol) dan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.

KH :

- Nyeri klien berkurang atau hilang.

- Skala nyeri 0.

- Klien dapat relaks.

- Keadaan umum klien baik.

Intervensi
1. Observasi TTV.

Rasional: Mengetahui perkembangan klien.

2. Kaji skala nyeri klien.

Rasional: Mengetahui perkembangan nyeri klien.

3. Atur posisi yang nyaman bagi klien.

Rasional: Posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh klien dapat mengurangi

resiko klien terhadap nyeri.

4. Ajarkan teknik distraksi dan reklasasi.

Rasional: Dapat membuat klien jadi lebih baik dan melupakan nyeri.

5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

Rasional: Analgetik dapat memblok reseptor nyeri pada susunan saraf pusat.

b. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat.

Tujuan : Pemenuhan nutrisi klien dapat teratasi dan BB klien dapat dipertahankan.

KH :

- Nafsu makan klien membaik.

- BB klien menunjukkan peningkatan.


Intervensi

1. Anjurkan istirahat sebelum makan.

Rasional: Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.

2. Dorong tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.

Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan

kalori dan simpanan energi.

3. Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional: Menghindari terjadinya mual karena pengisian lanbung secara tiba-


tiba.

4. Hindari makanan yang menimbulkan gas.

Rasional: Dapat mempengaruhi nafsu makan atau pencernaan dan

membatasi masukan nutrisi.

5. Beri makanan selagi hangat.

Rasional: Dapat membangkitkan nafsu makan.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.

Rasional: Diet yang sesuai dapat mempercepat penyembuhan

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Klien dapat beraktivitas.

KH :

- Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan,

- Skala aktivitas 0-1

Intervensi

1. Observasi sejauh mana klien dapat melakukan aktivitas.

Rasional: Mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan klien.

2. Berikan lingkungan yang tenang.


Rasional: Menigkatkan istirahat klien.

3. Berikan bantuan dalam aktivitas.

Rasional: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila klien

melakukan sesuatu sendiri.

4. Jelaskan pentingnya beraktivitas bagi klien.

Rasional: Klien tahu pentingnya beraktivitas.

4. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : Ansietas klien dapat teratasi.


KH :

- Kepercayaan diri klien meningkat.

Intervensi

1. Observasi respon fisiologis, mis : takipnoe, palpitasi, pusing.

Rasional: Dapat menjadi indikasi derajat ansietas yang dialami pasien.

2. Catat petunjuk perilaku, mis : gelisah, midah tersinggung.

Rasional: Indikator derajat ansietas.

3. Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan respon umpan balik.

Rasional: Membuat hubungan therafiutik, membantu pasien untuk menerima

perasaan dan menurunkan ansietas yang tidak perlu tentang ketidak tahuan.

4. Berikan lingkungan yang tenang untuk beristirahat.

Rasional: Memindahkan pasien dari stresor luar dan meningkatkan

relaksasi, juga dapat meningkatkan ketrampilan koping.

5. Berikan tekhnik relaksasi, mis: latihan nafas dalamdan bimbingan imaginasi.

Rasional: Cara relaksasi dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Jilid 2. Jakarta :

EGC.

Dongoes, E Marilyn, et. All. 1999. Rencana Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai