Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia Sekolah Dasaryakni sekitar umur 6 – 12 tahun, merupakan tahapan

penting bagi perkembangan seseorang, termasuk perkembangan moralnya. Anak

Sekolah Dasarmengalami perkembangan fisik dan motorik, tak terkecuali

perkembangan kepribadian, watak, emosional, intelektual, bahasa, budi pekerti dan

moralnya yang bertumbuh dengan pesat.

Pembimbingan moral pada peserta didik harus dimulai sedini mungkin,

Pembimbingan moral pada usia Sekolah Dasar sangat penting dilakukan karena

Pembimbingan moral merupakan pemberian ajaran mengenai perbuatan, sikap,

kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila.

Moral berasal dari bahasa latin ‘mores’ yang artinya adat istiadat, kebiasaan,

atau cara hidup. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan

yang mengandung makna tata tertib nurani yang membimbing tingkah laku batin

dalam hidup. Kata Moral sama dengan istilah etika yang berasal dari bahasa Yunani

ethos yaitu suatu kebiasaan adat istiadat. Secara etimologis etika adalah ajaran

tentang baik dan buruk, yang diterima umum tentang sikap dan perbuatan. Pada

hakekatnya moral adalah ukuran – ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas.

Sedang etika lebih dikaitkan dengan prinsip – prinsip yang dikembangkan pada suatu

profesi.”1

1
Budi Istanto ‘Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Generasi Penerus’ (Yogyakarta : FIP UNY,
2007), hlm.4

1
2

Moral dekat sekali artinya dengan etika yang berasal dari kata Yunani ethos

yang artinya hampir sama saja, hanya para pendidik dari pihak protestan, maupun

Katolik Roma lebih melihat etika dari aspek keilmuannya, yaitu melihat etika

sebagai ilmu dan filsafat tentang moral (moralitas) yang menjadi pegangan orang

atau kelompok dalam mengatur perilaku. Moralitas berasal dari kata latin moralis.

Kata ini pada dasarnya sama saja dengan moral hanya lebih abstrak dan berarti sifat

dari moral dan asas berkaitan dengan hal baik dan buruk.2 Moral adalah sikap hati

yang terungkap dalam sikap lahiriah. Moralitas terjadi jika seseorang mengambil

sikap yang baik, karena ia sadar akan tanggung jawabnya sebagai manusia. Jadi

moralitas adalah sikap dan perbuatan baik sesuai dengan nurani.”3

Pembimbingan moral siswa-siswa Sekolah Dasar sangat penting, mengingat

moral merupakan adat istiadat, kebiasaan, atau cara hidup peserta didik. Moral

berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang

membimbing tingkah laku batin dalam hidup para peserta didik.

Peserta didik dapat memperoleh Pembimbingan moral Kristen pertama sekali

dari orang tua (keluarga), guru PAK di sekolah dan dari masyarakat di sekitarnya.

Wadah pertama para peserta didik memperoleh Pembimbingan moral adalah

keluarga. Orang tua merupakan komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu,

yang merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah adalah figur dalam

proses Pembimbingan moral anak. Orang tua diharapkan memberi arah, memantau,

mengawasi dan membimbing perkembangan anak-anaknya ke arah yang lebih baik,

mengembangkan semua potensi yang dimiliki anaknya agar secara jasmani dan

rohani dapat berkembang secara optimal dan seimbang. Tugas utama orang tua

2
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hlm.89
3
Hendrowibowo, Pendidikan Moral, (Yogyakarta : FIP UNY, 2007), hlm.85
3

adalah menolong anak mengembangkan aspek fisik, kepribadian, moral, iman,

kognitif, dan intelektual. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik,

mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang

menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Selain memberikan Pembimbingan moral Kristen, tanggung jawab

Pendidikan Agama Kristen pertama dan terutama terletak pada orang tua yaitu ayah

dan ibu (Ams 1:8). Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan teguran dan

ajaran dalam kasih (Ams 6:23). Orang tua harus bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap keluarganya. Orang tua harus membutuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan

rohani anaknya. Allah memilih dan mempercayakan anak-anak kepada orang tua

untuk dirawat dengan sungguh-sungguh. “Sebab Aku telah memilih dia, supaya

diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keluarganya supaya tetap hidup

di jalan yang ditunjukkan Tuhan dengan melakukan kebenaran dan keadilan.”

(Kej.18:19).

Tetapi pada dewasa ini, orang tua seringkali mengabaikan tugas dan tanggung

jawabnya khususnya dalam membina moral anak – anaknya. Orang tua lebih fokus

terhadap kebutuhan ekonomi keluarga. Para orang tua cenderung menyerahkan

sepenuhnya peranan, tugas dan tanggung jawabnya khususnya dalam membina moral

peserta didik pada tenaga pendidik khususnya kepada guru Pendidikan Agama

Kristen. Jika anak tersebut mengalami sesuatu hal ataupun ada masalah dengan

proses perkembangan moral anak, maka orang tua akan menyalahkan para pendidik

di sekolah khususnya guru PAK. Selain itu orang tua lebih mempercayakan

Pembimbingan moral anak-anaknya pada guru PAK, dengan alasan guru PAK

memiliki pengetahuan teologis yang mendukung untuk membina moral anak –

anaknya.
4

Pembimbingan moral bagi anak Sekolah Dasar harus disesuaikan dengan

perkembangan jiwa anak, mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia,

intelektual, karakter, estetika, dan fisik dan dalam koridor pembelajaran moral yang

menyenangkan. Melalui Pembimbingan moral anak Sekolah Dasar diharapkan dapat

merubah perilaku anak sehingga siswa – siswi Sekolah Dasar lebih bertanggung

jawab dan menghargai sesamanya dan mampu menghadapi tantangan jaman yang

cepat berubah. Selain itu peserta didik memiliki keunggulan dan kecerdasan di

berbagai bidang baik kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual.

Guru PAK sebagai tenaga pengajar profesional dalam melaksanakan tugas

dan peranannya yang begitu banyak, secara khusus dituntut harus mampu

mengajarkan firman Allah, membina pertumbuhan iman, memberikan

Pembimbingan moral dan etika Kristen.

Berdasarkan uraian di atas, yakni pentingnya Pembimbingan moral anak,

sementara wadah utama untuk membina kerohanian tersebut yaitu orang tua

cenderung mengabaikan Pembimbingan kerohanian anak karena faktor kesibukan

dan faktor pengetahuan teologi yang minim, dengan begitu menurut penulis

kehadiran sosok tenaga pengajar yaitu guru PAK menjadi sangat penting. Maka

penulis pun mengambil keputusan untuk membawa masalah ini dalam penelitian

yang lebih lanjut, dan penulis memberi judul skripsi ini adalah :

Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing Terhadap Moral Siswa/i kelas 5 – 6 di

Sekolah Dasar Esther, Batam.


5

B. Identifikasi Masalah

Sebelum menguraikan apa yang menjadi identifikasi masalah dalam

penelitian ini, terlebih dahulu penulis menguraikan apa yang dimaksud dengan

identifikasi masalah menurut para ahli. Suwardi Lubis, dalam bukunya: ‘Metodologi

Penelitian Sosial’, mengemukakan pengertian mengidentifikasi masalah sebagai

berikut :

“Mengidentifikasi masalah tidak lain menguraikan lebih jelas lagi tentang


masalah yang telah ditetapkan di dalam latar belakang penelitian. Di
dalamnya berisi perenungan eksplisit dari masalah-masalah yang terkandung
dalam suatu fenomena perumusannya diurut sesuai dengan urutan intensitas
pengaruhnya di dalam topik penelitian. Selain itu perumusan ini mempunyai
konsekuensi terhadap relevansi maksud dan tujuan, kegunaan penelitian.
Kerangka pemikiran dan metode penelitiannya. Bentuk perumusannya dapat
berupa kalimat pertanyaan atau dapat pula berupa kalimat pernyataan yang
menggugah perhatian.”4

Berdasarkan pengertian di atas, yang menjadi identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Orang tua siswa – siswi Sekolah Dasar Esther, Batam, seringkali

mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya khususnya dalam membina moral

anak – anaknya.

2. Orang tua siswa – siswi Sekolah Dasar Esther, Batam cenderung

menyerahkan sepenuhnya peranan, tugas dan tanggung jawabnya khususnya

dalam membina moral peserta didik pada tenaga pendidik khususnya kepada

guru Pendidikan Agama Kristen.

3. Orang tua lebih mempercayakan Pembimbingan moral anak-anaknya pada

guru PAK, dengan alasan guru PAK memiliki pengetahuan teologis yang

mendukung untuk membina moral anak – anaknya.

4
Suwardi Lubis, Metodologi Penelitian Sosial, (Medan: USU Press, 1997), hlm.95
6

4. Perkembangan IPTEK dan gaya hidup sangat mempengaruhi Moral para

pelajar.

5. Sudah banyak siswa/I Sekolah Dasarsaat ini yang tidak memahami

bagaimana menghormati orang tua dan kurang peduli mengikuti Ibadah

Sekolah Minggu.

C. Pembatasan Masalah

Menurut Winarmo Surakhmad, “pembatasan masalah bukan hanya untuk

mempermudah atau menyederhanakan masalah bagi penyelidikan tetapi juga untuk

pemecahannya, tenaga dan kecekatan, biaya dan lain-lain yang timbul dari rencana

tersebut.”5

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada latar belakang dan juga

pada bagian identifikasi masalah ini, bahwa Pembimbingan moral anak begitu

penting sementara orang tua yang merupakan wadah utama yang berperan dalam

membina moral anak-anaknya sering mengabaikan peranannya dikarenakan faktor

kesibukan dan pengetahuan orang tua yang begitu minim. Orang tua lebih

mempercayakan Pembimbingan moral anak-anaknya kepada para guru khususnya

guru PAK di sekolah. Dengan alasan para guru memiliki pengetahuan lebih dari para

orang tua. Maka Adapun batasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah hanya

pada “Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing Terhadap Moral Siswa/i Kelas

5 – 6 di Sekolah Dasar Esther, Batam.”

D. Rumusan Masalah
5
Winarmo Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 2004), hlm.34
7

Adapun fungsi perumusan masalah dalam penelitian adalah untuk

memperjelas masalah dan untuk menentukan siapa dan apa yang akan menjadi objek

dalam penelitian tersebut. Menurut S. Nasution, “masalah harus dirumuskan dan

dibatasi secara spesifik, itu merupakan suatu keharusan. Bila tidak akan

mengakibatkan mahasiswa tidak akan mengetahui secara jelas keterangan dan data-

data yang dikumpulkan dan kesimpulan apakah yang sejajar dengan thesis.”6

Dengan demikian maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing Terhadap Moral Siswa/i

Kelas 5 – 6 di Sekolah Dasar Esther, Batam.

E. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian perlu adanya tujuan yang berfungsi sebagai acuan

pokok terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga akan membuat peneliti bekerja

secara terarah dalam mencari data dan mengambil langkah yang tepat dalam

pemecahan masalah.

Muhammad Ali mengatakan, “tujuan penelitian pada dasarnya merupakan titik

tolak yang akan dicapai seseorang melalui kegiatan penelitian yang dilaksanakan,

sebab tujuan kegiatan penulisan harus mempunyai rumusan yang tegas, jelas,

terperinci dan operasional.7 Dari kutipan tersebut, maka penelitian menentukan arah

dan sasaran yang akan dicapai, tujuan dilakukannya penelitian ini, adalah:

1. Untuk mengetahui Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing Terhadap Moral

Siswa/i di Sekolah Dasar Esther, Batam.

F. Manfaat Penelitian

6
S. Nasution, Metode Reseacrh Penelitian Ilmiah, (Bandung: Jemmars, 1984), hlm.20
7
Moh. Ali, Penelitian Kependidikan, Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 2002), hlm.39
8

Setiap penelitian tentu akan memberikan manfaat, baik bagi penulis itu

sendiri maupun aspek-aspek yang terlibat didalamnya. Adapun penelitian ini ditulis

memberi beberapa manfaat yaitu:

a. Secara Praktis

1. Manfaat bagi guru PAK

Penelitian ini, sebagai bahan masukan / acuan bagi guru PAK untuk lebih

kreatif memberikan kontribusi dalam membina moral dan kerohanian siswa

Sekolah Dasar Esther, Batam

2. Manfaat bagi Orang tua

Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi para orang tua bahwa orang tua

dan guru harus bekerja sama dalam membina moral anak.

3. Manfaat bagi Penulis

Dapat menambah wawasan penulis mengenai peranan guru PAK dalam

membina moral anak.

b. Secara Teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah pustaka kependidikan

khususnya untuk Sekolah Tinggi Teologi Pais Batam. Dan memberikan

sumbangan informasi yang selanjutnya dapat memberi motivasi penelitian

tentang masalah sejenis guna penyempurnaan penelitian ini.

BAB II
9

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN


PENGAJUAN HIPOTESA

A. Kerangka Teori

1. Peranan Guru PAK

1.1. Pengertian Peranan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa peranan merupakan

“Tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa atau seperangkat

tingkat yang diharapkan untuk dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dalam

masyarakat atau yang merupakan bagian utama yang harus dilakukan.”8

Menurut J.S Poerwadarminta: “kata peran ini dapat dibubuhi dengan kata

imbuhan yaitu akhir ‘an’, yang akhirnya memunculkan kata ‘peranan’ yang dapat

dibuat sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan, terutama dalam

terjadinya suatu hal atau peristiwa.”9

Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto

sebagai berikut : “peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan

individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma -

norma yang dikembangkan (merupakan rangkaian peraturan - peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan) dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat.”10

Adapun peranan yang penulis maksud dalam skripsi ini adalah peran atau

keikutsertaan guru agama dalam membina moral siswanya, ke tingkat yang lebih

baik dan sempurna. Dengan kata lain diartikan bahwa pengertian peranan adalah

8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1982), hlm.667
9
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1982), hlm.688
10
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Press, 1982), hlm.238
10

peran serta atau usaha guru agama dalam mendidik, membina, membimbing serta

mengarahkan siswa kepada yang lebih baik dan sempurna.

1.2. Pengertian Pendidikan Agama Kristen

Pengertian Pendidikan Agama Kristen memiliki pengertian yang beragam,

untuk lebih jelas berikut ini akan diuraikan pengertian Pendidikan Agama Kristen

menurut para ahli, antara lain Robert R.Boehlke dalam bukunya ‘Sejarah

Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Loyola’ mengutip

pernyataan Martin Luther menjelaskan pengertian Pendidikan Agama Kristen adalah:

“Pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib
agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita dalam firman Yesus
Kristus yang memerdekakan. Pendidikan Agama Kristen berfungsi untuk
memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya yang berkaitan
dengan pengalaman berdoa, firman dan rupa - rupa kebudayaan sehingga
mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta
mengambil bagian dengan bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.”11
Robert R. Boehlke juga mengutip pernyataan John Calvin yang menjelaskan

pengertian dan tujuan dari Pendidikan Agama Kristen:

“Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang bertujuan mendidik


semua putra-putri gereja agar mereka terlibat dalam penelaahan Alkitab secara
cerdas sebagaimana dengan bimbingan Roh Kudus. Pendidikan Agama Kristen
juga bertujuan mendidik semua putra-putri gereja agar mereka mengambil
bagian dalam kebaktian dan memahami keesaan gereja, dan supaya mereka
diperlengkapi untuk memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian diri
kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari serta
bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah demi kemuliaan-Nya sebagai
lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.”12
Selanjutnya pengertian PAK13 menurut Thomas H. Groome adalah kegiatan

politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka

11
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig.
Loyola, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), hlm.342

12
Ibid, hlm.414
13
Untuk selanjutnya dalam penelitian ini disingkat dengan PAK
11

memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman

Kristen, dan visi kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.14

J.M. Nainggolan mengatakan bahwa defenisi yang paling tepat dalam

kaitannya dengan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk mencapai kedewasaan

iman. Seluruh proses PAK harus bertujuan untuk membawa peserta didik kepada

taraf kedewasaan iman.15 Semua pengajaran Firman Tuhan sifatnya mendidik,

memberitahu, mengarahkan, menegur, dan membimbing manusia ke arah yang lebih

baik dari berbagai masalah-masalah yang dihadapi oleh orang-orang percaya.

Selanjutnya E.G. Homrighausen mengatakan:

“Pendidikan Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan. Dalam


perjanjian lama pada hakekatnya dasar-dasar terdapat pada sejarah suci
purbakala, bahwa Pendidikan Agama Kristen itu mulai sejak terpanggilnya
Abraham menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan bertumpu pada
Allah sendiri karena Allah menjadi peserta didik bagi umat-Nya”16.

Menurut Warner C. Graedorf PAK adalah :

“Proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat


pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing setiap
pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke
arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus
dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi pelayanan yang
efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang
mendewasakan pada murid.”17
Dari definisi Warner tersebut di atas, menurut Paulus Lilik Kristianto,

terdapat tiga aspek utama PAK, yakni: “diskripsi PAK, aspek fungsi dan aspek

Filosofi PAK.”18

1. Aspek Filosofi PAK


14
Thomas H. Groome, Christian Religious Education, (Jakarta: BPK. G. Mulia, 2010), hlm.37
15
J.M. Nainggolan, Strategi: Pendidikan Agama Kristen, cet.1, (Jabar : Generasi Info Media,
2008), hlm.25
16
E.G. Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1991)
17
Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK,
Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta : Andi Offset , 2008), hlm.4
18
Ibid
12

PAK merupakan proses pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan

Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk mendewasakan para murid.

2. Diskripsi PAK

PAK merupakan proses pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab,

berpusatkan Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus. Pembelajaran

berarti pembangunan pribadi menuju kedewasaan sedangkan pengajaran

berarti dorongan bagi pembelajaran yang efektif.

3. Aspek fungsional Pendidikan Agama Kristen (PAK)

PAK berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan

melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang

rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan dan

untuk memperlengkapi mereka bagi pelayanan efektif. Proses PAK ditujukan

kepada setiap pribadi seperti pelayanan Kristus (Yoh.1:43). PAK berfungsi

sebagai penyedia, pendorong, dan fasilitator dalam pembimbingan.

1.2.1. Tujuan Pendidikan Agama Kristen

Sama halnya dengan pengertian Pendidikan Agama Kristen, para ahli juga

merumuskan beberapa tujuan Pendidikan Agama Kristen. Berikut ini akan diuraikan

beberapa tujuan Pendidikan Agama Kristen menurut para ahli.

Daniel Nuhamara, menjelaskan pengertian tujuan PAK dalam arti ultimate

aims dibagi atas 3 konsep yaitu: “1). aims adalah tujuan yang diusahakan untuk

dicapai pada akhirnya; 2). goals adalah tujuan yang hendak dicapai dalam jangka

waktu tertentu. 3). objectives adalah tujuan yang hendak dicapai dalam suatu proses

belajar-mengajar dalam satu kali tatap muka.”19

19
Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK. (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), hlm.30
13

James D. Smart dalam bukunya ‘The Teaching Ministry of The Church’

merumuskan tujuan dari PAK sebagai berikut: “Kita mengajar agar melalui

pengajaran kita, Allah dapat bekerja di hati mereka yang diajar untuk menjadikan

mereka murid-murid yang menyakinkan baik dengan kata-kata maupun perbuatan di

tengah-tengah dunia.”20

Werner C. Graendorf dalam bukunya ‘Introduction to Biblical Christian

Education’ mengatakan tujuan PAK antara lain : “untuk membimbing individu -

individu pada semua tingkat pengembangannya, dengan cara pendidikan

kontemporer, menuju pengenalan serta pengalaman akan tujuan serta rencana Allah

dalam Kristus melalui setiap aspek kehidupan, dan juga untuk memperlengkapi

mereka demi pelayanan yang efektif.21

Menurut Robert R. Boehlke tujuan PAK adalah :

Untuk melibatkan semua warga jemaat khususnya yang muda dalam rangka
belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa mereka serta
bergembira dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan mereka di
samping memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya
pengalaman berdoa, firman tertulis dalam Alkitab dan rupa-rupa kebudayaan
sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan
negara serta mengambil bagian secara bertanggungjawab dalam persekutuan
Kristen yaitu gereja.22
Dalam Robert R. Boehlke dirumuskan tujuan PAK yang rupanya didukung

Calvin disamping yang terdapat dalam Efesus.4:11-16, yakni:

Mendidik semua putra-putri sang Ibu (gereja) agar mereka, dilibatkan dalam
penelaahan Alkitab secara cerdas sebagaimana dibimbing oleh Roh kudus,
diajar mengambil bagian dalam kebaktian serta mencari keesaan gereja,
diperlengkapi memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada
Allah Bapa Yesus Kristus dalam gelanggang perkerjaan sehari-hari serta
hidup bertanggung jawab dibawah kedaulatan Allah demi kemuliaanNya
sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.23
20
Ibid hlm.29
21
Ibid hlm.31
22
Robert R. Bohkle, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen 1.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hlm.340
23
Ibid hlm.415
14

Menurut Sariaman Sitanggang bahwa tujuan PAK adalah :

1. Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karyaNya


agar peserta didik bertumbuh iman dan kepercayaannya dan meneladani
Allah Tritunggal dalam hidupnya.
2. Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karyaNya kepada peserta
didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya.
3. Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya serta
bertanggung jawab dan berakhlak mulia di tengah masyarakat dan
pluralistik.24

Tujuan Pendidikan Agama Kristen menurut E.G. Homrighausen dan I.H.

Enklaar mengatakan :

1. Memimpin murid selangkah demi selangkah kepada pengenalan peristiwa-


peristiwa yang terdapat dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang
diberikan olehNya.
2. Membimbing murid dalam cara menggunakan kebenaran - kebenaran asasi
Alkitab itu untuk keselamatan seluruh hidupnya.
3. Mendorong dia mempraktekkan azas-azas dari Alkitab itu supaya membina
suatu perangai Kristen yang kukuh.
4. Menyakinkan supaya mengakui bahwa kebenaran - kebenaran dan azas iman
itu menunjukkan jalan untuk memecahkan masalah - masalah kesusilaan,
sosial dan politik di dunia ini.25

1.3. Guru Pendidikan Agama Kristen

Kata guru dalam bahasa Sansekerta artinya pemimpin atau pengajar dalam

kehidupan spiritual (agama).26 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru ialah

orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.27

24
Sariaman Sitanggang, Bagaimana Menyusun KTSP dan Perencanaan Pembelajaran
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta; Engkratela Putra Jaya, 2008), hlm.58
25
E.G. Homrighausen dan Enklaar, Opcit. hlm.95
26
Janse Belandina Non. Serrano, Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi, (Bandung: Bina
Media Informasi, 2005), hlm.20
27
Depdikbud, Opcit, hlm.288
15

Secara legal formal yang dimaksudkan guru adalah sesiapa yang memperoleh

Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan

tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan

kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah. 28 Sedangkan menurut UU

RI No.14 Tahun 2005 (Undang-undang Tentang Guru dan Dosen) guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.29

Berikut ini akan diuraikan beberapa pengertian guru yang telah dirumuskan

oleh para ahli.

Sardiman A.M, guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses

belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya

manusia yang potensial di bidang pembangunan.30

Hamzah B. Uno, mengaskan bahwa guru merupakan orang yang harus

digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa yang perlu

ditiru dan diteladani.31

Defenisi guru menurut Andrea Hirata adalah sebagai berikut: “Guru yang

pertama kali membuka mata kita akan huruf dan angka-angka sehingga kita pandai

membaca dan menghitung takkan putus-putusnya pahalanya hingga akhir hayatnya,

selain itu guru membuka hari kita yang gelap gulita.”32

28
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta : Hikayat, 2006), hlm.11
29
Redaksi Sinar Grafika, UU RI No. 14 Tahun 2005, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm.2
30
Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005), hlm.125
31
Hamzah B. Uno, Profesi kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.15
32
Asrori S. Karni, Laskar Pelangi The Phenomeno, (Jakarta : PT. Mizan Publika, 2008), hlm.6
16

Secara sederhana, pengertian guru adalah orang yang memberikan ilmu

pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang

yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga

pendidikan formal, tetapi bisa juga di rumah dan sebagainya.33

Mary Go Setiawani mengatakan tentang guru PAK sebagai berikut

Guru harus dapat mewujudkan suatu perubahan dalam diri murid. Misalnya dalam
pengetahuan, sikap maupun tingkah lakunya. Bila tidak terjadi proses perubahan
berarti telah terjadi ketidakberesan atau kesalahan dalam proses mengajarnya.
Melalui Alkitab, Paulus menyebutkan dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia
sanggup mewujudkan perubahan atas diri orang lain, yang tadinya tidak percaya
menjadi memahami kebenaran menjadi memahami kebenaran.34

Menurut E.G. Homrighausen dan Enklaar: “Bahwa Guru Pendidikan Agama

Kristen adalah orang yang dipanggil Allah untuk membagikan harta abadi, dalam

tanganNya, Ia memegang kebenaran Ilahi dan dalam pekerjaanNya ia menghadapi

jiwa manusia yang besar nilainya dihadapan Allah.”14

Guru Pendidikan Agama Kristen sebenarnya hampir sama saja dengan guru-

guru mata pelajaran yang lainnya, hanya bidang tugasnya yang berbeda. Namun

sebagai seorang guru Pendidikan Agama Kristen ada perbedaan yang esensial, yaitu

dalam hal keberaniannya, imannya, kasihnya dan pemberitaan yang disampaikannya

kepada para siswa. Dalam Buku Pedoman Teknis Pendidikan Latihan Profesi Guru

(PLPG) Pendidikan Agama Kristen dikatakan: “Bahwa seorang Guru Pendidikan

Agama Kristen harus mampu mengajar Firman Allah, Pertumbuhan Iman, Moral dan

Etika Kristen.

Menurut Sidjabat istilah guru Kristen dapat dipahami dari tiga segi yakni:

33
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000), hlm.31
34
Mary Go Setawati, Para Pelayanan Pendidikan di Gereja, Teknik Mengajar, (Malang: Gandum
Mas, 2003), hlm.5
14
E.G. Homrighausen dan Enklaar, Opcit, hlm.181
17

1. Guru dalam perspekpektif Kristen, (menyangkut pembahasan umum


tentang guru serta seluk-beluk keguruan dari sudut pandang iman Kristen)
2. Guru yang Kristen, (lebih berkaitan dengan identitas atau jati diri serta
peranan guru sebagai orang Kristen)
3. Guru yang hanya memberi pengajaran yang berkaitan dengan iman Kristen,
(guru yang mengajar iman Kristen)35

Selanjutnya Andar Ismail mengatakan:

“Guru Pendidikan Agama Kristen tidak hanya bertugas sebagai pengajar


tetapi juga pengasuh dan Pembimbing, pendidik yang menyampaikan Injil
bukan hanya dalam bentuk pengajaran tetapi terlebih dalam keteladanan yang
dinampakkan dalam hidupnya. Guru Pendidikan Agama Kristen juga harus
menyadari bahwa dirinya masih tetap belajar, juga dalam beriman sehingga ia
senantiasa membuka diri bagi didikan Allah dan meneladani Kristus dalam
mengajar.”15

Juga J.M. Nainggolan mengatakan Guru Pendidikan Agama Kristen adalah :

“Tugas panggilan yang berasal dari jabatan Kristus (turunan atau salinan
pelayanan Kristus). Oleh sebab itu, Guru Agama Kristen adalah kawan
sekerja Allah yang bekerja dan mengutamakan tugas Allah dari tugas pribadi.
Tugas ini jelas dalam surat Paulus (I Kor. 3:9) yang mengemukakan bahwa
untuk “dinas” (dine: tugas, dins: melayani), Kristus memanggil semua orang
untuk menjadi kawan sekerja Allah.”16

Jadi Guru Pendidikan Agama Kristen adalah orang yang dipanggil Allah

untuk memberitakan Injil kepada anak didik, sebagaimana dikatakan dalam Efesus

4:11-12 dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik

pemberita-pemberita Injil, maupun gembala-gembala, pengajar-pengajar, untuk

memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan, pelayanan, bagi pembangunan

Tubuh Kristus sehingga anak didik hidup dan bertumbuh dalam terang Kristus.

Guru Pendidikan Agama Kristen profesional adalah orang yang terpanggil

dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar Firman Allah dan untuk

menghadirkan terapan Allah di tengah-tengah dunia ini. Tugas guru Pendidikan

35
B.S. Sidjabat, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Kalam Hidup 2000), hlm.35
15
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hlm.63
16
J.M. Nainggolan, Menjadi Guru Agama Kristen, (Jakarta: Generasi Info Media, 2007), hlm.26
18

Agama Kristen bukan hanya mengajar dan mendidik serta menjadi teladan bagi

siswa-siswinya. Akan tetapi guru Pendidikan Agama Kristen harus bekerja

memenuhi kriteria menurut profesionalnya dan mendukung tugas profesinya yaitu

yang menyangkut kode etik guru Pendidikan Agama Kristen yang termasuk di

dalamnya nilai-nilai Kristiani seperti: sifat mengasihi, ada sukacita, ada damai

sejahtera, kesabaran yang tinggi, ada kelemahlembutan, kemurahan hati, kesetiaan

yang tinggi, dan ada penguasaan diri yang kuat (Gal.5:22). Selain itu juga guru

Pendidikan Agama Kristen harus memiliki sifat jujur, adil, dapat dipercaya, suka

menolong dan cerdas.

Wibawa seorang guru Pendidikan Agama Kristen terletak tinggi atau

rendahnya penguasaan atau kepemilikan sifat-sifat tersebut di atas, yang

menyebabkan dia dapat mendidik siswanya, agar menjadi orang-orang yang

berkepribadian yang luhur / mulia.

Guru Kristen terpanggil untuk bertumbuh ke arah pengenalan yang semakin

dalam dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus, seperti yang tertulis dalam Kolose

2:6-7, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah

hidupmu tetap di dalam Dia, Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di

atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan

kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”

Ada banyak segi kehidupan Yesus Kristus yang perlu diteladani oleh

guru Kristen yang memiliki integritas kekristenan mencerminkan pribadi Kristus

yaitu:

1. Segi Integritas

Yesus memperlihatkan kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan (Mat. 5:44

dan Luk. 23:34).


19

2. Segi Kasih

Yesus menerima orang apa adanya dan mendorong mereka untuk berserah

kepada Allah (Yoh.1:14; Fil.2:5-11). Yesus juga sangat mengasihi dan

mengenal murid-muridNya dengan baik sehingga Ia mengetahui

perkembangan rohani mereka.

3. Segi Kreatif

Metode pengajaran Yesus bervariasi dan sangat kreatif. Yesus seringkali

mengajar menggunakan perumpamaan dan bersifat komunikatif dengan para

pendengarnya.

4. Segi Relevan

Ajaran Yesus selalu relevan bagi pendengarnya dan bersifat otoratif dan

efektif (Mat.7:28-29)

5. Segi realitas dan relasional

Ajaran Yesus selalu sederhana dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

para pendengarnya dan mengajarkan para pendengarnya untuk memiliki

hubungan antar pribadi yang harmonis.

1.4. Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing

Guru PAK dalam menjalankan peran tidak terlepas dari berbagai masalah,

peran guru di sekolah dan di masyarakat ada empat yaitu peran guru sebagai

profesional, peran guru terhadap siswa, peran guru terhadap masyarakat, dan peran

guru terhadap guru lainnya. Peran yang paling vital di antara keempat peran guru

tersebut adalah peran guru terhadap siswa karena komunitas utama guru dalam

menjalankan tugasnya adalah di dalam kelas, yaitu dapat memberikan suatu sikap

tentang sebuah keteladanan dan bisa mentransferkan berbagai ilmu pengetahuan.


20

Sebelum menguraikan peranan – peranan seorang guru Pendidikan Agama

Kristen berikut ini akan diuraikan peranan guru secara umum. Peranan guru bukan

hanya mendidik dan mengajar saja, masih banyak peranan guru lainnya, seperti yang

dikemukakan oleh para ahli berikut ini.

Menurut Radno Harsanto, dalam ‘Pengelolaan Kelas yang Dinamis’ peranan

guru adalah : “Memberi bantuan, menentukan arah kegiatan siswa dan menciptakan

kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber bagi siswa untuk melakukan kegiatan

belajar.”36 Adams dan Dickey dalam Oemar Hamalik mengemukakan peran guru,

yakni sebagai berikut:

1. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)


2. Guru sebagai Pembimbing/pembimbing (teacher as counselor)
3. Guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
4. Guru sebagai pribadi (teacher as person)
5. Guru sebagai penghubung (teacher as communicator)
6. Guru sebagai modernisator
7. Guru sebagai pembangun (teacher as constructor).”37

E. Mulyasa mengemukakan sembilan hal yang menjadi posisi guru, yakni

sebagai berikut:

1. Sebagai orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2. Sebagai teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan peserta didik.
3. Sebagai fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani
peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui
permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain
secara wajar.
7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain,
dan lingkungan.
8. Mengembangkan kreativitas.
9. Menjadi pembantu ketika diperlukan.38

36
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.87
37
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: T. Bumi Aksara, 2001), hlm.118
38
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.36
21

Untuk memenuhi tuntutan bahwa guru harus mampu memposisikan dirinya

seperti hal di atas, E. Mulyasa mengemukakan peranan guru yakni:

“1).Guru sebagai pendidik; 2). Guru sebagai pengajar; 3). Guru sebagai
pembimbing; 4). Guru sebagai pelatih; 5). Guru sebagai penasehat; 6). Guru
sebagai pembaharu. Guru sebagai model dan teladan; 8). Guru sebagai pribadi;
9).Guru sebagai peneliti; 10). Guru sebagai pendorong kreativitas; 11). Guru
sebagai pembangkit pandangan; 12). Guru sebagai pekerja rutin; 13). Guru
sebagai pemindah kemah; 14). Guru sebagai pembawa cerita; 15). Guru
sebagai aktor; 16). Guru sebagai Emasipator; 17). Guru sebagai Evaluator 18).
Guru sebagai pengawet; 19). Guru sebagai kulminator.”39

Peranan guru di atas akan diuraikan satu per satu, sebagai berikut:

1. Guru sebagai pendidik

Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang

bertugas sebagai pendidik. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi

aspek kehidupan, baik sosial, budaya maupun ekonomi.

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan bagi para peserta didik,

dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas

tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

2. Guru sebagai pengajar

Sebagai pengajar hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam

pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis,

mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan, menciptakan kepercayaan,

memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji

materi standar, menyesuaikan metode pembelajaran, memberikan nada

perasaan.

3. Guru sebagai pembimbing

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk

mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan


39
Ibid, hlm.37
22

penyesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga serta

masyarakat.

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan

pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran

perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik

tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang

lebih dalam dan kompleks.

4. Guru sebagai pelatih

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik

intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai

pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis

kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan

penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai

keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.

5. Guru sebagai penasehat

Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua. Guru

yang perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih

mendalam, harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan

mental.

6. Guru sebagai pembaharu (Innovator)

Guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan

bagi membuat suatu hal yang baik. Tugas guru adalah menerjemahkan

kebijakan dan pengalaman yang berharga ini ke dalam istilah atau bahasa

modern yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara
23

generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru

harus menjadi pribadi yang terdidik.

7. Guru sebagai model dan teladan

Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat

sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap

atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan

oleh guru: sikap dasar, bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui

pengalaman dan kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berfikir,

perilaku neurotis, selera, keputusan, kesehatan, gaya hidup secara umum.

Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus

berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.

8. Guru sebagai pribadi

Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik, pola

hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Guru perlu juga memiliki kemampuan

untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya. Keluwesan

bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku

dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.

9. Guru sebagai peneliti

Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan

penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan

berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru

adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan kekurangannya guru

berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan

kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Dalam hal ini guru PAK harus
24

mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas untuk memperbaiki

pembelajarannya.

10. Guru sebagai pendorong kreativitas

Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru

dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas

tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan

merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai

oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan

tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk

menciptakan sesuatu.

11. Guru sebagai pembangkit pandangan

Guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang

keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus

terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga

setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk

menunjang fungsi ini.

12. Guru sebagai pekerja rutin

Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin

yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut

tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak

keefektifan guru pada semua peranannya.

13. Guru sebagai pemindah kemah

Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang

suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan

hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru harus
25

berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan

kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan

meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara yang lebih sesuai.

14. Guru sebagai pembawa cerita

Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur. Dengan

cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama

dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan yang bisa disesuaikan dengan

kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan

gagasan kehidupan di masa mendatang.

15. Guru sebagai aktor

Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang

dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang aktor

berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para

pendengar.

16. Guru sebagai Emasipator

Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik

yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan

dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.

17. Guru sebagai Evaluator

Sebagai evaluator guru harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan

akhirnya harus memberikan pertimbangan, atas tingkat keberhasilan proses

pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek

keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.

18. Guru sebagai pengawet


26

Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah

kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan

diawetkan.

19. Guru sebagai kulminator

Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari

awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan

melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta

didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu

dengan peran sebagai evaluator.

Selanjutnya B.S. Sidjabat dalam ‘Mengajar Secara Profesional’ menguraikan

12 peranan guru PAK, yakni:

1). Guru sebagai pendidik; 2). Guru sebagai Pengajar dan Pembelajar; 3).
Guru sebagai pelatih dan Pembimbing; 4). Guru sebagai Fasilitator; 5). Guru
sebagai Motivator; 6). Guru sebagai pemimpin; 7). Guru sebagai
komunikator; 8). Guru Sebagai agen Sosialisasi; 9). Guru sebagai
pembimbing atau konselor; 10). Guru sebagai Pemberita Injil; 11).Guru
sebagai Iman dan Nabi; 12). Guru sebagai Teolog.40
Peranan guru PAK tersebut, akan diuraikan secara rinci, yakni :

1. Guru sebagai pendidik

Menurut Jerry Stubblefield guru Kristen sebagai pendidik, haruslah

meneladani Yesus Kristus, Guru Agung. Artinya, ia harus bertumbuh dalam

iman karena tugasnya termasuk membimbing orang untuk mengalami

kedewasaan rohani.

2. Guru sebagai Pengajar dan Pembelajar

Guru mengelola kegiatan agar peserta didiknya belajar (teaching for

learning). Untuk itu, guru harus selalu melakukan persiapan, merencanakan

40
B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), hlm.101
27

tujuan dan kompetensi yang menjadi arah pembelajaran. Disamping itu guru

harus selalu meningkatkan kualitas pengetahuannya. Sebagai pembelajar guru

harus mendalami bidang studi yang diajarkannya dengan giat membaca atau

mengikuti pendidikan nonformal.

3. Guru sebagai pemimpin

Sebagai pemimpin, tugas guru ialah mengelola terjadinya peristiwa belajar,

artinya guru bertindak juga sebagai classroom manager. Untuk itu guru harus

belajar mengelola emosi dan sikap bagi peserta didik untuk memasuki

interaksi belajar yang bermakna.

4. Guru sebagai pelatih / Pembimbing

Sebagai pelatih guru harus mengembangkan kesabaran dan ketekunan serta

harus menumbuhkan ketelitian dan kecermatan. Pelatih yang baik biasanya

menerapkan prinsip reinforcement, yaitu memberikan pujian bagi murid yang

berhasil melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan standar untuk

memperkuat motivasi berikutnya.

Dalam hal ini guru PAK memiliki peran untuk melatih membaca Alkitab,

memahami isi Alkitab, berdoa, bernyanyi, menulis puisi dan sebagainya.

5. Guru sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator guru memandang anak didik sebagai pribadi yang

bertanggung jawab, yang mampu mengolah sumber-sumber belajar sehingga

mereka melakukan kegiatan belajar berdasarkan petunjuk yang tepat, guru

mempersiapkan berbagai sarana dan prasana yang menunjang kegiatan

belajar mengajar, guru menyediakan waktu untuk konsultasi-konsultasi

pribadi dengan anak didik.

6. Guru sebagai Motivator


28

Suatu proses pembelajaran akan berhasil manakala peserta didik mempunyai

motivasi. Oleh sebab itu guru berperan untuk menumbuhkan motivasi belajar

siswa. Guru PAK perlu memberikan dorongan atau motivasi kepada peserta

didik sehingga dapat belajar dengan baik, taat dan disiplin. Dalam

memotivasi peserta didik pertolongan Tuhan sangat dibutuhkan oleh guru

PAK khususnya ketika mempelajari Alkitab.

7. Guru sebagai komunikator

Sebagai komunikator, tugas guru yang utama ialah memberi penilaian atas

kemajuan belajar peserta didik. Sebagai komunikator yang baik harus selalu

mengutamakan pemberian berita (pengajaran) sesuai dengan kebutuhan

pendengarnya (peserta didik).

8. Guru Sebagai Agen Sosialisasi

Guru membantu peserta didik untuk mengalami interaksi edukatif yang

menyenangkan, yang didalamnya mereka lebih saling mengenal dan saling

mengisi serta kerap melakukan diskusi dan kerja kelompok. Guru harus

membangun nilai kerja sama dalam tim. Peran guru sebagai agen sosialisasi

akan mewujudkan fungsi sosial sekolah sebagai pilar belajar yakni, learning

to know, learning to be, learning to do, learning to live together.

9. Guru sebagai pembimbing atau konselor

Sebagai pembimbing atau konselor, guru PAK mendengar kegelisahan dan

persoalan muridnya, lalu bersama-sama mencari upaya mengatasinya dalam

terang Firman Tuhan serta pertolongan Roh kudus. Patokan nilai didalam

konseling Kristen adalah Firman Allah.

10. Guru sebagai Pemberita Injil


29

Sebagai penginjil, guru harus dapat menjelaskan Injil melalui pendekatan

pribadi dan atau kelompok, yaitu memberitahukan kesaksian Alkitab.

11. Guru sebagai Iman dan Nabi

Sebagai iman, guru melayani anak didik guna menyampaikan berkat Tuhan.

Pengajaran yang disampaikan oleh guru merupakan pesan-pesan yang

berisikan berkat dan anugrah Allah Tritunggal kepada anak didik.

12. Guru sebagai Teolog

Guru PAK perlu memahami bahwa teologi sangat berkaitan dengan

pelayanannya. Teologi dapat menjadi bahan atau isi pengajaran.

Guru PAK memegang peranan penting dalam Pembimbingan dan

pembentukan kepribadian yang beriman kepada Tuhan Yesus melalui Pendidikan

Agama Kristen. Peranan guru di sini adalah mengajarkan teori tentang nilai-nilai

yang harus diterapkan siswa untuk memiliki kepribadian yang beriman kepada

Yesus. Kemudian, guru juga berperan memberi contoh dan teladan dalam

menerapkan nilai-nilai yang diajarkannya tersebut. Dengan demikian, siswa dapat

meneladaninya. Selain itu, sebagai seorang Pembimbing, guru juga harus memantau

dan mengawasi siswanya dalam menerapkan nilai-nilai kristiani yang telah

diajarkannya.

Homrighausen dalam bukunya Pendidikan Agama Kristen, menegaskan

peranan seorang guru PAK antara lain:

1. Sebagai penafsir iman


Guru PAK bertugas untuk menguraikan dan menerangkan kepercayaan
Kristen itu. Ia harus dapat mengambil dari penyataan Tuhan dalam Yesus
Kristus sebagaimana tertulis dalam Alkitab kepada para peserta didiknya.
2. Sebagai gembala bagi peserta
didiknya.
Guru PAK bertanggung jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib membina
dan memajukan hidup rohani mereka.
3. Sebagai pedoman dan pemimpin
30

Guru PAK hendaknya menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus,
mencerminkan Kristus dalam sejarah pribadinya. Ia tidak boleh memaksa
peserta didiknya untuk masuk kedalam kepercayaan Kristen, melainkan
membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut.
4. Sebagai penginjil
Guru PAK bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap peserta didiknya
kepada Yesus. Artinya peserta didik menjadi murid Tuhan Yesus yang taat
dan setia kepadaNya.41

Dari penjelasan serta pendapat – pendapat diatas, penulis menarik kesimpulan

bahwa yang menjadi dimensi Peranan Guru PAK Sebagai Pembimbing adalah

sebagai berikut : 1). Guru Sebagai Pembimbing itu berarti guru berperan sebagai

“konselor” yang tugasnya adalah menampung keluh kesah siswa/i dan memberikan

obat atau solusi dari masalah yang dihadapi oleh siswa/i. 2). Guru Sebagai

Pembimbing itu berarti guru berperan sebagai “pelatih” yang tugasnya adalah

menggali potensi siswa dengan menggunakan berbagai macam metode hingga

potensi siswa/i muncul kepermukaan. 3). Guru Sebagai Pembimbing itu berarti guru

berperan sebagai “Pemandu Perjalanan” yang tugasnya memandu siswa/i dalam

perjalanan pertumbuhan kognitif dan spiritual sampai kepada tujuan yang baik.

2. Moral Siswa

2.1. Moral

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Online, moral adalah ajaran baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya akhlak, budi

pekerti; susila.42

Berikut ini akan diuraikan pengertian moral menurut para ahli, seperti Budi

Istanto dalam ‘Pentingnya pendidikan moral bagi generasi penerus’ mengemukakan:

41
E.G. Homrighausen dan Enklaar, Opcit, hlm.180

42
http://kamusbahasaindonesia.org/moral
31

Moral berasal dari bahasa latin ‘mores’ yang artinya adat istiadat, kebiasaan,
atau cara hidup. Kata mores mempunyai sinonim mos, moris, manner mores
atau manners morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang membimbing
tingkah laku batin dalam hidup. Kata Moral sama dengan istilah etika yang
berasal dari bahasa Yunani ethos yaitu suatu kebiasaan adat istiadat. Secara
etimologis etika adalah ajaran tentang baik dan buruk, yang diterima umum
tentang sikap dan perbuatan. Pada hakekatnya moral adalah ukuran – ukuran
yang telah diterima oleh suatu komunitas. Sedang etika lebih dikaitkan
dengan prinsip – prinsip yang dikembangkan pada suatu profesi.”43

Selanjutnya Assori mengemukakan bahwa, moral berasal dari kata latin

“mores” yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti

perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh

konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang

telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang

menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.44

Moral berasal dari kata Latin ‘mos’ (jamak : mores) yang artinya adat

kebiasaan. Kata moral ini dekat sekali artinya dengan kata etika yang berasal dari

kata Yunani ethos yang artinya hampir sama saja, hanya para pendidik dari pihak

protestan, maupun Katolik Roma lebih melihat etika dari aspek keilmuannya, yaitu

melihat etika sebagai ilmu dan filsafat tentang moral (moralitas) yang menjadi

pegangan orang atau kelompok dalam mengatur perilaku.45 Moralitas berasal dari

kata latin moralis. Kata ini pada dasarnya sama saja dengan moral hanya lebih

abstrak dan berarti sifat dari moral dan asas berkaitan dengan hal baik dan buruk.46

43
Budi Istanto ‘Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Generasi Penerus’ (Yogyakarta : FIP UNY,
2007), hlm.4
44
Asrori, Muhammad, Psikologi pembelajaran. (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hlm.56
45
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hlm.89
46
Ibid
32

Menurut Bambang Sugiharto, moral adalah kumpulan kaidah normatif yang

berlaku dalam suatu masyarakat tertentu. Kaidah normatif adalah hukum - hukum

sosial yang mengatur intensi serta interaksi manusia dalam masyarakat.47

Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa istilah moral berasal dari kata latin

(moris) yang berarti adapt istiadat, kebiasaan, tata cara, kehidupan dan moralitas

berhubungan dengan keadaan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok

atau masyarakat.

Sedangkan menurut Kant mengatakan bahwa : “Moral adalah moralitas

(moraliteit) adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum

batiniah yakni yang dipandang sebagai kewajiban kita.”

Moral selalu mengacu pada baik buruk manusia, sehingga moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma moral dipakai

sebagai tolak ukur segi kebaikan manusia. Menurut Magnis Suseno yang dikutip

Hendrowibowo, ‘moral adalah sikap hati yang terungkap dalam sikap lahiriah.

Moralitas terjadi jika seseorang mengambil sikap yang baik, karena ia sadar akan

tanggung jawabnya sebagai manusia. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik

sesuai dengan nurani.”48

Selanjutnya Purwa Hadiwardoyo mengemukakan bahwa, “Moral

menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut sebagai orang yang

tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai orang yang kurang bermoral.

Maka secara sederhana mungkin dapat menyamakan moral dengan kebaikan orang

atau kebaikan manusia.”49

47
Bambang Sugiharto, Agus Rachmat. W, Wajah Baru Etika & Agama. (Yogyakarta : Kanisius,
2000), hlm.106
48
Hendrowibowo, Pendidikan Moral. (Yogyakarta : FIP UNY, 2007), hlm.85
49
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya. Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hlm.13
33

Menurut Daroeso, moral adalah sebagai keseluruhan norma yang mengatur

tingkah laku manusia di masyarakat. Norma moral merupakan penjabaran secara

konkrit dari nilai-nilai yang diyakini oleh suatu masyarakat atau bangsa. Jadi moral

merupakan ajaran tentang baik buruknya kelakuan manusia dan menjadi

pedoman yang konkrit untuk bersikap dan menjadi pedoman yang konkrit dalam

sikap dan tingkah laku manusia.50

Lebih lanjut Daroeso, mengemukakan objek moral adalah tingkah laku

manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia, baik secara individual maupun

secara kelompok yang didorong oleh tiga unsur yaitu:

1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa


manusia yang memberi alasan pada manusia untuk melakukan perbuatan.
2) Perwujudan dari kehendak yang
berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi.
3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan
sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan
tersebut.51

Untuk dapat memahami moral menurut Wila Huky yang dikutip oleh

Bambang Daroeso dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

1. Moral sebagai tingkah laku hidup

manusia, yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh

keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku dalam lingkungannya.

2. Moral sebagai perangkat ide-ide

tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang

oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.

3. Moral adalah ajaran tentang tingkah

50
Daroeso Bambang. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral, ( Semarang: Aneka Ilmu, 1986),
hlm.23
51
Ibid, hlm.26
34

laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

Berbagai pendapat para ahli tersebut meskipun berbeda rumusannya, namun

memiliki kesamaan arti. Moral disepakati ajaran baik buruknya kelakuan terhadap

adat istiadat, tata cara, kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan

moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan atas dasar prinsip atau norma

hukum tersebut. Dimana ukuran penentuannya adalah berdasarkan tingkah laku yang

diterima oleh masyarakat.

Dengan demikian Pembimbingan moral merupakan suatu tindakan untuk

mendidik, membina, membangun watak, akhlak serta perilaku seseorang agar orang

yang bersangkutan terbiasa mengenal, memahami dan meghayati sifat-sifat baik

atau aturan-aturan moral yang kemudian disebut dengan internalisasi nilai- nilai

moral pada diri seseorang.

2.1.1. Dasar-dasar Moral

Dasar - dasar moral berisi hal-hal yang paling mendasar dalam upaya

pendidikan dan Pembimbingan moral. Dalam proses Pembimbingan moral,

terlebih dahulu harus dimengerti apa yang menjadi dasar moral. Menurut Purwa

Hadiwardoyo, dasar-dasar moral tersebut adalah terdapat pada, 1). Sikap batin dan

perbuatan lahir; 2). Ukuran moral; 3). Pertumbuhan hati nurani.52

1. Sikap batin dan perbuatan lahir

Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda yakni segi batiniah dan

segi lahiriah. Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang

baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batiniah

sering disebut hati nurani/kata hati. Orang yang baik dengan sikap batin yang

baik akan dapat dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam perbuatan
52
Hadiwardoyo, Purwa. Moral dan Masalahnya. (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hlm.13-22
35

lahiriah yang baik. Maka orang hanya dapat dinilai secara tepat apabila hati

dan perbuatannya ditinjau bersama. Secara umum penilaian terhadap orang

lain hanya perilaku yang tampak dari luar yaitu perbuatan lahiriahnya,

sedangkan sikap batinnya hanya dapat diduga-duga saja.

2. Ukuran moral

Ukuran moral digunakan untuk menilai sikap batin maupun perbuatan

lahiriah. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, sekurang-kurangnya

ada dua ukuran yang berbeda, yakni ukuran yang ada di hati setiap

pribadi dan ukuran dipakai oleh orang pada waktu mereka menilai orang

lain. Dalam hati setiap pribadi ada ukuran subjektif, sedangkan orang lain

memakai ukuran yang lebih objektif. Setiap pribadi menilai dirinya dengan

ukurannya sendiri, sementara orang lain menilai pribadi seseorang dengan

ukuran umum.

3. Pertumbuhan hati nurani

Hati nurani merupakan pusat kepribadian. Setiap seluruh kepribadian, hati

nurani manusia juga mengalami pertumbuhan dan tergantung tanggapan

lingkungan atau usaha sendiri. Lingkungan yang baik dapat mendukung

pertumbuhan hati nurani secara positif, begitu pula sebaliknya, lingkungan

yang buruk dapat memperburuk dan menghambat pertumbuhan hati

nurani. Akan tetapi pertumbuhan hati nurani juga dapat ditentukan oleh

masing-masing pribadi. Sebab orang juga mempunyai hati nurani walaupun

harus hidup dalam lingkungan.

2.1.2. Tahap – Tahap Perkembangan Moral

Tahap-tahap dalam perkembangan moral menurut Jean Piaget terdiri dari


36

dua tahap, yaitu:

1. Tahap heteronomy (heteronomous morality)

2. Tahap otonomi (outonomous morality)53

Dalam bukunya The Moral Judgment Of The Child (1923), Piaget

menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap

ke tahap yang lebih tinggi. Sesuai dengan perkembangan umur, orientasi terhadap

peraturan itu berkembang dari sikap heteronom, bahwa peraturan itu berasal dari

diri seseorang ke sikap yang semakin otonom, bahwa peraturan ditentukan juga oleh

subjek yang bersangkutan.

Pada tahap heteronom, anak cenderung meniru begitu saja aturan-aturan

yang diberikan oleh orang-orang yang berkompeten dan aturan-aturan itu dipandang

tidak bisa diubah. Oleh karena itu, pada tahap ini disebut juga masa realisme

moral. Sedangkan pada tahap otonomi, anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan

itu dibuat oleh orang dan dapat dimodifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi

yang ada atas dasar kesepakatan bersama dalam kelompok.

Pada tahap heteronomi atau realisme moral, anak-anak merasa wajib

mengikuti aturan-aturan, karena aturan itu adalah suci dan tidak dapat diubah.

Mereka cenderung memandang peraturan-peraturan itu secara total adalah benar

atau salah, dan mengira bahwa setiap orang memandang aturan-aturan itu dengan

cara yang sama. Mereka memutuskan kesalahan atau kebenaran suatu tindakan atas

dasar besar kecilnya akibat-akibat yang ditimbulkannya, dan apakah tindakan-

tindakan itu akan dihukum atau tidak.

Pada tahap moralitas otonom atau moralitas bekerja sama, dimana aturan-

aturan dipandang sebagai persetujuan bersama, terpelihara dengan mantap melalui

persetujuan sosial secara timbal balik serta dapat diubah atau dimodifikasi sesuai

53
Salam, Burhanuddin. Etika Individual Pola Dasar filsafat Moral, ( Jakarta: Rineka Cipta,
2000), hlm.67
37

dengan kebutuhan bersama. Mereka mengakui bahwa dalam hal ini kemungkinan

ada perbedaan pandangan. Keputusan anak mengenai benar dan salah, ditekankan

pada akibat-akibat yang ditimbulkan. Mereka percaya bahwa hukuman hendaknya

berlaku secara timbal balik, dan dikaitkan dengan suatu tindakan tertentu.

Berikutnya adalah tahap-tahap dalam perkembangan moral menurut Kohlberg

dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Tingkat Prakonvensional

2. Tingkat Konvensional

3. Tingkat Pasca Konvensional, otonom atau yang berlandaskan

prinsip.54

Dari ketiga tingkat perkembangan moral tersebut, oleh Kohlberg dibagi ke

dalam enam tahap perkembangan moral yaitu: orientasi hukuman dan kepatuhan,

orientasi relativis-instrumental, orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi

anak manis, orientasi hukuman dan ketertiban, orientasi kontrak sosial legalitas,

orientasi prinsip etika universal.

Agar lebih jelasnya, maka akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:

1. Tingkat Prakonvensional

Pada tahap ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya mengenai baik

dan buruk, benar dan salah. Jadi pada tahap ini, sebenarnya anak sudah

mengetahui peraturan-peraturan serta kebudayaan-kebudayaan yang ada di

lingkungannya, sehingga anak sudah dapat membedakan mana yang baik

dan mana yang buruk untuk tidak dilakukan. Dalam tahap prakonvensional

terdapat dua tahap yaitu:

Tahap 1 Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan

54
Kohlberg, Lawrence, Tahap-tahap Perkembangan Moral. (Yogyakarta: Kanisius, 1999),
hlm.230
38

Pada tahap ini, akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik

buruknya perbuatan itu tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari

akibat tersebut. Dalam tahap ini Kohlberg berpendapat bahwa:

“Anak dalam tahap ini hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan


tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya, dinilai sebagai hal yang
bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena insan hormat terhadap
tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan
otoritas.”55

Tahap 2 Tahap orientasi relativis-instrumental

Pada tahap ini, perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara

atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang- kadang juga

kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan

ditempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal balik, dan

persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu lebih banyak dilihat

secara fisik pragmatic (physical pragmatic way), masalah timbal balik

adalah soal timbal jasa, bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih dan keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau

bangsa, dan dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri,

tanpa mengindahkan akibat yang langsung dan nyata.

Jadi sikap anak bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata

tertib sosial, melainkan juga loyal terhadapnya dan secara aktif

mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata tertib itu serta

mengidentifikasi diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat.

Tingkat ini mempunyai dua tahap yaitu :

Tahap 3 Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”

55
Ibid, hlm.231
39

Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan dan membantu

orang lain serta yang disetujui oleh mereka.

Tahap 4 Tahap orientasi hukum dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata

tertib sosial. Jadi perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan

kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial

yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri, individu tidak hanya

berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk

mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.

3. Tingkat Pasca Konvensional

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk memuaskan nilai dan

prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari

otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan

telepas pula dari identifikasi individu dengan pribadi-pribadi atau

kelompok- kelompok tersebut. Ada dua tahap dalam tingkat ini yaitu :

Tahap 5 Tahap orientasi kontrak sosial legalitas

Pada umumnya tahap ini bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang

benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-

ukuran yang telah diuji secara kritis dan dipakai oleh seluruh masyarakat.

Tahap 6 Tahap orientasi prinsip etika universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin sesuai dengan prinsip- prinsip etis,

tidak sebagai penatanan moral konkrit. Pada hakikatnya inilah prinsip-

prinsip universal keadilan, resipositas dan persamaan hak asasi manusia,

serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.

Sehubungan dengan pentahapan perkembangan moral, Kohlberg


40

mengidentifikasi adanya beberapa aturan perkembangan sebagai berikut:

1. Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap


berikutnya.
2. Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berpikir dari tahap
yang lebih dari dua tahap di atasnya.
3. Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertarik pada cara
berpikir dari satu tahap diatas tahapnya sendiri.
4. Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya terjadi apabila ia
diciptakan suatu disequilibrium kognitif pada diri si anak didik.56

2.2. Pentingnya Pembimbingan Moral Siswa Sekolah Dasar

Pendidikan pada umumnya bertujuan bukan hanya membentuk manusia yang

cerdas otaknya dan terampil melaksanakan tugas, namun diharapkan menghasilkan

manusia yang memiliki moral. Pendidikan tidak semata-mata mentransfer ilmu

pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga mentransfer nilai-nilai moral dan nilai-

nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Dengan nilai-nilai moral yang diberikan

kepada peserta didik diharapkan peserta didik dapat menghargai orang lain yang

tercermin dalam tingkah laku serta aktualisasi diri semenjak usia SEKOLAH

DASAR. Di lembaga sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang dapat membina

perkembangan moral siswa, salah satunya adalah Pendidikan Agama Kristen.

Usia Sekolah Dasaryakni sekitar umur 6 – 12 tahun, merupakan tahapan

penting bagi perkembangan seseorang peserta didik, termasuk perkembangan

moralnya. Anak Sekolah Dasarmengalami perkembangan fisik dan motorik, tak

terkecuali perkembangan kepribadian, watak, emosional, intelektual, bahasa, budi

pekerti dan moralnya yang bertumbuh dengan pesat.

56
Salam, Burhanuddin. Opcit, h l m . 7 3
41

Pembimbingan moral bagi anak SEKOLAH DASARharus disesuaikan

dengan perkembangan jiwa anak, mengembangkan seluruh aspek kehidupan

manusia, intelektual, karakter, estetika, dan fisik dan dalam koridor pembelajaran

moral yang menyenangkan.57 Melalui Pembimbingan moral anak SEKOLAH

DASARdiharapkan dapat merubah perilaku anak sehingga siswa - siswi SEKOLAH

DASARlebih bertanggung jawab dan menghargai sesamanya dan mampu

menghadapi tantangan jaman yang cepat berubah, selain itu peserta didik memiliki

keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang baik kecerdasan emosional,

kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual.

2.3. Dasar Pembimbingan Moral

Pembimbingan moral merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu cita-cita

yang luhur, oleh karena itu memiliki dasar dan tujuan Pembimbingan tersendiri.

Dalam Pembimbingan moral tentunya banyak sekali tuntutan yang menjadi dasar

hukum seseorang agar selalu melaksanakan Pembimbingan moral dalam rangka ikut

membentuk dan mewujudkan manusia-manusia yang berbudi pekerti luhur atau

berakhlak mulia.

Dasar hukum Pembimbingan moral yaitu: Tujuan Pendidikan Nasional

menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yaitu : “Pendidikan

Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.”

Sedangkan yang menjadi dasar Alkitab Pembimbingan moral tertulis pada:

57
DePorter Bobbi dan Hernacki Mike, Quantum Learning, (Sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia) (Bandung : PT. Mirzan Pustaka, 2003), hlm.8
42

1. Titus 2:12

Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-

keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di

dalam dunia sekarang ini.

2. Filipi 4:9

Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa

yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu

maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Dari dasar-dasar Pembimbingan moral tersebut maka terlihat betapa

pentingnya Pembimbingan moral yang harus dilakukan, dalam rangka mencapai

suatu tujuan yaitu membentuk manusia pembangunan yang memiliki budi pekerti

yang tinggi, serta kepribadian yang luhur yang kelak mampu menjadi generasi

penerus bangsa selaku aset-aset pembangunan yang berkualitas.

3. Aplikasi Guru PAK Dalam Membina Moral Siswa Sekolah Dasar

Menurut Sanapiah Faisal Pembimbingan moral dapat dilaksanakan melalui

pendidikan formal, informal, maupun non formal. Dalam berbagai lingkungan

pendidikan tersebut, Pembimbingan senantiasa dapat dilaksanakan kepada

seseorang akan tetapi tentunya menggunakan cara-cara yang berbeda untuk setiap

lingkungan pendidikan baik formal, informal maupun non formal.58

Pembimbingan moral pada dasarnya dilakukan pada seseorang supaya pada

dirinya terdapat suatu perubahan tingkah laku di dalam kehidupan sehari-hari.

Pembimbingan moral siswa adalah untuk melatih dan membiasakan diri peserta

didik untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai ke-Kristenan. Usia peserta didik pada

masa peralihan yang ingin melakukan sesuai dengan keinginannya maka perlu
58
Faisal, Sanapiah. Pendidikan Luar Sekolah. (Surabaya: CV. Usaha Nasional, 1981), hlm.48
43

Pembimbingan moral untuk mempersiapkan dirinya menerima sesuatu yang timbul

dari luar dirinya.

Guru Pendidikan Agama Kristen adalah suatu profesi sebagai pengajar, orang

yang mempunyai tugas dan sekaligus mempunyai tanggung jawab sebagai pendidik.

Bandingkan Titus 2;12 “Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan

keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di

dalam dunia sekarang ini.

Dalam Filipi 4:9 tertulis: “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang

telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat

padaku, lakukanlah itu maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.”

Menurut O.E.Ch. Wuwungan : “Seorang pemimpin tidak habis-habisnya

belajar dari pengalaman dan balajar dari orang lain.” 59 Demikian juga dengan

pendapat Ismail Andar yang memberi pendapatnya yaitu: guru Pendidikan Agama

Kristen tidak hanya bertugas sebagai pengajar tetapi juga pengasuh dan Pembimbing,

pendidik yang menyampaikan injil bukan hanya dalam bentuk pengajaran tetapi

terlebih dalam keteladanan yang dinampakkan dalam hidupnya.

Dari pendapat di atas dapat dikatakan keberadaan guru Pendidikan Agama

Kristen atau tanggung jawabnya amatlah penting terlebih-lebih bagi kelangsungan

hidup moral peserta didiknya di tengah-tengah zaman modern dan teknologi yang

semakin canggih dengan segala perubahan dan pergeseran nilai-nilai yang cendrung

memberi masa kehidupan bernegara.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru Pendidikan

Agama Kristen dalam membina moralitas peserta didik dalam proses

pembelajarannya yakni sebagai berikut:


59
O.E.Ch, Wuwungan, Bina Warga Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja, (Jakarta, BPK
Gunung Mulia, Cet 4, 2004), hlm 146.
44

1. Menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat siswa,

mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide

dan saran-saran orang lain.

2. Keterampilan yang perlu dikembangkan oleh para guru agar dapat menjadi

model yang baik adalah keterampilan asertif dan keterampilan menyimak.

Dalam hal ini para guru harus berhati-hati dalam bertutur kata, bertindak

dan berperilaku.

3. Memperlakukan siswa – siswi secara adil.

4. Menghargai pendapat orang lain.

5. Mengemukakan ketidakpercayaan ataupun keragu-raguan dengan disertai

alasan dan dengan sikap yang baik.

6. Tidak sepenuhnya mengontrol lingkungan untuk menyampaikan nilai- nilai

yang dikehendaki maupun yang ditolak.

7. Menciptakan pengalaman sosial dan emosional megenai nilai-nilai yang

dikehendaki tidak secara ekstrim.

8. Membuat aturan, memberi penghargaan dan memberikan konsekuensi

disertai alasan-alasan yang jelas.

9. Tetap membuka komunikasi dengan pihak-pihak yang tidak disetujui.

10. Memberikan kebebasan bagi adanya perilaku yang berbeda-beda,

apabila sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima, diarahkan

untuk memberikan kemungkinan berubah.

Selain kesepuluh hal tersebut, upaya yang harus dilakukan oleh guru PAK

dalam Pembimbingan moral para murid-muridnya yakni:

1. Melatih para siswa untuk berdoa.

2. Mengajarkan Firman Tuhan.


45

3. Mengajarkan 10 titah Tuhan.

4. Mengadakan kebaktian pagi sebelum masuk ke ruangan kelas dan ketika

mengajar agama.

5. Menganjurkan peserta didik untuk mengikuti ibadah setiap hari minggu

dengan membawa buku ibadah.

6. Mengadakan Penelaahan Alkitab (PA) untuk sama-sama mempelajari dan

menghayati isi firman Tuhan.

7. Menanamkan sifat tolong menolong.

8. Menanamkan sifat saling menghargai.

9. Memberikan contoh kepada peserta didik melalui perilaku dan perbuatan

guru PAK.

B. Kerangka Konseptual

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan

merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah, yang dapat membentuk

sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan

anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Orang tua adalah figur dalam proses Pembimbingan moral anak, sehingga

diharapkan akan memberi arah, memantau, mengawasi dan membimbing

perkembangan anaknya ke arah yang lebih baik, mengembangkan semua potensi

yang dimiliki anaknya agar secara jasmani dan rohani dapat berkembang secara

optimal dan seimbang. Tugas utama orang tua adalah menolong anak

mengembangkan aspek fisik, kepribadian, moral, iman, kognitif, dan intelektual.


46

Tanggung jawab PAK pertama dan terutama terletak pada orang tua yaitu

ayah dan ibu (Ams 1:8). Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan teguran dan

hajaran dalam kasih (Ams 6:23). Orang tua harus bertanggung jawab sepenuhnya

terhadap keluarganya. Orang tua harus membutuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan

rohani anaknya. Allah memilih dan mempercayakan anak-anak kepada orang tua

untuk dirawat dengan sungguh-sungguh. “Sebab Aku telah memilih Dia, supaya

diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keluarganya supaya tetap hidup

di jalan yang ditunjukkan Tuhan dengan melakukan kebenaran dan keadilan.” (Kej

18:19).

Tetapi pada dewasa ini, orang tua seringkali mengabaikan tugas dan tanggung

jawabnya khususnya dalam membina moral anak – anaknya. Orang tua lebih fokus

terhadap kebutuhan ekonomi keluarga, para orang tua cenderung menyerahkan

sepenuhnya peranan, tugas dan tanggung jawabnya khususnya dalam membina moral

peserta didik pada tenaga pendidik khususnya kepada guru Pendidikan Agama

Kristen. Jika anak tersebut mengalami sesuatu hal ataupun ada masalah dengan

proses perkembangan moral anak, maka orang tua akan menyalahkan para pendidik

di sekolah khususnya guru PAK. Selain itu orang tua lebih mempercayakan

Pembimbingan moral anak-anaknya pada guru PAK, dengan alasan guru PAK

memiliki pengetahuan teologis yang mendukung untuk membina moral anak –

anaknya.

Guru PAK sebagai tenaga pengajar professional dalam melaksanakan tugas

dan peranannya yang begitu banyak, secara khusus seorang guru PAK harus mampu

mengajar Firman Allah, Pertumbuhan Iman, Pembimbingan Moral dan Etika Kristen.

Pembimbingan moral siswa-siswa Sekolah Dasar sangat penting, mengingat

moral merupakan adat istiadat, kebiasaan, atau cara hidup peserta didik. Moral
47

berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang

membimbing tingkah laku batin dalam hidup para peserta didik.

Pembimbingan moral bagi anak Sekolah Dasar harus disesuaikan dengan

perkembangan jiwa anak, mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia,

intelektual, karakter, estetika, dan fisik dan dalam koridor pembelajaran moral yang

menyenangkan. Melalui Pembimbingan moral anak Sekolah Dasar diharapkan dapat

merubah perilaku anak sehingga siswa - siswi Sekolah Dasar lebih bertanggung

jawab dan menghargai sesamanya dan mampu menghadapi tantangan jaman yang

cepat berubah. Selain itu peserta didik memiliki keunggulan dan kecerdasan

diberbagai bidang baik kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan

spiritual.

Berdasarkan faktor ketidakmampuan orang tua baik dari segi waktu dan segi

pengetahuan dalam membina moral anak - anak, orang tua sangat mengharapkan

peranan guru PAK, dan bahkan cenderung menyerahkan Pembimbingan moral anak

– anak kepada guru PAK. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pandangan

orang tua dengan kehadiran sosok guru PAK, di Sekolah Dasar Esther, Batam

Kabupaten Humbang Hasundutan

Untuk itu, dalam penelitian ini penulis mengangkat judul: “Peranan Guru

PAK Sebagai Pembimbing Terhadap Moral Siswa-Siswi Kelasd 5 – 6 di Sekolah

Dasar Esther, Batam hubungan kedua variable yakni :

Variabel X : Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Pembimbing

(Variabel bebas)

Variabel Y : Moral Siswa (Variabel terikat)

Hubungan kedua variabel tersebut adalah Pembimbingan moral anak - anak

merupakan salah satu tugas dan peranan guru PAK.


48

C. Pengajuan Hipotesa

Hipotesa adalah dugaan sementara, untuk mencapai kebenaran selanjutnya.

Namun tidak selamanya hipotesis itu mutlak kebenarannya. Dari pemahaman

tersebut maka penulis merumuskan hipotesis dari pada penelitian ini adalah :

“Terdapat pengaruh peranan guru PAK sebagai Pembimbing Terhadap Moral Siswa –

Siswi Sekolah Dasar Esther, Batam – Kepulauan Riau”

Anda mungkin juga menyukai