PENDAHULUAN
1. Latar belakang
B. Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara
nyata dalam merawat pasien dengan sirosis hepatis.
Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan sirosis
hepatis.
b. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan sirosis hepatis.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
e. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis
toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi
jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres
dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan
hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu :
lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula
fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang
dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar
berikut
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis
hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa
didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah
tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga
hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai
gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi
menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis
hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat
berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum
yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain,
antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan
pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas
maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12
atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan
albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin,
9
pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar
38
normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL . Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
39
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-
3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma
atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II)
untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-
500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan
selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat
ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali
dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai
dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah
garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit
Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu
yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani
serta rohani pasien.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak
berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan
sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting
dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
4. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti
ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature,
kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang
dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena
keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
6. Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan
pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari
edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti
infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubahan peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper,
& Dirksen, 2000).
7. Pemeriksaan Fisik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet 1. Memberikan
aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dalam aktivitas protein (TKTP). dan protein bagi
dengan Kriteria Hasil: 2. Berikan suplemen proses
kelelahan dan Melaporkan vitamin (A, B penyembuhan.
penurunan peningkatan kekuatan kompleks, C dan K) 2. Memberikan
berat badan dan kesehatan pasien. 3. Motivasi pasien nutrien tambahan.
Merencanakan untuk melakukan 3. Menghemat
aktivitas untuk latihan yang diselingi tenaga pasien
memberikan istirahat sambil mendorong
kesempatan istirahat 4. Motivasi dan bantu pasien untuk
yang cukup. pasien untuk melakukan latihan
Meningkatkan melakukan latihan dalam batas
aktivitas dan latihan dengan periode toleransi pasien.
bersamaan dengan waktu yang 4. Memperbaiki
bertambahnya ditingkatkan secara perasaan sehat
kekuatan. bertahap secara umum dan
Memperlihatkan percaya diri
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
2. Perubahan Tujuan: Pemeliharaan 1. Catat suhu tubuh 1. Memberikan
suhu tubuh: suhu tubuh yang secara teratur. dasar untuk deteksi
hipertermia normal 2. Motivasi asupan hati dan evaluasi
berhubungan Kriteria Hasil: cairan intervensi.
dengan proses Melaporkan suhu 3. Lakukan kompres 2. Memperbaiki
inflamasi pada tubuh yang normal dingin atau kantong kehilangan cairan
sirosis dan tidak terdapatnya es untuk menurunkan akibat perspirasi
gejala menggigil atau kenaikan suhu tubuh. serta febris dan
perspirasi. 4. Berikan meningkatkan
Memperlihatkan antibiotik seperti tingkat kenyamanan
asupan cairan yang yang diresepkan. pasien.
adekuat. 5. Hindari kontak 3. Menurunkan
dengan infeksi. panas melalui
6. Jaga agar pasien proses konduksi
dapat beristirahat serta evaporasi, dan
sementara suhu meningkatkan
tubuhnya tinggi. tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju
metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
3. Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Batasi natrium 1. Meminimalkan
integritas kulit integritas kulit dan seperti yang pembentukan
yang proteksi jaringan diresepkan. edema.
berhubungan yang mengalami 2. Berikan 2. Jaringan dan
dengan edema. perhatian dan kulit yang edematus
pembentukan Kriteria Hasil: perawatan yang mengganggu suplai
edema. Memperlihatkan cermat pada kulit. nutrien dan sangat
turgor kulit yang 3. Balik dan ubah rentan terhadap
normal pada posisi pasien dengan tekanan serta
ekstremitas dan sering. trauma.
batang tubun. 4. Timbang berat 3. Meminimalkan
Tidak badan dan catat tekanan yang lama
memperlihatkan luka asupan serta haluaran dan meningkatkan
pada kulit. cairan setiap hari. mobilisasi edema.
Memperlihatkan 5. Lakukan latihan 4. Memungkinkan
jaringan yang normal gerak secara pasif, perkiraan status
tanpa gejala eritema, tinggikan ekstremitas cairan dan
perubahan warna atau edematus. pemantauan
peningkatan suhu di 6. Letakkan terhadap adanya
daerah tonjolan bantalan busa yang retensi serta
tulang. kecil dibawah tumit, kehilangan cairan
Mengubah maleolus dan dengan cara yang
posisi dengan sering. tonjolan tulang paling baik.
lainnya. 5. Meningkatkan
mobilisasi edema.
6. Melindungi
tonjolan tulang dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
4. Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Observasi dan 1. Memberikan
integritas kulit integritas kulit dan catat derajat ikterus dasar untuk
berhubungan meminimalkan iritasi pada kulit dan sklera. deteksi perubahan
dengan ikterus kulit 2. Lakukan dan evaluasi
dan status Kriteria Hasil: perawatan yang intervensi.
imunologi Memperlihatkan sering pada kulit, 2. Mencegah
yang kulit yang utuh tanpa mandi tanpa kekeringan kulit
terganggu terlihat luka atau menggunakan sabun dan meminimalkan
infeksi. dan melakukan pruritus.
Melaporkan tidak masase dengan 3. Mencegah
adanya pruritus. losion pelembut ekskoriasi kulit
Memperlihatkan (emolien). akibat garukan.
pengurangan gejala 3. Jaga agar kuku
ikterus pada kulit dan pasien selalu pendek.
sklera.
Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
5. Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi pasien 1. Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi untuk makan penting bagi
kurang dari Kriteria Hasil: makanan dan penderita anoreksia
kebutuhan Memperlihatkan suplemen makanan. dan gangguan
tubuh asupan makanan yang 2. Tawarkan makan gastrointestinal.
berhubungan tinggi kalori, tinggi makanan dengan 2. Makanan dengan
dengan protein dengan porsi sedikit tapi porsi kecil dan
anoreksia dan jumlah memadai. sering. sering lebih
gangguan Mengenali 3. Hidangkan ditolerir oleh
gastrointestina makanan dan makanan yang penderita anoreksia.
l. minuman yang menimbulkan selera 3. Meningkatkan
bergizi dan dan menarik dalam selera makan dan
diperbolehkan dalam penyajiannya. rasa sehat.
diet. 4. Pantang alkohol. 4. Menghilangkan
Bertambah berat 5. Pelihara higiene makanan dengan
tanpa oral sebelum makan. “kalori kosong” dan
memperlihatkan 6. Pasang ice collar menghindari iritasi
penambahan edema untuk mengatasi lambung oleh
dan pembentukan mual. alkohol.
asites. 7. Berikan obat yang 5. Mengurangi
Mengenali dasar diresepkan untuk citarasa yang tidak
pemikiran mengapa mengatasi mual, enak dan
pasien harus makan muntah, diare atau merangsang selera
sedikit-sedikit tapi konstipasi. makan.
sering. 8. Motivasi 6. Dapat
Melaporkan peningkatan asupan mengurangi
peningkatan selera cairan dan latihan frekuensi mual.
makan dan rasa sehat. jika pasien 7. Mengurangi
Menyisihkan melaporkan gejala
alkohol dari dalam konstipasi. gastrointestinal dan
diet. 9. Amati gejala yang perasaan tidak enak
Turut serta dalam membuktikan adanya pada perut yang
upaya memelihara perdarahan mengurangi selera
higiene oral sebelum gastrointestinal. makan dan
makan dan keinginan terhadap
menghadapi mual. makanan.
Menggunakna obat 8. Meningkatkan
kelainan pola defekasi yang
gastrointestinal normal dan
seperti yang mengurangi rasa
diresepkan. tidakenak serta
Melaporkan fungsi distensi pada
gastrointestinal yang abdomen.
normal dengan 9. Mendeteksi
defekasi yang teratur. komplikasi
Mengenali gejala gastrointestinal
yang dapat yang serius.
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.
6. Resiko Tujuan: Pengurangan 1. Amati setiap feses 1. Memungkinkan
cedera resiko cedera yang dieksresikan deteksi perdarahan
berhubungan Kriteria Hasil: untuk memeriksa dalam traktus
dengan Tidak warna, konsistensi gastrointestinal.
hipertensi memperlihatkan dan jumlahnya. 2. Dapat
portal, adanya perdarahan 2. Waspadai gejala menunjukkan
perubahan yang nyata dari ansietas, rasa penuh tanda-tanda dini
mekanisme traktus pada epigastrium, perdarahan dan
pembekuan gastrointestinal. kelemahan dan syok.
dan gangguan Tidak kegelisahan. 3. Mendeteksi tanda
dalam proses memperlihatkan 3. Periksa setiap feses dini yang
detoksifikasi adanya kegelisahan, dan muntahan untuk membuktikan
obat. rasa penuh pada mendeteksi darah adanya perdarahan.
epigastrium dan yang tersembunyi. 4. Menunjukkan
indikator lain yang 4. Amati manifestasi perubahan pada
menunjukkan hemoragi: ekimosis, mekanisme
hemoragi serta syok. epitaksis, petekie dan pembekuan darah.
Memperlihatkan perdarahan gusi. 5. Memberikan
hasil pemeriksaan 5. Catat tanda-tanda dasar dan bukti
yang negatif untuk vital dengan interval adanya hipovolemia
perdarahan waktu tertentu. dan syok.
tersembunyi 6. Jaga agar pasien 6. Meminimalkan
gastrointestinal. tenang dan resiko perdarahan
Bebas dari daerah- membatasi dan mengejan.
daerah yang aktivitasnya. 7. Memudahkan
mengalami ekimosis 7. Bantu dokter insersi kateter
atau pembentukan dalam memasang kontraumatik untuk
hematom. kateter untuk mengatasi
Memperlihatkan tamponade balon perdarahan dengan
tanda-tanda vital yang esofagus. segera pada pasien
normal. 8. Lakukan observasi yang cemas dan
Mempertahankan selama transfusi melawan.
istirahat dalam darah dilaksanakan. 8. Memungkinkan
keadaan tenang ketika 9.Ukur dan catat deteksi reaksi
terjadi perdarahan sifat, waktu serta transfusi (resiko ini
aktif. jumlah muntahan. akan meningkat
Mengenali rasional 10. Pertahankan dengan pelaksanaan
untuk melakukan pasien dalam lebih dari satu kali
transfusi darah dan keadaan puasa jika transfusi yang
tindakan guna diperlukan. diperlukan untuk
mengatasi 11. Berikan vitamin mengatasi
perdarahan. K seperti yang perdarahan aktif
Melakukan diresepkan. dari varises
tindakan untuk 12. Dampingi pasien esofagus)
mencegah trauma secara terus menerus 9. Membantu
(misalnya, selama episode mengevaluasi taraf
menggunakan sikat perdarahan. perdarahan dan
gigi yang lunak, 13. Tawarkan kehilangan darah.
membuang ingus minuman dingin 10. Mengurangi
secara perlahan- lewat mulut ketika resiko aspirasi isi
lahan, menghindari perdarahan teratasi lambung dan
terbentur serta (bila diinstruksikan). meminimalkan
terjatuh, menghindari 14. Lakukan tindakan resiko trauma lebih
mengejan pada saat untuk mencegah lanjut pada
defekasi). trauma : esofagus dan
Tidak mengalami a. Mempertahankan lambung.
efek samping lingkungan yang 11. Meningkatkan
pemberian obat. aman. pembekuan dengan
Menggunakan b. Mendorong pasien memberikan
semua obat seperti untuk membuang vitamin larut lemak
yang diresepkan. ingus secara yang diperlukan
Mengenali rasional perlahan-lahan. untuk mekanisme
untuk melakukan c. Menyediakan sikat pembekuan darah.
tindakan penjagaan gigi yang lunak dan 12. Menenangkan
dengan menggunakan menghindari pasien yang merasa
semua obat. penggunaan tusuk cemas dan
gigi. memungkinkan
d. Mendorong pemantauan serta
konsumsi makanan deteksi terhadap
dengan kandungan kebutuhan pasien
vitamin C yang selanjutnya.
tinggi. 13. Mengurangi
e. Melakukan resiko perdarahan
kompres dingin jika lebih lanjut dengan
diperlukan. meningkatkan
f. Mencatat lokasi vasokontriksi
tempat perdarahan. pembuluh darah
g. Menggunakan esofagus dan
jarum kecil ketika lambung.
melakukan 14. Meningkatkan
penyuntikan. keamanan pasien.
15. Berikan obat a. Mengurangi
dengan hati-hati; resiko trauma dan
pantau efek samping perdarahan dengan
pemberian obat. menghindari
cedera, terjatuh,
terpotong, dll.
b. Mengurangi
resiko epistaksis
sekunder akibat
trauma dan
penurunan
pembekuan darah.
c. Mencegah trauma
pada mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses
penyembuhan
e. Mengurangi
perdarahan ke
dalam jaringan
dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan tempat
perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi
resiko efek samping
yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
7. Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1. Pertahankan tirah 1. Mengurangi
berhubungan rasa kenyamanan baring ketika pasien kebutuhan
dengan agen Kriteria Hasil: mengalami gangguan metabolik dan
injuri biologi Mempertahankan rasa nyaman pada melindungi hati.
(hati yang tirah baring dan abdomen. 2. Mengurangi
membesar mengurangi aktivitas 2. Berikan iritabilitas traktus
serta nyeri ketika nyeri terasa. antipasmodik dan gastrointestinal dan
tekan dan Menggunakan sedatif seperti yang nyeri serta
asites) antipasmodik dan diresepkan. gangguan rasa
sedatif sesuai indikasi 3. Kurangi asupan nyaman pada
dan resep yang natrium dan cairan abdomen.
diberikan. jika diinstruksikan. 3. Memberikan
Melaporkan dasar untuk
pengurangan rasa mendeteksi lebih
nyeri dan gangguan lanjut kemunduran
rasa nyaman pada keadaan pasien dan
abdomen. untuk mengevaluasi
Melaporkan rasa intervensi.
nyeri dan gangguan 4. Meminimalkan
rasa nyaman jika pembentukan asites
terasa. lebih lanjut.
Mengurangi asupan
natrium dan cairan
sesuai kebutuhan
hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.
8. Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1. Batasi asupan 1. Meminimalkan
volume cairan kepada volume cairan natrium dan cairan pembentukan asites
berhubungan yang normal jika diinstruksikan. dan edema.
dengan asites Kriteria Hasil: 2. Berikan diuretik, 2. Meningkatkan
dan Mengikuti diet suplemen kalium dan ekskresi cairan
pembentukan rendah natrium dan protein seperti yang lewat ginjal dan
edema. pembatasan cairan dipreskripsikan. mempertahankan
seperti yang 3. Catat asupan dan keseimbangan
diinstruksikan. haluaran cairan. cairan serta
Menggunakan 4. Ukur dan catat elektrolit yang
diuretik, suplemen lingkar perut setiap normal.
kalium dan protein hari. 3. Menilai
sesuai indikasi tanpa 5. Jelaskan rasional efektivitas terapi
mengalami efek pembatasan natrium dan kecukupan
samping. dan cairan. asupan cairan.
Memperlihatkan 4. Memantau
peningkatan haluaran perubahan pada
urine. pembentukan asites
Memperlihatkan dan penumpukan
pengecilan lingkar cairan.
perut. 5. Meningkatkan
Mengidentifikasi pemahaman dan
rasional pembatasan kerjasama pasien
natrium dan cairan. dalam menjalani
dan melaksanakan
pembatasan cairan.
D. IMPLEMENTASi
A. Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya
identifikasi dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang).
Merupakan penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko
komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang memadai
dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis
hepatis ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta
pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien
dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung
dengan klien dengan sirosis hepatis.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC),
Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,
NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.