Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat


sekitar 1.5 kg. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh, namun hati terlibat
dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit
yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme
intermedier (Koolman, J & Rohm K.H, 2001)
Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma,
dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya
1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi
secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di
daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa
dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yang disusun di dalam lempengan-
lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang
disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel
fagosit yang disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah
dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel
hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-
tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari vena-vena
hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara
lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis / TRIAD
yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang V.porta, A.hepatika, ductus
biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung
ke biliaris dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari
canaliculi yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis,
dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju
kandung empedu.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah.

B. Tujuan

 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara
nyata dalam merawat pasien dengan sirosis hepatis.
 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan sirosis
hepatis.
b. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan sirosis hepatis.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
e. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:

1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis
toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi
jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:


1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu
baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh
jaringan parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis
hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965
dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi.
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat
mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan
menyebabkan timbulnya sirosis hati.
D. ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1. ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan

darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres
dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan
hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu :
lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula
fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang
dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar
berikut

Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati


2. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat
dilihat dari sel-sel dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam
akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine
akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,
empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi
untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan
glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen
yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi,
hidrolisa atau konjugasi.
2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo
endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies
c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya
terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi
ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif
ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Pathway

Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)


F. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang
mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan
lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip
laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus

menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis
hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa
didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah
tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga
hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai
gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi
menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis
hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat
berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum
yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain,
antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan
pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas
maupun septikemi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine
kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12
atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan
albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin,
9
pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar
38
normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL . Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
39
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar
asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi
kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-
3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma
atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II)
untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :

1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-
500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan
selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat
ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali
dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai
dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah
garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit
Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu
yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani
serta rohani pasien.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak
berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan
sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting
dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
4. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti
ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature,
kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang
dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena
keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
6. Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan
pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari
edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti
infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubahan peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper,
& Dirksen, 2000).

7. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran dan keadaan umum pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar


(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit pasien, kekacauan fungsi dari hepar salah satunya membawa
dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan
kurang termasuk pada otak.

b. Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki


TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati,
abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi,
auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan
pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya
penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga
untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga
dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

1) Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda


awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis
kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul
dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien
Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG
hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
2) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
a) Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju
umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-
VIII)
b) Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3) Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena
kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang,
caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria,
bias juga ditemukan hemoroid.

8. Pola kegiatan sehari-hari


1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung,
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung
ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan
atau tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual,
muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema
umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas
berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis,
petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet 1. Memberikan
aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dalam aktivitas protein (TKTP). dan protein bagi
dengan Kriteria Hasil: 2. Berikan suplemen proses
kelelahan dan Melaporkan vitamin (A, B penyembuhan.
penurunan peningkatan kekuatan kompleks, C dan K) 2. Memberikan
berat badan dan kesehatan pasien. 3. Motivasi pasien nutrien tambahan.
Merencanakan untuk melakukan 3. Menghemat
aktivitas untuk latihan yang diselingi tenaga pasien
memberikan istirahat sambil mendorong
kesempatan istirahat 4. Motivasi dan bantu pasien untuk
yang cukup. pasien untuk melakukan latihan
Meningkatkan melakukan latihan dalam batas
aktivitas dan latihan dengan periode toleransi pasien.
bersamaan dengan waktu yang 4. Memperbaiki
bertambahnya ditingkatkan secara perasaan sehat
kekuatan. bertahap secara umum dan
Memperlihatkan percaya diri
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
2. Perubahan Tujuan: Pemeliharaan 1. Catat suhu tubuh 1. Memberikan
suhu tubuh: suhu tubuh yang secara teratur. dasar untuk deteksi
hipertermia normal 2. Motivasi asupan hati dan evaluasi
berhubungan Kriteria Hasil: cairan intervensi.
dengan proses Melaporkan suhu 3. Lakukan kompres 2. Memperbaiki
inflamasi pada tubuh yang normal dingin atau kantong kehilangan cairan
sirosis dan tidak terdapatnya es untuk menurunkan akibat perspirasi
gejala menggigil atau kenaikan suhu tubuh. serta febris dan
perspirasi. 4. Berikan meningkatkan
Memperlihatkan antibiotik seperti tingkat kenyamanan
asupan cairan yang yang diresepkan. pasien.
adekuat. 5. Hindari kontak 3. Menurunkan
dengan infeksi. panas melalui
6. Jaga agar pasien proses konduksi
dapat beristirahat serta evaporasi, dan
sementara suhu meningkatkan
tubuhnya tinggi. tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju
metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
3. Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Batasi natrium 1. Meminimalkan
integritas kulit integritas kulit dan seperti yang pembentukan
yang proteksi jaringan diresepkan. edema.
berhubungan yang mengalami 2. Berikan 2. Jaringan dan
dengan edema. perhatian dan kulit yang edematus
pembentukan Kriteria Hasil: perawatan yang mengganggu suplai
edema. Memperlihatkan cermat pada kulit. nutrien dan sangat
turgor kulit yang 3. Balik dan ubah rentan terhadap
normal pada posisi pasien dengan tekanan serta
ekstremitas dan sering. trauma.
batang tubun. 4. Timbang berat 3. Meminimalkan
Tidak badan dan catat tekanan yang lama
memperlihatkan luka asupan serta haluaran dan meningkatkan
pada kulit. cairan setiap hari. mobilisasi edema.
Memperlihatkan 5. Lakukan latihan 4. Memungkinkan
jaringan yang normal gerak secara pasif, perkiraan status
tanpa gejala eritema, tinggikan ekstremitas cairan dan
perubahan warna atau edematus. pemantauan
peningkatan suhu di 6. Letakkan terhadap adanya
daerah tonjolan bantalan busa yang retensi serta
tulang. kecil dibawah tumit, kehilangan cairan
Mengubah maleolus dan dengan cara yang
posisi dengan sering. tonjolan tulang paling baik.
lainnya. 5. Meningkatkan
mobilisasi edema.
6. Melindungi
tonjolan tulang dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
4. Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Observasi dan 1. Memberikan
integritas kulit integritas kulit dan catat derajat ikterus dasar untuk
berhubungan meminimalkan iritasi pada kulit dan sklera. deteksi perubahan
dengan ikterus kulit 2. Lakukan dan evaluasi
dan status Kriteria Hasil: perawatan yang intervensi.
imunologi Memperlihatkan sering pada kulit, 2. Mencegah
yang kulit yang utuh tanpa mandi tanpa kekeringan kulit
terganggu terlihat luka atau menggunakan sabun dan meminimalkan
infeksi. dan melakukan pruritus.
Melaporkan tidak masase dengan 3. Mencegah
adanya pruritus. losion pelembut ekskoriasi kulit
Memperlihatkan (emolien). akibat garukan.
pengurangan gejala 3. Jaga agar kuku
ikterus pada kulit dan pasien selalu pendek.
sklera.
Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
5. Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi pasien 1. Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi untuk makan penting bagi
kurang dari Kriteria Hasil: makanan dan penderita anoreksia
kebutuhan Memperlihatkan suplemen makanan. dan gangguan
tubuh asupan makanan yang 2. Tawarkan makan gastrointestinal.
berhubungan tinggi kalori, tinggi makanan dengan 2. Makanan dengan
dengan protein dengan porsi sedikit tapi porsi kecil dan
anoreksia dan jumlah memadai. sering. sering lebih
gangguan Mengenali 3. Hidangkan ditolerir oleh
gastrointestina makanan dan makanan yang penderita anoreksia.
l. minuman yang menimbulkan selera 3. Meningkatkan
bergizi dan dan menarik dalam selera makan dan
diperbolehkan dalam penyajiannya. rasa sehat.
diet. 4. Pantang alkohol. 4. Menghilangkan
Bertambah berat 5. Pelihara higiene makanan dengan
tanpa oral sebelum makan. “kalori kosong” dan
memperlihatkan 6. Pasang ice collar menghindari iritasi
penambahan edema untuk mengatasi lambung oleh
dan pembentukan mual. alkohol.
asites. 7. Berikan obat yang 5. Mengurangi
Mengenali dasar diresepkan untuk citarasa yang tidak
pemikiran mengapa mengatasi mual, enak dan
pasien harus makan muntah, diare atau merangsang selera
sedikit-sedikit tapi konstipasi. makan.
sering. 8. Motivasi 6. Dapat
Melaporkan peningkatan asupan mengurangi
peningkatan selera cairan dan latihan frekuensi mual.
makan dan rasa sehat. jika pasien 7. Mengurangi
Menyisihkan melaporkan gejala
alkohol dari dalam konstipasi. gastrointestinal dan
diet. 9. Amati gejala yang perasaan tidak enak
Turut serta dalam membuktikan adanya pada perut yang
upaya memelihara perdarahan mengurangi selera
higiene oral sebelum gastrointestinal. makan dan
makan dan keinginan terhadap
menghadapi mual. makanan.
Menggunakna obat 8. Meningkatkan
kelainan pola defekasi yang
gastrointestinal normal dan
seperti yang mengurangi rasa
diresepkan. tidakenak serta
Melaporkan fungsi distensi pada
gastrointestinal yang abdomen.
normal dengan 9. Mendeteksi
defekasi yang teratur. komplikasi
Mengenali gejala gastrointestinal
yang dapat yang serius.
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.
6. Resiko Tujuan: Pengurangan 1. Amati setiap feses 1. Memungkinkan
cedera resiko cedera yang dieksresikan deteksi perdarahan
berhubungan Kriteria Hasil: untuk memeriksa dalam traktus
dengan Tidak warna, konsistensi gastrointestinal.
hipertensi memperlihatkan dan jumlahnya. 2. Dapat
portal, adanya perdarahan 2. Waspadai gejala menunjukkan
perubahan yang nyata dari ansietas, rasa penuh tanda-tanda dini
mekanisme traktus pada epigastrium, perdarahan dan
pembekuan gastrointestinal. kelemahan dan syok.
dan gangguan Tidak kegelisahan. 3. Mendeteksi tanda
dalam proses memperlihatkan 3. Periksa setiap feses dini yang
detoksifikasi adanya kegelisahan, dan muntahan untuk membuktikan
obat. rasa penuh pada mendeteksi darah adanya perdarahan.
epigastrium dan yang tersembunyi. 4. Menunjukkan
indikator lain yang 4. Amati manifestasi perubahan pada
menunjukkan hemoragi: ekimosis, mekanisme
hemoragi serta syok. epitaksis, petekie dan pembekuan darah.
Memperlihatkan perdarahan gusi. 5. Memberikan
hasil pemeriksaan 5. Catat tanda-tanda dasar dan bukti
yang negatif untuk vital dengan interval adanya hipovolemia
perdarahan waktu tertentu. dan syok.
tersembunyi 6. Jaga agar pasien 6. Meminimalkan
gastrointestinal. tenang dan resiko perdarahan
Bebas dari daerah- membatasi dan mengejan.
daerah yang aktivitasnya. 7. Memudahkan
mengalami ekimosis 7. Bantu dokter insersi kateter
atau pembentukan dalam memasang kontraumatik untuk
hematom. kateter untuk mengatasi
Memperlihatkan tamponade balon perdarahan dengan
tanda-tanda vital yang esofagus. segera pada pasien
normal. 8. Lakukan observasi yang cemas dan
Mempertahankan selama transfusi melawan.
istirahat dalam darah dilaksanakan. 8. Memungkinkan
keadaan tenang ketika 9.Ukur dan catat deteksi reaksi
terjadi perdarahan sifat, waktu serta transfusi (resiko ini
aktif. jumlah muntahan. akan meningkat
Mengenali rasional 10. Pertahankan dengan pelaksanaan
untuk melakukan pasien dalam lebih dari satu kali
transfusi darah dan keadaan puasa jika transfusi yang
tindakan guna diperlukan. diperlukan untuk
mengatasi 11. Berikan vitamin mengatasi
perdarahan. K seperti yang perdarahan aktif
Melakukan diresepkan. dari varises
tindakan untuk 12. Dampingi pasien esofagus)
mencegah trauma secara terus menerus 9. Membantu
(misalnya, selama episode mengevaluasi taraf
menggunakan sikat perdarahan. perdarahan dan
gigi yang lunak, 13. Tawarkan kehilangan darah.
membuang ingus minuman dingin 10. Mengurangi
secara perlahan- lewat mulut ketika resiko aspirasi isi
lahan, menghindari perdarahan teratasi lambung dan
terbentur serta (bila diinstruksikan). meminimalkan
terjatuh, menghindari 14. Lakukan tindakan resiko trauma lebih
mengejan pada saat untuk mencegah lanjut pada
defekasi). trauma : esofagus dan
Tidak mengalami a. Mempertahankan lambung.
efek samping lingkungan yang 11. Meningkatkan
pemberian obat. aman. pembekuan dengan
Menggunakan b. Mendorong pasien memberikan
semua obat seperti untuk membuang vitamin larut lemak
yang diresepkan. ingus secara yang diperlukan
Mengenali rasional perlahan-lahan. untuk mekanisme
untuk melakukan c. Menyediakan sikat pembekuan darah.
tindakan penjagaan gigi yang lunak dan 12. Menenangkan
dengan menggunakan menghindari pasien yang merasa
semua obat. penggunaan tusuk cemas dan
gigi. memungkinkan
d. Mendorong pemantauan serta
konsumsi makanan deteksi terhadap
dengan kandungan kebutuhan pasien
vitamin C yang selanjutnya.
tinggi. 13. Mengurangi
e. Melakukan resiko perdarahan
kompres dingin jika lebih lanjut dengan
diperlukan. meningkatkan
f. Mencatat lokasi vasokontriksi
tempat perdarahan. pembuluh darah
g. Menggunakan esofagus dan
jarum kecil ketika lambung.
melakukan 14. Meningkatkan
penyuntikan. keamanan pasien.
15. Berikan obat a. Mengurangi
dengan hati-hati; resiko trauma dan
pantau efek samping perdarahan dengan
pemberian obat. menghindari
cedera, terjatuh,
terpotong, dll.
b. Mengurangi
resiko epistaksis
sekunder akibat
trauma dan
penurunan
pembekuan darah.
c. Mencegah trauma
pada mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses
penyembuhan
e. Mengurangi
perdarahan ke
dalam jaringan
dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan tempat
perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi
resiko efek samping
yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
7. Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1. Pertahankan tirah 1. Mengurangi
berhubungan rasa kenyamanan baring ketika pasien kebutuhan
dengan agen Kriteria Hasil: mengalami gangguan metabolik dan
injuri biologi Mempertahankan rasa nyaman pada melindungi hati.
(hati yang tirah baring dan abdomen. 2. Mengurangi
membesar mengurangi aktivitas 2. Berikan iritabilitas traktus
serta nyeri ketika nyeri terasa. antipasmodik dan gastrointestinal dan
tekan dan Menggunakan sedatif seperti yang nyeri serta
asites) antipasmodik dan diresepkan. gangguan rasa
sedatif sesuai indikasi 3. Kurangi asupan nyaman pada
dan resep yang natrium dan cairan abdomen.
diberikan. jika diinstruksikan. 3. Memberikan
Melaporkan dasar untuk
pengurangan rasa mendeteksi lebih
nyeri dan gangguan lanjut kemunduran
rasa nyaman pada keadaan pasien dan
abdomen. untuk mengevaluasi
Melaporkan rasa intervensi.
nyeri dan gangguan 4. Meminimalkan
rasa nyaman jika pembentukan asites
terasa. lebih lanjut.
Mengurangi asupan
natrium dan cairan
sesuai kebutuhan
hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.
8. Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1. Batasi asupan 1. Meminimalkan
volume cairan kepada volume cairan natrium dan cairan pembentukan asites
berhubungan yang normal jika diinstruksikan. dan edema.
dengan asites Kriteria Hasil: 2. Berikan diuretik, 2. Meningkatkan
dan Mengikuti diet suplemen kalium dan ekskresi cairan
pembentukan rendah natrium dan protein seperti yang lewat ginjal dan
edema. pembatasan cairan dipreskripsikan. mempertahankan
seperti yang 3. Catat asupan dan keseimbangan
diinstruksikan. haluaran cairan. cairan serta
Menggunakan 4. Ukur dan catat elektrolit yang
diuretik, suplemen lingkar perut setiap normal.
kalium dan protein hari. 3. Menilai
sesuai indikasi tanpa 5. Jelaskan rasional efektivitas terapi
mengalami efek pembatasan natrium dan kecukupan
samping. dan cairan. asupan cairan.
Memperlihatkan 4. Memantau
peningkatan haluaran perubahan pada
urine. pembentukan asites
Memperlihatkan dan penumpukan
pengecilan lingkar cairan.
perut. 5. Meningkatkan
Mengidentifikasi pemahaman dan
rasional pembatasan kerjasama pasien
natrium dan cairan. dalam menjalani
dan melaksanakan
pembatasan cairan.

9. Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Batasi protein 1. Mengurangi


proses berpikir status mental makanan seperti sumber amonia
berhubungan Kriteria Hasil: yang diresepkan. (makanan sumber
dengan Memperlihatkan 2. Berikan makanan protein).
kemunduran perbaikan status sumber karbohidrat 2. Meningkatkan
fungsi hati dan mental. dalam porsi kecil tapi asupan karbohidrat
peningkatan Memperlihatkan sering. yang adekuat untuk
kadar amonia. kadar amonia serum 3. Berikan memenuhi
dalam batas-batas perlindungan kebutuhan energi
yang normal. terhadap infeksi. dan
Memiliki orientasi 4. Pertahankan “mempertahankan”
terhadap waktu, lingkungan agar tetap protein terhadap
tempat dan orang. hangat dan bebas proses
Melaporkan pola dari angin. pemecahannya
tidur yang normal. 5. Pasang bantalan untuk menghasilkan
Menunjukkan pada penghalang di tenaga.
perhatian terhadap samping tempat 3. Memperkecil
kejadian dan aktivitas tidur. resiko terjadinya
di lingkungannya. 6. Batasi pengunjung. peningkatan
Memperlihatkan 7. Lakukan kebutuhan
rentang perhatian pengawasan metabolik lebih
yang normal. keperawatan yang lanjut.
Mengikuti dan cermat untuk 4. Meminimalkan
turut serta dalam memastikan gejala menggigil
percakapan secara keamanan pasien. karena akan
tepat. 8. Hindari meningkatkan
Melaporkan pemakaian preparat kebutuhan
kontinensia fekal dan opiat dan barbiturat. metabolik.
urin. 9. Bangunkan 5. Memberikan
Tidak mengalami dengan interval. perlindungan
kejang. kepada pasien jika
terjadi koma
hepatik dan
serangan kejang.
6. Meminimalkan
aktivitas pasien dan
kebutuhan
metaboliknya.
7. Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala
yang baru terjadi
dan meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8. Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah
overdosis obat yang
terjadi sekunder
akibat penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik
dan barbiturat.
9. Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
10. Pola napas Tujuan: Perbaikan 1. Tinggalkan 1. Mengurangi
yang tidak status pernapasan bagian kepala tempat tekanan abdominal
efektif Kriteria Hasil: tidur. pada diafragma dan
berhubungan Mengalami 2. Hemat tenaga memungkinkan
dengan asites perbaikan status pasien. pengembangan
dan restriksi pernapasan. 3. Ubah posisi toraks dan ekspansi
pengembangan Melaporkan dengan interval. paru yang
toraks akibat pengurangan gejala 4. Bantu pasien maksimal.
aistes, distensi sesak napas. dalam menjalani 2. Mengurangi
abdomen serta Melaporkan parasentesis atau kebutuhan
adanya cairan peningkatan tenaga torakosentesis. metabolik dan
dalam rongga dan rasa sehat. a. Berikan oksigen pasien.
toraks Memperlihatkan dukungan dan 3. Meningkatkan
frekuensi respirasi pertahankan posisi ekspansi
yang normal (12- selama menjalani (pengembangan)
18/menit) tanpa prosedur. dan oksigenasi pada
terdengarnya suara b. Mencatat semua bagian paru).
pernapasan tambahan. jumlah dan sifat 4. Parasentesis
Memperlihatkan cairan yang dan torakosentesis
pengembangan toraks diaspirasi. (yang dilakukan
yang penuh tanpa c. Melakukan untuk
gejala pernapasan observasi terhadap mengeluarkan
dangkal. bukti terjadinya cairan dari rongga
Memperlihatkan batuk, peningkatan toraks) merupakan
gas darah yang dispnu atau frekuensi tindakan yang
normal. denyut nadi. menakutkan bagi
Tidak pasien. Bantu
mengalami gejala pasien agar bekerja
konfusi atau sianosis. sama dalam
menjalani prosedur
ini dengan
meminimalkan
resiko dan
gangguan rasa
nyaman.
a. Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi
keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.
b. Menunjukkan
iritasi rongga pleura
dan bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).

D. IMPLEMENTASi

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat


sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan
menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien. Pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan serosis hepatis didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan
prinsip:

Mempertahankan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas

Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit

Meminimalkan terjadinya penurunan status nutrisi

Mengatasi resiko terjadinya cedera dan komplikasi


E. EVALUASI
Hasil Yang Diharapkan
1. Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas
a. Merencenakan aktivitas dan latihan serta periode istirahat secara bergantian
b. Melapokan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
c. Memperlihatkan peningkatan berat badan tanpa pertambahan edema dan
pembentukan asites
d. Turut serta dalam asuhan higienik
2. Meningkatkan asupan nutrisi
a. Memperlihatkan asupan nutrien yang tepat dan pantang alcohol yang di
cermin kan oleh catatan diet
b. Menaikkan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan asites
c. Melaporkan peredaan gangguan gastrointestinal dan anoreksia
d. Mengenali makanan dan cairan yang bergizi yang di perbolehkan atau
harus dibatasi dalam dietnya
e. Mengikuti terapi vitamin
f. Menjelaskan dasar pikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi
sering
3. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit
a. Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa bukti adanya luka, infeksi atau
trauma
b. Menunjukan turgor kulit yang normal pada ekstermitas dan batang tubuh
tanpa edema
c. Mengubah posisi dengan sering dan menginspeksi prominensia (tonjolan)
tulang setiap hari
d. Menggunakan losiaon untuk meredakan pruritus
4. Tidak menunjukkan cedera
a. Bebas dari daerah-daerahb ekimosim atau pembentukan hematom
b. Menyatakan dasar pemikiran untuk memasang penghalang disamping
tempat tidur dan meminta bantuan ketika akan turun dari tempat tidur
c. Melakukan tindakan untuk mencegah trauma (yaitu, menggunakan sikat
gigi yang lunak, membuang ingus secara perlahan-lahan, mengatur perabot
untuk mencegah agar pasien tidak terjatuh, menghindari mengejan ketika
melakukan defekasi)
5. Bebas dari komplikasi
a. Melaporkan tidak adanya gejala perdarahan yang nyata dari saluran cerna
(yaitu, tidak adanya gejala melena dan hematemesis)
b. Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat dan orang, serta memperlihatkan
rentang perhatian yang normal
c. Kadar ammonia serum dalam batas-batas normal
d. Mengenali adanya tanda-tanda dini gangguan proses berpikir yang dapat
dilaporkan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya
identifikasi dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang).
Merupakan penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko
komplikasi dan progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang memadai
dalam memahami kondisi sirosis hepatis.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis
hepatis ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta
pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien
dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung
dengan klien dengan sirosis hepatis.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC),
Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.
Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,
NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai