Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

SUBINVOLUSI UTERI

Oleh :

Hanna Nabila 1740312117


Ramzy Bayuni 0910312073

Preseptor:

dr. Pom Harry Satria, SpOG (K)

BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nifas merupakan proses alamiah yang dialami oleh seorang wanita setelah

persalinan, yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Walaupun merupakan masa

yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh

banyak perubahan fisiologis.1

Dalam masa nifas alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan

berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan –

perubahan alat – alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Sesudah

partus berakhir uterus yang beratnya 1000 gram mengecil sampai menjadi 40 – 60

gram dalam 6 minggu. Proses ini yang dinamakan involusi uterus, didahului oleh

kontraksi – kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan berkurangnya

peredaran darah dalam alat tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas berlangsung

terus, biarpun tidak sekuat seperti permulaan. Hal tersebut, serta hilangnya

pengaruh estrogen dan progesteron, menyebabkan autolisis dengan akibat bahwa

sel – sel otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan pendek.1,2

Banyak diantara wanita yang dalam masa nifas (kehamilan) itu kurang

memperhatikan kesehatan dari kehamilanya hanya memperhatikan pada bayi yang

dikandungnya, sehingga banyak terjadi kesalapahaman atau ke abnormalan pada

ibu.
Maka dari itu seorang dokter harus memahami tentang masa nifas baik

fisiologis maupun patologis, dan mengetahui sebab akibat, penatalaksanaan,

manifestasi klinisnya, klasifikasi penyakitnya, dan pencegahan bahkan

mengetahui penangan yang baik, sesuai klasifikasi sub involusi yang terjadi.

Supaya seorang dokter harus bisa lebih mengerti proses nifas bukan hanya pada

kelahiran bayi tetapi juga memproritaskan kesehatan ibu. Sehingga dapat

memberikan asuhan dengan tepat sesuai dengan standar asuhan kedokteran yang

baik dan benar sesuai kode etik dan aturan-aturan dalam kedokteran.

2. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi,

pencegahan, penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi pada Subinvolusi Uterus.

3. Manfaat Penulisan

Diharapkan mahasiswa kedokteran mengerti dan memahami tentang

subinvolusi uterus sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan

pada ibu hamil yang mengalami permasalahan yang terkait terkhususnya

subinvolusi uterus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Involusi Uteri

Sesaat setelah pengeluaran plasenta, uterus akan mulai berubah secara

fisiologis seperti keadaan semula keadaan ini disebut involusi. Fundus uteri yang

berkontraksi tersebut terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut sebagian

besar terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua

basalis. Dinding posterior dan anterior dalam jarak yang terdekat, masing-masing

tebalnya 4 sampai 5 cm. Pada saat post partum, berat uterus kira-kira menjadi

1.000 g.1,3

Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada uterus.

Dua hari setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu pertama

beratnya sekitar 500 g. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g. Sekitar 4

minggu setelah melahirkan, uterus kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100 g

atau kurang. Uterus biasanya kembali ke ukuran semula setelah sekitar 4 bulan.

Jumlah sel otot mungkin tidak berkurang cukup besar. Akan tetapi ukuran

masing-masing sel menurun secara bermakna dari 500-800µm kali 5-10 µm saat

aterm menjadi 50-90 µm kali 2,5-5 µm pascapartum.3

Dalam 2 atau 3 hari setelah persalinan, desidual yang tersisa di dalam uterus

berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik dan

terlepas dalam bentuk lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan miometrium

yang berisi fundus kelenjar endometrium tetap utuh dan merupakan sumber

endometrium baru.3
Tabel 1 tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi3

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus

Bayi Lahir Setinggi umbilicus 1000 gram

Plasenta lahir 2 jari dibawah umbilicus 750 gram

1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram

2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram

8 minggu Sebesar normal 30 gram

Gambar 1 Tinggi Fundus Uteri Masa Nifas3

Proses involusi uterus yang terjadi pada pada masa nifas melalui tahapan

berikut:2

a. Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam

otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah

mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula

selama kehamilan. Diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan


yang diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya

beberapa hari setelah melahirkan ibu sering berkemih. Pengrusakan secara

langsung jaringan hipertropi yang berlebihan ini disebabkan karena penurunan

hormon estrogen dan progesteron.

b. Atrofi jaringan

Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berproliferasi dengan adanya

penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar menyertai pelepasan plasenta.

Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami

atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi

menjadi endometrium baru.

Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus berkontraksi sehingga

sirkulasi darah ke uterus terhenti yang menyebabkan uterus kekurangan darah

(lokal iskhemia). Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi

yang cukup lama seperti tersebut di atas tetapi disebabkan oleh pengurangan

aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus membesar

menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya,

darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah

bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi. Maka pengaliran darah berkurang, kembali

seperti biasa.

c. Efek oksitosin

Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang miometrium uterus

sehingga dapat berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang

kompleks dan terjadi karena adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan

demikian aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan
myosin disebabkan kaena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan

dependent myosin ATP ase, prose ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion

kalsium yang masuk dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu yang

memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga dengan

adanya oksitosi akan memperkuat kontraksi uterus.

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi

lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang

sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat

dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu

proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan menurangi pedarahan.

Selama 1 sampai 2 jam pertama masa nifas intensitas kontraksi uterus bisa

berkurang dan menjadi tertatur, karena itu penting sekali menjaga dan

mempertahankan kontraksi uterus pada masa itu.

2.2. Defenisi Subinvolusio Uterus

Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologis pada sistem reproduksi

pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran yang reproduktif

untuk kembali ke keadaan tidak hamil. Penyebab paling umum adalah infeksi

plasenta

Subinvolusi Uteri adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal

involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya,sehingga

proses pengecilan uterus terhambat.3


2.3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya subinvolusi uteri sebagai berikut:3,4

1. Seksio Sesaria

Tindakan SC dapat memperlama terjadinya penyembuhan dari otot uterus

sehingga dapat menyebabkan terjadinya subinvolusi uterus.

2. Status gizi ibu nifas buruk ( kurang gizi)

Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal per hari,

kebutuhan tambahan energi adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada

proses involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat

menyebabkan proses kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus

berjalan lambat.

3. Ibu tidak menyusui bayinya

Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat

dengan memberiksan rangsangan puting susu (isapan bayi). Pada puting susu

terdapat saraf – saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka

timbul impuls menuju hipotalamus kemudian disampaikan pda kelenjar hipofisi

bagian depan dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan akan

mempengaruhi pengeluran hormon prolaktin yang berperan dalam peningkatan

produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang akan mempengaruhi

pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi otot polos yang

ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar serta

memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat.
4. Kurang mobilisasi

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam, dan

mestimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini

kotraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan

yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi menyempitkan pembuluh

darah yang terbuka.

5. Usia

Proses involusi uterus sangat dipangaruhi oleh usia ibu yang melahirkan.

Usai 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses

involusi yang baik. Hal ini disebakan karena faktor elastisitas dari otot uterus

mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang.

Pada usia kurang dari 20 tahu elastisitasnya belum maksimal karena organ

reproduksi yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi

komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot

rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada

ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses

penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan lemak. Penurunan elastisitas

otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat. Bila proses ini

dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan

mengahambat proses involusi uteri.

6. Parietas

Parietas mempengaruhi proses involusi uterus. Parietas pada ibu multipara

cenderung menurun kecepatannya dibandingkan ibu primipara karena pada

primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus terasa lebih keras,
sedangkan pada multipara kontraksi uterus dan retraksi uterus berlangsung lebih

lama begitu juga ukuran uterus pada primiparaataupun multipara memiliki

perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap proses involusi.

Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot –

otot rahim selama 9 bulan kemudian. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan,

semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu

akibatnya uterus tidak akan berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan

lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi) pascasalin.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parietas ibu mempengaruhi

lamanya pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses

pengeluaran lokia. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin

multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih

lambat.

7. Terdapat bekuan darah yang tidak keluar

8. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses involusi

uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat

9. Terjadi infeksi pada endometrium

Infeksi puerperalis paling sering terjadi adalah endometritis. Setelah masa

inkubasi, kuman – kuman menyerbu ke dalam luka endometrium, biasanya bekas

perlengketan plasenta. Endometritis dapat menghambat involusi.

10. Inflamasi
2.4. Patofisiologi

Uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin.

Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus, aliran darah ke

uterus pada masa kehamilan menjadi 2 kali lipat dari keadaan sebelum hamil.

Pada saat bayi lahir, maka pengaliran darah ke uterus akan berkurang, kembali

seperti biasa. Pembuluh darah akan berkurang akibat kontraksi uterus yang baik

setelah melahirkan. Demikian dengan adanya hal-hal tersebut ditambah dengan

pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga jaringan otot-otot uterus

mengalami atrofi kembali ke ukuran semula.2

Pada kasus subinvolusi uterus, kontraksi uterus menurun sehingga

pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga pendarahan terjadi

terus menerus, menyebabkan permasalahan lainya baik itu infeksi maupun

inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium. Sehingga, proses

involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari

permasalah-permasalahan diatas.1,2

2.5. Manifestasi Klinis

Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,sampai kira-kira 4 – 6 minggu

pasca nifas.

a. Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/pelvis dari yang

diperkirakan/penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.

b. Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk

serosa,lalu kebentuk kochia alba.


c. Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari

postpartum/lebih dari 2 minggu pasca nifas

d. Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan

e. Leukore dan lochia berbau menyengat,bisa terjadi jika ada infeksi.

2.6. Diagnosis3,5

1. Anamnesis

a. Identitas pasien

Data pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical

record, dll.

b. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap

berwarna merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau

lebih dari 2 minggu postpartum adanya leukore an lochia berbau

menyengat)

c. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, mioma uteri,

riwayat preeklamsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh

darah, sisa plasenta.

d. Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah/sedang menderita hiertensi, penyakit

jantung dan preeklamsia, penyakit keturunan hemofilia dan penyakit

menular.

e. Riwayat obstetric
 Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lama siklusnya,

banyaknya, baunya, keluhan waktu haid.

 Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa,

usia mulai hamil.

 Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.

1) Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah

ada abortus

2) Riwayat persalinan meliputi: Tuanya kehamilan, cara

persalinan, penolong, tempat bersalin, adakah kesulitan dalam

persalinan, anak lahir hidup / mati, berat badan & panjang anak

waktu lahir.

3) Riwayat nifas meliputi : keadaan lochia, apakah ada perdarahan,

ASI cukup/tidak,kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan

kontraksi.

4) Riwayat kehamilan sekarang

a) Hamil muda: keluhan selama hamil muda

b) Hamil tua: keluhan selama hamil tua, peningkatan BB, suhu

nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi

akibat mual atau keluhan lain.

c) Riwayat ANC meliuti: dimana tempat pelayanan. berapa kali

perawatan serta pengobatannya yang di dapat.

5) Riwayat persalinan sekarang meliputi : tuanya kehamilan, cara

persalinan, penolong tempat bersalin, apakah ada penyulit dalam

persalinan (missal: retensio plasenta, perdarahan yang


berlebihan setelah persalinan, dll), anak lahir hidup/mati, berat

badan dan panjang anak waktu lahir.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan ibu

b. Tanda – tanda vital meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan

c. Kulit dingin, berkeringat, pucat, kering, hangat, kemerahan

d. Payudara, dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum

e. Uterus

Meliputi: fundus uteri serta konsistensinya

 Pengukuran tinggi fundus uteri dapat dilakukan dengan menggunakan

meteran atau pelvimeter. Untuk meningkatkan ketepatan pengukuran

sebaikanya dilakukan oleh orang yang sama. Dalam pengukuran

tinggi uterus ini perlu diperhatikan apakah kandung kemih dalam

keadaan kosong atau penuh dan juga bagaimana keadaan uterus

apakah dalam keadaan kontraksi atau rileks.32 Cara penempatan

meteran untuk mengukur tinggi fundus uteri (TFU) :

o Meteran dapat diletakkan di bagian tengah abdomen dan

pengukuran dilakukan dengan mengukur dari batas atas symphisis

pubis sampai bagian atas fundus. Meteran pengukuran ini

menyentuh kulit sepanjang uterus.

o Salah satu ujung meteran diletakkan di batas atas symphisis pubis

dengan satu tangan : tangan lain diletakkan di batas atas fundus.

Meteran diletakkan di antara jari telunjuk dan jari tengah dan

pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari mengapit meteran.32


f. Lochia, meliputi: warna, banyaknya dan baunya.

g. Perineum, diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka

jahitan

h. Vulva, dilihat apakah ada edema atau tidak

i. Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang

3. Pemeriksaan penunjang

 USG

 Radiologi

 Laboratorium ( Hb, golongan darah,eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit,

CT, Bleeding time )

 Pemeriksaan patologi jaringan endometrium

2.7. Penatalaksanaan

1. Pemberian antibiotik

Hampir sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis, jadi terapi azythromycin atau doxycycline merupakan

terapi empiris yang sesuai.1

2. Pemberian uterotonika1,3

a. Oksitosin

b. Metilergonovine 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 24 sampai 48 jam

3. Pemberian transfusi

4. Dilakukan kuretase bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta


2.8. Komplikasi

Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga

pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi

terus menerus. Perdarahan postpartum (PPH) merupakan perdarahan vagina yang lebih

dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi

dimana uterus tidak dapat berkontraksi dan kembali kebentuk awal.


DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL,

et al. 2014. Williams Obstetrics. 24th ed. McGraw-Hill Companies

2. Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

3. Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

4. Mansjoer,Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius

5. Mazmudar. Involution. Diakses dari: www.gynaeonline.com

Anda mungkin juga menyukai