Anda di halaman 1dari 5

Mutu Pelayanan kesehatan adalah yang merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan

dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien dan tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Semakin bermutu
pelayanan kesehatan, maka semakin tinggi pula kepuasan yang dimiliki pasien. Kepuasan tersebut
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk

JudulMutu Pelayanan (Kesehatan dan Kebidanan)


No. ISBN9786027670228
PenulisJenny J.S. Sondakh | Marjati | Tatarini Ika Pipitcahyani
PenerbitSalemba Medika
Tanggal terbit2013

Definisi Mutu Pelayanan Kebidanan


Mutu Pelayanan Kebidanan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil
kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dampak (Roemer dalam Amiruddin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap
standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006)

B. Syarat-Sayarat Akreditasi Rumah Sakit


Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen
rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah
sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu.
Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat
untuk berobat keluar negeri.
Sesuai dengan Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala
menimal 3 (tiga) tahun sekali.

Meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan,
yaitu 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan, namun dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu
pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap
mutu rumah sakit di Indonesia.
Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit
yang lebih berkualitas dan menuju standar Internasional. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI
khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi
yang mengacu pada Joint Commission International (JCI). Standar akreditasi ini selain sebagian
besar mengacu pada sistem JCI, juga dilengkapi dengan muatan lokal berupa program prioritas
nasional yang berupa program Millenium Development Goals (MDG’s) meliputi PONEK, HIV
dan TB DOTS dan standar-standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI.
Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali.
Akreditasi rumah sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995, yang dimulai hanya 5
(lima) pelayanan, pada tahun 1998 berkembang menjadi 12 (dua belas) pelayanan dan pada tahun
2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah sakit dapat memilh akreditasi untuk 5 (lima), 12
(duabelas) atau 16 (enam belas) pelayanan, sehingga standar mutu rumah sakit dapat berbeda
tergantung berapa pelayanan akreditasi yang diikuti.
Mengapa untuk mendapatkan akreditasi A atau akreditasi penuh sangat sulit?Berikut penjelasan
syarat-syarat yang harus di penuhi :
1. Untuk dapat dinilai atau disurvey kelayakannya oleh KARS, minimal kita memiliki 5 pokja
yang siap untuk disurvei keseluruhan, terutama dari kelengkapan dokumennya. (itupun nantinya
baru terakreditasi tingkat dasar).
2. Scope rumah sakit yang sangat luas, yang di lengkapi 3 instalasi besar, yaitu rawat jalan,
rawat inap dan kamar operasi. Serta beberapa instalasi pendukung seperti : Rekam Medis, Laborat,
ISPRS, Radiologi, Gizi, Sanitasi dan lain-lain.
3. Tenaga kerja yang terlibat dalam jumlah yang sangat besar, sehingga harus sering koordinasi,
sosialisasi, deseminasi dan sebagainya.
4. Protap, kebijakan, alur dan sop yang begitu banyak dan beragam yang memberatkan beban
kerja masing-masing pokja didalam memilah-milah dan mengelompokkan arsipnya berdasarkan
standar dan parameter.(itupun untuk yang dokumennya sudah lengkap).
5. Jumlah pokja yang cukup banyak yang menaungi semua instalasi di rumah sakit dengan
karakteristik standar dan parameter masing-masing pokja yang unik dan berbeda satu sama
lainnya. Seperti : Pokja Admin & Men, Pokja Keperawatan, Pokja Kamar Operasi, Pokja K3,
Pokja Peristi, Pokja YanMed, Pokja Laborat, Pokja Radiologi, Pokja Inos, Pokja Rekam Medik,
Pokja UGD dan lain-lain.
6. Meskipun dokumen yang Anda miliki sudah lengkap, ternyata masih banyak pekerjaan
menumpuk setelah itu. Misalnya penyesuaian dokumen dengan tanggal pelaksanaan kegiatan,
kelengkapan tanda tangan, daftar hadir, undangan, dan penyesuaian lainnya.

C. Peraturan Pemerintah Tentang Registrasi Bidan


Berdasarkan KEPMENKES RI No 900/MENKES/SK/VII/2002Pasal 1menyatawakan bahwa,:
“Registrasi adalah proses pendaftaran,pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan,setelah
dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang
ditetapkan,sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya. “
Berdasarkan definisi terseut maka tujuan regestrasi dapat di jabarkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan keemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan
dan tehnologi yang berkembang pesat.
2. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam penyelesaian kasus mal
praktik.
3. Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik
Kemudian pada pasal dua dinyatakan bahwa dalam registrasi kebidanan terdapat beberapa langkah
dalam pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
1. Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-
lambatnya 1 ( satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
2. Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir 1
terlampir
3. 1). Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh
SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
2) Kelengkapan registrasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi:
a. Fhoto copy ijazah bidan
b. Fhoto copy Transkrip Nilai Akademik
c. Surat keterangan sehat dari dokter
d. Pas fhoto ukuran 4x6 cm sebanyak dua (2) lembar
3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tercantum dalam formulir II
Pasal 4
1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atas Nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi
berdasarkan permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 untuk menerbitkan SIB
2) SIB sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi atas Nama Menteri Kesehatan,dalam waktu selambat-lambatnya 1(satu) bulan sejak
permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir

Pasal 5
1) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang
telah diterbitkan.
2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri
Kesehatan melalui Sekretariat Jendral c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan
dengan tmbusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian
secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.

Pasal 7
1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbahrui serta merupakan dasar untuk
menerbitkan SIPB.
2) Pembahruan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepaa Dinas
Kesehatan Provinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat keterangan sehat dari dokter
c. Pas fhoto ukuran 4x6 cm dua (2) lembar
D. Prinsip Manajemen Mutu dan Fungsi Pertama Dalam Manajemen Mutu
Prinsip proses managemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh American
College Of Nurse Midwife (ACNM) terdiri dari :
1. Secara sistematis mengumpulkan data dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan
dengan melakukan pengkajian yang keomprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk
mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
2. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan interpretasi data dasar.
3. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan masalah dan
merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
4. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat keputusan dan bertanggung
jawab terhadap kesehatannya.
5. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
6. Secara pribadi bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual.
7. Melakukan konsultasi, perencanaan dan melaksanakan manajemen dengan berkolaborasi dan
merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya.
8. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalam situasi darurat dan bila ada
penyimpangan dari keadaan normal.
9. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan merevisi
rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
Seorang bidan dalam manajemen yang dilakukan perlu lebih kritis untuk mengantisipasi masalah
atau diagnosa potensial. Dengan kemampuan yang lebih dalam melakukan analisa, bidan akan
menemukan diagnosa atau masalah potensial ini. Kadangkala bidan juga harus segera bertindak
untuk menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga melakukan kolaborasi, konsultasi atau
bahkan merujuk kliennya.
Prinsip-prinsip manajemen kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan:
1. Minimalkan rasa tidak nyaman baik fisik maupun emosi
2. Jaga privasi klien
3. Adaptasikan pola pendekatan ke klien dengan tepat
4. Beri kesempatan kepada klien untuk mendapatkan dukungan
5. Saling bertukar informasi
6. Beri kesempatan klien untuk bertanya
7. Dukung hak klien untuk membuat dan bertanggung jawab terhadap setiap keputusan
mengenai perawatan
8. Komunikasikan dengan tim kesehatan lain
9. Terima tanggung jawab dalam membuat keputusan dan konsekuensinya
10. Kembangkan lingkungan yang saling menghargai di setiap interaksi profesional.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Program menjaga mutu prospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum
pelayanan kesehatan diselenggarakan.
Mutu Pelayanan Kebidanan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil
kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dampak.
B. Saran
1. Diharapkan kepada pihak akademik agar menyediakan bahan bacaan yang berkenaan dengan
mutu pelayanan dalam kebidanan.
2. Diharapkan kepada para mahasiwi agar dapat memahami syarat-syarat akkrediatsi Rumah
sakit serta peraturan-peraturan mengenai registrasi bidan dalam pelayanan mutu kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA

Arwani. 2002. Mutu pelayanan kebidanan. EGC. Jakarta

Nurmawati, 2010. Mutu Pelayanan Kebidanan. Jakarta, Trans Info Media

Prawirohardjo Sarwono.2010.Pelayan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: PT.Bina Pustaka

Syafrudin,dkk.2010.Manajemen mutu pelayanan kesehatan untuk bidan.Jakarta:Trans Info Media

Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Setiawan.2010.sekumpulan Naskah Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.Jakarta:CV.Trans


Info Medika

W.,Nurul Eko.2010.Etika Profesi dan Hukum Kebidanan.Yogyakarta:Pustaka Rihama

Wulandari Dian.2009. Komunikasi , manajement mutu pelayanan kebidanan. Jogjakarta: NUHA


MEDIKA Press

Zulvadi, Dudi.2010.Etika & Manajemen Kebidanan.Yogyakarta:Cahaya Ilmu

Anda mungkin juga menyukai