SUBINVOLUSI UTERI
Oleh :
Preseptor:
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nifas merupakan proses alamiah yang dialami oleh seorang wanita setelah
yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh
Dalam masa nifas alat – alat genitalia interna maupun eksterna akan
perubahan alat – alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Sesudah
partus berakhir uterus yang beratnya 1000 gram mengecil sampai menjadi 40 – 60
gram dalam 6 minggu. Proses ini yang dinamakan involusi uterus, didahului oleh
peredaran darah dalam alat tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas berlangsung
terus, biarpun tidak sekuat seperti permulaan. Hal tersebut, serta hilangnya
sel – sel otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan pendek.1,2
Banyak diantara wanita yang dalam masa nifas (kehamilan) itu kurang
ibu.
Maka dari itu seorang dokter harus memahami tentang masa nifas baik
mengetahui penangan yang baik, sesuai klasifikasi sub involusi yang terjadi.
Supaya seorang dokter harus bisa lebih mengerti proses nifas bukan hanya pada
memberikan asuhan dengan tepat sesuai dengan standar asuhan kedokteran yang
baik dan benar sesuai kode etik dan aturan-aturan dalam kedokteran.
2. Tujuan Penulisan
3. Manfaat Penulisan
subinvolusi uterus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Involusi Uteri
fisiologis seperti keadaan semula keadaan ini disebut involusi. Fundus uteri yang
besar terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua
basalis. Dinding posterior dan anterior dalam jarak yang terdekat, masing-masing
tebalnya 4 sampai 5 cm. Pada saat post partum, berat uterus kira-kira menjadi
1.000 g.1,3
Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada uterus.
Dua hari setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu pertama
beratnya sekitar 500 g. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g. Sekitar 4
minggu setelah melahirkan, uterus kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100 g
atau kurang. Uterus biasanya kembali ke ukuran semula setelah sekitar 4 bulan.
Jumlah sel otot mungkin tidak berkurang cukup besar. Akan tetapi ukuran
masing-masing sel menurun secara bermakna dari 500-800µm kali 5-10 µm saat
Dalam 2 atau 3 hari setelah persalinan, desidual yang tersisa di dalam uterus
terlepas dalam bentuk lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan miometrium
yang berisi fundus kelenjar endometrium tetap utuh dan merupakan sumber
endometrium baru.3
Tabel 1 tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi3
Proses involusi uterus yang terjadi pada pada masa nifas melalui tahapan
berikut:2
a. Autolysis
otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula
b. Atrofi jaringan
Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
(lokal iskhemia). Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi
yang cukup lama seperti tersebut di atas tetapi disebabkan oleh pengurangan
aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus membesar
bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi. Maka pengaliran darah berkurang, kembali
seperti biasa.
c. Efek oksitosin
kompleks dan terjadi karena adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan
demikian aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan
myosin disebabkan kaena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan
dependent myosin ATP ase, prose ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion
kalsium yang masuk dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu yang
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan menurangi pedarahan.
Selama 1 sampai 2 jam pertama masa nifas intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tertatur, karena itu penting sekali menjaga dan
pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran yang reproduktif
untuk kembali ke keadaan tidak hamil. Penyebab paling umum adalah infeksi
plasenta
1. Seksio Sesaria
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal per hari,
kebutuhan tambahan energi adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada
proses involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat
berjalan lambat.
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat
dengan memberiksan rangsangan puting susu (isapan bayi). Pada puting susu
terdapat saraf – saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka
bagian depan dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan akan
pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi otot polos yang
ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar serta
memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat.
4. Kurang mobilisasi
kotraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan
5. Usia
Proses involusi uterus sangat dipangaruhi oleh usia ibu yang melahirkan.
Usai 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses
involusi yang baik. Hal ini disebakan karena faktor elastisitas dari otot uterus
mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang.
Pada usia kurang dari 20 tahu elastisitasnya belum maksimal karena organ
reproduksi yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi
ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses
otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat. Bila proses ini
dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan
6. Parietas
primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus terasa lebih keras,
sedangkan pada multipara kontraksi uterus dan retraksi uterus berlangsung lebih
otot rahim selama 9 bulan kemudian. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan,
semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu
pengeluaran lokia. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin
multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih
lambat.
8. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses involusi
10. Inflamasi
2.4. Patofisiologi
uterus pada masa kehamilan menjadi 2 kali lipat dari keadaan sebelum hamil.
Pada saat bayi lahir, maka pengaliran darah ke uterus akan berkurang, kembali
seperti biasa. Pembuluh darah akan berkurang akibat kontraksi uterus yang baik
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga pendarahan terjadi
involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari
permasalah-permasalahan diatas.1,2
pasca nifas.
2.6. Diagnosis3,5
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
record, dll.
b. Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap
berwarna merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau
menyengat)
c. Riwayat penyakit
menular.
e. Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lama siklusnya,
ada abortus
persalinan, anak lahir hidup / mati, berat badan & panjang anak
waktu lahir.
kontraksi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan ibu
e. Uterus
g. Perineum, diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka
jahitan
3. Pemeriksaan penunjang
USG
Radiologi
2.7. Penatalaksanaan
1. Pemberian antibiotik
2. Pemberian uterotonika1,3
a. Oksitosin
3. Pemberian transfusi
pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi
terus menerus. Perdarahan postpartum (PPH) merupakan perdarahan vagina yang lebih
dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL,
Aesculapius