Anda di halaman 1dari 19

Analisis Kadar Air

PendahuluanAir
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam
jumlah yang berbeda-beda, baik itu makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam
bahan makanan ikut menentukan acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan
tersebut (Winarno, 2004). Pentingnya air sebagai komponen pangan menyebabkan perlu
adanya pemahaman mengenai sifat dan perilakunya. Adanya air mempengaruhi kemerosotan
mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi. Begitu pula, penghilangan (pengeringan) atau
pembekuan air sangatlah penting untuk beberapa metode pengawetan makanan (deMan,
1997).

http://andrianett.blogspot.co.id/2014/04/analisis-pangan.html

Air dalam bahan pangan ada tiga macam air yaitu :


1. Air Bebas
Air bebas ada diruang sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan ada
dipermukaan bahan. Air bebas disebut juga sebagai aktivitas air yang diberi
notasi AW, karena air bebas mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba
dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan.
2. Air Terikat Lemah atau Air Terabsorbsi
Air terikat lemah atau terabsorbsi terserapa pada permukaan koloid
makromolekul seperti protein, pati dll yang ada pada bahan. Air terabsorbsi juga
terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yangg ada
dalam sel. Ikatan antara air dan koloid disebut dengan ikatan hidrogen.
3. Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering disebut dengan air hidart karena, air tersebut membentuk
hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan yang bersifat ionik.
Metode Analisis Air
1. Metode Pengeringan / oven (thermogravimetri)
a. Metode Oven
Metode ini digunakan untuk semua bahan pangan kecuali produk yang
mengandung komponen senyawa “volatil” atau bahan yang mudah menguap
pada pemanasan 1000C.
Prinsip metode ini menigeringkan sampel dalam oven 100-1050C sampai bobot
konstan dan selisih bobot awal dan akhir dihitung sebagai kadar air.
Prosedurnya : bahan atau sampel ditimbang ± 1-5 g, lalu dioven beberapa jam
± 4-6 jam, timbang, dioven kembali, dan ditimbang hingga konstan. Bobot
dianggap konstan apabila selisih penimbangan 0,2 mg.
Perhitungan : kadar air dapat dihitung, baik berdasarkan bobot kering “dry
basis” (DB) maupun bobot basah “wet basis” (WB).
Kadar air (%DB) = W3/W2 x 100
Kadar air (%WB) = W3/W1 x 100
Total bahan padat (%) = W2/W1 x 100
Ket :
- W1 = bobot sampel awal
- W2 = bobot sampel kering
- W3 = kehilangan berat / selisih bobot (g)
b. Metode Oven-Vakum
Metode ini dugunakan untuk bahan yang mengandung komponen yang dapat
terkomposisi pada suhu 1000C, atau relatif banyak mengandung senyawa
volatil.
Prinsip metode ini mengeringkan mengeringkan produk yang mudah
terkomposisi pada 1000C didalam suatu tempat yang dapat dikurangi tekanan
udaranya atau divakumkan. Proses berlangsung pada suhu dan tekanan rendah
Prosedurnya dan perhitungan sama denga metode Oven. Namun,
penggunaan oven-vakum relatif sedikit dibandingkan dengan oven biasa karena
harganya relatif mahal.
2. Metode Destilasi (Thermovolumetri)
Metode destilasi digunakan untuk bahabn yang banyak mengandung lemak dan
komponen mudah menguap disamping air.
Prinsipnya menguapkan air bahan dengan cara destilasi menggunakan pelarut
“immytible”, kemudian air ditampung didalam tabung yang diketahui
volumenya. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih lebih besar dari air
tetapi mempunyai berat jenis (BJ) lebih kecil dari air. Contoh senyawa yang
dapat dijadikan pelarut yaitu : Toluen, Xylen, dan benzen.
Prosedur diawali dengan memberikan pelarut sebanyak kira-kira 750-100 ml
pada sampel yang diperkirakan mengandung air 2-5ml. Campuran ini kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Uap air dan pelarut diembunkan dan ditampung
didalam tabung. Air dan pelarut saling terpisah (air dibagian bawah) dan dapat
ditentukan volumenya berdasarkan skala pada tabung penampung.
Metode destilasi mempunyai keuntungan, antara lain :
a. Dapat untuk menentukan kadar air bahan yang memiliki kendungan air relatif
kecil
b. Penentuan kadar air memerlukan waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 1 jam
c. Terjadinya oksidasi senyawa lipida senyawa lipida dan dekomposisi senyawa
gula dapat dihindari, sehingga penentuan kadar air cukup akurat.
3. Metode Kimiawi
a. Metode Karl Fischer
Metode ini dapat digunakan untuk pengukuran kadar air pada bahan berupa
cairan, tepung, madu, dan beberapa produk kering. Metode ini menggunakan
reagen Karl Fischer yang terdiri dari SO2, piridin, dan iodin.
Prinsip melakukan titrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol dan
piridin. Jika masih ada air didalam bahan maka Iodin akan bereaksi, tetapi bila
air habis maka iodin
akan bebas.
Perhitungan : kadar air = 0,4 F (V1-V2) / W1
Keterangan :
- W1 : berat sampel (g)
- V1 : volume pereaksi karls fischer untuk titrasi sampel (ml)
- V2 : volume pereaksi untuk titrasi blanko (ml)
- F : faktor standarisasi pereaksi
- 0.4 : ekivalen air pereaksi
b. Metode Kalsium Karbida
Metode ini berdasarkan atas reaksi antara kalsium karbida dengan air
menghasilkan gas asetilin. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan
beberapa cara, antara lain :
- Selisih bobot campuran bahan sebelum dan sesudah reaksi.
- Menampung dan mengukur volume gas asetili dalam tabung tertutup.
- Mengukur tekanan gas asetilin jika reaksi dilakukan pada ruang tertutup.
c. Metode Asetil Klorida
Metode ini di gunakan untuk bahab-bahan yang berupa minyak, mentega,
margarin, rempah-rempah, dan beberapa bahan berkadar air rendah. Metode ini
berdasarkan atas reaksi antara asetil klorida dengan air menghasilkan asam yang
akan dititrasi dengan basa.
4. Metode Fisis
a. Berdasarka tetapan dielektrikum
b. Berdasarkan daya hantar dan resistansi listrik
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetik atau “nuclear magnetic resonance”
(NMR)
Pengukuran Nilai AW Bahan
1. Keseimbangan Air
Aw = ERH / 100
Ket : ERH = Equillibrium Relative Humidityy (kelembapan relatif seimbang)
2. Hukum Raoult
Aw = Mw/ Mw+ Ms
Ket :
- Mw : jumlah mol
- Ms : jumlah mol zat terlarut
3. Cara Tidak Langsung
Berdasarkan air yang terserapa dalam kertas saring kering dalam suatu wadah
atau ruang yang berisi bahan yang diukur Aw-nya.
Analisis Kadar Total Padatan Terlarut
Padatan terlarut merupakan suatu bahan yang kadar airnya sudah dihilangkan
dan yang tersisa hanya berbagai komponen. Komponen itu yang akan di hitung
sebagai padatan. Alat yang dugunakan adalah refraktrometer Abbe.
Prosedurnya : timbang bahan 10 g sampel yang telah dihomogenkan
tambahkan 75 ml air, diaduk dengan pengaduk magnetik selama 3 menit,
kemudian disaring dengan kertas saring, sedangakan filtratnya ditampung dalam
labu ukur 100 ml, dan sisa padatan pada kertas saring dicuci dengan air sampai
volume filtrat mencapai 100ml. Sampel dipipet dan diletakkan direfrakto
ditutup dan kadar total padatan terlarut dapat dibaca pada skala. Hasil perkalian
yang terbaca pada skala dengan faktor pengencerannya merupakan kadar total
padatan terlarut dalam sampel.

http://evasulistiani.blogspot.co.id/2013/04/analisis-kadar-air.html
Makalah Analisis Kadar Air
5:16:00 AM Irma Haeruddin Label: Kesling, Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat
penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan
yang tepat. Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, metode
khusus (Anonim,2003).

Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air.
Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan
hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini
merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan
pangan (Purnomo,1995). Selain air, bahan pangan juga mengandung zat-zat lain yang
bermanfaat bagi kesehatan atau biasa disebut dengan zat-zat gizi. Zat gizi tersebut telah
dibuktikan bermanfaat dalam menjaga atau mengobati satu atau lebih penyakit atau
meningkatkan performa fisiologisnya (Winarno 1990).

Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang terdapat di dalam suatu
bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan persentase zat-zat gizi secara
keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air dari suatu bahan pangan, maka dapat
diketahui berat kering dari bahan tersebut yang biasanya konstan

Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri.
Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah
menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada bahan
pangan, serta oksidasi lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi
penentuan kadar air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik
dan ada yang secara kimia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Air Dalam Bahan Pangan

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar,
yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air merupaka pelarut
yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya
garam-garam) disebut sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak
mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat
“hidrofobik” (takut air) (Wulanriky, 2011).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan. Air
sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun
sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu
pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah
adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan
pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi
atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses,
medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan
mencuci bahan sisa (Sudarmadji,2003).

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut
sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air
terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat
secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air
kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).

Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat lemah
atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk pertama dan yang
kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil.

1). Air Bebas

Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan
pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau “water
activity” yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air, karena air bebas mampu membantu
aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan.
Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga memungkinkan beberapa
reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu, bahan yang mempunyai kandungan atau
nilai Aw tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan
mikroba pembusuk maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan
reaksi enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan

2). Air Teradsorbsi.

Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid makromolekul
(protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara koloid tersebut dan
merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air dengan koloid merupakan
ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas bergerak dan relatif mudah dibekukan ataupun
diuapkan.

3). Air Terikat Kuat

Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk hidrat dengan
beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat jumlahnya sangat kecil
dan sangat sulit diuapkan dan dibekukan.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan
bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas
serangga perusak (Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity). mikroorganisme memerlukan
kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai
niali Aw minimum, maksimum dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi &
Estiasih,2009).

Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam
bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah “air terikat”
(bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam
bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah “air terikat” ini
dianggap suatu sistem yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan
(Winarno,1992).

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.

a. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan
hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan,
tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat
kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.

b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain,
terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar
dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity).
Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan kestabilan
optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami
oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.

c. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran,
kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air
tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media
bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan
berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis
bahan dan suhu.

d. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-
sifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).

B. Kadar Air dalam Bahan Makanan

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar
air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang
tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif.

Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = ERH/100

Aw = aktivitas air

ERH = kelembaban relative seimbang

Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif
pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air.
Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang
berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang
sama belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air
yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air
sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw
yang rendah (Wulanriky,2011).

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai
0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan
bahwa bahan pangan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri
ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah
dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat
tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75.
Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk pangan tertentu
supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara
lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi &
Estiasih,2009).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap
serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum
agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang
Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan
pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-
sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan
sebagainya.

Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak
berjasa dalam memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu
bertambah kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air
akan dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air
87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka dengan
kadar air 97%.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya
tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan
pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam
pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam
media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.

Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa
kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar
2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus
diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan
makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan kesulitan bahan pangan dan air, manusia
mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum
akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu.

Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan kadar air pada bahan
pangan tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa kandungan air yang dilakukan dengan
suatu metode tertentu. Bentuk fisik bahan pangan tidak dapat dijadikan patokan untuk
menentukan kandungan air bahan. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan air
beberapa jenis bahan pangan:

Jenis Bahan Pangan KA (%) Jenis Bahan KA (%)


Pangan

Tomat 94 Ikan Kering 38

Semangka 93 Daging Sapi 66

Kol 92 Roti 36
Nanas / Nenas 85 Buah kering 28

Kacang Hijau 90 Susu Bubuk 4

Susu Sapi 88 Tepung Terigu 12

Source: F.G. Winarno (1977)

Seperti yang bisa dilihat dari tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya
kadar air nenas harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol lebih
tinggi dari nenas bahkan dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk
mengetahui kandungan air suatu bahan perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan
hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga berfungsi untuk mengetahui tipe air
dari bahan pangan tersebut.

C. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven
vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula tinggi, minyak daging,
kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan
dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai
berat yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur
dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi
indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar
air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi
kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-
bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer
pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi
langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan piridina dalam
methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :

1. Metode pengeringan

2. Metode destilasi

3. Metode kimiawi

4. Metode fisis

1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan


Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini
relatif mudah dan murah.

Kelemahan cara ini adalah :

a. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.

b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap.
Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi.

c. Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah
dipanaskan.

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan
terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan
dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih
mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji.2003).

2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa”
cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur
dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat kimia yang dapat
digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol. Cara
penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel yang
diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air
dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat
jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada
tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan
airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya
memerlukan waktu ± 1 jam (Sudarmadji,2003).

3. Metode Kimiawi

Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :

a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)

Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol.
Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan
piridin digunakan untuk melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air
menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk
sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin
akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat
timbul warna iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen
biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah
warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air
dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan
makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat
dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi
dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).

b. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin.
Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk
dapat diukur dengan berbagai cara.

1) Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan
bobotnya merupakan berat asetilin.

2) Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur
volumenya.

Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan
kemudian dapat diketahui kadar air bahan.

1) Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang
tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volme asetilin dapat diketahui banyaknya dan
kemudian dapat diketahui kadar air baha

2) Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga
asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.
Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan
kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit (Sudarmadji,2003).

c. Cara Asetil Khlorida


Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan
asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan
dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.

4. Metode Fisis

Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:

a. Berdasarkan tetapan dieletrikum

b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi

c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance)


(Sudarmadji,2003).

DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia. Jakarta. http://repository.ipb.ac.id. Diakses tanggal 16 November 2013

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.

Yogyakarta.http://risnafranisa.blogspot.com/.../air-dalam-bahan-pangan. Diakses tanggal


16 November 2013

Winarno Surachmad. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung; Tarsito


Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.http://www.goodreads.com/book/show/6044215-kimia-pangan-dan-gizi. Diakses
tanggal 16 November 2013

Wulanriky. 2011. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Pengering.

http://wulanrikiy.wordpress.com/Penetapan-Kadar-Air-Metode-Oven-Pengering-aa/. Diakses
tanggal 16 November 2013.

http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/12/makalah-analisis-kadar-air.html
Kadar Air pada Bahan Pangan
Pendahuluan

Penentuan kadar air merupakan analisis paling penting dan paling luas dilakukan dalam
pengolahan dan pengujian pangan. Karena jumlah bahan kering (dry matter) dalam pangan adalah
kebalikan dari jumlah air yang dikandung, maka kadar air secara langsung bekaitan dengan
kepentingan ekonomi baik bagi pengolah (produsen) maupun konsumen.

Visualisasi Air

Pengaruh kadar air terhadap stabilitas dan kualitas pangan

Biji-bijian yang mengandung kadar air tinggi sangat mudah rusak oleh jamur, pemanasan,
serangga, dan perkecambahan. Laju pencoklatan sayur dan buah yang dikeringkan dan absorpsi
oksigen oleh bubuk telur makin meningkat dengan makin tingginya kadar air.

Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, misalnya dalam evaluasi
materials’ balance atau kehilangan-kehilangan selama pengolahan. Kita harus tahu kandungan air
(dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum, misalnya dalam penggilingan serealia,
pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu, dan produksi roti dengan daya awet dan tekstur
tinggi.

Kadar air harus diketahui dalam penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi standar
komposisi dan peraturan-peraturan pangan. Kepentingan yang lain adalah bahwa kadar air
diperlukan untuk penentuan mengetahui pengolahan terhadap komposisi kimia yang sering
dinyatakan pada dasar dry matter.

Kandungan air dalam pangan

Kandungan air dalam pangan bervariasi sangat luas. Produk-produk susu cair 87-91%, Susu
bubuk + 4%, mentega 15%, cream 60-70%, ice cream: 65%. Buah-buahan (bdd) > 90% air. Melon
92-94%, jeruk 86-89%, jambu 81%, fruit juice dan nectar 85-93%. Serealia umumnya rendah. Gabah
kering 10-14%, breakfast cereals 4%, macaroni 6%. Ikan dan daging – tergantung kandungan
lemaknya, bervariasi terhadap umur, sumber, dan musimnya. Kadar airnya berkisar antara 50-70%.
Unggas bervariasi, angsa 50%, ayam 75%. Telur segar sekitar 74%, telur kering 5%. Ubi jalar
mengandung air sekitar 69%, kentang 78%, lobak 93%, mentimun 96%.

Air pada jeruk

Pertimbangan dasar

Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung struktur dan komposisinya.
Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan dapat dibagi menjadi tiga macam bentuk.

 Air bebas. Air dalam bentuk sebagai air bebas dalam ruang intergranular dan dalam pori-pori bahan.
Air demikian ini berlaku sebagai agensia pendispersi bahan-bahan koloidal dan sebagai solven
senyawa-senyawa kristalin.

 Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekular (pati, pektin, cellulosa,
protein). Air ini berkaitan erat dengan makromolekul-makromolekul yang meng-adsorpsi dengan gaya
absorpsi, yang diatributkan dengan gaya Van der Waals atau dengan pembentukan ikatan hidrogen.

 Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi, sebagai air hidrat. Klasifikasi tersebut tidak
mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi, dan terikat itu relatif.

Metode untuk penentuan kadar air dapat dibagi menjadi 4 macam:

 Metode pengeringan (drying method)

 Metode distilasi (distillation method)

 Pengujian kimiawi (chemical method)

 Cara fisik (physical method)

Sumber: Materi kuliah Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc.


http://yogyamerah.blogspot.co.id/2011/10/kadar-air-pada-bahan-pangan.html

Anda mungkin juga menyukai