Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN CRUSH INJURY

A. Latar Belakang

Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush “ hancur” dan Injuri “ luka” , yang

definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain yang

mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa

kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi penghubung

anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang.

Menurut U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ( 2009) , lokasi yang

sering terjadi crush injury meliputi ; extremitas inferior 74%, extremitas superior 10%, serta

organ lain 10%.

Penyebab crush injury biasanya tertimpa object berat/lebar, motor

(kecelakaan lalu lintas) , kecelakaan industrial, atau sarana (angkut) jalan kereta api yang

menggulung di atas kaki, dan crush injury dari peralatan industri.

B. Definisi

Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan

lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak

dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi

penghubung anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush injury

lebih sering mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.

C. Patofisiologi

Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat mempermudah masuknya

kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga sangat penting pada ada anamnesis dapat

diketahui mengenai mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko

terjadinya infeksi.
Kerusakan pembuluhh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush injury yang

mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot dapat bertahan selama 4 jam

tanpa aliran darah ( warm ischemia time) masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel otot akan

mati. Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh

darah yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke jaringan yang

cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan sehingga

mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga

berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia.

Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis yang

signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat menginervasi regio

pedis.

Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek, sum-sum

dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung

tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk

pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan

nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi

plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan

sum-sum tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang

panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan

mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak ( Fat emboly ). Apabila

emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih

besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang

mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila

mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.

Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri yang hebat

karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan
terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada

daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang

ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila perubahan susunan

tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan

fraktur dapat dikembalikan sesuai dengan anatominya.

Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan berkembang timbul

tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat kerusakan sel-sel otot sebagai akibat dari

crush injury. Crush syndrome ditandai dengan adanya gangguan sistemik.


1. Pathways

CRUSH INJURY

Kerusakan Kerusakan Periosteum


saraf tibialis pembuluh darah pada korteks

Reflek neurologis Suplai darah Terbentuk hematoma


ke otot bag bawah periosteum
& sumsum tulang
Distal region cruris
Nekrotik sel otot

Nervus Tibialis Menstimulasi Sumsum kuning


Kebocoran respon inflamasi masuk ke
membran plasma pembuluh darah
Inversi region pedis sel otot
Inflamasi
Emboli lemak
Hambatan Cairan intravascular
Mobilitas fisik akan terakumulasi ke
Pembuluh
jaringan cedera
darah kecil

Hipovolemia Aliran darah


terhambat
Ion kalsium Syok hipovolemik
Ketidakefektifan
Defisit volume perfusi jaringan perifer
Hipokalsemia
cairan

D. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush injury. Pada trauma

yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek, nyeri terlokasir dan ringan. Namun

pada trauma crush injury yang berat dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan

sering dijumpai kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembuluhh

darah, tulang serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang mungkin dan sering timbul

yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama dengan trauma bukan crush injury, bengkak
daerah trauma, paralisis ( jika mengenai vertebra), parestesi, nyeri, pulsasi ujung distal dari

lokasi trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine menjadi

merah gelap atau coklat.

E. Etiologi

Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ; tertindih oleh objek

berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri, kecelakaan kerja lain yang

menyebabkan luka hancur yang serius.

F. Penatalaksanaan.

Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera , karena lebih dari 6-8 jam

setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan menyebabkan kondisi pasien

semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi

pasien dan penanganan selanjutnya menjadi semakain sulit.

Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan prinsip

primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi perdarahan dengan cara

bebat tekan sementara dilarikan ke rumah sakit.

Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian oksigen

(O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organ-organ vital. Kemudian

dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi

takikardia atau hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan

menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan kemudian dilanjutkan

perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre, 1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004;

Malinoski et Al., 2004; Stewart, 2005).

Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran terapi akhir–akhir

ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol untuk mempertahankan diuresis minimal
300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting dipasang folley cateter guna menghitung balance

cairan masuk dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat mencegah

kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian, dimana dapat memperbaiki

perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat crush injury.

Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome. Ini akan

mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul dan juga sebagai salah

satu langkah pertama dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin,

sehingga menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan natrium

bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk mencegah mioglobin dan endapan

sama urat di ginjal. Disarankan bahwa 50-100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat

keparahan.

Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki

hiperkalemia, tergantung pada cedera yang mengancam, biasanya diberikan:

1. Insulin dan glukosa.

2. Kalsium - intravena untuk disritmia.

3. Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll

4. Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene (Kayexalate).

5. Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut

Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang menguntungkan beberapa

korban crush syndrome guna melindungi ginjal dari efek rhabdomyolisis, peningkatan volume

cairan ekstraselular, dan meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol

selama 40 menit berhasil mengobati sindrom kompartemen, dengan menghilangkan gejala dan

mengurangi bengkak ( edema).

Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan ke cairan intravena

pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum adalah 200 gm/d, dosis yang lebih tinggi
dari ini dapat merusak fungsi ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik

yang dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya.

Luka harus dibersihkan, debridemen, dan ditutup dengan dressing sterile dengan kain

kasa. Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi jantung akan membantu untuk membatasi

edema dan mempertahankan perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah

infeksi, obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang sesuai.

Torniket yang kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun biasanya jarang digunakan.

Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya sebagai upaya terakhir.

Ini mungkin sesuai strategi penyelamatan untuk pasien yang hidupnya berada dalam bahaya

langsung dan yang tidak dapat melepaskan diri dengan cara lain. Ini merupakan bidang yang

sulit dengan prosedur yang sangat meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada pasien.

Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang berkompeten berdasarkan

keahlian.

Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan yang sulit untuk

dipertahan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang terdapat pada daerah bawah lutut (

under of knee) yang melibatkan kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan,

tendon, fascia serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan

dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus tulang paha, namun

pada kasus crush injury ( Regio cruris) yang kerusakannya mencapai tulang patella, dapat

dilakukan tindakan amputasi daerah diatas lutut (Amputation above the knee).Pastikan

tindakan ini membantu pasien untuk berlatih seketika setelah amputasi, supaya dapat

memperkuat: otot adductor sisa, mencegah prosthesis gerakkan keluar ketika ia berjalan, dan

otot extensors, sebab kedua fungsi otot ini akan melebarkan pinggul pasien dan prosthesis,

yang mana untuk membentuk lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan

pinggulnya sebagai ganti otot yang diamputasi. Tujuan operasi amputasi bawah lutut adalah

untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk silindris, bebas dari jaringan
parut yang sensitif dengan tulang yang cukup baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan

yang sesuai dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit,

subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.

Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai anatomi dan fisiologi

pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan oleh ahli orthopedic.
Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :

(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam jiwa

(perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam nyawa bila dibiarkan, misalnya pada crush

injury, sepsis yang berat, dan adanya tumor ganas.

(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal),

seperti pada kelainan kongenital dan keganasan. Anggota gerak tidak berfungsi sama

sekali, sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali, adanya nyeri yang hebat,

malformasi hebat atau ostemielitis yang disertai dengan kerusakan tulang hebat. Serta

kematian jaringan baik akibat diabetes melitus (DM), penyakit vaskuler, setelah suatu

trauma, dapat di indikasikan amputasi.

G. Komplikasi

1. Hypotensi

2. Crush Syndrome

3. Renal failure

4. Compartmen Syndrome

5. Cardiac Arrest
DAFTAR PUSTAKA

Clifton Rd. (2009). Crush Injury and Crush Syndrome. USA: Centers for Disease Control and
Prevention

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik,Ed.4. Vol.2.
Jakarta : EGC.

Rahimah, Ayu. 2013. Refarat Crush Injury. https://id.scribd.com/doc/139686661/Crush-Injury.


Diakses tanggal 07 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai