Anda di halaman 1dari 17

“PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN

KEUANGAN, DAN KINERJA KEUANGAN, TERHADAP


NILAI PERUSAHAAN”

Rindu Rika Gamayuni


Dosen FEB Universitas Lampung
rindu.gamayuni@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to empirically study (1) the effect of intangible asset on financial
policy, (2) the effect of intangible asset on financial performance, (3) the effect of intangible asset,
financial performance (current ratio, ROA, asset turnover), and financial policy on firm value. The
sample of this research is manufacture companies registered between 2005 -2009 on Indonesian Stock
Exchange (IDX).
The result of this study using path analysis finds that: (1) intangible asset have negative but not
significant effect on debt policy, (2) intangible asset have possitive but not significant effect on
dividend policy,(3) intangible asset have possitive significant effect on ROA, but have no significant
effect to current ration and asset turnover, (3) intangible asset have possitive significant effect on firm
value, (4) debt policy have possitive significant effect on firm value,(5) devident policy have possitive
but not significant effect on firm value, (6) ROA have possitive and significant effect on firm value, but
current ratio and asset turnover have no significant effect on firm value. These results showed that
financial statement still relevant to predict firm value. Intangible asset will increase ROA and then
increase firm value.

Keywords: intangible asset, financial policy, financial performance, firm value.

I. PENDAHULUAN
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa dalam seperempat abad terakhir, nilai perusahaan
yang terdaftar pada S&P 500 telah mengalami penyimpangan besar dari nilai bukunya (Malackowski,
2009). Penelitian mereka selanjutnya menunjukkan bahwa porsi yang signifikan dari nilai intangible
asset ini terdapat pada teknologi patent. Hasil studi ini diperkuat oleh Ben McClure (2009) yang dalam
hasil studinya terhadap 3500 perusahaan di United States membuktikan bahwa pada saat ini nilai buku
hanya 28% dari market value (tahun 1975 masih 95%), dan dalam 20 tahun terakhir terdapat
peningkatan nilai intangible asset yang dramatis. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Pamela
Megna dan Marck Klock (1993) membuktikan bahwa intangible capital memiliki kontribusi bagi nilai
tobin’s q, artinya intangible capital berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Studi terhadap perusahaan
yang terdaftar di BEI selama 2007-2009 telah membuktikan bahwa nilai pasar ekuitas secara
signifikan lebih tinggi dari nilai buku ekuitasnya (Gamayuni, 2010). Intangible asset yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human
capital, structural capital, costumer / relational capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan
teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.
Keputusan pendanaan yang tepat akan mempengaruhi kinerja perusahaan, karena setiap sumber
dana memiliki keuntungan dan juga risiko yang berbeda. Manajer keuangan berusaha
memaksimumkan kesejahteraan investor dengan cara membuat berbagai keputusan dan kebijakan
keuangan yaitu keputusan pendanaan (financing decision), keputusan investasi (invesment decision)
dan kebijakan dividen (dividend policy). Ketiga keputusan keuangan tersebut saling mempengaruhi
satu dengan yang lainnya dan dapat mempengaruhi nilai perusahaan (Jensen & Smith, 1984 ; Fama
and French, 1998 ; Gitman, 2000 ; Brigham & Erhardt, 2002 ; Van Horne & Wachowizc, 2004 ; Van
Horne, 2002).
Berdasarkan fenomena dan penelitian sebelumnya tersebut, peneliti melakukan riset ini yang
bertujuan untuk (1) membuktikan apakah intangible asset merupakan faktor yang berpengaruh
signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan (dan yang menyebabkan gap yang signifikan antara
nilai buku ekuitas dengan nilai pasar ekuitas), (2) apakah laporan keuangan yang diwakili oleh kinerja
keuangan masih digunakan oleh investor untuk memprediksi nilai perusahaan, (3) apakah kebijakan
keuangan (kebijakan utang dan kebijakan deviden) berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

II. STUDI LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HPPOTESIS


Berdasarkan literature, pengukuran nilai perusahaan dapat diperoleh melalui: (1) Tobin’s q:
Market value equities/Book value equities, oleh James Tobin (1967), Copeland (2002), Lindenberg
dan Ross (1981), dan lain-lain peneliti, (2) Price Book Value (PBV) yang merupakan nilai yang
diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan
yang terus tumbuh (Brigham, 1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006, Andri dan Hanung, 2007), (3)
Enterprise Value= market value +debt – cash, (4) Present value dari cash flow, (5) Free Cash Flow
to the Firm = after tax operating income – reinvestment needs. Rasio-Q merupakan ukuran yang
lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam
kekuasaannya. Teori tobin’s Q secara umum telah diterima sebagai alat yang dapat diandalkan untuk
mengevaluasi tingkat pasar suatu perusahaan.
Ciri khas aktiva tak berwujud yang paling utama adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan
manfaatnya di kemudian hari. Namun tidak semua jenis aktiva tidak berwujud diakui dan disajikan
dalam laporan keuangan (neraca). Aktiva tidak berwujud yang disajikan dalam neraca antaralain
berbentuk hak paten, hak cipta, franchise, merk dagang dan goodwill. Secara tradisional, satu-satunya
intellectual capital yang diakui dalam neraca adalah intellectual property, seperti patent, trademark,
dan goodwill.
Beberapa jenis intangible asset atau intellectual capital lainnya tidak disajikan dalam laporan
keuangan karena sulit untuk diukur atau dikuantifikasikan ke dalam nilai moneter. IC yang tidak dapat
disajikan ke dalam neraca ini selain karena tidak dapat dikuantifikasikan secara tepat ke dalam nilai
moneter, juga karena tidak memenuhi salah satu criteria dari intangible asset yaitu dapat dikendalikan
oleh perusahaan, seperti misalnya human capital tidak dapat dikendalikan atau dimiliki sepenuhnya
oleh perusahaan. Namun IC ini memenuhi criteria IA lainnya yaitu memberikan manfaat ekonomi di
masa depan. Marr and Schiuma (2001) menyatakan definisi intellectual capital: ‘Intellectual capital
is the group of knowledge assets that are attributed to an organization and most significantly
contribute to an improved competitive position of this organisation by adding value to defined key
stakeholders’. Menurut Sveiby (1998) “The invisible intangible part of the balance sheet can be
classified as a family of three, individual competence, internal structural, and external structure”.
Sementara itu Leif Edvinsson seperti yang dikutip oleh Brinker (2000) menyamakan intellectual
capital sebagai jumlah dari human capital, dan structural capital (misalnya, hubungan dengan
konsumen, jaringan teknologi informasi dan manajemen). Stewart (1997) dan Luthi (1998) dalam
Choong (2008) mengkalkulasikan intellectual capital sebagai excess ROA yang terdiri dari human,
customer, dan structural intangible asset. Secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai
definisi intellectual capital yang ada, maka intellectual capital dapat didefinisikan sebagai jumlah dari
apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer
capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi
perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.
Roos et al. (1997) mengungkapkan bahwa “the market value of these companies is many times
their net asset value, that is the value of their physical. The difference between the two values is the
company’s “hidden value”, which can be expressed as a percentage of the market value”.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa market value terjadi karena masuknya konsep modal
intelektual yang merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan.
Abdolmohammadi (1999) mengacu pada pandangan yang diberikan oleh Commissioner Wallman
yang menyebutkan bahwa ada tiga metode yang dapat digunakan dalam bidang akuntansi guna
mengukur dan melaporkan modal intelektual perusahaan. Ketiga metode ini dibagi kedalam dua
kelompok pengukuran yaitu metode pengukuran secara langsung (direct intellectual capital method)
dan tidak langsung (indirect method). Indirect Methods antaralain: a. Metode yang menggunakan
konsep Return On Asset (ROA), b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan
penyesuaian atas inflasi dan replacement cost. Direct Intellectual Capital (DIC) Methods menurut
Brooking (1996) terdiri dari: a. Market assets (misalnya merk, loyalitas konsumen), b. Intellectual
property assets (misalnya paten, rahasia dagang), c. Human–centered assets (misalnya pendidikan,
penguasaan pekerjaan), d. Infrastructure assets (misalnya filosofi manajemen, budaya perusahaan).
Sveiby (2001), mengklasifikasikan 21 metode pengukuran intellectual capital yang ada kedalam
empat kelompok besar. (1) Direct Intellectual Capital Methods (DIC), (2) Market Capitalization
Methods (MCM), perhitungan terhadap perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas
pemegang sahamnya sebagai nilai dari modal intelektual atau intangible assets perusahaan, (3) Return
On Assets (ROA), (4) Scorecards Methods (SC).

Intangible Asset dan Nilai Perusahaan


Beberapa studi yang menunjukkan korelasi yang kuat antara nilai perusahaan dengan pengeluaran
intangible asset dalam perusahaan, menunjukkan bahwa pengeluaran R&D berkorelasi secara positif
dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan (Hirshey and Weygandt 1985; Skinner 1993; Agrawal
and Knoeber 1996; Connolly and Hirschey's (1984). Penelitian Pamela Megna dan Marck Klock
(1993) membuktikan bahwa intangible capital memiliki kontribusi bagi nilai tobin’s q. dibandingkan
nilai tangible asset.

Intangible Asset dan Kinerja Keuangan


Lantz, et al. (2005) menyatakan bahwa pengeluaran R&D tersebut selain berpengaruh terhadap
nilai pasar perusahaan juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang tercermin dalam income
dan return. Chan et al. (1990) dalam Lantz, et al. (2005) menjelaskan bahwa harga pasar saham suatu
perusahaan bereaksi positif ketika perusahaan tersebut mengumumkan kenaikan pengeluaran R&D.
Canibano, Garcia-Ayuso and Sanchez (2000) dalam Lantz, et al. (2005) membuktikan adanya
peningkatan return disebabkan oleh peningkatan pengeluaran R&D. Jika IC merupakan sumberdaya
yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka IC akan memberikan kontribusi
terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000; Chen et al., 2005;
Abdolmohammadi, 2005) dalam Ulum, et al. (2005). Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008),
membuktikan bahwa IC berpengaruh postif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (diwakili oleh
ROA, rasio dari total pendapatan terhadap nilai buku dari total aset, tingkat pertumbuhan). Erawati
dan Sudana (2005) menyatakan bahwa intangible asset bersama-sama dengan tangible asset
merupakan satu kesatuan yang menentukan nilai perusahaan dan mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan.

Intangible Asset dan Kebijakan Keuangan (Kebijakan utang dan deviden)


Teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) berpendapat bahwa kebijakan keuangan ditentukan
oleh agency cost. Berdasarkan karakteristik unik intangible asset tersebut, agency cost diperkirakan
akan lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki intangible asset intensif. Intangible asset akan
meningkatkan agency cost pada shareholder (karena lebih banyak informasi dan aksi tersembunyi),
juga agency cost pada debtholder (subtitusi asset dan masalah underinvestment). Dengan demikian
investasi pada intangible asset akan berpengaruh pada kebijakan keuangan perusahaan (kebijakan
utang dan kebijakan deviden).
Intangible Asset dan Kebijakan utang
Pecking Order Theory (Myers dan Majluf, 1984) menyatakan bahwa perusahaan lebih
mengutamakan sumber pendanaan internal (laba ditahan) terlebih dahulu, dan ketika perlu dana dari
luar maka perusahaan akan memilih menerbitkan utang dibanding ekuitas. Dengan demikian
intangible asset yang tinggi pada perusahaan akan menyebabkan tingginya level utang. Sebagaimana
intangible asset berhubungan dengan tingginya level informasi asimetri, maka pecking order theory
menyarankan level utang yang tinggi. Penelitian Zantout (1997) membuktikan bahwa reaksi pasar atas
pengumuman pengeluaran biaya R&D berhubungan positif dengan ratio utang perusahaan.
Agency theory sebagai teori yang mendasari hubungan antara intangible asset dengan kebijakan
utang ini juga sejalan dengan fakta yang diungkapkan oleh Davidson dan Brooks (2004) dalam
penelitiannya bahwa R&D yang intensif dalam suatu perusahaan berhubungan dengan lebih kecilnya
utang dalam struktur modal perusahaan. Jika manajer adalah risk averse (menyukai resiko) maka ia
akan memilih investasi pada intangible asset (yang lebih beresiko dibanding tangible asset), dan salah
satu cara mengurangi keseluruhan resiko tersebut adalah dengan mengurangi debt perusahaan (Friend
dan Lang; 1988, Bretger et al; 1997) dalam Davidson, et al. (2004). Hasil penelitian-penelitian tersebut
didukung oleh Bal dan Dumontier (2001) dan Alves dan Martins (2010) bahwa perusahaan dengan
R&D intensif memiliki level utang yang lebih rendah secara signifikan dibanding dengan perusahaan
dengan R&D non intensif. Penelitian Shi (2003), mengindikasikan bahwa aktivitas R&D akan
meningkatkan nilai pasar ekuitas, disamping itu juga meningkatkan kegagalan bond dan premi resiko
utang, karena bondholder tidak mau menanggung resiko yang berhubungan dengan aktivitas R&D.
Dengan demikian dari berbagai penelitian sebelumnya mayoritas mengungkapkan secara fakta bahwa
intangible asset berhubungan dengan lebih kecilnya utang dalam struktur modal perusahaan. Adanya
pertentangan diantara teori yang mendasari hubungan antara intangible asset dengan kebijakan utang
(agency theory, pecking order theory) maupun ketidakkonsistenan diantara fakta hasil penelitian,
mengakibatkan peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini.

Intangible Asset dan Kebijakan Deviden


Berikut beberapa teori yang mengemukakan adanya hubungan antara intangible asset dengan
kebijakan deviden:
1. Signalling argument (Bhattacharya, 1970):
Perusahaan dengan intangible asset yang tinggi, harus membayar deviden yang tinggi sehingga
memberikan sinyal kualitas yang baik bagi investor. Dalam hal kebijakan deviden, teori ini
berlawanan dengan Pecking Order Theory dan Agency Cost Theory.
2. Pecking Order Theory (Myers dan Majluf, 1984):
Menurut teori ini, perusahaan lebih mengutamakan sumber pendanaan internal (laba ditahan)
terlebih dahulu, dan ketika perlu dana dari luar maka perusahaan akan memilih menerbitkan utang
dibanding ekuitas. Dengan demikian maka sejalan dengan teori ini, perusahaan yang memiliki
R&D tinggi cenderung membayar deviden rendah (Chan et al, 2001).
3. Agency Cost Theory (Jensen dan Meckling, 1976).
Dengan tingginya agency cost, utang membutuhkan premium yang tinggi, begitupula saham baru
yang diterbitkan membutuhkan diskon yang tinggi, maka laba ditahan merupakan sumber dana
yang paling rendah biayanya sebagai sumber dana untuk membiayai perusahaan. Laba ditahan
yang ada dipergunakan untuk membiayai investasi pada intangible asset, bukan untuk membayar
deviden, dengan demikian investasi yang tinggi pada intangible asset mengakibatkan pembayaran
deviden yang rendah.
Teori yang saling bertentangan tersebut diperkuat oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
Davidson dan Brooks (2004) menguji pengaruh R&D intensif dan agency cost terhadap nilai
perusahaan, memberikan hasil bahwa perusahaan dengan R&D intensif akan lebih bernilai jika
perusahaan tersebut memiliki deviden yield yang tinggi. Sedangkan penelitian La Porta et al (2000)
membuktikan bahwa perusahaan dengan growth option yang tinggi memiliki deviden payout ratio
yang lebih rendah. Alves dan Martin (2010) membuktikan bahwa level dan tipe intangible asset tidak
berpengaruh terhadap deviden payout. Berbagai teori dan penelitian sebelumnya mengenai hubungan
antara intangible asset dengan pembayaran deviden, belum menemukan suatu hasil yang konsisten.
Oleh karena itu penelitian ini ingin menguji lebih lanjut permasalahan ini.

Kebijakan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan


Keputusan dan kebijakan keuangan yaitu keputusan pendanaan (financing decision), keputusan
investasi (invesment decision) dan kebijakan dividen (dividend policy) perlu dilakukan karena
keputusan tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan dapat mempengaruhi nilai
perusahaan (Jensen & Smith, 1984 ; Fama and French, 1998 ; Gitman, 2000 ; Brigham & Erhardt,
2002 ; Van Horne & Wachowizc, 2004 ; Van Horne, 2002) yang dikutip oleh Haruman (2007).
Jensen (1986), Barclay dan Smith (1996) dalam Ahmed (2008) menyatakan bahwa ada konflik
kepentingan antara bondholder dan shareholder yang membawa pada masalah keagenan. Konflik
kepentingan dan masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan
suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait
tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya biaya yang
disebut sebagai agency cost. Agrawal dan Jayaraman (1994) dalam Ahmed (2008) mendukung ide
bahwa pembayaran deviden dan kebijakan leverage merupakan mekanisme pengganti untuk
mengontrol agency cost dari free cash flow sekaligus meningkatkan kinerja.

Kebijakan Utang dan Nilai Perusahaan


Myers dan Majluf (1984) mengenalkan Pecking Order theory yang menggambarkan sebuah
hirarki dalam pencarian dana perusahaan dimana perusahaan lebih memilih menggunakan internal
equity untuk membayar dividen dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan.
Modigliani & Miller (1963), De Angelo & Masulis (1980), Bradley et al (1984) dan Park & Evan
(1996) dalam Haruman (2007) menyatakan bahwa pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Apabila pendanaan didanai melalui hutang, peningkatan tersebut terjadi akibat dari efek tax
deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga pinjaman yang dapat
mengurangi penghasilan kena pajak, yang dapat memberi manfaat bagi pemegang saham. Selain itu,
penggunaan dana eksternal akan menambah pendapatan perusahaan yang nantinya akan digunakan
untuk kegiatan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Jensen (1986) yang menyatakan bahwa dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan
penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian menghindari investasi
yang sia-sia. Dengan demikian akan meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini didukung oleh Haruman
(2007) yang membuktikan bahwa keputusan pendanaan (debt to equity ratio) berpengaruh negative
dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun Taswan (2003) menyatakan sebaliknya yaitu bahwa
kebijakan utang (Debt to Equity Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
(Price Book Value).

Kebijakan Dividen (Dividen Policy) dan Nilai Perusahaan


Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan dibagikan semua
atau dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi tidak dibagi dalam bentuk laba ditahan yang
disebut sebagai kebijakan dividen (dividend policy). Terdapat tiga pandangan mengenai hubungan
antara deviden dan nilai perusahaan Ketiga pendapat tersebut saling bertentangan satu sama lain, yaitu
: (1) Modigliani dan Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan karena tidak
mempengaruhi sama sekali nilai perusahaan atau biaya modalnya. (2) Gordon dan Litnert dalam
teorinya bird-in-the-hand, berpendapat bahwa dividen lebih baik daripada capital gain, karena dividen
yang dibagi kurang berisiko lagi, oleh karenanya perusahaan semestinya membentuk rasio
pembayaran dividen yang tinggi yang menawarkan dividend yield yang tinggi agar dapat
memaksimalkan harga sahamnya. (3) Litzenberger dan Ramaswamy berpendapat bahwa investor lebih
menyukai retained earnings daripada dividen, karena pertimbangan pajak yang dikenakan pada
capital gain lebih rendah daripada pajak deviden. Teori ini menyarankan agar perusahaan seharusnya
membayarkan dividen yang rendah bila ingin memaksimalkan harga sahamnya.
Selain ketiga teori di atas, terdapat dua teori yang saling bertentangan yaitu signaling dan
contracting theory. Signaling theory menganggap bahwa informasi dividen dapat berarti good news
bagi investor karena perusahaan mempunyai free cash flow dari operasi perusahaan yang akan dibagi.
Sedangkan contracting theory menganggap informasi tersebut adalah bad news, karena menunjukan
ketidakmampuan manajemen melakukan reinvestasi atas adanya free cash flow yang dimiliki oleh
perusahaan. Signaling theory mendukung Gordon dan Litnert dalam teorinya bird-in-the-hand, dimana
kedua theory tersebut berlawanan dengan contracting theory.
Hasil penelitian Ahmed (2008) dan Rahim, et al. (2008) membuktikan bahwa kebijakan deviden
berhubungan positif terhadap kinerja perusahaan yang mewakili nilai perusahaan. Namun berdasarkan
hasil penelitian Haruman (2007) dan Taswan (2003), kebijakan deviden berpengaruh negative dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian belum terdapat suatu konsistensi hasil atas
penelitian-penelitian sebelumnya terhadap bidang ini.

Kinerja Keuangan dan Nilai perusahaan


Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Penelitian Vishnany dan Shah (2008) memberikan bukti bahwa rasio-rasio yang
berasal dari laporan keuangan memiliki hubungan yang signifikan dengan indicator pasar saham.
Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian Vishnani dan Shah tersebut antaralain price per book
value, net cash flow, provit after tax, cash flow from operation, return on net worth. Beberapa
penelitian lainnya menemukan bahwa struktur risiko keuangan dan perataan laba berpengaruh
terhadap nilai perusahaan (Suranta dan Pratana, 2004; Maryatini, 2006). Invesment opportunity set dan
leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Andri dan Hanung, 2007). Hasil penelitian Ulupui
tersebut membuktikan bahwa rasio keuangan yang berpengaruh terhadap return saham adalah current
ratio (positif dan signifikan), ROA (positif dan signifikan). Hasil ini konsisten dengan teori dan
pendapat Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings
power dari aset perusahaan. Hasil yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power
semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh oleh perusahaan,
sehingga akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang dalam hal ini return saham satu
tahun ke depan. Maka ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Model Kerangka Pikir


Hipotesis
1. Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan keuangan (kebijakan utang dan kebijakan
deviden)
 Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan utang
 Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan deviden
2. Intangible asset berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan
 Intangible asset berpengaruh terhadap current ratio
 Intangible asset berpengaruh terhadap ROA
 Intangible asset berpengaruh terhadap asset turnover
3. Intangible asset, kebijakan keuangan, dan kinerja keuangan, berpengaruh terhadap nilai
perusahaan
 Intangible asset berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
 Kebijakan utang berpengaruh terhadap nilai perusahaan
 Kebijakan deviden berpengaruh terhadap nilai perusahaan
 Kinerja keuangan berpengaruh terhadap nilai perusahaan
- Current ratio berpengaruh terhadap nilai perusahaan
- ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
- Asset turnover berpengaruh terhadap nilai perusahaan

III. METODA PENELITIAN

Objek yang diteliti adalah variable-variabel dependent dan independent yang dihitung
berdasarkan laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2007 sampai 2009. Analisis dilakukan dengan cross sectional, dengan dibantu data time series.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode analisa data kuantitatif berupa hubungan kausalitas
(pengaruh) antar variable yang diteliti menggunakan alat analisis jalur (Path Analysis), untuk
menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung”
(Robert D. Retherford 1993).
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Kinerja Keuangan adalah ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu
perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan juga digunakan sebagai ukuran umum
kondisi kesehatan perusahaan pada suatu periode. Indicator kinerja keuangan dalam penelitian ini
adalah rasio keuangan, antaralain:
Rasio Likuiditas, dalam penelitian ini menggunakan current ratio, adalah kemampuan untuk
membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar.
Rasio Aktivitas, dalam penelitian ini menggunakan total asset turnover ratio adalah kemampuan
dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau
kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue.
Rasio Profitabilitas, dalam penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) adalah rasio yang
mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk
menghasilkan keuntungan bagi pemilik perusahaan.
Variabel yang digunakan:
Y3: Rasio likuiditas (current ratio)
Y4: Rasio aktivitas (turnover ratio)
Y5: Rasio Provitabilititas (return on asset)
2. Intangible asset, adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human
capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi
yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.
3. Nilai Perusahaan adalah suatu ukuran ekonomi yang merefleksikan nilai pasar (market value) dari
keseluruhan bisnis, atau suatu ukuran kinerja berdasarkan pasar. Nilai perusahaan merupakan harga
yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Bagi perusahaan yang
menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan
indikator nilai perusahaan (Suad Husnan,1998).
4. Kebijakan deviden adalah Rasio pendistribusian laba yang dibagikan kepada pemegang saham.
5. Kebijakan utang (debt to total equity) adalah rasio leverage yang menggambarkan struktur modal
perusahaan.

Tabel 1. Variabel-variabel dalam Penelitian dan Indikator.

Notasi Variabel Indikator


Intangible asset:
X Value of Intangible asset Market Value of Equity (MVE) – Book Value of Equity (BVE)
Kebijakan Utang
Debt
Y1 Debt to equity ratio
Equity
Kebijakan Deviden
Deviden per share
Y2 Deviden Payout ratio
Earning per share
Kinerja Keuangan

Aktiva Lancar
Y3 Rasio Likuiditas Current ratio:
Hutang Lancar

Net provit after tax


Y4 Rasio Profitabilitas Return on Asset (ROA):
Total asset
Sales
Y5 Asset Turnover
Total asset
Nilai Perusahaan

MVE
Z Tobin’s Q Q =
BE

Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan yang
terdiri dari neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas, dan catatan-catatan atas laporan keuangan yang
diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode nonprobability sampling
tepatnya metode purposive sampling.
Kriteria pemilihan sampel:
1. Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009, yang menerbitkan laporan tahunan (annual
report) secara berturut-turut.
2. Perusahaan sampel mempunyai laporan keuangan yang berakhir 31 Desember.
3. Membayar dividen
4. Laporan keuangan tersedia lengkap.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi atau pengamatan terhadap laporan
keuangan perusahaan yang dijadikan sampel.
Tabel 2. Daftar sampel perusahaan.

Jenis perusahaan No. Nama Perusahaan


Mining and Mining Services 1 PT. Aneka tambang Tbk.
Mining and Mining Services 2 PT. Timah Tbk.
Mining and Mining Services 3 PT. International Nickel Indonesia Tbk.
Agriculture, Forestry and Fishing 4 PT. Astra Agro Lestari Tbk.
Agriculture, Forestry and Fishing 5 PT.Bakri Sumatra Plantation Tbk.
Tobacco Manufacturers 6 PT. Gudang Garam Tbk.
Tobacco Manufacturers 7 PT. HM Sampoerna Tbk
Food and Beverages 8 PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
Food and Beverages 9 PT. Smart Tbk
Pharmaceutical 10 PT. Kalbe Farma Tbk.
Cement 11 PT. Semen Gresik Tbk.
Telecomunication 12 PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Pharmaceutical 13 PT. Tempo Scan Pasific Tbk.
Consumer Goods 14 PT. Unilever Indonesia Tbk.
Automotive and Allied Products 15 PT. United Tractor Tbk.
Automotive and Allied Products 16 PT. Astra International Tbk.
Automotive and Allied Products 17 PT. Tunas Ridean Tbk
Automotive and Allied Products 18 PT. Hexindo Adiperkasa Tbk
Automotive and Component 19 PT. Selamat Sempurna Tbk
Chemical and Allied Product 20 PT. AKR Corporindo Tbk
Restaurant, Hotel, Tourism 21 PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk
Restaurant, Hotel, Tourism 22 PT. Pudjiaji and and Sons Tbk
Transportation 23 PT. Samudera Indonesia Tbk
Advertising, Printing, and Media 24 PT. Surya Citra Media Tbk
Advertising, Printing, and Media 25 PT. Fortune Tbk
Wholesale and Retail Trade 26 PT. Ramayana Lestari Tbk.
Wholesale and Retail Trade 27 PT. Tigaraksa Satria Tbk
Wholesale and Retail Trade 28 PT. Enseval Putra Megatrading Tbk
Wholesale and Retail Trade 29 PT. Multi Indo Citra Tbk
Crude Petroleum & Natural Gas Production 30 PT. Radiant Utama Interinsco Tbk

Berdasarkan teori atau konsep yang ada dan hipotesis yang telah ditentukan maka persamaan
atau model struktural yang terbentuk sebagai berikut:
Hipotesis 1:
1. DER = a + b1 IA + e1
2. DPR = a + b2 IA + e2
Hipotesis 2:
3. CR = a + b3 IA + e3
4. ROA = a + b4 IA + e4
5. AsT = a + b5 IA + e5
Hipotesis 3:
6. FV = a + b6 IA + b7 DPR + b8 DER + b9 CR + b10 ROA + b11 AsT + e6
Keterangan:
FV : Nilai Perusahaan (Tobin’s q) CR : current ratio
IA : Intangible asset ROA : return on asset
DER : debt to equity ratio AsT : Asset turnover
DPR : Deviden Payout Ratio

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil uji asumsi klasik untuk memenuhi syarat regresi berganda, penelitian ini
telah memenuhi persayaratan uji asumsi klasik (uji normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas,
otokorelasi) (data terlampir).

Hasil Pengujian Hipotesis 1.1: Pengaruh Intangible Asset terhadap Kebijakan Utang
Hipotesis pertama pengaruh intangible asset terhadap kebijakan utang (debt to equity ratio)
ditunjukkan oleh koefisien jalur P1 sebesar -0,128, berarti intangible asset berpengaruh negative
terhadap kebijakan utang. Hasil perhitungan t hitung diperoleh -1,016, sedangkan t table diperoleh
1,987 (df=n-2, p-value = 0,05). Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,313 > p
value (0,05) maka berarti pengaruh negative tersebut secara statistic tidak signifikan. Dengan
demikian berarti intangible asset (X) berpengaruh negative terhadap debt equity ratio atau leverage
ratio, namun pengaruh tersebut tidak signifikan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung Pecking Order Theory yang menyatakan bahwa semakin
tinggi intangible asset maka semakin tinggi tingkat utang perusahaan. Tetapi Hasil penelitian ini
mendukung Agency cost theory dan mayoritas hasil-hasil penelitian sebelumnya yang secara fakta
membuktikan bahwa intangible asset berhubungan dengan lebih kecilnya utang dalam struktur modal
perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara intangible
asset dengan DER kemungkinan disebabkan saling bertentangannya pendapat diantara kedua teori
yang dikemukakan (pecking order theory dan agency cost theory), juga kurang banyaknya jumlah
sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis 1.2: Pengaruh Intangible Asset terhadap Kebijakan Deviden
Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap kebijakan deviden (deviden payout
ratio) ditunjukkan oleh koefisien jalur P2 sebesar 0,189, berarti intangible asset berpengaruh positif
terhadap kebijakan deviden. Karena t hitung < t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,135 >
p value (0,05) maka berarti intangible asset (X) berpengaruh positif terhadap deviden payout ratio,
namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Hasil ini mendukung Signaling theory yang menyatakan
bahwa intangible asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap deviden, karena perusahaan
dengan intangible asset yang tinggi akan membayar deviden yang lebih tinggi agar memberikan sinyal
yang baik bagi investor. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung agency theory dan pecking order
theory yang menyatakan intangible asset berpengaruh negative dan signifikan terhadap deviden.
Menurut teori ini, dengan semakin tinggi intangible asset dan semakin tingginya biaya modal untuk
investasi, investor lebih memilih membiayai investasi menggunakan laba ditahan karena biayanya
paling rendah. Laba ditahan lebih banyak digunakan untuk membiayai investasi daripada untuk
membayar deviden sehingga pada perusahaan dengan intangible asset yang tinggi akan membayar
deviden yang rendah. Hasil penelitian ini didukung Alves dan Martin (2010) dalam hasil penelitiannya
yang membuktikan bahwa level dan tipe intangible asset tidak berpengaruh signifikan terhadap
deviden payout, hal ini disebabkan karena argument teori yang saling bertentangan berkaitan dengan
masalah tersebut.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.1: Pengaruh Intangible Asset terhadap Current Ratio
Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap kinerja keuangan (current ratio)
ditunjukkan oleh koefisien jalur P3 sebesar -0,093, berarti intangible asset berpengaruh negatif
terhadap current ratio. Karena t hitung < t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,464 > p
value (0,05) maka berarti intangible asset (X) berpengaruh negatif terhadap current ratio, namun
pengaruh tersebut tidak signifikan. Semakin tinggi intangible asset perusahaan maka semakin rendah
kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang perusahaan,
namun hasil ini secara statistic tidak signifikan. Hasil yang negative ini kemungkinan disebabkan
karena pada perusahaan dengan intangible asset yang tinggi menggunakan lebih banyak kas untuk
membiayai investasinya sehingga menurunkan kemampuan aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban
utang perusahaan.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.2: Pengaruh Intangible Asset terhadap ROA


Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap ROA ditunjukkan oleh koefisien
jalur P4 sebesar 0,438 berarti intangible asset berpengaruh positif terhadap ROA. Karena t hitung > t
table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka berarti berarti intangible
asset (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008), membuktikan bahwa Intelectual Capital
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diwakili oleh ROA. Semakin
tinggi intangible asset maka semakin tinggi kemampuan modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba bagi pemilik perusahaan.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.3: Pengaruh Intangible Asset terhadap Asset Turnover Ratio
Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap asset turnover ratio ditunjukkan
oleh koefisien jalur P5 sebesar -0,003 berarti intangible asset berpengaruh negatif terhadap asset
turnover ratio. Hasil perhitungan t hitung diperoleh -0,024 sedangkan t table diperoleh 1,987 (df=n-2,
p-value = 0,05). Artinya intangible asset (X) berpengaruh negatif terhadap asset turnover ratio,
namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa intangible asset dalam
suatu perusahaan berpengaruh negative terhadap kemampuan modal yang diinvestasikan dalam suatu
perusahaan untuk menghasilkan revenue. Semakin tinggi intangible asset dalam suatu perusahaan
maka semakin rendah kemampuan modal yang dihasilkan untuk menghasilkan revenue. Namun hasil
ini secara statistic tidak signifikan, kemungkinan disebabkan kurang banyaknya jumlah sampel
perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh Intangible asset, Kebijakan Keuangan, dan Kinerja Keuangan
terhadap Nilai Perusahaan
Berdasarkan hasil uji F (simultan) diperoleh F hitung 32,404 dan p value diperoleh 0,000
(lampiran 3). F tabel 19,296 (p value=0,05 %). Oleh karena F hitung > F table dan p value < 0,05
maka disimpulkan bahwa intangible asset, DER, DPR, current asset, ROA, dan asset turnover secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset (X) terhadap nilai perusahaan (Z) ditunjukkan
oleh koefisien jalur P6 sebesar 0,548 berarti intangible asset berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Hasil perhitungan t hitung diperoleh 7,466 sedangkan t table diperoleh (df=n-2, p-value
= 0,05). Karena t hitung > t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka
berarti intangible asset merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pamela Megna dan Marck Klock (1993),
Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008), bahwa intangible asset atau intellectual capital berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh kebijakan utang / debt equity ratio (Y3) terhadap nilai
perusahaan (Z) ditunjukkan oleh koefisien jalur P7 sebesar 0,604 berarti DER berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Karena t hitung > t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p
value (0,05) maka berarti DER (Y3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Z).
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio utang maka nilai perusahaan akan semakin
meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Modligiani dan Miller mengenai struktur modal
dan nilai perusahaan, yaitu bahwa perusahaan yang memiliki utang akan membayar pajak lebih lecil
sehingga perusahaan yang memiliki utang akan lebih bernilai bagi investor daripada perusahaan yang
sama jika tidak terdapat utang, sehingga perusahaan yang memiliki utang (levered firm) akan lebih
tinggi nilai perusahaannya dibandingkan perusahaan yang sama jika tidak memiliki utang.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh kebijakan deviden / deviden payment ratio (Y2) terhadap nilai
perusahaan (Z) ditunjukkan oleh koefisien jalur P8 sebesar 0,048 berarti DPR berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,471 > p value
(0,05) maka berarti DPR (Y2) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan namun secara statistic
tidak signifikan. Hasil penelitian ini mendukung teori signaling dan bird in the hand theory, yang
menyatakan bahwa DPR yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut teori signaling,
perusahaan akan membagikan deviden untuk memberikan sinyal good news bagi investor, sehingga
akan meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan menurut bird in the hand theory, investor lebih
menyukai deviden yang dibagikan daripada deviden yang tidak dibagi, sehingga investor akan lebih
memilih perusahaan dengan DPR tinggi dimana hal ini mengakibatkan peningkatan harga saham dan
nilai perusahaan. Namun hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori Modigliani dan Miller
bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan karena tidak mempengaruhi sama sekali nilai
perusahaan. Nilai perusahaan tidak tergantung pada besarnya jumlah deviden yang dibayarkan. Hasil
penelitian ini juga mendukung penelitian Ahmed (2008), Rahim, et al. (2008), yang menemukan
hubungan positif dan signifikan DPR terhadap nilai perusahaan, namun tidak mendukung Haruman
(2007) dan Taswan (2003) yang membuktikan adanya pengaruh negative signifikan.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh current asset ratio (Y3) terhadap nilai perusahaan (Z)
ditunjukkan oleh koefisien jalur P9 sebesar 0,033 berarti current asset ratio (Y3) berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan (Z). Hasil perhitungan t hitung diperoleh 0,395 sedangkan t table diperoleh
1,987 (df=n-2, p-value = 0,05). Artinya current asset ratio (Y3) berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan namun secara statistic tidak signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ulupui (2007) yang membuktikan bahwa current ratio memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham satu periode ke depan, yang mengindikasikan bahwa current ratio
dapat digunakan untuk memprediksi return saham. Koefisien beta yang positif dalam hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi
kewajiban lancarnya, maka semakin tinggi nilai perusahaan, namun hasil ini secara statistic tidak
signifikan.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh ROA (Y4) terhadap nilai perusahaan (Z) ditunjukkan oleh
koefisien jalur P 10 sebesar 0,457 berarti ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Karena
t hitung > t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka berarti ROA (Y4)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Z). Hal ini mengindikasikan bahwa
ROA dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori
dan pendapat Modligiani dan Miller bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset
perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Vishnani dan Shah
(2008), Ulupui (2007), Yuniasih dan Wirakusuma (2007), yang menemukan bahwa ROA berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian
Suranta dan Pranata (2004), Kaaro (2002) yang menemukan bahwa ROA justru berpengaruh negative
terhadap nilai perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis pengaruh asset turnover ratio (Y5) terhadap nilai perusahaan (Z)
ditunjukkan oleh koefisien jalur P 11 sebesar -0,026 berarti asset turnover ratio berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan, maka HA ditolak. Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh
0,704 > p value (0,05) maka berarti asset turnover ratio (Y4) berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap nilai perusahaan (Z). Hasil penelitian ini mendukung Ulupui (2007) bahwa asset
turnover berpengaruh negative tetapi tidak signifikan terhadap return saham. Namun tidak sejalan
dengan hasil penelitian Kennedy (2003) yang menunjukkan variabel asset turnover berpengaruh
signifikan terhadap return saham.

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis
Path:
1. DER = -0,128 IA + e1
2. DPR = 0,189 IA + e2
3. CR = -0,093 IA + e3
4. ROA = 0,438 IA + e4
5. AstTurn = -0,003 IA + e5
6. FV = 0,548 IA + 0,604 DER + 0,048 DEV + 0,033 CR + 0,457 ROA – 0,026 astturn + e6

Pengaruh error ditentukan sebagai berikut:


e1 = √ = √ = 0,492
e2 = √ = √ = 0,482
e3 = √ = √ = 0,4955
e4 = √ = √ = 0,809
e5 = √ = √ = 0,5
e6 = √ = √ = 0,1135

Koefisien Determinasi Total (Rm2):


Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model di ukur dengan :
Rm2  1  Pe21 Pe22 . . . Pep2
Rm2= 1 – (0.492)2 (0.482)2 (0.4955)2(0.809)2 (0.5)2 (0.1135)2 = 0,6547

Keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 65,47%. Nilai ini
berarti variable nilai perusahaan dapat dijelaskan oleh variable intangible asset, kebijakan keuangan,
dan kinerja keuangan sebesar 65,47 %, sedangkan sisanya 34,52 % dijelaskan oleh variabel lain (yang
belum terdapat di dalam model) dan error.
Hasil analisis data dengan Path Analysis dapat digambarkan sebagai berikut:
Interpretasi Hasil.
Total Pengaruh Intangible asset (IA) terhadap Nilai Perusahaan (FV):
Pengaruh langsung IA ke FV = 0,548
Pengaruh tidak langsung:
- IA ke DER ke FV = -0,128 x 0,604 = -0,132
- IA ke DPR ke FV = 0,189 x 0,048 = 0,0030
- IA ke CR ke FV = -0,093 x 0,033 = -0,0031
- IA ke ROA ke FV = 0,438 x 0,457 = 0,200
- IA ke Astturn ke FV = -0,003 x 0,026 = -0,00008 +
Total Pengaruh IA ke FV = 0,6158

Berdasarkan hasil validitas model dengan menghitung koefisien determinasi total, diperoleh
bahwa model dapat menjelaskan informasi yang terkandung di dalam data, sebesar 65,47%. Angka ini
cukup besar, sehingga layak dilakukan interpretasi lebih lanjut. Lintasan pengaruh yang signifikan
adalah dari intangible asset ke nilai perusahaan melalui ROA. Informasi yang disampaikan adalah
upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan harus dilakukan dengan cara meningkatkan intangible
asset diikuti dengan upaya untuk meningkatkan ROA. Pada keadaan demikian variabel ROA
berfungsi sebagai variabel intervening atau mediating.

V. SIMPULAN DAN SARAN


Intangible asset berpengaruh negative tetapi secara statistic tidak signifikan terhadap utang /
DER. Intangible asset berpengaruh positif tetapi secara statistic tidak signifikan terhadap kebijakan
deviden / DPR. Intangible asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Namun Intangible
asset berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap current ratio dan asset turnover. Intangible
asset terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan utang
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, namun kebijakan deviden
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Kinerja keuangan yang
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan adalah ROA (positif dan signifikan). Current ratio
dan asset turnover berpengaruh negative tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa investor masih menggunakan variable kinerja keuangan yang tersaji dalam
laporan keuangan, terutama ROA untuk memprediksi nilai perusahaan. Kesimpulan umum yang dapat
diambil dari hasil penelitian ini, intangible asset (termasuk juga intellectual capital di dalamnya)
akan meningkatkan kinerja keuangan yaitu ROA perusahaan, dan peningkatan ROA ini akan
mengakibatkan peningkatan nilai perusahaan.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan indicator intangible asset yang lain, agar hasilnya
dapat diperbandingkan. Diperlukan adanya suatu standarisasi dalam pelaporan / disclosure atas
intellectual capital yang merupakan bagian dari intangible asset yang tidak tersaji pada neraca.
Standarisasi ini diperlukan agar disclosure IC yang merupakan bagian dari laporan keuangan tersebut
menjadi informasi yang lebih dapat diperbandingkan antar perusahaan sehingga bermanfaat bagi analis
dan investor sebagai indikator potensi masa depan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdolmohammadi, Mohammad J. 1999. “The Components of Intellectual Capital for Accounting


Measurement”. http://www.sbaer.lka.edu/research/1999/wdsi/
Anne Marie Knott, David J. Bryce, Hart E. On the Strategic Accumulation of Intangible assets.
Organization Science, Vol. 14, No. 2 (Mar. - Apr., 2003), pp. 192-207 Published by:
INFORMS Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4135159
Brinker, Barry. 2000. “Intellectual Capital: Tomorrows Asset, Today’s Challenge”.
http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm
Choong, Kwee Keong. 2008. Intellectual capital: definitions,categorization and reporting models.
Journal of Intellectual Capital Vol. 9 No. 4, 2008 pp. 609-638. Emerald Group Publishing
Limited.
Choudhury, Jyotirmayee. 2010. Performance Impact of Intellectual Capital: A Study of Indian it
Sector. International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 9; September 2010.
www.ccsenet.org/ijbm
Davidson, et al. 2004. R&D, Agency Cost and Capital Structure: International Evidence. Econometric
Society No.59. Australian Meetings from Econometric Society.
Dewa Gede Wirama. 2008. Teori Surplus Bersih: Valuasi Perusahaan Berdasarkan Data Akuntansi.
Dumay, John C. 2009. Intellectual capital measurement: a critical approach. Journal of Intellectual
Capital Vol. 10 No. 2, 2009 pp. 190-210. Emerald Group Publishing Limited
Dwi Martani, Mulyono, Rahfiani Khairurizka. 2009. The effect of financial ratios, firm size, and cash
flow from operating activities in the interim report to the stock return. Chinese Business
Review, Jun. 2009, Volume 8, No.6, USA.
Garger, John. 2010. Equity and market value: How much is a company worth to an investor?
http://www.johngarger.com.
------------. 2010. How Investors View the Differences between Tangible and Intangible Assets.
http://www.johngarger.com.
Ghodratallah Talebnia, Hashem Valipour, Shahram Shafiee. 2010. Empirical Study of the
Relationship between Ownership Structure and Firm Performance: Some Evidence of
Listed Companies in Tehran Stock Exchange . Journal of Sustainable Development Vol. 3,
No. 2; June 2010.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Huson Joher Ali Ahmed. 2008. The Impact of Financing Decision, Dividend Policy, corporate
ownership on Firm Performance at Presence or absence of growth Opportunity: A Panel
Data Approach, Evidence from Kuala Lumpur Stock Exchange.
Haruman, Tendi. 2007. Pengaruh Keputusan Keuangan dan Kepemilikan Institusional terhadap Nilai
Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEJ) The 1st PPM
National Conference on Management Research “ Manajemen di Era Globalisasi” Sekolah
Tinggi Manajemen PPM, 7 November 2007.
Husnan, Suad dan Wijastuti. 1998. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Penerbit UPP ANP YKPN.
Yogyakarta.
Ihyaul Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri. 2008. Intelectual Capital dan Kinerja Keuangan.
Kent Daniel dan Sherid An Titman. 2005. Market Reactions to Tangible and Intangible Information.
Lantz, Jean-Sébastien, Sahut, Jean-Michel. 2005. R&D Investment and the Financial Performance of
Technological Firms. International Journal of Business.
Marr & Schiuma. 2001. Intellectual capital – defining key performance indicators for organizational
knowledge assets. Centre for Business Performance, Cranfield School of Management,
Cranfield, Bedfordshire, UK. DAPIT – Facolta´ di Ingegneria, Potenza, Italy.
www.emeraldinsight.com/researchregister.
Nerissa C. Brown, Michael D. Kimbrough. 2010. The Impact of Intangible Investment on the
RelativeImportance of Firm-Specific Factors versus Market- and Industry-Level Factors in
the Determination of Firm-Level Earnings.
Ni Made Adi Erawati dan I Putu Sudana. 2005. Intangible Asset, Nilai Perusahaan, dan Kinerja
Keuangan.
Ni Wayan Yuniasih, Made Gede Wirakusuma. 2007. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai
Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate
Governance sebagai Variabel Pemoderasi.
Ocean Tomo. 2010. Ocean Tomo’s Intangible Asset Market Value Study. Ocean Tomo Announces
Result of Annual Study of Intangible Asset Market Value.
Ortiz, Miguel. 2009. Analysis and valuation of intellectual capital according to its context. Journal of
Intellectual Capital Vol. 10 No. 3, 2009 pp. 451-482. Emerald Group Publishing Limited.
www.emeraldinsight.com/1469-1930.htm
Pamela Megna and Mark Klock. 1993. The Impact of Intangible Capital on Tobin's q in the
Semiconductor Industry. The American Economic Review, Vol. 83, No. 2, Papers and
Proceedings of the Hundred and Fifth Annual Meeting of the American Economic
Association (May, 1993), pp. 265-269 Published by: American Economic Association
Ping Jiang. 2004. The Relationship Between Ownership Structure and Firm Performance: an
Empirical Analysis over Heilongjiang Listed Companies, . Nature and Science, 2(4), 2004.
Rahmawati. 2005. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi dengan Pendekatan Terintegrasi: Hubungan
Nonlinier. SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005.
Robert M. Bowen, Rajgopal, Venkatachalam. 2006. Accounting Discretion, Corporate Governance,
and Firm Performance.
Robert A. Connolly, Barry T. Hirsch, and Mark Hirschey. 1986. Union Rent Seeking, Intangible
Capital, and Market Value of the Firm.
Roos, Johan., Goran Roos, Nocola C. Dragonetti, and Leif Edvinsson. 1997. Intellectual Capital
Navigating The New Business Landscape, London; M acMillan Press Ltd.
Rahim, et al. 2008. Investment, Board Governance and Firm Value: A Panel Data Analysis. The 1st
PPM National Conference on Management Research “ Manajemen di Era Globalisasi”
Sekolah Tinggi Manajemen PPM, 7 November 2007
Salamudin, et al. 2010. Intangible assets valuation in the Malaysian capital market. Journal of
Intellectual Capital Vol. 11 No. 3, 2010 pp. 391-405. Emerald Group Publishing Limited.
www.emeraldinsight.com/1469-1930.htm
Soler and Celestino. 2007. Evaluating the scope of IC in firms’ value. Journal of Intellectual Capital
Vol. 8 No. 3, 2007 pp. 470-493. Emerald Group Publishing Limited.
Sveiby, Karl Erik. 1998. “Intellectual Capital: Thingking Ahead”, Australian CPA.June, page 18-21.
---------------. 1998. “Measuring Intangables & Intellectual Capital – An Emerging First standard”.
http://www.sveiby.com/articles/Intangiblemethods.
Sandra Alves dan Júlio Martins. 2010. The Impact of Intangible assets on Financial and Governance
Policies: UK Evidence. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-
2887 Issue 36 (2010). © EuroJournals Publishing, Inc. 2010.
Sawarjuwono dan Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah
Library Research). Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 5, No. 1, Mei 2003: 35 – 57.
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting
Sonnier, et al. 2007. Accounting for Intelectual Capital: The Relationship between Profitability and
Disclosure. The Journal of Applied Management and Entrepreneurship; Vol.12, No.2.
Suwarjono. 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta:BPFE.
Taswan. 2003. Analisis Pengaruh Insider Ownership, Kebijakan Hutang dan Deviden terhadap Nilai
Perusahaan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Ulupui. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabiltas terhadap
Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri
barang Konsumsi di BEJ).
Vishnani dan Shah. 2008. Value Relevance of Published Financial Statements with Special Emphasis
on Impact of Cash Flow Reporting.
Wilbur G. Lewellen and Douglas R. Emery. 1986. Corporate Debt Management and the Value of the
Firm. The Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 21Published by: University
of Washington School of Business Administration. http://www.jstor.org/stable

Anda mungkin juga menyukai