Sumber Islam
Sumber Islam
Jadi sumber hukum islam adalah asal atau tempat pengambilan hukum islam. Dalam
kepustakaan hokum islam di Indonesia, sumber hukum islam kadang-kadang disebut
dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.1[4]
1) Al Qur’an
a) Pengertian al Qur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau
qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).
Sedangkan secara terminologi (syariat),
Secara etimologis al Quran adalah bentuk masdhar dari kata qa-ra-a ( ), sewazan
dengan kata fulan yang artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis
padanya, atau melihat dan menelaah.
1
Definisi al Quran menurut beberapa tokoh :
1. Syaltut, al Qur’an adalah “ lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, dinukilkan kepada kita secara mutawatir ”.
2. Al Syaukani, al Qur’an adalah “ kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir ”.
3. Abu Zahroh, al Qur’an adalah “ kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW “.
4. Al Sarkhisi, al Qur’an adalah “ kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh yang mashur
dan dinukilkan secara mutawatir “.
5. Al Midi, al Qur’an adalah “ al kitab adalah al Quran yang diturunkan “.
6. Ibnu Subki, al Qur’an adalah “ lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, mengandung mujizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya “.
Jadi Al-Qur’an adalah firman Allah s.w.t. yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w. secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril, sebagai
mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah ibadah. Al-
Qur’an ini turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran
nabi Muhammad s.a.w.
3
e) Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan.
2. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia
dengan lingkungan sekitar.
3. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia
dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial.
4
5. Dari segi kandungan mengenai pedoman hidup yang menuntun manusia
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat ; tentang halal-haram, salah-
benar, baik-buruk, boleh dan tidak boleh serta tentang etika pergaulan.
i) Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di
dalamnya terkandung aturan kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh
umat manusia..
2) SUNNAH(HADIS)
a. Pengertian Sunnah
Secara etimologi sunnah berarti cara yang biasa dilakukan, baik cara itu baik
atau buruk.
Sunah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara.
Sedangkan sunah menurut istilah syara' ialah perkataan Nabi Muhammad
saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau
diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, serta nabi tidak menegurnya.
Pengertian sunnah dari beberapa ulama:
1. Menurut ulama ushul, sunnah adalah “ apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
pengakuan dan sifat Nabi ”.
5
2. Menurut ulama fiqh, sunnah adalah “ sifat hukum bagi suatu perbuatan
yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti
dengan pengertian diberi pahalaorang yang melakukannyadan tidak
berdosa orang yang tidak melakukannya.
b. Kategorisasi Sunah
sunah pada umumnya dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu:
1). Khabar yang pasti kebenarannya, seperti apa yang datang dari Allah, rasul-
Nya dan khabar yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir.
2). Khabar yang pasti salahnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak
mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar yang menyatakan antara hidup
dan mati dapat berkumpul. Atau khabar yang bertentangan dengan ketentuan
syariat, seperti mengakui menjadi rasul, akan tetapi tidak disertai dengan
mukjizat.
3). Khabar yang tidak dapat dipastikan benar atau bohongnya seperti khabar-
khabar yang samar, karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana
yang kuat, benarnya atau bohongnya. Atau kadang-kadang kuat benarnya,
tetapi tidak pasti (qath'i), seperti pemberitaan orang yang adil. Dan kadang-
kadang juga kuat bohongnya, tetapi tidak dapat dipastikan ,seperti
pemberitaan orang fasiq.
c. Macam-Macam Sunnah
1. Sunnah Qauliyah
Sunah Qauliyah yaitu perkataan Nabi saw. yang menerangkan hukum-
hukum agama dan maksud isi Al-Qur'an serta berisi peradaban, hikmah,
ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia. Sunah
qauliyah (ucapan) ini dinamakan juga dengan Hadis Nabi saw.
2. Sunah Fi‘liyah
Sunah Fi‘liyah yaitu perbuatan Nabi saw. yang menerangkan cara
melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, salat dan sebagainya.
6
.Sunah fi‘liyah itu terbagi sebagai berikut:
a). Perbuatan Nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati,dan gerakan
tubuh, seperti: bernapas, duduk, berjalan dan sebagainya.
b). Perbuatan Nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti: cara-cara makan,
tidur dan sebagainya.
c). Perbuatan Nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, seperti
menyambungkan puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari
empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
d). Perbuatan Nabi saw.yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal
(global), seperti: salat dan hajinya
e). Perbuatan Nabi saw.yang dilakukan terhadap orang lain sebagai suatu
hukuman, seperti: menahan orang,atau mengusahakan milik orang lain.
Di sini perlu mengetahui sebab-sebabnya, kalau berlaku orang yang
dakwa-mendakwa, maka tentu berlaku sebagai keputusan.
f). Pebuatan Nabi saw. yang menunjukkan suatu kebolehan, seperti:
berwudhu dengan satu kali, dua kali dan tiga kali.
3. Sunnah Taqririyah
Sunnah taqririyah adalah sikap nabi terhadap suatu kejadian yang dilihatnya
berupa perbuatan atau ucapan sahabat. Sikap Nabi itu ada kalanya dengan
cara mendiamkannya, tidak menunjukkan tanda-tanda mengingkari atau
menyetujuinya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu
sehingga dengan adanya ikrar Nabi tersebut perbuatan itu dianggap sebagai
perbuatan nabi yang hukumnya boleh dilakukan.
7
d. Fungsi sunnah adalah :
1. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al Qur`an
(ta`qid dan taqrir)
2. menetapkan serta mengukuhkan hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
3. Sunnah dapat merinci, menfsiri kata-kata yang masih global, membatasi dan
mentakhsis (mengkhususkan) hal hal yang masih bersifat umum dalam Al-
Qur’an.
3. Sunnah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dapat menetapkan hukum baru.
4. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al Qur`an.
3) IJTIHAD
a. Pengertian
Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat
dan sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan
giat dan sungguh-sungguh.
Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam
Al-Qur’an maupun Hadits, dengan menggunakan akal pikiran serta
berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
8
b. Syarat-syarat melakukan ijtihad
1. Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
2. Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
3. Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
4. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang
berhubungan dengan masalah hokum, dengan pengertian ia mampu
membahas ayat ayat untuk menggali hukum.
5. Memiliki pengetahuan yang luas tentang hadist-hadist yang berhubungan
dengan masalah hukum.
6. Mengetahui tentang latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan
hadist.
c. Kedudukan Ijtihad
Ijtihad mendududki posisi yang ketiga dalam hukum islam setelah al- Qur’an
dan al- sunnah ,Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk
mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul
yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits sendiri juga
mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
pikiran untuk berijtihad
d. Lapangan ijtihad
Sesuai dengan namanya, ijtihad berarti mencari sesuatu yang tidak secara
eksplisit didapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, berarti mengartikan,
menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari kedua sumber tersebut,
9
c) Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan al-
Sunnah.
d) Ketetapan ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolute, tetapi
sifatnya relative
e) Dalam proses berijtihad harus mempertimbangkan berbagai aspek,
diantaranya aspek lingkungan, aspek manfaat dan madharat atau akibat,
aspek motivasi dan nilai-nilai yang menjadi ciri khas ajaran Islam.
f) Ijtihad mencakup bidang mu’amalah (ihwal ekonomi), jinayat
(kriminalitas), siasat (politik), ahwal syakhshiyyah (ihwal kekeluargaan),
dan da’wah (misson), kedokteran, sains dan teknologi dan sebagainya.
4) QIYAS
a. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa artinya, mengukur sesuatu dengan lainnya dan
mempersamakannya
.Menurut istilah, qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang
belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu hukum yang
sudah ditentukan oleh nas, disebabkan adanya persamaan di antara
keduanya.
qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya
dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan
illat hukum.
10
b. Rukun dan Syarat Qiyas
Rukun qiyas ada empat, yaitu:
1). Ashal (pangkal) yaitu sesuatu yang menjadi ukuran atau tempat
menyerupakan (musyabbah bih).
2). Furu‘(cabang), yaitu sesuatu yang diukur atau diserupakan(musyabbah).
3). Illat, yaitu sifat yang menghubungkan antara pangkal dan cabang.
4). Hukum, sesuatu yang ditetapkan pada furu‘ sesudah tetap pada ashal
(hukum yang dihasilkan dari qiyas).
c. Syarat Qiyas
1). Syarat ashal/pokok
Syarat ashal atau pokok ada 3 macam, yaitu:
a). Hukum ashal harus masih tetap (berlaku), karena kalau sudah tidak
berlaku lagi (sudah dirubah/dimansukh), maka tidak mungkinfuru‘
berdiri sendiri.
b). Hukum yang berlaku pada ashal, adalah hukum syara', karena yang
sedang dibahas oleh kita ini hukum syara' pula.
c). Hukum pokok atau ashal tidak merupakan hukum pengecualian.
Seperti sahnya puasa bagi orang yang lupa, meskipun makan dan
minum.
11
3). Syarat-syarat illat ada tiga
a). Hendaknya illat itu harus berturut-turut, artinya jika illat itu ada,
maka dengan sendirinya hukum pun ada.
b). Sebaliknya apabila hukum ada, illat pun ada.
c). Illat tidak boleh menyalahinas, karena kedudukan illat tidak dapat
mengalahkannya, maka dengan demikian tentu nas lebih dahulu
mengalahkan illat.
d. Macam-macam Qiyas
Qiyas dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu: Qiyas Aulawi, Qiyas
Musawi, Qiyas Dilalah dan Qiyas Syibh.
a). Qiyas Aulawi (melebihkan atau mengutamakan)
Qiyas aulawiialah qiyas yang illatnya dapat menetapkan adanya hukum,
sementara cabangnya lebih pantas menerima hukum daripada ashal.Seperti
haramnya memukul kedua orang tua yang diqiyaskan dengan haramnya
memaki mereka.
b). Qiyas Musawi (illat hukumnya sama)
Qiyas musawiialah qiyas yang illatnya sama dengan illat qiyas aulawi, hanya
saja hukum yang berhubungan dengan cabang (furu‘), kedudukannya
setingkat dengan hukum ashalnya. Seperti qiyas memakan harta benda anak
yatim dan membakarnya.
c). Qiyas Dilalah (menunjukkan)
Qiyas dilalahialah qiyas yang illatnya tidak dapat menetapkan hukum,akan
tetapi dapat menunjukkan adanya hukum. Seperti mengqiyaskan wajibnya
zakat harta benda anak-anak yatim dengan wajibnya zakat harta orang
dewasa, dengan alasan yaitu keduanya merupakan harta yang tumbuh.
d). Qiyas Syibh (menyerupai)
Qiyas syibh adalah mengqiyaskan cabang yang diragukan di antara kedua
pangkal dengan illat yang lebih menyamai.Seperti budak yang mati
terbunbuh.. Dalam hal budak yang mati terbunbuh tentu lebih sesuai
tentunya lebih sesuai diqiyaskan dengan dengan harta benda, karena ia dapat
dimiliki, diwariskan dan lain sebagainya.
12
e. Kedudukan Qiyas
Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat setelah Al
Qur'an, Hadis dan Ijtihad.
5. IJMA’
1. Pengertian Ijma’
Ijma' menurut bahasa, artinyasepakat, setuju atau sependapat.
Secara etimologi, ijma` mengandung dua arti :
1. Ijma` berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan
berbuat sesuatu.
2. Ijma` juga berarti sepakat.
Menurut istilah syar`i pengertian ijma` dirumuskan sebagai berikut :
a. Al Ghazali, ijma` yaitu kesepakatan umat Muhammad SAW secara
khusus atas sesuatu urusan agama
b. Al Midi, ijma` yaitu kesepakatan sejumlah ahlul halli wal `Aqd (
para ahli yang kompeten dalam mengurusi umat ) dari umat
Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.
2. Pembagian Ijma’
Ijma' umat itu dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Ijma' Qauli
Ijma' qauli (ucapan); yaitu ijma' di mana para ulama yang ahli ijtihad
ijtihad menetapkan pendapatnya baik dengan lisan maupun tulisan
yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di
masanya.
b. Ijma’ Sukuti
Ijma' sukuti (diam); ialah diamnya para mujtahid terhadap suatu
persoalan, mereka tidak mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid lain,
dan diamnya itu bukan karena takut atau malu.Ijma' ini disebut juga
ijma' dzanni
13
3. Rukun ( unsur ) ijma`:
4. Persyaratan Ijma`
b. Berlalunya masa
5. Fungsi Ijma`
6. Kedudukan Ijma`
Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma` menempati salah satu dalil
hukum setelah al Qur`an dan Sunnah. Jadi, ijma` dapat menetapkan hukum
yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Kamal Mukhtar,dkk, Ushul Fiqih Jilid 1, CPT Dana Bakti Wakaf, Yogjakarta, 1995
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta, 1998
Sudirman terba
AM.hasan ali,MA
http://almanhaj.or.id/content/2944/slash/0
http://www.media.isnet.org
https://mhs.blog.ui.ac.id/afif.akbar11/wp…/makalah-agamanew.docx
15