RESUME
Bab ini adalah ringkasan dari beberapa informasi yang mahasiswa pascasarjana dan
penulis dapatkan sejak tahun 1972 ketika memulai melakukan penelitian pada tingkat
pembusukan manusia. Para peneliti belajar banyak tentang tingkat pembusukan, tapi kebanyakan
penelitian menetukan waktu kematian yang lebih singkat dibanding waktu kematian
sesungguhnya (Vass dkk 1992;. Rodriguez dan Bass 1983). Hingga saat ini, telah ada kemajuan
yang besar dalam antropologi forensic, namun pemahaman dalam tingkat pembusukan manusia
tidak terlalu berkembang.
DAFTAR ISI
RESUME...............………………………………………………………..................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................................2
ISI REFERAT......................................……….............................……......................................3
KESIMPULAN...............................………………………......………....................................10
DAFTAR PUSTAKA......................………………………......………....................................11
LAMPIRAN………………………………………………………..........................................12
Pendahuluan
Tak lama setelah penulis tiba di Universitas Tennessee, Ia menjadi lebih tertarik pada
lamanya waktu sejak kematian, karena saat itu lebih banyak mayat yang membusuk
dibandingkan ketika saat penulis mengajar di Universitas Kansas pada tahun 1960-1971, di mana
sebagian besar kasus hanya berupa kerangka saja. Bab ini adalah ringkasan dari beberapa
informasi yang mahasiswa pascasarjana dan penulis dapatkan sejak tahun 1972 ketika memulai
melakukan penelitian pada tingkat pembusukan manusia. Dan setelah 22 tahun berlalu, masih
banyak yang harus dipelajari mengenai subjek yang sangat rumit ini.
Kasus forensik yang benar-benar mengawali penelitian pada lamanya waktu sejak
kematian adalah penggalian tidak resmi pada seorang perwira korban perang saudara, Kolonel
William Shy. Kasus ini merupakan dasar untuk bab dalam identifikasi manusia oleh Rathbun dan
Buikstra (Bass 1984). Dalam kasus Kolonel Shy, penulis menyimpulkan kepada polisi,bahwa
mereka menemukan seorang laki-laki berkulit putih yang berusia antara 24 - 28 tahun, yang
telah mati 1 tahun. Padahal Kolonel Shy, pada saat kematiannya, adalah seorang laki-laki kulit
putih berusia 26 tahun. Dia telah dimakamkan 113 tahun sebelum ditemukan oleh Relic Hunters.
Telah ada kemajuan yang besar dalam antropologi forensik sejak saat itu, namun
pemahaman dalam tingkat pembusukan manusia tidak terlalu berkembang (Bass 1979).
Kesadaran tentang pembusukan manusia akhirnya kembali lagi dalam suatu kasus pada bulan
Desember 1993. Seorang nelayan yang sedang berlayar di Sungai Tennessee di Decatur County,
melihat tengkorak di sekitar 2 feet di bawah air. Sekitar 80% dari tulang itu di temukan dan
dikirim ke penulis untuk analisis antropologi forensik. Penulis melaporkan ke lembaga
penegakan hukum bahwa kerangka itu berasal dari seorang wanita 24 tahun berkulit putih
dengan tinggi 5' 4 " dan telah meninggal setidaknya 5 tahun. (Dia dilaporkan hilang dari
rumahnya pada 21-12-83 dan ditemukan pada 20-12-93). Meskipun usia, jenis kelamin, ras, dan
perawakan dapat dianalisa, mereka masih harus menemukan cara untuk mengukur lamanya
waktu sejak kematian. Mengingat, penulis gagal menentukan lamanya waktu Kolonel Shy yang
terkubur 112 tahun, dan menganggapnya kasus baru yang hanya 1 tahun.
Para peneliti belajar tentang tingkat pembusukan, tapi kebanyakan penelitian menetukan
waktu kematian yang lebih singkat dibanding waktu kematian sesungguhnya (Vass dkk 1992;.
Rodriguez dan Bass 1983) seperti pada kerangka dari Sungai Tennessee. Sulit bagi mahasiswa
pascasarjana yang ingin menyelesaikan tesis master atau disertasi doktor untuk melakukan
proyek riset. Masih banyak kebutuhan substansial untuk proyek jangka panjang pada penelitian
tentang fase pembusukan manusia
Artikel ini merangkum hasil penelitian di University of Tennessee Anthropology
Research Facility (ARF) serta 30 tahun pengalaman penulis di bidang forensik. Dalam kasus
kerangka dari sungai Tennessee, misalnya, meskipun penulis merasa mungkin tubuhnya telah ada
lebih lama. Penulis cenderung berhati-hati ketika memberikan hasil kepada lembaga penegakan
hukum tantang tanggal, untuk menghindari overestimating dan membuat penyidik melewatkan
kemungkinan tersangka.
Faktor utama dalam pembusukan adalah suhu; tubuh membusuk jauh lebih cepat di
musim panas daripada di musim dingin. Proses utama yang mempercepat pembusukan adalah
adanya aktivitas serangga, terutama belatung. Sebuah mayat di Tennessee pada bulan Juli dan
dapat berubah menjadi kerangka lengkap dalam dua minggu. Dale Stewart (1979: 71-72)
melaporkan waktu yang lebih cepat, di Mississippi mayat seorang gadis usia remaja menjadi
kerangka lengkap dalam l0 hari.
Kondisi tubuh mayat dengan daging tertutup lengkap berubah menjadi menjadi kerangka
dalam waktu yang cepat tersebut hanya dapat terjadi di bawah kondisi yang menguntungkan,
yaitu dari suhu tinggi dan kelembaban, infestasi serangga yang cukup, dan tubuh terlindung dari
sinar matahari langsung. Belatung tidak menyukai sinar matahari, dan jika tidak ada sesuatu
yang melindungi belatung dari cahaya matahari, mereka akan meninggalkan kulit sebagai
payung untuk melindungi mereka dari sinar matahari. Gambar 1 menunjukkan tubuh yang telah
ada di daerah berpohon selama 3 minggu sebelum penemuan. Sebelum tubuh ditempatkan dalam
kantong mayat hitam hanya sedikit yang terlihat adanya belatung. Foto ini diambil sekitar satu
jam setelah tubuh ditempatkan di dalam kantong. Belatung, merasakan lingkungan yang
gelap,mereka meninggalkan rongga tubuh untuk makan lebih aktif pada kulit.
Gambar 1.
Penulis sudah sering melihat mayat di lapangan yang terlihat seperti dalam kondisi yang
baik namun menemukan bahwa tidak ada organ dalam yang tetap dan hanya kulit di atas tanah
yang ditinggalkan oleh belatung untuk melindungi mereka dari sinar matahari. Jika mengamati
tubuh di lapangan, lihat di tempat tubuh dan tanah bertemu, antar tanah /permukaan tubuh, dan
akan terelihat kulit yang telah dimakan habis sekitar 1 inci atau 2 inci di atas permukaan tanah.
Hal ini memungkinkan udara beredar di ruang terbuka di bawah kulit, dan kulit akan cepat
kering. Pada mayat dengan tubuh yang relatif utuh,perlu pemeriksaan yang lebih teliti karena
mungkin mayat tersebut merupakan mayat yang telah hampir menjadi kerangka lengkap yang
diakibatkan oleh kulit kering yang ditinggalkan oleh belatung untuk perlindungan dari matahari.
Jarang kondisi ideal untuk waktu minimum skeletonization dapat ditentukan. Kita harus
menyadari betapa cepatnya tubuh manusia akan membusuk, tapi harus disadari, lamanya waktu
sejak kematian, harus dipertimbangkan dari banyak faktor yang mempengaruhi pembusukan.
Informasi berikut ini berdasarkan pengamatan dari ratusan mayat yang membusuk yang terdapat
di kasus forensik dan mayat yang di observasi di University of Tennessee Anthropology
Research Facility (ARF). Kerusakan jaringan lunak dan tulang yang luas dan disebabkan oleh
sebagian besar mamalia karnivora tidak dimasukan dalam perkiraan waktu kematian.. ARF
dikelilingi oleh beberapa meter pagar kayu. Hal ini secara efektif mencegah datangnya karnivora
besar, meskipun masih memiliki masalah dengan tupai. tupai akan memakan daging, seperti
yang dilakukan sebagian besar mamalia kecil seperti tikus.
Burung kecil telah sering diamati di sekitar tubuh yang membusuk, tetapi mereka
terlihatnya hanya memakan larva serangga bukan pada jaringan lunak membusuk. Gagak dan
bahkan elang kadang-kadang terlihat, namun tampaknya tidak menjadi faktor utama dalam
tingkat pembusukan manusia di Tennessee, dengan beberapa pengecualian. Beberapa tahun lalu
salah satu mahasiswa doktoral penulis Emily Craig, sedang melakukan foto per jam dan proyek-
proyek pengukuran pada perubahan wajah sehingga dia lebih bisa memahami reproduksi wajah.
Dia mengamati burung pemakan bangkai mendarat di dada tubuh selama hari-hari pertama
paparan. Para burung pemakan bangkai berjalan menyusuri tubuh (kami memiliki foto jejak kaki
nya) dan mulai mematuk lubang di daerah perut dan menarik keluar usus mayat tersebut. Para
burung pemakan bangkai hanya memakan usus tetapi tidak mengganggu sisa bagian tubuh
lainnya.
Banyak variabel yang mempengaruhi tingkat pembusukan mayat manusia. Kehadiran
pakaian atau bahan lainnya menutupi tubuh (furnitur, kursi mobil tua, daun, dan sikat) atau
apakah tubuh di bawah sinar matahari langsung atau tidak, semua merupakan variabel penting.
Suhu dan curah hujan harus diperhitungkan.
7. Cetakan (berbagai warna) telah tersebar di jaringan lunak dan pada tulang. Daerah di
sekitar tubuh mungkin bernoda gelap dan tubuh mungkin tampaknya telah dibakar. Ini
akibat dari asam lemak volatil yang telah keluar dari tubuh selama proses pembusukan.
8. Jika tubuh membusuk di tempat yang condong, maka asam lemak volatil akan
membunuh vegetasi dan mengalir dari tubuh.
9. Adipocere dapat muncul pada tubuh yang membusuk di lingkungan lembab. Jika dalam
air, adipocere pertama akan terlihat di daerah tersebut di sekitar 2 inci di atas sampai
sekitar 2 inci di bawah garis air.
2. Akar tanaman dapat tumbuh ke dalam atau keluar dari tulang. Alam telah cenderung
untuk menutupi tulang dengan daun jatuh tahunan (pertengahan Oktober di Tennessee).
Akar besar mungkin telah tumbuh melalui tengkorak atau sakrum.
3. Rayap memakan daerah yang luas, dengan banyak tulang yang telah dimakan.
Kesimpulan
Laju pembusukan di Tennessee, sangat berpengaruh pada berbagai faktor, terutama suhu, dan
aktivitas dari seranggam terutama belatung. Pembusukan dari jaringan lunak paling cepat terjadi
dalam 2 minggu pada musim panas, dan lebih lambat pada musim dingin.
Daftar Pustaka
1. Bass, W.M. 1979 Development in the Identification of Human Skeletal Material (1968–
1978). American Journal of Physical Anthropology 51:555–562.
2. Bass, W.M. 1984 Time Interval Since Death: A Difficult Decision. In Human
Identification: Case Studies in Forensic Anthropology , edited by T.A. Rathbun and J.E.
Buikstra, pp 136–147. Charles C Thomas, Springfield, IL. ©1997 CRC Press LLC
3. Berryman, H.E., W.M. Bass, S.A. Symes, and O.C. Smith 1991 Recognition of Cemetery
Remains in the Forensic Setting. Journal of Forensic Sciences 36:230–237.
4. Mann, R.W., W.M. Bass, and L. Meadows 1990 Time Since Death and Decomposition of
the Human Body: Variables and Observation in Case and Experimental Field Studies.
Journal of Forensic Sciences 35:103–111.
5. Rodriguez, W.C., and W.M. Bass 1983 Insect Activity and Its Relationship to Decay
Rates of Human Cadavers in East Tennessee. Journal of Forensic Sciences 28:423–432.
6. Rodriguez, W.C., and W.M. Bass 1985 Decomposition of Buried Bodies and Methods
That May Aid in Their Location. Journal of Forensic Sciences 30:836–852.
7. Vass, A.A., W.M. Bass, J.D. Wolt, J.E. Foss, J.T. Amnons 1992 Time Since Death
Determination of Human Cadaver Using Soil Solution. Journal of Forensic Sciences
37(5):1236–52.