Anda di halaman 1dari 25

BAB IV PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK

4.1
4.2 Pirolisis
Pirolisis adalah suatu proses penguraian material organik secara thermal pada
temperatur tinggi tanpa adanya oksigen [4]. Pirolisis berasal dari bahasa yunani “pyr”
artinya api dan “lysis” artinya memisahkan.Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis,
yaitu padatan, minyak dan gas.Padatan memiliki struktur seperti grafit. Padatan tersusun
atas karbon murni pada temperatur tinggi.Struktur ini bisa juga ditemukan pada membran
fuel cell. Minyak yang dihasilkan pada proses pirolisis dapat dibandingkan dengan minyak
tanah dan minyak ini merupakan sumber dari bahan kimia yang berharga misalnya
alkohol, asam organik, eter, keton, alipatik dan hidrokarbon aromatik. Dan gas yang
dihasilkan berupa Cox, NOx, H2 dan Alkana [8].
Dengan menggunakan konsep pirolisis, sampah plastik dipanaskan pada suhu
sekitar 500 derajat Celcius sehingga berubah fase menjadi gas, kemudian akan terjadi
proses perengkahan (cracking). Selanjutnya gas tersebut dikondensasikan sehingga
menjadi fase cair.Hasil kondensasi inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar cair
yang setara dengan bensin dan solar.
Teknologi pirolisis ini dapat dikatakan sebagai metode yang ramah lingkungan
sebab produk akhirnya menghasilkan CO2 dan H2O, yang merupakan gas non toksik.
Proses pirolisis menghasilkan senyawa-senyawa hidro-karbon cair mulai dari C1 hingga
C4 dan senyawa rantai panjang seperti parafin dan olefin [10].

4.3 Insenerator

Insenerator adalah suatu alat pembakar sampah yang di operasikan dengan


menggunakan teknologi pemhakaran pada suhu tertentu, sehingga sampah dapat
terbakar habis.

Kebutuhan udara sekunder pada Proses pembakaran di incinerator dengan laju


massa sampah 608J2 kg / jam adalah 1M2,47 kg/Jam dengan exces air 3 % maka
didapat penghematan minyak tanah sebesar7 liter/jam. Incinerator merupakan peralatan
pemusnah sampah khusus yang bekerja pada suhu yang tinggi, sehingga dapat
menghancurkan sampah – sampah berbahaya dan beracun ataupun sampah – sampah
infeksi, sehingga sisanya dapat dibuang dengan aman ke tempat pembuangan sampah
umum.

Incenerator ini memiliki ruang pembakaran, tempat sampah yang akan dibakar.
Pada chamber terdapat saluran untuk mengalirkan bahan bakar juga dilengkapi saluran
untuk mengalirkan udara dari blower, yang diperlukan pada proses pembakaran,
pembakaran ini dilakukan pada chamber tertutup, untuk menghindari bahaya toksin
maupun infeksi dari sampah yang akan dimusnahkan. Proses pembakaran ini
memerlukan waktu yang bervariasi, tergantung jenis sampahnya serta volume sampah
yang akan dimusnahkan. Pada incinerator, biasanya memiliki dua buah ruang
pembakaran untuk membakar obyek dan membakar asap sebelum difilter, sehingga sisa
– sisa karbon dari pembakaran yang terbawa asap akan semakin berkurang, sehingga
gas CO yang dihasilkan juga semakin berkurang, dan tidak membahayakan bagi
lingkungan.

Jenis insinerator yang biasanya digunakan untuk limbah rumah sakit adalah jenis
controlled-air ,yang dikenal di pasaran sebagai pembakaran secara starved air atau
secaramodular atau secara pyrolytic. Sistem ini disebut demikian karena jenis ini
dioperasikan dengandua ruangan yang bekerja secara seri. Ruangan pertama (bagian
limbah padat) difungsikan padakondisi substoichiometris (beberapa jenis dijumpai juga
pada model kiln), sedang ruangan kedua (bagian limbah gas) di fungsikan pada kondisi
udara yang berlebih.

4.3.1. Fungsi Incenerator

Fungsi alat ini adalah

1. Untuk menghancurkan sampah – sampah berbahaya dan beracun


2. Mendestruksi materi-materi yg berbahaya seperti mikroorganisme pathogen dan
meminimalisir pencemaran udara yg dihasilkan dari proses pembakaran sehingga
gas buang yg keluar dari cerobong menjadi lebih terkontrol dan ramah
lingkungan.

4.3.2 Prinsip / Mekanisme Kerja Incenerator

Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:

1. Tahapan pertama adalah membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya
limbah menjadi kering dan siap terbakar.
2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana
temperature belum terlalu tinggi.
3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama digunakan
sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 OC-600OC.
Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu
antara antara 600OC-1200OC.

Suplay oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga materi-materi
limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi proses pembakaran
yg sempurna, asap yg keluar dari cerobong menjadi transparan.

Skema proses incenerasi adalah sebagai berikut:


Gambar 4.9 Proses Incenerasi

Proses Pemusnahan pada incenerator yang kita gunakan seperti pada gambar dibawah
ini :

Gambar 4.10 Skema proses Incenerator

4.4 Kondensor
4.4.1 Pengertian Kondensor
Kondensor adalah salah satu jenis mesin penukar kalor (heat exchanger) yang
berfungsi untuk menurunkan suhu dari uap atau vapor sampai ke suhu cair dengan
menyerahkan panasnya kepada fluida yang lain, biasanya air yaitu air tawar ataupun air
laut.
4.4.2 Fungsi Utama Kondensor
· Merubah uap bekas dari turbin menjadi air embun.
· Dengan vakum kondensor yang bagus, maka efisiensi turbin bagus.
· Menampung dan mengontrol air kondensat.
· Mengeluarkan udara atau gas yang tidak terkondensasi. [15].

4.4.3 Tipe - tipe Kondensor


Berdasarkan konfigurasi arah aliran, maka alat penukar panas kondensor dapat
dikategorikan pada tiga jenis konfigurasi aliran yaitu :
a. Aliran sejajar (pararel flow)
Kedua jenis fluida masuk dari satu sisi secara bersamaan, mengalir pada arah yang
sama dan keluar dari satu sisi lainnya yang sama.

Gambar 4.1 Arah Aliran Kondensor Aliran Sejajar

b. Aliran berlawan arah (counter flow)


Dua jenis fluida masuk dari arah yang berlawanan dan keluar dari sisi yang berlawanan
pula.
Gambar 4.2 Arah Aliran Kondensor Aliran Berlawanan

c.

Kekurangan dan Kelebihan Suface condenser :

1. Horizontal condenser
a. Dapat dibuat dengan pipa pendingin bersirip sehingga relatif berukuran kecil
dan ringan
b. Pipa pendingin dapat dibuat dengan mudah
c. Bentuk sederhana dan mudah pemasangannya
d. Pipa pendingin mudah dibersihkan

2. Vertikal condenser
a. Harganya murah karena mudah pembuatannya.
b. Kompak karena posisinya yang vertikal dan mudah pemasangan
c. Bisa dikatakan tidak mungkin mengganti pipa pendingin, pembersihan

harus dilakukan dengan menggunakan deterjen. [17].

b. Direct-contact condenser
Direct-contact condenser prinsipnya mencampur uap dan air pendingin
yang di semprotkan kan dalam satu tabung sehingga terbentuk air kondensat.

Produk
Pada proses pirolisis sampah plastik, produk yang dihasilkan adalah Heavy Oil dan Light
Oil. Heavy Oil disebut sebagai minyak berat karena mempunyai kerapatan atau berat jenis yang
lebih tinggi dari minyak mentah ringan (Light Oil), dan juga memiliki kadar kekentalan (viscosity)
yang lebih tinggi. Minyak berat adalah jenis minyak mentah yang sangat kental, yang berarti
bahwa itu tidak mengalir dengan mudah. Sifat karakteristik umum dari minyak berat adalah:
gravitasi spesifik yang tinggi, hydrogen rendah untuk rasio karbon, residu karbon tinggi, logam
berat, sulfur dan nitrogen.

Dari 1 kg sampah plastik, dapat diperoleh 0.8 liter BBM. Pada perhitungan pirolisis,
persentase sampah plastik yang dapat didaur ulang (PP, PE, HDPE) 95% dengan total sampah
plastik perhari sebesar 31317 kg/hari. Sehingga sampah yang dapat diolah pada proses pirolisis
sebesar 29751.15 kg/hari. Jam operasi Incenerator 8 jam perhari yaitu 29751.15kg/hari : 8 jam =
3718.96875 kg/jam. Berdasarkan dimensi Incenerator pirolisis (Diameter 2,3 m dan tinggi 4 m),
maka volume sampah yang dapat masuk yaitu sebesar 1304.875kg/jam. Maka proses pirolisis
menjadi 3 kali dalam 1 jam/20menit. Sehingga hasil BBM per hari dari proses pirolisis sebesar
173548.375 Liter = 1091.58 Barells
BAB V. PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK

5.1 Pencacah Sampah Organik


Pencacahan sampah organic dilakukan untuk menghaluskan sampah-
sampah yang akan difermentasikan oleh mikroorganisme, pencacahan sampah ini
juga dilakukan agar mempercepat proses fermentasi itu sendiri, selain itu
dimaksudkan untuk mempermudah proses pengkomposan yang akan digunakan
sebagai pupuk organic.

Pencacahan dilakukan dengan menggunakan mesin pencacah sampah


dengan spsifikasi sebagai berikut :

Komponen Utama
• Gilingan
• Roda transmisi
• Mesin diesel
• Silinder/tabung sampah
• Kerangka besi
• Bangunan Penaung dan lantai dudukan

Kapasitas operasional dari mesin pencacah ini mampu mencacah sampah 8-


15 M3 per jamnya, dengan biaya pembelian mesin sebesar 8 juta.

Dari data yang kita dapatkan, dalam satu hari kita dapat mengumpulkan
sampah sebanyak 66.7 ton (333.5 M3) sampah organic , sehingga dalam seharinya
kita memerlukan waktu sekitar 23 jam untuk mencacah sebanyak 333.5 M3.

5.1.1 Perhitungan Kapasitas Proses pencacahan sampah


 Input : 333,5 m3 per hari Sampah Organik (berat jenis : 200 kg/m3)

: 66.7 ton per hari Sampah Organik

 Waktu yang dibutuhkan untuk pencacahan sebanyak 333.5 M 3 : 23 jam

 Jumlah operator yang dibutuhkan : 3 orang (dibagi dalam 3 shift)

 Jumlah mesin :1 mesin

 Harga mesin (P) : Rp. 8.000.000,00


 Tariff listrik per 1 : Rp. 169,00

 Jam Kerja Alat/tahun 1000 jam

 Biaya Perawatan 10% dari P per tahun/1000 jam. : Rp. 8.000,00

 Umur Ekonomi (n) :5 tahun

 Nilai Akhir Alat (S) 10 % dari P : Rp. 800.000,00

5.1.2 Perhitungan Biaya Produksi


1. Biaya Tetap (BT)
(1). Biaya Penyusutan
D = (P – S) / n Rp. 1.440.000,00
(2). Pajak
Pajak = 2 % dari P Rp. 160.000,00
Total Biaya Tetap (BT) Rp. 1.600.000,00

2. Biaya Tidak Tetap (BTT)

(1). Biaya Perbaikan Alat (reparasi)


Biaya reparasi
12%(P - S) / 1000 = Rp. 864,00
(2). Biaya Perawatan
Biaya Perawatan = 10% P /1000 jam : Rp. 800,00/jam
(3). Biaya Listrik
Biaya Listrik = 0,748 kWH x - = Rp - /jam
(4). Biaya Operator
Biaya Operator Rp. 80.000/hari x 3 orang : Rp. 5.280.000

Total Biaya Tidak Tetap (BTT) Rp. 5.280.926/jam

Biaya Pokok Produksi = ((BT/x)+BTT)x C : Rp. 48.000


5.2 Anaerobic Digestion
Anaerobic digestion merupakan suatu proses pengolahan biologis yang
mengembalikan nilai produk, energy dan nutisi, dari sampah organic menjadi bentuk
yang dapat digunakan. Energy yang dihasilkan adalah dalam bentuk biogas, yang
biasanya terdiri dari 70% mol berat metana (CH4), 29% mol berat karbondioksida
(CO2) dan sisasnya berupa hydrogen sulfide (H2S) (Rittmann & McCarty, 2001).
Nitrogen dan fosfor, merupakan nutrisi dan komponen yang dapat digunakan untuk
menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman pertanian, diperoleh
dalam bentuk limbah cair dan padat hasil pengolahan biogas.
Proses anaerobic digestion menghasilkan output energy yang bersih dan
memproduksi residual biolodis yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses
pengolahan aerobic. Selain itu, pengolahan anaerobic tidak membutuhkan aerasi,
yang mana membutuhkan pengolahan air limbah yang berbiaya sangat besar
(McCarty, 1964). Anaerobic Digester skala kecil digunakan di Cina, India, Nepal,
Afrika, dan Amerika Latin untuk pengolahan kotoran hewan ternak dan sampah
makanan dari perumahan. Anaerobic Digester skala besar untuk sampah perkotaan
dan industry saat ini telah digunakan di negara Jerman, Inggris, Eropa, Brasil, dan
Amerika Serikat.
Terdapat beberapa kelemahan dari proses anaerobic digestion. Pertama,
untuk skala digestion kecil, membutuhkan penambahan air (Sharma & Pellizzi, 1991).
Hal ini akan bermasalah ketika musim kemarau. Yang kedua, Anaerobic digestion
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulai prosesnya, dikarenakan
methanogens memiliki pertumbuhan gerakan yang lebih lambat. Selain itu, kecepatan
reaksi dalam proses anaerobic digestion jauh lebih sensitive terhadap perubahan
temperature (Tchobanoglous et al, 2003). Oleh karena itu, temperature
pengoperasian yang stabil sangatlah penting, perubahan temperature yang
direkomendasikan tidak lebih dari 0.5o C perhari (Vesilind, 1998).

Keuntungan penggunaan metode Anaerobic Digestion ditunjukkan dalam table


1.
Anaerobic digestion memiliki biaya investasi awal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan aerobic digestion karena membutuhkan volume reactor yang
lebih besar untuk penangkapan methane dan menggunaan energy biogasnya.

5.3 Reaktor Biodigester


5.3.1 Proses Pembuatan Biogas
Terdapat tiga proses mikrobiologikal yang terjadi dalam reactor anaerobic
biodigester : Fermentasi, acidogenesis, dan methanogenesis. Proses anaerobic
digestion dimulai dengan sekelompok bakteria fermentatif yang mengeluarkan enzim
yang memecah makromolekul dalam reactor yaitu protein, polysakarida, dan fosfolipid
(Shuler & Kargi, 1992). Proses ini dinamakan hidrolisis dan memproduksi komponen
organic yang telah terlarut. Setelah komponen tersebut terbagi menjadi bentuk yang
lebih simple, bakteri – bakteri fermentatif menggunakan energy hasil dari komponen
terlarut tersebut untuk memproduksi campuran asam organic, hydrogen dan
karbondioksida dalam proses yang diketahui dengan fermentasi.
Pada proses selanjutnya, sekelompok bakteri – bakteri fermentatif sebagian
mengoksidasi asam organik yang diproduksi selama fermentasi (Rittmann & McCatty,
2001) menjadi asam lemak volatile (dengan jumlah karbon kurang dari 2) dalam
proses yang disebut acidogenesis (Khanal, 2009; Shuler & Kargi, 1992). Asam lemak
volatile yang signifikan terbentuk dalam langkah ini adalah : asam propionic, asam n-
butyric, dan asam isobutyric. Pembentukan alcohol juga terbentuk dalam langkah ini.
Bakteri asetogenik pemroduksi hydrogen mengonversi asam lemak volatile dan
etanol yang diproduksi dalam proses acidogenesis menjadi asam acetic, hydrogen,
dan karbondioksida dalam proses acetogenesis. Proses acetogenesis dan
metanogenesis merupakan proses sintropik (Madigan & Martinko, 2006; Rittmann &
McCarty, 2001). Agar proses acetogenesis menjadi proses yang secara
termodinamika yang menguntungkan dan agar reaksi tersebut berjalan kedepan,
tekanan parsial hydrogen dalam system harus kurang dari 10 -3 atm (Khanal, 2009).
Hidrogen yang terbentuk dikumupulkan dan ditangakp oleh bakteri metanogenik yang
mana secara proses akan menurunkan tekanan parsial hydrogen dan menjaga kondisi
termodinamika agar tetap menguntunhgkan proses acetogenesis (Madigan &
Martinko, 2006).
Dalam proses metanogenesis terdapat dua acara untuk memproduksi metana.
Cara pertama mengambil substrat hydrogen dan karbondioksida dan membentuk
metana melalusi hydrogenetropik metanogenesis. Sebagian hydrogen dan
karbondioksida dikonversi ke asetat melalui homoacetogenesis. Cara kedua
mengonversi asetat menjadi metana dan karbondioksida dalam proses yang disebut
acetotropic methanogenesis (Khanal, 2009).
Gambar 5.1 Diagram Proses Anaerobic Digestion

5.3.2 Teknologi Reaktor Sederhana


Dalam pengolahan limbah air, reactor didesain untuk menggunakan
mikroorganisme untuk pemisahan bahan organic, kebutuhan oksigen dan komposisi
nutrient dari aliran limbah. Desain reactor memfasilitasi perpindahan energy dari
campuran bulk menjadi mikroorganisme. Reaktor pertumbuhan tersuspensi
melakukan ini dengan gumpalan mikroba ditangguhkan. Mikroorgasnime tersebut
ditempelkan pada permukaaan biofilm atau reactor pertumbuhan lekat (attached
growth reactor).
Terdapat dua jenis reactor pertumbuhan tersuspensi yang dapat diaplikasikan
dalam negara berkembang yaitu reactor semi – batch dan reactor plug flow. Desain
reactor semi batch untuk dapat digunakan untuk pengoperasian volume konstan dan
tekanan konstan. Gambar 3.2 menunjukkan diagram beberapa desain reactor
sederhana.
Reaktor pertumbuhan lekat tidak lazim digunakan untuk pengolahan sampah
yang memiliki konsentrasi padatan yang tinggi, karena konsentrasi tersebut
membutuhkan proses tambahan sebelum dimasukkan ke proses anaerobic digestion

Gambar 5.2 Beberapa Desain Reaktor Sederhana

5.3.3 Batch Reactor


Reaktor dengan system Batch-ing dilakukan pengoperasiannya dengan
mengisi reactor tersebut dengan sampah dalam bentuk campuran padat – cair (slurry),
kemudian membiarkan proses reaksi berlangsung dalam reactor sampai dengan
selesai, kemudian memindahkan sebagian atau seluruh isi dari reactor untuk proses
selanjutnya. Prosedur seperti ini kemudian diulangi terus menerus, dan terdapat opsi
untuk mengaduk sampah tersebut dalam proses pengoperasian Batch reactor.
Kelebihan Batch reactor ini antara lain : mudahdioperasikan, tidak membutuhkan
campuran mekanis, dan memiliki efisiensi tinggi dalam hal pemisahan dan
pembuangan kontaminan individual. Sampah organic padat dari satu batch dapat
digunakan untuk menyemai bakteri mikroba pada proses batch selanjutnya.
Seperti halnya proses anaerobic digestion, lumpur organic pekat dan
pembentukan cairan limbah proses biodigester (supernatant) terjadi dalam ruangan
batch reactor secara simultan dan berkelanjutan, tanpa adanya pencampuran, kecuali
dalam aliran sampah masuk dan keluar reactor dan pembentukan gelembung gas
pada bagian dasar reactor yang kemudian naik keatas dialirkan ke tanki
penampungan gas (biogas).
Ke

Gambar 3.3 Desain Bio Reaktor

5.3.4 Kapasitas Bioreaktor


a. Kapasitas Penampungan Sampah

Sesuai dengan konsep bioplant diatas, sampah domestik yang berasal


dari rumahtangga maupun dari TPS yang menerima sampah rumah tangga
dikumpulkan dan ditampung dalam satu area penampungan sebelum nantinya
diproses menjadi umpan untuk reaktor anaerobic digester. Area yang digunakan
harus menampung sampah yang akan digunakan setiap harinya. Mengingat
besarnya potensi gasbio yang bisa dihasilkan, pengolahan bioplant yang
direncanakan memiliki kapasitas 200 ton/batch (3 hari). Akan tetapi proses
anaerobic digestion yang direncanakan tidak berlansung secara kontinu tetapi
intermitten, yaitu hanya menerima sampah segar untuk diolah setiap 3 hari
sekali.
Berdasarkan standar dari karakteristik sampah rumah tangga dari
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia bahwa densitas dari sampah
segar yang berasal dari rumahtangga adalah sebesar 0,2 ton/m 3 sehingga nilai
densitas itulah yang digunakan dalam perencanaan luas penampungan sampah
di fasilitas bioplant. Direncanakan ketinggian dari timbulan sampah yang akan
ditampung adalah 2 m. Berdasarkan data tersebut secara matematis dapat
dihitung dimensi dari lahan penampungan yang diperlukan untuk kapasitas 10
ton/hari dan 5 ton/hari. Perhitungan dimensi dapat dilihat pada perhitungan
matematis berkut:
 Densitas sampah rumahtangga = 0,2 ton/m3
 Volume timbulan sampah = (200 ton/hari)/(0,2 ton/m3) = 1000 m3/hari
 Luas lahan penampungan = (1000 m3/ 2 m) = 500 m2
 Bila lebar = 25 m, maka panjang = 20m

b. Desain Bioreaktor
 Jumlah sampah organic : 114,39 ton/hari
 Asumsikan efisiensi pengomposan 95% maka sampah umpan ke
bioreaktor : 108.670 ton/hari
 Densitas umpan : 0.343 ton/m3
 Volume umpan : 108,67 ton : 0.343 ton/m3 = 316,82 m3/hari =
1000.5 m3/batch
 Desain bio reactor : tabung dengan diameter 15 m dan tinggi 7 m
(Volume : 1237m3) x 8 unit

c. Biogas yang dihasilkan


 Konversi biogas yang dihasilkan : 0.5 - 0.7 m3/m3 sampah
 Volume sampah terproses per reactor : 1005 m3
 Volume produksi biogas : 502.5 – 703.5 m3 biogas/ batch atau
167.5 – 234.5 m3 biogas per hari
 Nilai kalori biogas : 5000 kcal/m3 atau setara dengan
pembangkitan listrik 6 kWh/m3 jika tanpa pengolahan (pemurnian
dengan melepas CO2)
 Total listrik yang dapat dihasilkan : 1005 – 1172.5 kWh perhari jika
tanpa pengolahan (pemurnian dengan melepas CO2)

d. Pemurnian Biogas dengan CO2 Absorber


 Q biogas : 167.5 – 234.5 m3/hari (70% CH4 dan 30% CO2)
 Q methane : 117.25 – 164.15 m3/hari.
 Nilai kalori methane : 9100 kcal/m3 setara 10.92 kWh/m3
 Total listrik yang dapat dihasilkan : 1280.37 – 1792.52 kWh
perhari jika dengan melepas CO2.
5.5 Pengolahan Kompos
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan
hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal
untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang
dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh
lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah
tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses
perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan
teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama BOKSHI. Dengan cara ini proses
pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.

Gambar 5.4 Kompos Padat

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan


mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang
dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini
merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian,
kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam
tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah
kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat.

Perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah kelembaban timbunan


bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh
kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
5.6 Pembangkitan Listrik dari Biogas
Perubahan biogas menjadi energi listrik dilakukan dengan memasukkan gas
dalam tabung penampungan kemudian masuk ke conversion kit yang berfungsi
menurunkan tekanan gas dari tabung sesuai dengan tekanan operasional mesin dan
mengatur debit gas yang bercampur dengan udara didalam mixer, dari mixer bahan
bakar bersama dengan udara masuk kedalam mesin dan terjadilah pembakaran yang
akan menghasilkan daya untuk menggerakkan generator yang menghasilkan energi
listrik.

Berikut adalah perhitungan hasil pembangkitan listrik dari biogas yang telah
dimurnikan :
 Q biogas : 167.5 – 234.5 m3/hari (70% CH4 dan 30% CO2)
 Q methane : 117.25 – 164.15 m3/hari.
 Nilai kalori methane : 9100 kcal/m3 setara 10.92 kWh/m3
 Total listrik yang dapat dihasilkan : 1280.37 – 1792.52 kWh perhari jika dengan
melepas CO2.
Bab VI Pengolahan Sampah Kertas, Karet dan Kayu

6.1 Analisis Masalah


Meningkatnya pertumbuhan pendudukmembuat volume sampah di Kabupaten
Tegal terus meningkat. Pada tahun 2014 volume sampah mencapai 989,8 m3 perhari.
Sehingga TPA Muara Reja mengalami kelebihan kapasitas.
6.2 Identifikasi Kebutuhan

6.3 Block Box


Jumlah Sampah di Daerah
Jenis Persentasi Jumlah Berat Jenis Berat Jenis Sampah
Sampah (%) Sampah Sampah (kg/m3) Tiap Hari (kg/hari)

(m3/hari)

Kertas 15.35 153.5 650 99775

Kayu 1 10 627 6270

Kain 2 20 1327 26540

Karet 2.35 23.5 982.6 23091.1

Potensi Total Nilai Kalor Sampah Tiap Hari


Jenis Berat Jenis Sampah Tiap Nilai Kalor Potensi Nilai Kalor Tiap
Sampah Hari (kg/hari) (kcal/kg) Hari (kcal/hari)

Kertas 99775 3912 390319800

Kayu 6270 3944 24728880

Kain 26540 4784 126967360

Karet 23091.1 5972 137900049,2

Total Nilai Kalor Rata-Rata Tiap Hari (kcal/hari) 679916089,2

 Potensi nilai kalor = timbunan sampah (kg/hari) x referensi nilai kalor (kcal/kg).
Berat jenis sampah 155676,1 (kg/hari) menghasilkan potensi nilai kalor
679916089,2 (kcal/hari) = 28447689172.128 (kj/hari)
 Potensi kalor per kg : 679916089,2 (kcal/hari) / 155676,1 (kg/hari) = 4367,5
(kcal/kg) = 18273.62 (kj/kg) = 18273620 (j/kg). Untuk pirolisis dibutuhkan nilai kalor
907920 (j/kg) = 907,920 (kj/kg) = 216,998 (kcal/kg).
 Referensi : RDF – 5 dihasilkan dari fraksi sampah yang dapat dibakar yang
kemudian dipadatkan menjadi 600kg/m3 menjadi bentuk pellet, slag, cubbete,
briket, dll. Diameter briket 5 cm.
Volume bola : 4/3 π r^3 = 4/3 π 5^3 =523,8 cm3
600 kg/m3 = 0,6 gr/cm3
0,6 gr/cm3 x 523,8 cm3 = 314,28 gr = 300 gr/briket
 Untuk pirolisis dibutuhkan nilai kalor 907920 kj/kg = 216,998 (kcal/kg) sehingga
sisa briket dari jumlah keseluruhan yaitu 4367,5 (kcal/kg) – 216,998 (kcal/kg) =
4150,502 (kcal/kg) = 4150,502 (kal/g).
BAB VII Perhitungan Biaya dan Pendapatan

7. 1 Perhitungan Biaya Investasi


Berikut ini adalah tabel Rencana Anggaran dan Biaya Investasi Pengolahan
Sampah Terpadu Kabupaten Tegal

JUMLAH

No. SAT VOLUME BIAYA


(Rp)

A Pekerjaan Bangunan Office dan Kontrol 1 Ls 5,856,935,000


B Pekerjaan Pengolahan Sampah Plastik 1 Ls 9,283,498,300
C Pekerjaan Pengolahan Sampah Organik 1 Ls 19,932,241,730
Pekerjaan Pengolahan Sampah Kertas,
1 Ls
D Kayu, Karet 2,601,888,807
E Pekerjaan Pemisahan Sampah 1 Ls ……………

Total Biaya 37,674,563,837

7.2 Perhitungan Biaya Operasional


7.2.1 Biaya Langsung
No Uraian Rp/ Bulan

1. Biaya Pekerja Rp. 292,650,000.00


7.2.2 Biaya Tak Langsung

7.3 Perhitungan Pendapatan


7.3.1 Penjualan Kompos
Dari hasil sisa pengolahan biogas, terdapat 90 – 95% volume sampah organik
yang dapat dimanfaatkan menjadi kompos. Berat Kompos yang diproduksi per batch
= 180.9 ton, dengan asumsi harga kompos per kg Rp. 1000,00 maka per batch akan
menghasilkan Rp. 180.9 juta atau Rp. 60.3 juta perhari.

7.3.2 Penjualan RDF


7.3.3 Penjualan Heavy Oil dan Light Oil

Anda mungkin juga menyukai