Anda di halaman 1dari 19

Sistem Pemerintahan

di Negara-Negara Eropa

Kelompok 4 :
 Fei - Fei Rizki
 Ghina Mudhi’ah A
 Luthfia Faradina
 Nur Tasya
Kelas : XII IPA 3

SMA Negeri 4 Bandung

[Type text] Page 0


Jenis-Jenis Kekuasaan

1. Monarki dan Tirani


Monarki berasal dari kata ‘monarch’ yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan
politik di mana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara
(kerajaan). Para pendukung monarki biasanya mengajukan pendapat bahwa jenis
kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan ini lebih efektif untuk menciptakan suatu
stabiltas atau konsensus di dalam proses pembuatan kebijakan. Perdebatan yang
bertele-tele, pendapat yang beragam, atau persaingan antarkelompok menjadi relatif
terkurangi oleh sebab cuma ada satu kekuasaan yang dominan.
Negara-negara yang menerapkan jenis kekuasaan monarki hingga saat ini
adalah Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg,
Jepang, Muangthai, dan Spanyol. Di negara-negara ini, monarki menjadi instrumen
pemersatu yang cukup efektif, misalnya sebagai simbol persatuan antar berbagai
kelompok yang ada di tengah masyarakat. Kita perhatikan negara yang modern dan
maju seperti Inggris dan Jepang pun masih menerapkan sistem monarki.
Namun, di negara-negara ini, penguasa monarki harus berbagi kekuasaan
dengan pihak lain, terutama parlemen. Proses berbagi kekuasaan tersebut dikukuhkan
lewat konstitusi (Undang-undang Dasar), dan sebab itu, monarki di era negara-negara
modern sesungguhnya bukan lagi absolut melainkan bersifat monarki konstitusional.
Bahkan, kekuasaannya hanya bersifat simbolik (sekadar kepala negara) ketimbang
amat menentukan praktek pemerintahan sehari-hari (kepala pemerintahan). Di ke-10
negara monarki yang telah disebut di atas, pihak yang relatif lebih berkuasa untuk
menentukan jalannya pemerintahan adalah parlemen dengan perdana menteri sebagai
kepala pemerintahannya.
Jenis monarki lainnya yang kini masih ada adalah Arab Saudi. Negara ini
berupa kerajaan dan raja adalah sekaligus kepala negara dan pemerintahan.
Kekuasaan raja tidak dibatasi secara konstitusional, tidak ada partai politik dan
oposisi di sana. Pola kekuasaan di Arab Saudi juga dikenal sebagai dinasti (Dinasti al-
Saud), di mana pewaris raja adalah keturunannya.
Bentuk pemerintahan yang buruk di dalam satu tangan adalah Tirani. Tiran-
tiran kejam yang pernah muncul dalam sejarah politik dunia misalnya Kaisar Nero,
Caligula, Hitler, atau Stalin. Meskipun Hitler atau Stalin memerintah di era negara
modern, tetapi jenis kekuasaan yang mereka jalankan pada hakekatnya terkonsentrasi
pada satu tangan, di mana keduanya sama sekali tidak mau membagi kekuasaan
dengan pihak lain, dan kerap kali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun
lawan politik.

2. Aristokrasi dan Oligarki


Dalam jenis kekuasaan monarki, raja atau ratu biasanya bergantung pada
dukungan yang diberikan oleh para penasihat dan birokrat. Jika kekuasaan lebih
banyak ditentukan oleh orang-orang ini (penasihat dan birokrat) maka jenis kekuasaan
tidak lagi berada pada satu orang (mono) melainkan beberapa (few).
Aristokrasi sendiri merupakan pemerintahan oleh sekelompok elit (few) dalam
masyarakat, di mana mereka ini mempunyai status sosial, kekayaan, dan kekuasaan
politik yang besar. Ketiga hal ini dinikmati secara turun-temurun (diwariskan),
menurun dari orang tua kepada anak. Jenis kekuasaan aristokrasi ini disebut pula
sebagai jenis kekuasaan kaum bangsawan (aristokrasi).
Biasanya, di mana ada kelas aristokrat yang dominan secara politik, maka di
sana ada pula monarki. Namun, jenis kekuasaan oleh beberapa orang ini —
aristokrasi— tidak bertahan lama, oleh sebab orang-orang yang orang tuanya bukan
bangsawan pun bisa duduk mempengaruhi keputusan politik negara asalkan mereka
berprestasi, kaya, berpengaruh, dan cerdik. Jika kenyataan ini terjadi, yaitu peralihan
dari kekuasaan para bangsawasan ke kelompok non-bangsawan, maka hal tersebut
dinyatakan sebagai peralihan atau pergeseran dari aristokrasi menuju oligarki.
Untuk menggambarkan peralihan di atas, baiklah kami kemukakan apa yang
terjadi di Inggris. Sebelum terjadinya Revolusi Industri padaa abad ke-18 —tepatnya
sebelum mesin uap ditemukan oleh James Watt— Inggris menganut jenis kekuasaan
monarki dengan kaum bangsawasan (aristokrat) sebagai pemberi pengaruh yang
besar.
Namun, setelah Revolusi Industri mulai menunjukkan efek, yaitu berupa
munculnya kelas menengah baru (pengusaha baru yang kekayaan diperoleh sendiri
bukan diwariskan), maka kekuasaan kaum bangsawasan dalam mempengaruhi
kekuasaan monarki mulai ‘digerogoti.’ Kelas menengah baru ini mulai menentukan
jalannya kekuasaan di parlemen, dan, pengaruh kaum ‘Orang Kaya Baru’ ini
dinyatakan sebagai jenis kekuasaan oligarki.
Hingga saat ini, di parlemen Inggris terdapat dua kamar yaitu House of Lords
dan House of Commons. Kamar yang pertama berisikan kaum bangsawan (namanya
didahului dengan Sir), sementara yang kedua banyak diisi oleh kaum kaya yang
berpengaruh, meskipun mereka bukan berdarah bangsawan. House of Commons lebih
menentukan jalannya parlemen Inggris ketimbang House of Lords. Dengan demikian,
oligarki-lah yang lebih berkuasa di Inggris ketimbang aristokrasi pada masa kini.

3. Demokrasi dan Mobokrasi


Jika kekuasaan dipegang oleh seluruh rakyat, bukan oleh mono atau few,
maka kekuasaan tersebut dinamakan demokrasi. Di dalam sejarah politik, jenis
kekuasaan demokrasi yang dikenal terdiri dari dua kategori. Kategori pertama adalah
demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi perwakilan (representative
democracy).
Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya secara langsung, tanpa
perantara. Salah satu pendukung demokrasi langsung adalah Jean Jacques Rousseau,
di mana Rousseau ini mengemukakan 4 kondisi yang memungkinkan bagi
dilaksanakannya demokrasi langsung yaitu:

 Jumlah warganegara harus kecil.


 Pemilikan dan kemakmuran harus dibagi secara merata (hampir merata).
 Masyarakat harus homogen (sama) secara budaya.
 Terpenuhi di dalam masyarakat kecil yang bermata pencaharian pertanian.

Di dalam demokrasi langsung, memang kedaulatan rakyat lebih terpelihara


oleh sebab kekuasaannya tidak diwakilkan. Semua warganegara ikut terlibat di dalam
proses pengambilan keputusan, tanpa ada yang tidak ikut serta. Namun, di zaman
pelaksanaan demokrasi langsung sendiri, yaitu di masa negara-kota Yunani Kuno, ada
beberapa kelompok masyarakat yang tidak diizinkan untuk ikut serta di dalam proses
demokrasi langsung yaitu: budak, perempuan, dan orang asing.
Dengan alasan kelemahan demokrasi langsung, terutama oleh
ketidakrealistisannya untuk diberlakukan dalam keadaan negara modern, maka
demokrasi yang saat ini dikembangkan adalah demokrasi perwakilan. Di dalam
demokrasi perwakilan, tetap rakyat yang memerintah. Namun, itu bukan berarti
seluruh rakyat berbondong-bondong datang ke parlemen atau istana negara untuk
memerintah atau membuat UU. Tentu tidak demikian.

4. Timokrasi
Menurut Stanley Rosen, Timokrasi adalah jenis kekuasaan yang pernah
disebutkan oleh Sokrates, filosof Yunani. Timokrasi dirujuk Sokrates dalam
menggambarkan rezim pemerintahan negara kota Sparta. Konsep ini mengacu pada
“timocratic man”, yaitu seseorang yang gandrung akan kemenangan dan kehormatan.
Timokrasi terletak di posisi tengah antara Aristokrasi dan Oligarki. Juga disebutkan
Timokrasi adalah Aristokrasi yang tengah mengalami kemerosotan ke arah jenis
kekuasaan Oligarki.
Jika Aristokrasi adalah jenis pemerintahan ideal, penuh keberanian dan
kehormatan dalam pemerintahan. Namun, tatkala keberanian dan kehormatan dari
kekuasaan di tangan beberapa orang atau kelompok ini (aristokrasi) mulai diwarnai
motivasi kesejahteraan pribadi atau kelompok, maka dimulaikan Timokrasi.
Timokrasi bukan Oligarki, oleh sebab di dalam Timokrasi, menurut Sokrates, masih
meniru Aristokrasi. Barulah, tatkala proses peniruan kualitatif atas Aristokrasi tidak
lagi terjadi, Timokrasi merosot menjadi Oligarki.

5. Oklokrasi
Mirip dengan definisi Mobokrasi. Oklokrasi adalah situasi negara dalam
anarki massa. Pemerintahan ini tidak legal dan konstitusional. Namun, karena --
biasanya-- kelompok-kelompok massa tersebut punya senjata atau massa besar,
mereka memerintah memanfaatkan rasa takut. Amerika Serikat tahun 1930-an hampir
masuk ke dalam kategori ini, di mana keluarga-keluarga mafia mengendalikan negara
secara ilegal dan inkonstitusional.

6. Plutokrasi
Plutokrasi adalah jenis kekuasaan di mana negara “disetir” oleh orang-orang
kaya. Plutokrasi ini mirip dengan Oligarki. Namun, Plutokrasi terjadi tatkala tercipta
suatu kondisi ekstrim ketimpangan antara “kaya” dan “miskin” di dalam suatu negara.
Plutokrat (penguasa dalam Plutokrasi) tidak hanya menguasai sumber-sumber
ekonomi dan politik, melainkan juga sumber-sumber militer (pasukan, senjata,
teknologi). Dalam kondisi seperti ini, Plutokrat biasanya, secara de facto, lebih
berkuasa ketimbang pemerintah resmi.

7. Kleptokrasi
Kleptokrasi adalah jenis kekuasaan dimana pejabat publik menggunakan
kekuasaan publiknya untuk mencuri kekayaan negara (korupsi otomatis). Kleptokrasi
juga disebut sebagai korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tingkat tinggi yang
secara sistematis menggunakan posisinya untuk mengalirkan dana publik ke dalam
kantong-kantong pribadinya. Semakin massal tindak korupsi oleh para pejabat publik,
maka semakin mendekati suatu negara menganut jenis pemerintahan Kleptokrasi.

Bentuk-Bentuk Negara

Bentuk-bentuk negara yang dikenal hingga saat ini terdiri dari tiga bentuk yaitu
Konfederasi, Kesatuan, dan Federal. Meskipun demikian, bentuk negara Konfederasi kiranya
jarang diterapkan di dalam bentuk-bentuk negara pada masa kini. Namun, untuk keperluan
analisis, baiklah di dalam materi kuliah ini dicantumkan pula masalah Konfederasi minimal
untuk lebih meluaskan wawasan kita mengenai bentuk-bentuk negara yang ada.

1. Negara Konfederasi
Bagi L. Oppenheim, “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat
penuh yang untuk mempertahankan kedaulatan ekstern (ke luar) dan intern (ke dalam)
bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan
beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap
negara anggota Konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara anggota Konfederasi
itu.”
Menurut kepada definisi yang diberikan oleh L. Oppenheim di atas, maka
Konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang
berdaulat. Persatuan tersebut diantaranya dilakukan demi mempertahankan kedaulatan
dari negara-negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Pada tahun 1963,
Malaysia dan Singapura pernah membangun suatu Konfederasi, yang salah satunya
dimaksudkan untuk mengantisipasi politik luar negeri yang agresif dari Indonesia di
masa pemerintahan Sukarno. Malaysia dan Singapura mendirikan Konfederasi lebih
karena alasan pertahanan masing-masing negara.
Dalam Konfederasi, aturan-aturan yang ada di dalamnya hanya berefek kepada
masing-masing pemerintah (misal: pemerintah Malaysia dan Singapura), dengan tidak
mempengaruhi warganegara (individu warganegara) Malaysia dan Singapura.
Meskipun terikat dalam perjanjian, pemerintah Malaysia dan Singapura tetap
berdaulat dan berdiri sendiri tanpa intervensi satu negara terhadap negara lainnya di
dalam Konfederasi.
Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa Konfederasi itu sendiri pada
hakekatnya bukan negara, baik ditinjau dari sudut ilmu politik maupun dari sudut
hukum internasional. Keanggotaan suatu negara ke dalam suatu Konfederasi tidaklah
menghilangkan ataupun mengurangi kedaulatan setiap negara yang menjadi anggota
Konfederasi. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema berikut:

Garis putus-putus yang melambangkan ‘rantai komando’ dari Konfederasi


menuju Pemerintah Negara A, B, dan C, dimaksudkan guna menunjukkan hirarki
yang kurang tegas antara kedua ‘negara’ tersebut (tanpa petunjuk panah plus garis
putus-putus). Dapat dilihat misalnya, garis ‘komando’ hanya beranjak dari
Konfederasi menuju pemerintah negara A, B, dan C, tetapi tidak pada warganegara di
ketiga negara.
Garis ‘komando’ langsung terhadap warganegara di masing-masing negara
dilakukan oleh pemerintah masing-masing. Kesediaan pemerintah ketiga negara
berdaulat untuk bergabung ke dalam konfederasi lebih disebabkan oleh motivasi
sukarela ketimbang kewajiban. Pengaruh Konfederasi terhadap ketiga negara
berdaulat (A, B, dan C) hanya bersifat kecil saja. Mengenai ‘lingkaran’ yang
melingkupi masing-masing pemerintah dan negara bagaian mengindikasikan
kedaulatan yang tetap ada di masing-masing negara anggota Konfederasi.

2. Kesatuan
Negara Kesatuan adalah negara yang pemerintah pusat atau nasional
memegang kedudukan tertinggi, dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan
sehari-hari. Tidak ada bidang kegiatan pemerintah yang diserahkan konstitusi kepada
satuan-satuan pemerintahan yang lebih kecil (dalam hal ini, daerah atau provinsi).
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat (nasional) bisa melimpahkan
banyak tugas (melimpahkan wewenang) kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau
satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur
oleh undang-undang yang dibuat parlemen pusat (di Indonesia DPR-RI), bukan diatur
di dalam konstitusi (di Indonesia UUD 1945), di mana pelimpahan wewenang
tersebut bisa saja ditarik sewaktu-waktu.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian
kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi, di mana ini dikenal pula
sebagai desentralisasi. Namun, kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah
pusat dan dengan demikian, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan ke luar
berada pada pemerintah pusat.
Miriam Budiardjo menulis bahwa yang menjadi hakekat negara Kesatuan
adalah kedaulatannya tidak terbagi dan tidak dibatasi, di mana hal tersebut dijamin di
dalam konstitusi. Meskipun daerah diberi kewenangan untuk mengatur sendiri
wilayahnya, tetapi itu bukan berarti pemerintah daerah itu berdaulat, sebab
pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat.
Pemerintah pusat-lah sesungguhnya yang mengatur kehidupan setiap penduduk
daerah.
Keuntungan negara Kesatuan adalah adanya keseragaman Undang-Undang,
karena aturan yang menyangkut ‘nasib’ daerah secara keseluruhan hanya dibuat oleh
parlemen pusat. Namun, negara Kesatuan bisa tertimpa beban berat oleh sebab adanya
perhatian ekstra pemerintah pusat terhadap masalah-masalah yang muncul di daerah.
Penanganan setiap masalah yang muncul di daerah kemungkinan akan lama
diselesaikan oleh sebab harus menunggu instruksi dari pusat terlebih dahulu. Bentuk
negara Kesatuan juga tidak cocok bagi negara yang jumlah penduduknya besar,
heterogenitas (keberagaman) budaya tinggi, dan yang wilayahnya terpecah ke dalam
pulau-pulau. Untuk lebih memperjelas masalah negara Kesatuan ini, baiklah kami
buat skema berikut:

Ada sebagian kewenangan yang didelegasikan pemerintah pusat kepada


pemerintah daerah, yang dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah mengatur
penduduk yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pengaturan pemerintah daerah
terhadap penduduk di wilayahnya lebih bersifat ‘instruksi dari pusat’ ketimbang
improvisasi dan inovasi pemerintah daerah itu sendiri.
Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat secara langsung mengatur masing-
masing penduduk yang ada di setiap daerah. Misalnya, pemerintah pusat berwenang
menarik pajak dari penduduk daerah, mengatur kepolisian daerah, mengatur badan
pengadilan, membuat kurikulum pendidikan yang bersifat nasional, merelay stasiun
televisi dan radio pemerintah ke seluruh daerah, dan bahkan menunjuk gubernur
kepala daerah.

3. Federasi
Negara Federasi ditandai adanya pemisahan kekuasaan negara antara
pemerintahan nasional dengan unsur-unsur kesatuannya (negara bagian, provinsi,
republik, kawasan, atau wilayah). Pembagian kekuasaan ini dicantumkan ke dalam
konstitusi (undang-undang dasar). Sistem pemerintahan Federasi sangat cocok untuk
negara-negara yang memiliki kawasan geografis luas, keragaman budaya daerah
tinggi, dan ketimpangan ekonomi cukup tajam.
Berikut hirarki negara Federasi:

Di dalam negara Federasi, kedaulatan hanya milik pemerintah Federal, bukan


milik negara-negara bagian. Namun, wewenang negara-negara bagian untuk mengatur
penduduk di wilayahnya lebih besar ketimbang pemerintah daerah di negara
Kesatuan.
Wewenang negara bagian di negara Federasi telah tercantum secara rinci di
dalam konstitusi federal, misalnya mengadakan pengadilan sendiri, memiliki undang-
undang dasar sendiri, memiliki kurikulum pendidikan sendiri, mengusahakan
kepolisian negara bagian sendiri, bahkan melakukan perdagangan langsung dengan
negara luar seperti pernah dilakukan pemerintah Indonesia dengan negara bagian
Georgia di Amerika Serikat di masa Orde Baru.
Kendatipun negara bagian memiliki wewenang konstitusi yang lebih besar
ketimbang negara Kesatuan, kedaulatan tetap berada di tangan pemerintah Federal
yaitu dengan monopoli hak untuk mengatur Angkatan Bersenjata, mencetak mata
uang, dan melakukan politik luar negeri (hubungan diplomatik). Kedaulatan ke dalam
dan ke luar di dalam negara Federasi tetap menjadi hak pemerintah Federal bukan
negara-negara bagian.

Korelasi Demografis dengan Bentuk Negara dan Pemerintahan

Guna memperlihatkan korelasi antara bentuk negara, luas wilayah, jumlah


penduduk, bentuk pemerintahan, dan bentuk negara, di bawah ini kami cantumkan 20
negara dari beragam belahan dunia.
Perhatikan tabel di bawah ini:

Dari tabel di atas dapat kita sama-sama lihat bahwa negara-negara dengan luas
wilayah besar (di atas 1 juta kilometer persegi), biasanya memilih bentuk negara
Federasi, kecuali Indonesia, Mesir, dan Bolivia.
Namun, antara Indonesia, Mesir dan Bolivia terdapat sejumlah perbedaan.
Indonesia terpecah ke dalam pulau-pulau di mana penduduk di masing-masing pulau
tersebut memiliki budaya yang saling berbeda. Sementara Mesir dan Bolivia seluruh
wilayahnya berada di daratan. Jumlah penduduk Bolivia dan Mesir pun jauh berada di
bawah jumlah penduduk Indonesia.

Bentuk Pemerintahan

Pemerintahan tidak sekedar menyangkut pihak eksekutif, melainkan juga eksekutif.


Dalam pembicaraan mengenai bentuk pemerintahan, kita sekaligus menelaah hubungan
antara badan eksekutif dengan legislatif. Pembicaraan ini juga menyangkut bagaimana proses
perekrutan anggota eksekutif dan legislatif di suatu negara.
Dua bentuk pemerintahan yang paling luas digunakan negara-negara di dunia adalah
Parlementer dan Presidensil. Kedua bentuk tersebut memiliki mekanisme perekrutan yang
berbeda satu dengan lainnnya.

1. Bentuk Pemerintahan Parlementer


Dalam sistem Parlementer, warganegara tidak memilih kepala negara secara
langsung. Mereka memilih anggota-anggota dewan perwakilan rakyat, yang
diorganisasi ke dalam satu atau lebih partai politik. Umumnya, sistem Parlementer
mengindikasikan hubungan kelembagaan yang erat antara eksekutif dan legislatif.
Kepala pemerintahan dalam sistem Parlementer adalah perdana menteri
(disebut Premier di Italia atau Kanselir di Jerman). Perdana menteri memilih menteri-
menteri serta membentuk kabinet berdasarkan suatu ‘mayoritas’ dalam parlemen
(berdasarkan jumlah suara yang didapat masing-masing partai di dalam Pemilu).
Untuk lebih memberi kejelasan mengenai sistem Parlementer ini, baiklah
digambarkan terlebih dahulu skema berikut:

Dalam bentuk pemerintahan parlementer, pemilu hanya diadakan satu macam


yaitu untuk memilih anggota parlemen. Lewat mekanisme pemilihan umum,
warganegara memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di parlemen. Wakil-wakil
yang mereka pilih tersebut merupakan anggota dari partai-partai politik yang ikut
serta di dalam pemilihan umum.
Dalam bentuk parlementer, perdana menteri menjadi kepala pemerintahan
sekaligus pemimpin partai. Dalam sistem parlementer, partai yang menang dan masuk
ke dalam kabinet menjadi ‘pemerintah’ sementara yang tetap berada di dalam
parlemen menjadi ‘oposisi.’
Shugart menekankan bahwa hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam
parlementer bersifat hirarkis. Dalam poin 1, otoritas eksekutif terdiri atas perdana
menteri dan kabinet. Keduanya lahir dari parlemen (legislatif). Karena keduanya lahir
dari parlemen, maka baik perdana menteri ataupun anggota kabinet merupakan
sasaran potensial bagi “mosi tidak percaya” yang disuarakan oleh parlemen.
Mudahnya, posisi perdana menteri dan para menterinya amat bergantung pada
kepercayaan politik yang diberikan para anggota parlemen. Sebab itu, secara hirarkis,
posisi perdana menteri dan anggota kabinet ada di bawah parlemen atau, eksekutif
berada di bawah legislatif.
shugart juga menambahkan bahwa sistem pemerintahan Parlementer punya 2
varian, yaitu : (1) Parlementer Mayoritas dan (2) Parlementer Transaksional.
Parlementer Mayoritas. Sistem ini berkembang kala satu partai memperoleh
mayoritas kursi di parlemen. Jika terjadi kondisi seperti ini, maka hubungan antara
legislatif dan eksekutif bersifat hirarkis di mana legislatif berada di atas eksekutif.
Kajian yang dilakukan Walter Bagehot (1867-1963) menunjukkan derajat hirarkis
seperti ini masih terjadi antara kepemimpinan partai mayoritas di dalam parlemen
terhadap eksekutif. Namun, pasca Bagehot muncul keadaan di mana konsentrasi
kekuasaan ada di tangan kepemimpinan partai mayoritas (partai itu sendiri) ketimbang
kepemimpinan partai di dalam parlemen. Kondisi lain yang juga mengemuka,
pimpinan partai yang duduk di dalam kabinet semakin beroleh otonomi yang lebih
besar dan cenderung “lepas” dari sokongan politik mereka di parlemen. Ini misalnya
terjadi di Inggris atau negara yang menganut demokrasi Westminster.
Parlementer Transaksional. Jika tidak terdapat mayoritas di dalam
parlemen, eksekutif dalam sistem parlementer akan terdiri dari koalisi. Kabinet dalam
koalisi ini bertahan selama koalisi mampu menjamin mayoritas. Alternatif-nya,
pemerintahan minoritas mungkin saja terbentuk, di mana kabinet tetap ada sejauh
oposisi tidak membangun aliansi guna menghentikannya. Parlementer Transaksional
ini bersifat hirarkis dalam rangka hubungan legislatif – eksekutif-nya.
Beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut :
a. Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak
bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
b. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala
pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan
pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
c. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya
dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan
besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

d. Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai


eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan
mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak
percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
e. Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan
sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan
pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.

Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer


a. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi
penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan
legislatif dan eksekutif berada pada satu partai atau koalisi partai.
b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik
jelas.
c. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga
kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
d. Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh
parlementer.
e. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa ditentikan
berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
2. Bentuk Pemerintahan Presidensil

Presidensil cenderung memisahkan kepala eksekutif dari dewan perwakilan


rakyat. Sangat sedikit media tempat di mana eksekutif dan legislatif dapat saling
bertanya satu sama lain. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat skema presidensil di
bawah ini :

Dalam sistem presidensil, pemilu diadakan dua macam. Pertama untuk


memilih anggota parlemen dan kedua untuk memilih presiden. Presiden inilah yang
dengan hak prerogatifnya menunjuk pembantu-pembantunya, yaitu menteri-menteri di
dalam kabinet. Pola penunjukkan menteri oleh presiden ini efektif di dalam sistem
dua partai, di mana dengan dua partai yang bersaing tersebut, pasti salah satu partai
akan menang secara mayoritas. Di dalam sistem banyak partai, penunjukkan menteri
oleh presiden juga dapat efektif jika salah satu partai menang secara 51%.

Matthew Soberg Shugart menyatakan, bentuk murni dari presidensil adalah


sebagai berikut:

 Eksekutif dikepalai oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung dan ia
merupakan “kepala eksekutif.”
 Posisi eksekutif dan legislatif didefinisikan secara jelas dan keduanya tidak saling
bergantung.
 Presiden memilih dan mengarahkan kabinet dan punya sejumlah kewenangan
pembuatan legislasi yang diatur secara konstitusional.

Bagi Shugart, posisi hubungan eksekutif dan legislatif adalah transaksional.


Keduanya independen satu sama lain karena dipilih rakyat lewat dua pemilu berbeda.
Posisi legislatif tidak lebih tinggi ketimbang eksekutif dan demikian pula sebaliknya.
Namun, eksekutif dan legislatif terlibat dalam hubungan pertukaran (transaksional)
seputar keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan politik bergantung
permasalahan yang mengemuka.
Varian bentuk sistem Presidensil terjadi bergantung kebutuhan presiden dalam
melakukan transaksi dengan legislatif. Kebutuhan tersebut utamanya dalam hal
presiden mengimplementasikan kebijakan.
Kala parlemen terdiri atas partai mayoritas, baik itu partai-nya presiden atau
bukan, pasti terdapat kapasitas institusional untuk tawar-menawar dengan presiden
seputar kepentingan partai mayoritas tersebut. Dalam konteks ini, presiden mungkin
tidak membutuhkan kabinet yang merefleksikan transaksi eksekutif-legislatif.
Legislatif dan eksekutif yang otonomi tercipta.
Kala parlemen terfragmentasi dan presiden punya dukungan yang kurang
memadai dari parlemen. Sementara itu, presiden memilih tidak membentuk kabinet
yang mencerminkan komposisi suara dalam parlemen dengan alasan persetujuan
dengan parlemen akan membatasi kemampuannya mengimplementasi kebijakan. Jika
ini yang terjadi, maka akan tercipta pola “anarkis” di mana presiden terus menerus
diganggu dan tidak ada program-program pemerintah yang tuntas terlaksana akibat
gangguan tersebut.
Kala tidak terdapat mayoritas legislatif tetapi terdapat dukuan partisan
substansial bagi presiden di parlemen, maka presiden butuh dan ingin melakukan
transaksi dengan parlemen seputar kabinet. Transaksi ini dalam rangka
menghubungkan legislatif dan eksekutif bersama dan memfasilitasi tawar-menawar
legislatif.

Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial:


a. Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala
negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi
dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
b. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung
jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif.
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak
dipilih oleh parlemen.
d. Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem
parlementer.
e. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga
perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat.
f. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial


a. Badan eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung
pada parlemen
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.
Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden
Indonesia selama 5 tahun.
c. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka
waktu masa jabatannya.
d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif
karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
e. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga
dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
f. Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas.

4. Semi Presidensil
Shugart memuat pernyataan Maurice Duverger tahun 1980 tentang sistem
pemerintahan campuran. Sistem campuran ini ia sebut Semi-Presidensial. Lebih
lanjut, Shugart menyatakan bahwa ciri utama dari Semi-Presidensial adalah:
 Presiden dipilih langsung oleh rakyat;
 Presiden punya kewenangan konstitusional terbatas;
 Terdapat pula Perdana Menteri dan Kabinet, yang merupakan kepanjangan tangan
dari mayoritas di parlemen.

Semi-Presidensial juga disebut Blondell tahun 1984 sebagai “Dual


Excecutive”. Dual executive terjadi kala presiden tidak hanya kepala negara yang
kurang otoritas politiknya, tetapi juga bukan kepala pemerintahan (eksekutif) yang
sesungguhnya, karena juga terdapat Perdana Menteri yang punya hubungan kuat
dengan parlemen dan merefleksikan demokrasi parlementer. Namun, rupa hubungan
antara Presiden, Perdana Menteri, Kabinet, dan Parlemen berbeda-beda antara negara-
negara yang menerapkan Semi-Presidensial tersebut.
Varian sistem Semi-Presidensial yaitu: (1) Premier-Presidensil dan (2)
President-Parlementer. Kedua varian ini akibat cukup bervariasinya praktek-praktek
Semi-Presidensial untuk hanya secara ketat dimasukkan ke dalam terminologi
Duverger. Variasi praktek tersebut dalam hal kekuasan konstitusional formal ataupun
perilaku aktual pemerintah di masing-masing negara. Presiden mungkin terkesan
sangat kuat di satu negara, sementara amat lemah di negara lainnya.

Premier-Presidensil. Dalam Premier-Presidensil, perdana menteri dan


kabinet secara eksklusif bertanggung jawab kepada mayoritas parlemen. Ini berbeda
dengan President-Parlementer dimana perdana menteri dan kabinet bertanggung
jawab kepada dua pihak yaitu presiden dan mayoritas parlemen.
Dalam Premier-Presidensil pula, hanya mayoritas parlemen saja yang berhak
memberhentikan kabinet. Ini membuat Premier-Presidensil sangat dekat dengan
Parlementer. Namun, ia tetap punya ciri Presidensil, yaitu bahwa presiden punya
kewenangan konstitusional untuk bertindak secara independen di hadapan parlemen.
Keindependenan tersebut bisa dalam hal membentuk pemerintahan ataupun
pembuatan undang-undang.
Presiden-Parlementer. Dalam sistem ini presiden menikmatik kekuasaan
konstitusional yang lebih kuat atas komposisi kabinet ketimbang di Premier-
Presidensil. Otoritas presiden dalam Presiden-Parlementer juga bisa terbatas akibat
orang yang dinominasikan untuk menjadi perdana menteri harus dikonfirmasi terlebih
dahulu oleh mayoritas parlemen. Presiden-Parlementer menciptakan
pertanggungjawaban ganda perdana menteri dan kabinet, yaitu kepada presiden dan
parlemen. Sistem ini juga menempatkan presiden dalam posisi relatif kuat ketimbang
Premier-Presidensil .

5. Hybryd Lainnya
Selain Semi-Presidensial, terdapat pula model hybryd sistem pemerintahan
yang bukan parlementer, bukan presidensil, dan bukan Semi-Presidensial. Model
pemerintahan ini terdapat di Swiss di mana terdapat eksekutif yang dipilih dari
parlemen dan memiliki jangka waktu kekuasaan yang fix (tidak bisa diganggu oleh
parlemen). Model ini juga ada di Israel, di mana kepala eksekutif yang dipilih
langsung rakyat sekaligus punya posisi yang punya ketergantungan tinggi pada
parlemen.
6. Sistem Pemerintahan Referendum
Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensial
adalah sistem pemerintahan referendum. Di negara Swiss, di mana tugas pembuat
Undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih.
Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum yang terdiri dari referendum
obligatoir, referandum fakultatif, dan referandum konsultatif.
a. Referandum Obligatoir, adalah referandum yang harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu
diberlakukan. Persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu
undang-undang yang mengikat seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting.
Contoh, adalah persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan undang-
undang dasar.
b. Referendum Fakultatif, adalah referandum yang dilaksanakan apabila
dalam waktu tertentu sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan,
sejumlah orang tertentu yang punya hak suara menginginkan diadakannya
referandum. Dalam hal ini apabila referandum menghendaki undang-undang tersebut
dilaskanakan, maka undang-undang itu terus berlaku. Tetapi apabila undang-undang
itu ditolak dalam referandum tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
c. Referandum Konsultatif, adalah referandum yang menyangkut soal-soal
teknis. Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang
dimintakan persertujuaannya.

Denmark
 Nama resmi: Kingdom of Denmark [Kongeriget Danmark]
 Ibukota: Kopenhagen
 Luas wilayah (km2): 43.096 + Faroe Islands 1.399 + 2.166.086 Greenland
 Jenis kekuasaan: Monarki Konstitusional
 Bentuk negara: Kesatuan. Denmark terdiri atas 5 region yaitu: Hovedstaden,
Midtjylland, Nordjylland, Sjaelland, dan Syddanmark. Sejak 1 Januari 2007 Denmark
melakukan fusi (penggabungan) dari 271 kabupaten menjadi 98 dan dari 13 region
menjadi 5.
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Unikameral (Folketinget)

Estonia
 Nama resmi: Republic of Estonia [Eesti Vabariik]
 Mantan Uni Sovyet
 Ibukota: Tallinn
 Luas wilayah (km2): 45.227
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan. Estonia terdiri 15 maakond (county) yaitu: Harjumaa
(a.k.a. Tallinn), Hiiumaa (a.k.a. Kardla), Ida-Virumaa (a.k.a. Johvi), Jarvamaa
(a.k.a. Paide), Jogevamaa (a.k.a. Jogeva), Laanemaa (a.k.a. Haapsalu), Laane-
Virumaa (a.k.a. Rakvere), Parnumaa (a.k.a. Parnu), Polvamaa (a.k.a. Polva),
Raplamaa (a.k.a. Rapla), Saaremaa (a.k.a. Kuressaare), Tartumaa (a.k.a. Tartu),
Valgamaa (a.k.a. Valga), Viljandimaa (a.k.a. Viljandi), dan Vorumaa (a.k.a. Voru).
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Unikameral (Riigikogu)
Finlandia
 Nama resmi: The Republic of Finland [Suomen tasavalta/Republiken Finland]
 Ibukota: Helsinki
 Luas wilayah (km2): 338.145
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan. Finlandia terdiri atas 19 maakunta (region) yaitu:
Ahvenanmaa, Etela-Karjala, Etela-Pohjanmaa, Etela-Savo, Kanta-Hame, Kainuu,
Keski-Pohjanmaa, Keski-Suomi, Kymenlaakso, Lappi, Paijat-Hame, Pirkanmaa,
Pohjanmaa, Pohjois-Karjala, Pohjois-Pohjanmaa, Pohjois-Savo, Satakunta, Uusimaa,
dan Varsinais-Suomi.
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Unikameral (Eduskunta)

Inggris
 Nama resmi: United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland [apabila Great
Britain terdiri atas Inggris, Skotlandia, dan Wales]
 Ibukota: London
 Luas wilayah (km2): 244.820
 Jenis kekuasaan: Monarki Konstitusional
 Bentuk negara: Kesatuan. Inggris terdiri atas 2 komponen pembentuk. Pertama adalah
wilayah administratif. Kedua adalah wilayah dependen (negara yang operasinya
bergantung pada kewenangan kerajaan Inggris). WILAYAH ADMINISTRATIF -
Wilayah administratif terdiri atas Inggris, Irlandia Utara, Skotlandia, dan
Wales. Wilayah administratif Inggris terdiri atas: 27 two-tier county, 32 London
Borough dan 1 Kota London, 36 distrik metropolitan, 56 otoritas kesatuan (termasuk
4 single-tier county). Ke-27 two-tier county adalah: Buckinghamshire,
Cambridgeshire, Cumbria, Derbyshire, Devon, Dorset, East Sussex, Essex,
Gloucestershire, Hampshire, Hertfordshire, Kent, Lancashire, Leicestershire,
Lincolnshire, Norfolk, North Yorkshire, Northamptonshire, Nottinghamshire,
Oxfordshire, Somerset, Staffordshire, Suffolk, Surrey, Warwickshire, West Sussex,
dan Worcestershire. Ke-32 London Borough adalah: Barking and Dagenham,
Barnet, Bexley, Brent, Bromley, Camden, Croydon, Ealing, Enfield, Greenwich,
Hackney, Hammersmith and Fulham, Haringey, Harrow, Havering, Hillingdon,
Hounslow, Islington, Kensington and Chelsea, Kingston upon Thames, Lambeth,
Lewisham, City of London, Merton, Newham, Redbridge, Richmond upon Thames,
Southwark, Sutton, Tower Hamlets, Waltham Forest, Wandsworth, dan
Westminster. Ke-36 distrik metropolitan adalah: Barnsley, Birmingham, Bolton,
Bradford, Bury, Calderdale, Coventry, Doncaster, Dudley, Gateshead, Kirklees,
Knowlsey, Leeds, Liverpool, Manchester, Newcastle upon Tyne, North Tyneside,
Oldham, Rochdale, Rotherham, Salford, Sandwell, Sefton, Sheffield, Solihull, South
Tyneside, St. Helens, Stockport, Sunderland, Tameside, Trafford, Wakefield, Walsall,
Wigan, Wirral, dan Wolverhampton. Ke-56 otoritas kesatuan adalah: Bath and North
East Somerset, Blackburn with Darwen, Bedford, Blackpool, Bournemouth, Bracknell
Forest, Brighton and Hove, City of Bristol, Central Bedfordshire, Cheshire East,
Cheshire West and Chester, Cornwall, Darlington, Derby, Durham County*, East
Riding of Yorkshire, Halton, Hartlepool, Herefordshire*, Isle of Wight*, Isles of
Scilly, City of Kingston upon Hull, Leicester, Luton, Medway, Middlesbrough,
Milton Keynes, North East Lincolnshire, North Lincolnshire, North Somerset,
Northumberland*, Nottingham, Peterborough, Plymouth, Poole, Portsmouth,
Reading, Redcar and Cleveland, Rutland, Shropshire, Slough, South Gloucestershire,
Southampton, Southend-on-Sea, Stockton-on-Tees, Stoke-on-Trent, Swindon, Telford
and Wrekin, Thurrock, Torbay, Warrington, West Berkshire, Wiltshire, Windsor and
Maidenhead, Wokingham, dan York (* adalah single-tier county). Wilayah
Administratif Irlandia Utara terdiri atas: 26 area dewan distrik yaitu: Antrim,
Ards, Armagh, Ballymena, Ballymoney, Banbridge, Belfast, Carrickfergus,
Castlereagh, Coleraine, Cookstown, Craigavon, Derry, Down, Dungannon,
Fermanagh, Larne, Limavady, Lisburn, Magherafelt, Moyle, Newry and Mourne,
Newtownabbey, North Down, Omagh, dan Strabane. Wilayah Administratif
Skotlandia terdiri atas: 32 area dewan, yaitu: Aberdeen City, Aberdeenshire, Angus,
Argyll and Bute, Clackmannanshire, Dumfries and Galloway, Dundee City, East
Ayrshire, East Dunbartonshire, East Lothian, East Renfrewshire, City of Edinburgh,
Eilean Siar (Western Isles), Falkirk, Fife, Glasgow City, Highland, Inverclyde,
Midlothian, Moray, North Ayrshire, North Lanarkshire, Orkney Islands, Perth and
Kinross, Renfrewshire, Shetland Islands, South Ayrshire, South Lanarkshire, Stirling,
The Scottish Borders, West Dunbartonshire, dan West Lothian. Wilayah
Administratif Wales terdiri atas: 22 otoritas kesatuan, yaitu: Blaenau Gwent;
Bridgend; Caerphilly; Cardiff; Carmarthenshire; Ceredigion; Conwy; Denbighshire;
Flintshire; Gwynedd; Isle of Anglesey; Merthyr Tydfil; Monmouthshire; Neath Port
Talbot; Newport; Pembrokeshire; Powys; Rhondda Cynon Taff; Swansea; The Vale
of Glamorgan; Torfaen; dan Wrexham. WILAYAH DEPENDEN - Anguilla,
Bermuda, British Indian Ocean Territory, British Virgin Islands, Cayman Islands,
Falkland Islands, Gibraltar, Montserrat, Pitcairn Islands, Saint Helena, Ascension, and
Tristan da Cunha, South Georgia and the South Sandwich Islands, danTurks and
Caicos Islands
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Bikameral (House of Lords + House of Commons)

Irlandia
 Nama resmi: Ireland [Eire]
 Ibukota: Dublin
 Luas wilayah (km2): 70.280
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan (Sentralis). Irlandia terdiri atas 29 county dan 5 kota. Ke-
29 county adalah: Carlow, Cavan, Clare, Cork, Donegal,, Dun Laoghaire-Rathdown,
Fingal, Galway, Kerry, Kildare, Kilkenny, Laois, Leitrim, Limerick, Longford, Louth,
Mayo, Meath, Monaghan, North Tipperary, Offaly, Roscommon, Sligo, South Dublin,
South Tipperary, Waterford, Westmeath, Wexford, dan Wicklow. Sementara ke-
5 kota adalah Cork, Dublin, Galway, Limerick, dan Waterford.
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Bikameral (Dail + Seanad)

Islandia
 Nama resmi: Republic of Iceland [Lydveldid Island]
 Ibukota: Reykjavik
 Luas wilayah (km2): 103.021
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan (Sentralis). Islandia terdiri atas 8 region, yaitu: Austurland,
Hofudhborgarsvaedhi, Nordhurland Eystra, Nordhurland Vestra, Sudhurland,
Sudhurnes, Vestfirdhir, dan Vesturland.
 Sistem pemerintahan: Presidensil
 Parlemen: Unikameral (Althing)

Latvia
 Nama resmi: Republic of Latvia
 Mantan Uni Sovyet
 Ibukota: Riga
 Luas wilayah (km2): 64.589
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan. Latvia terdiri atas 110 novads (kabupaten) dan 9 kota. Ke-
110 novads adalah: Adazu , Aglonas , Aizkraukles , Aizputes , Aknistes , Alojas ,
Alsungas , Aluksnes , Amatas , Apes , Auces , Babites , Baldones , Baltinavas , Balvu
, Bauskas , Beverinas , Brocenu , Burtnieku , Carnikavas , Cesu , Cesvaines , Ciblas ,
Dagdas , Daugavpils , Dobeles , Dundagas , Durbes , Engures , Erglu , Garkalnes ,
Grobinas , Gulbenes , Iecavas , Ikskiles , Ilukstes , Incukalna , Jaunjelgavas ,
Jaunpiebalgas , Jaunpils , Jekabpils , Jelgavas , Kandavas , Karsavas , Keguma ,
Kekavas , Kocenu , Kokneses , Kraslavas , Krimuldas , Krustpils , Kuldigas ,
Lielvardes , Ligatnes , Limbazu , Livanu , Lubanas , Ludzas , Madonas , Malpils ,
Marupes , Mazsalacas , Mersraga , Nauksenu , Neretas , Nicas , Ogres , Olaines ,
Ozolnieku , Pargaujas , Pavilostas , Plavinu , Preilu , Priekules , Priekulu , Raunas ,
Rezeknes , Riebinu , Rojas , Ropazu , Rucavas , Rugaju , Rujienas , Rundales ,
Salacgrivas , Salas , Salaspils , Saldus , Saulkrastu , Sejas , Siguldas , Skriveru ,
Skrundas , Smiltenes , Stopinu , Strencu , Talsu , Tervetes , Tukuma , Vainodes ,
Valkas , Varaklanu , Varkavas , Vecpiebalgas , Vecumnieku , Ventspils , Viesites ,
Vilakas , Vilanu , dan Zilupes . Ke-9 kota adalah: Daugavpils, Jekabpils, Jelgava,
Jurmala, Liepaja, Rezekne, Riga, Valmiera, dan Ventspils.

Lithuania
 Nama resmi: Lithuania [Lietuvos Respublika]
 Mantan Uni Sovyet
 Ibukota: Vilnius
 Luas wilayah (km2): 65.300
 Jenis kekuasaan: Republik
 Bentuk negara: Kesatuan. Lithuania terdiri atas 10 apskritis (county), yaitu: Alytaus,
Kauno, Klaipedos, Marijampoles, Panevezio, Siauliu, Taurages, Telsiu, Utenos, dan
Vilniaus.
 Sistem pemerintahan: Semi-Presidensil
 Parlemen: Unikameral (Seimas)

Norwegia
 Nama resmi: Kingdom of Norway [Kongeriket Norge]
 Ibukota: Oslo
 Luas wilayah (km2): 386.958
 Jenis kekuasaan: Monarki Konstitusional
 Bentuk negara: Kesatuan (Sentralis). Norwegia terdiri atas 19 fylke (county), yaitu:
Akershus, Aust-Agder, Buskerud, Finnmark, Hedmark, Hordaland, More og
Romsdal, Nordland, Nord-Trondelag, Oppland, Oslo, Ostfold, Rogaland, Sogn og
Fjordane, Sor-Trondelag, Telemark, Troms, Vest-Agder, dan Vestfold.
 Sistem pemerintahan: Parlementer
 Parlemen: Unikameral (Storting). Namun kalamenjalankan fungsi legislatif menjadi 2
yaitu: Oldesting (3/4) + Lagting (1/4)
Swedia
 Nama resmi: Kingdom of Sweden [Konungariket Sverige]
 Ibukota: Stockholm
 Luas wilayah (km2): 449.964
 Jenis kekuasaan: Monarki Konstitusional ---- Konstitusi Swedia ada 4 yaitu
konstitusi tahun 1810, 1949, 1974, dan 1991. Seluruh konstitusi tersebut sesuai
dengan aspek kenegaraan modern, kecuali pada ketetapan yang menyebutkan
(dalam Act of Succession) "monark adalah penganut keyakinan evagelis yang murni."
 Bentuk negara: Kesatuan ---- Sejak awal, Swedia selalu berbentuk negara yang
tersentralisasi secara penuh. Hingga saat ini. Swedia terdiri atas 21 lan (county),
yaitu: Blekinge, Dalarna, Gavleborg, Gotland, Halland, Jamtland, Jonkoping, Kalmar,
Kronoberg, Norrbotten, Orebro, Ostergotland, Skane, Sodermanland, Stockholm,
Uppsala, Varmland, Vasterbotten, Vasternorrland, Vastmanland, dan Vastra
Gotaland.
 Sistem pemerintahan: Parlementer ---- Monark selaku kepala negara; Perdana
Menteri selaku kepala administrasi pemerintahan.
 Parlemen: Unikameral (Riksdag) ---- Riksdag terdiri atas 349 anggota.
Pemilihannya dilakukan lewat asas luber setiap 4 tahun sekali, dilakukan di Minggu
ketiga bulan September. Dalam pemilihan, negara dibagi ke dalam 20 wilayan
pemilihan yang menghasilkan 310 anggota. Kursi dialokasikan bagi tiap wilayah
berdasarkan besar populasi dan partai politik peserta lewat sistem proporsional.
Akibatnya, dihasilkan 39 kursi penyesuaian yang didistribusikan kepada seluruh
partai partisipan pemilu (partai yang beroleh kursi penyesuaian yang mendapat 4%
suara total). Buntut dari sistem ini, Swedia kerap tidak memperoleh mayoritas di
dalam Riksdag. Perdana menteri merupakan representasi parlemen. Total partai yang
terepresentasi dalam Riksdag sekurangnya 7, juga terdapat sejumlah partai lain di
tingkat lokal.

Anda mungkin juga menyukai