Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HUKUM BISNIS

Tentang Aspek Hukum Terhadap Lembaga


Keuangan Dan Pembiayaan

DISUSUN OLEH
DEVINA SARAH 7143342013
IVANA PUTRI K SITEPU 7143342018

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi kita semua untuk mempelajari tentang Aspek Hukum Terhadap
Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan.

Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 09 November 2015

“Penuli
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan............................................................................................5
2.2 Peranan lembaga pembiayaan...........................................................................................................7
2.3 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan..........................................................................................7
2.3.1 Sewa Guna Usaha (Leasing)...............................................................................................7
2.3.2 Anjak Piutang (Factoring).................................................................................................11
2.3.3 Usaha Kartu Kredit............................................................................................................13
2.3.4. Pembiayaan Konsumen........................................................................................................16
2.3.5 Perusahaan Modal Ventura..................................................................................................18
BAB III......................................................................................................................................................23
PENUTUP.................................................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................23
3.2 Kritik dan Saran........................................................................................................................23
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam mempertahankan hidupnya melakukan berbagai macam cara, salah satunya
adalah melakukan kegiatan atau aktivitas bisnis. Melalui kegiatan itu manusia dapat memenuhi
tuntutan hidupnya yang semakin hari semakin komplek. Kehidupan manusia di jaman modern ini
begitu cepat berputar. Setiap hari manusia bekerja demi mempertahankan hidupnya. Kehidupan
yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat
pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah mendorong dan membuka peluang bagi
manusia untuk melakukan kegiatan bisnis. Aktivitas bisnis itu sendiri diwarnai oleh berbagai
bentuk hubungan bisnis atau kerjasama bisnis yang melibatkan para pelaku bisnis. Hubungan
bisnis atau kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis
apa yang sedang dijalankan. Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis sekarang ini maka
keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karena itu,
sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas.
Umumnya dana yang dibutuhkan tersebut dapat disediakan oleh lembaga perbankan melalui
fasilitas kredit. Namun, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku
usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Selain itu lembaga
perbankan ini juga memerlukan jaminan yang kadang kala tidak bisa dipenuhi oleh pelaku usaha
yang bersangkutan, maka perlu suatu upaya lain yaitu tanpa jaminan dan lebih mudah prosesnya.
Upaya lain tersebut dapat dilakukan melalui suatu jenis badan usaha yaitu melalui Lembaga
Pembiayaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan ?


2. Bagaimanakah peran dari lembaga pembiayaan ?
3. Kegiatan apa saja yang di lakukan oleh perusahaan pembiayaan?

1.3 Tujuan Masalah


Selain, sebagai bentuk pemenuhan tugas dari dosen, dan untuk mengetahui apa yang di maksud
dengan lembaga pembiayaa, serta peran dari lembaga pembiayaan dan kegiatan dari perusahaan
pembiyaan tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan

Istilah lembaga pembiayaan (finance) merupakan istilah yang relatif lebih baru
dibandingkan dengan lembaga perbankan. Lembaga pembiayaan berkembang setelah adanya
Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20 Desember 1988 (Pakdes
88). Kegiatan usaha lembaga pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam
bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat.
Lembaga pembiayaan diatur dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Pengertian lembaga pembiayaan
menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Menurut kepres No.61 TAHUN 1988 dijelaskan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan
usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan
tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa unsur-unsur :


1) Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan
yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2) Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara membiayai pada
pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
3) Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
4) Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
5) Tidak menarik dana secara langsung.
6) Masyarakat, Yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.
Selain itu juga Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga
Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
Perbedaan antara Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Perbankan :

No. Lembaga Pembiayaan Lembaga Perbankan


Dalam pelaksanaan kegiatannya
1. tidak memungut dana dari Dana bersumber dari masyarakat.
masyarakat.

Menyediakan dana atau barang


2. Hanya menyediakan modal finansial.
modal.

Kadang kala tidak memerlukan


3. Selalu disertai dengan jaminan.
jaminan.

Biasanya memberikan tingkat Memberikan tingkat suku bunga yang lebih


4.
suku bunga yang lebih tinggi. rendah.

Tidak dapat menciptakan uang


5. Dapat menciptakan uang giral.
giral.

Pengaturan, perizinan, pembinaan dan


Pengaturan, perizinan, pembinaan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia
6. dan pengawasan dilakukan oleh (UU No. 10 Tahun 1998), selanjutnya
departemen keuangan. dialihkan kepada lembaga pengawas jasa
keuangan sesuai UU No. 23 Tahun 1999.

2.2 Peranan lembaga pembiayaan

Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang lebih penting, yaitu sebagi salah satu
lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan
perekonomian nasional disamping peran tersebut diatas, lembaga pembiayaan juga mempunyai
peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat
masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan
masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor
permodalan.

2.3 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan

Menurut Perpres No. 84/PMK.012/2006, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan
yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi :

2.3.1 Sewa Guna Usaha (Leasing)


Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing itu berasal dari kata lease
(inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), leasing adalah
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas
tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud
merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar
produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan
pada pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Dasar Hukum Leasing :


Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha
(Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan
mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya
Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991
tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.

Unsur-unsur berdasarkan pengertian Leasing di atas, terdiri dari beberapa elemen di bawah ini,
yaitu :
1. Pembiayaan perusahaan
Pembiayaan ini tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana tetapi juga dalam bentuk peralatan
atau barang modal yang akan digunakan
2. Penyediaan barang-barang modal
Biasanya penyediaan barang modal dilakukan oleh supplier yang di bayar oleh lessor untuk
keperluan lessee
3. Jangka waktu tertentu
Jangka waktunya sejak diterimanya barang modal sampai perjanjian sewa guna usaha berakhir
4. Pembayaran secara berkala
Lessee membayar harga barang modal kepada lessor secara angsuran
5. Adanya hak pilih (option right)
Pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
Nilai barang modal pada akhir sewa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan
lessee pada awal masa sewa guna usaha
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee

Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Leasing merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease maupun operating lease,
2. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang di-lease tersebut,
3. Hak Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak penting di bidang akuntansi
seperti penyusunan di bidang hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian leasing,
4. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu
perusahaan, yakni benda-benda yang diperlukan dalam menjalankan perusahaan. jadi tidak saja
mesin –mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi akan tetapi bisa juga untuk
komputer, dan kendaraan bermotor.

Jenis – Jenis Sewa Guna Usaha, yaitu :

1. Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease)


Dengan kriteria sebagai berikut :
a. Jumlah pembayaran Sewa Guna Usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah
dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan
keuntungan lessor.
b. Masa Sewa Guna Usaha (SGU) ditentukan sesuai ketentuan tentang pajak penghasilan, yaitu:
 tahun untuk barang modal golongan I
 tahun untuk barang modal golongan II dan III
 tahun untuk barang modal golongan modal bangunan
c. perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Bentuk-bentuk finance Lease, yaitu :

a. Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).


Dalam transaksi ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa-guna-
usaha, sehingga atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.

b. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).


Dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada
lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa-guna-usaha antara
lessee (pemilik semula) dengan lessor (pembeli barang modal tersebut). Lessee dalam hal ini
berperan sebagai pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa lease yang disetujui
kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh tambahan dana untuk modal
kerja. Jadi transaksi leasing di sini bersifat refinancing.

c. Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)


beberapa perusahaan sewa-guna-usaha secara bersama melakukan transaksi sewa-guna-usaha
dengan satu lessee. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak
bersedia, atau karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri suatu
transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh lessee. Untuk memenuhi
permintaan atau kebutuhan lessee tersebut, maka beberapa perusahaan leasing melakukan
perjanjian kerja sama untuk membiayai objek leasing yang dimaksud. Dalam hal ini salah satu
perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga lessee cukup
berkomunikasi dengan koordinator ini.

d. Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai
objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%.
Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.

e. Cross Border Lease


Transaksi leasing yang dilakukan di luar batas suatu negara, di mana lessor berkedudukan di
negara berbeda dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadangkadang disebut pula
sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional karena transaksi yang dilakukan
melibatkan dua negara yang berbeda. Metode pembiayaan ini merupakan hal yang kompleks dan
bersifat khusus. Transaksi leasing ini mengandung banyak risiko bagi lessor karena
bagaimanapun juga akan melibatkan mekanisme hukum, perpajakan dan masalah-masalah
lainnya dari masing-masing negara yang bersangkutan. Untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut biasanya transaksi leasing antara negara dilakukan oleh afiliasinya atau subsidiary
perusahaan leasing yang bersangkutan. Namun untuk mempermudah pelaksanaan transaksi
tersebut banyak transaksi leasing internasional tidak dilakukan sebagaimana mekanisme leasing
yang sebenarnya. Transaks leasing biasanya dilakukan dengan cara perjanjian penjualan
bersyarat yaitu pihak lessee diwajibkan membeli barang yang di-lease-nya pada akhir kontrak.
Cara ini pada dasarnya hanya untuk melindungi lessor dari kompleksitas peraturan dan
ketentuan-ketentuan negara asing.
f. Vendor Program / Vendor Lease
Suatu metode penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan leasing
memberikan atau menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli barang. Dalam mekanisme
transaksi vendor program ini, lessor membayar kepada vendor sesuai dengan harga barang yang
dipilih atau ditentukan oleh pembeli (lessee), selanjutnya pembayaran sewa atau angsuran oleh
lessee dapat dilakukan langsung kepada lessor, atau dapat dibayarkan melalui vendor yang
bersangkutan. Cara pembayaran tersebut dapat dilakukan sesuai perjanjian. Vendor program ini
sangat menarik bagi lessor karena pemasaran leasing dilakukan oleh vendor melalui usaha
penjualan barangnya yang sekaligus disertai dengan fasilitas leasing. Penagihan uang sewa atau
angsuran merupakan kewajiban vendor yang juga berperan sebagai jaminan. Dalam hal pihak
lessee tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kontrak atau default, pihak vendor
akan membayar penuh sesuai dengan sisa angsuran lessee.

2. Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)


Dengan Kriteria sebagai berikut :
a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat
menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang
diperhitungkan oleh lessor.
b. Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

2.3.2 Anjak Piutang (Factoring)


Factoring atau Anjak Piutang menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah Anjak kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut
pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir dalam "Bank dan Lembaga Keuangan
lainnya" (2002) menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring
adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan
atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari
perusahaan (klien). Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 125/KM.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.

Dari definisi diatas, setidaknya dapat disimpulkan sebagai berikut:


a) Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
 Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor sebagai suatu badan
usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
 Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan yang menjual atau
mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
 Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien, dan piutang
tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring. Istilah klien (client) dan nasabah
(customer) dalam mekanisme anjak piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain
halnya dengan bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak
piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien yang memiliki
nasabah atau customer. Mekanisme anjak piutang ini sebenamya diawali dari adanya
transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya secara kredit.
b) Kegiatan factoring hanya berupa suatu kegiatan jual beli atau pengurusan piutang.
c) Piutang atau tagihan itu merupakan tagihan jangka pendek dan berasal dari transaksi
perdagangan, dan umumnya mempunyai ciri-ciri di antaranya:
 Piutang yang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan faktur-faktur dari perusahaan yang
belum jatuh tempo;
 Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo;
 Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.

Beberapa manfaat anjak piutang dalam peningkatan kemampuan usaha sebagai berikut :
1) Menurunkan biaya produksi perusahaan.
2) Memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran di muka atau advanced payment
sehingga meningkatkan credit standing perusahaan klien.
3) Meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien, karena klien dapat mengadakan
transaksi dagang secara bebas atas dasar open account baik perdagangan dalam maupun luar
negeri.
4) Meningkatkan kemampuan klien memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal
kerja.
5) Menghilangkan ancaman kerugian akibat terjadinya kredit macet. Risiko kredit macet dapat
diambil alih oleh perusahaan anjak piutang.
6) Mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.

Fungsi dan Manfaat Factoring


 Dari uraian di atas, paling tidak factoring mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Factoring berkaitan dengan masalah piutang klien. Dalam hal ini, factor berfungsi menangani
masalah atau mengambil-alih piutang tersebut, dan menagih pembayarannya pada debitur setelah
piutang jatuh tempo;
b. Factor bertanggung jawab atas piutang klien dan membebaskan klien dari resiko kerugian.
 Sementara itu, manfaat factoring dapat juga dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a. Bagi Perusahaan Nasabah
1. Factoring dapat menolong cash flow perusahaan yang melakukan penjualan kredit
2. Perusahaan yang menggunakan jasa perusahaan anjak piutang dapat berkonsentrasi
meningkatkan usahanya
3. Memperlancar perputaran modal kerja
4. Mendorong dunia usaha lebih kompetitif
5. Melindungi nilai terhadap resiko akibat kesulitan likuiditas

b. Bagi Bank
1. Bank akan lebih efisien dibandinka menagih sendiri
2. Perusahaan anjak piutang dianggap sebagai perusahaan komplemen bagi bank

c. Secara makro
Perusahaan anjak piutang yang melakukan pengambilalihan piutang secara pre-payment akan
membawa efek money multiplier sehingga meningkatkan percepatan uang beredar sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi.

2.3.3 Usaha Kartu Kredit


Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan
pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit, Sedangkan
pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005, Kartu
Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat digunakan untuk
melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan
pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu
yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.

Dasar Hukum Penggunaan kartu kredit di Indonesia

a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan
menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan
oleh bank. Dengan demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan
usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak
mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat
pembayaran.

b) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.
013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga
Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988. KMK Lembaga Pembiayaan ini
merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang
Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa usaha kartu
kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.

c) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat


Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008. Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu Tanggal 28 Desember 2005 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang
mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan
kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan ijin oleh Bank dan
Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI
APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.

d) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang


Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

e) Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal


Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Manfaat Kartu Kredit bagi Pemegang Kartu Kredit (Card Holder)


a. Memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi berbelanja
tanpa perlu membawa uang tunai.
b. Terdapat berbagai penawaran menarik dari penerbit Kartu Kredit, antara lain point
rewards, diskon di pedagang (merchant), dan pembelian barang dengan bunga cicilan 0%.
c. Resiko Kartu Kredit

Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Kartu Kredit, tetapi di sisi lain terdapat
resiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
a. Resiko kartu digunakan oleh pihak lain, karena pengguna yang sah melakukan kelalaian
dalam penyimpanan kartu dan PIN. Apalagi untuk saat ini transaksi belanja dengan
menggunakan Kartu Kredit hanya memerlukan tanda tangan yang dapat saja dipalsukan
oleh pihak lain.
b. Resiko dikenakan biaya keterlambatan dan biaya bunga yang relatif tinggi karena
pemegang kartu tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo, sehingga
pembayaran kewajiban baru dapat dilakukan sesudah jatuh tempo.

Pihak-Pihak dalam Penyelenggaraan Kartu Kredit


1. Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit.
2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan
sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau
acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas
suatu perjanjian tertulis.
3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu Kredit.
4. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang
(merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang diterbitkan oleh pihak lain.
5. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari
transaksi penggunaan Kartu Kredit.
6. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak
dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi
Kartu Kredit.
7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan
bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-
masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil
perhitungan dari penyelenggara kliring.

Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu
Kredit
Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka dengan demikian timbul hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan
kartu kredit tersebut.
Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut :

1. Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit


Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit tercantum di dalam perjanjian
antara keduanya yang telah ditetapkan oleh penerbit.
a. Hak penerbit
1. Memperoleh iuran tahunan;
2. Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan pemegang kartu kredit
termasuk bunga keterlambatan;
3. Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang kartu kredit;
4. Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu kredit;
5. Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh penerbit atau atas
permintaan pemegang kartu kredit ke dalam daftar hitam;

Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit bila :


a) Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya kepada pnerbit;
b) Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.

b. Kewajiban Penerbit
1. Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah disetujui oleh penerbit
kepada pedagang melalui pengelola;
2. Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu kredit;
3. Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit.

c. Hak Pemegang Kartu Kredit


1. Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit dengan menggunakan kartu
kredit;
2 Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu;
3. Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang maupun kadaluarsa;
4. Menolak memperpanjang keanggotaan dengan memberitahukan secara tertulis kepada
bank.

d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit


1. Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila kartu kredit pemegang
hilang atau dicuri disertai dengan laporan polisi;
2. Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit yang terdiri dari iuran tahunan
dan segala bunga dan biaya keterlambatan;
3. Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu kredit.

2.3.4. Pembiayaan Konsumen


Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance)
adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan
pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya Pembiayaan konsumen adalah suatu
pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian
barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan
produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut perusahaan
pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). Berdasarkan definisi pembiayaan
konsumen di atas, maka dapat dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar dari kegiatan
pembiayaan konsumen, yaitu :
a. Pembiayaan konsumen adalah merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat
diberikan kepada konsumen.
b. Obyek pembiayaan dari usaha jasa pembiayaan konsumen adalah barang kebutuhan
konsumen, biasanya kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan rumah tangga ,
komputer, barang-barang elektronika, dan lain-lain.
c. Sistem pembayaran angsuran dilakukan secara angsuran/berkala, biasanya dilakukan
pembayaran setiap bulan dan di tagih langsung kepada konsumen.
d. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan seperti
financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi).

Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya :


a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari pemasok.
b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan pemasok.
c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan kepemilikan dengan
pemasok.

Dasar hukum dari perjanjian pembiayaan konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Dasar Hukum Substantif
Yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi pembiayaan konsumen, adalah perjanjian di
antara para pihak berdasarkan azas kebebasan berkontrak, yakni perjanjian antara pihak
perusahaan finansial sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. Mengenai azas
kebebasan berkontrak di atur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa
suatu perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Pasal ini mengandung arti bahwa para pihak boleh membuat berbagai persetujuan/perjanjian baik
yang sudah di atur dalam undangundang , maupun yang tidak di atur dalam undang-undang.
Selama apa yang disepakati itu sah, artinya memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
sebagaimana yang di atur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal

Dengan demikian, maka jika para pihak membuat perjanjian pembiayaan konsumen yang telah
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka menurut hukum yang berlaku di
Indonesia, perjanjian pembiayaan konsumen itu mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Jadi meskipun perjanjian
pembiayaan konsumen itu belum di atur secara khusus di dalam KUHPerdata, para pihak
boleh/di beri kebebasan untuk mengaturnya sendiri.
2. Dasar Hukum Administratif
Di samping dasar hukum yang bersifat substantif, ada beberapa dasar hukum di dalam hukum
Indonesia yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum administratif bagi keberadaan perusahaan
pembiayaan konsumen, yaitu :
a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan.
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan , yang diperbaharui
dengan : Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000
tentang Perusahaan Pembiayaan.

Kedudukan Para Pihak Dalam Transaksi Pembiayaan Konsumen


Para pihak yang terkait dalam suatu transaksi pembiayaan konsumen, adalah:
a. Pihak perusahaan pembiayaan (kreditur)
b. Pihak konsumen (debitur)
c. Pihak Supplier (penjual)

Dalam transaksi pembiayaan konsumen terdapat tiga macam jaminan yaitu :


a. Jaminan Utama, berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur (konsumen) bahwa pihak
konsumen dapat di percaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Berkaitan dengan hal ini
berlaku prinsip pemberian kredit, seperti prinsip 5 C (Collateral, Capacity, Character, Capital,
Condition of Economy).
b. Jaminan Pokok, berupa barang yang di beli dengan dana tersebut. Apabila dana tersebut
diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan
pokoknya. Biasanya jaminan ini di buat dalam bentuk Fiduciary Transfer of Ownership
(fidusia), sehingga seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang
bersangkutan akan di pegang oleh pihak pemberi dana (kreditur) hingga kredit di bayar lunas.

c. Jaminan Tambahan , Dalam transaksi pembiayaan konsumen, jaminan tambahan sering


juga disertakan. Biasanya jaminan ini berupa pengakuan hutang (Promissory Notes) atau
Actknowledgement of Indebtedness, kuasa menjual barang, dan Assignment of Proceed (Cessie)
dari asuransi. Selain itu, sering juga dimintakan persetujuan suami/isteri (untuk konsumen
perorangan) dan persetujuan komisaris/RUPS sesuai anggaran dasarnya (untuk konsumen
perusahaan).

2.3.5 Perusahaan Modal Ventura


Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture
Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/ penyertaan modal ke
dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) / Sebagai
pasangan usahanya untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan
melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil
usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko
yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan suatu keuntungan yang tinggi pula dari
penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden. Kapitalis ventura atau dalam bahasa
asing disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan
modal ventura, dan Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura disebut Perusahaan
Pasangan Usaha (PPU) atau investee company. Dana ventura ini mengelola dana investasi dari
pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang
memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka
ataupun guna memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat
juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana ventura ini adalah
berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi
keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi
tersebut. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan
terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil
yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai bentuk kewirausahaan,
pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan
sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Dasar Hukum Modal Ventura
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995
Tentang Pendirian dan Pembinaan Perusahaan Modal Ventura.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Pajak Penghasilan bagi Perusahaan
Modal Ventura.
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 Tentang
Sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha dari Perusahaan Modal Ventura.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1992 tentang sektor-sektor usaha Perusahaan
Pasangan Usaha (PPU) Perusahaan Modal Ventura.
e. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
Tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
f. Kepres Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
g. Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.
h. PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 tentang Perusahaan Modal
Ventura

Tujuan Pendirian Modal Ventura


Secara garis besar maksud dan tujuan pendirian modal ventura antara lain sebagai berikut :
a. Untuk pengembangan suatu proyek tertentu, misalnya proyek penelitian, dimana proyek ini
biasanya tanpa memikirkan keuntungan semata, akan tetapi lebih bersifat pengembangan
ilmu pengetahuan.
b. Pengembangan suatu teknologi baru atau pengembangan produk baru. Pembiayaan untuk
usaha ini baru memperoleh keuntungan dalam jangka panjang.
c. Pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan. Tujuan pembiayaan dengan
mengambilalihkan kepemilikan usaha perusahaan lain lebih banyak diarahkan untuk mencari
keuntungan.
d. Kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan dengan tujuan untuk membantu para
pengusaha lemah yang kekurangan modal , tetapi tidak punya jaminan materil sehingga sulit
memperoleh jaminan.
e. Alih teknologi yang dilakukan ke perusahaan yang masih menggunakan teknologi lama
sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produknya.
f. Membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
g. Membantu pendirian perusahaan baru dimana tingkat resiko kerugiannya sangat besar.

Karakteristik Modal Ventura


Kegiatan modal ventura memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan lembaga
pembiayaan lainnya. Ciri atau karakteristik modal ventura adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan yang dilakukan bersifat penyertaan langsung ke suatu perusahaan.
b. Penyertaan dalam perusahaan bersifat jangka panjang dan biasanya diatas tiga tahun.
c. Bisnis yang dimasuki merupakan bisnis yang memiliki resiko tinggi.
d. Keuntungan yang diperoleh berasal dari capital gain, deviden atau bagi hasil tergantung
dari penyertaan modalnya di bidang / jenis yang diinginkan.
e. Kegiatannya lebih banyak dilakukan dalam usaha pembentukan usaha baru atau
pengembangan suatu usaha.

Karakteristik Usaha / Perusahaan yang Menjadi Sasaran Modal Ventura


Tidak semua perusahaan bisa dibiayai oleh modal ventura, ada karakteristik tertentu perusahaan
yang biasanya dibiayai oleh modal ventura, antara lain :
a. Perusahaan yang sedang tumbuh dan inovatif serta berpotensi berkembang dimasa
datang.
b. Perusahaan yang ingin melakukan ekspansi usaha namun mengalami keterbatasan.
c. Perusahaan yang ingin melakukan restrukturisasi hutang-hutang.
d. Perusahaan yang sudah mempunyai pangsa pasar yang baik tetapi fasilitas produksi
sudah usang.
e. Perusahaan yang memerlukan benih modal dalam mengembangkan suatu produk baru

Jenis Pembiayaan Modal Ventura


1. Equity Financing, merupakan jenis pembiayaan langsung dalam hal ini perusahaan modal
ventura melakukan penyertaan secara langsung pada perusahaan pasangan usaha dengan
cara mengambil bagian dari jumlah saham milik perusahaan pasangan usaha.
2. Semi Equity Financial, merupakan jenis pembiayaan dengan cara membeli obligasi
konversi yang diterbitkan oleh perusahaan pasangan usaha.
3. Mendirikan perusahaan baru dalah hal ini perusahaan modal ventura bersama-sama
dengan perusahaan pasangan usahamendirikan usaha yang baru sama sekali.
4. Bagi Hasil, merupakan jenis pembiayaan yang ditujukan kepada usaha kecil yang belum
memiliki bentuk badan hukum PT. Namun tidak tertutup kemungkinan dengan yang
berbadan hukum PT, apabila kedua pihak saling menginginkannya

Sumber-Sumber Dana Modal Ventura


Dalam melakukan penyertaan modal diberbagai bidang usaha, perusahaan modal ventura harus
memiliki dana yang cukup yang dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang dapat dipilih
sebagai berikut :
1. Dari dalam perusahaan sendiri :
· Setoran modal dari pemegang saham
· Cadangan laba yang belum terpakai
· Laba yang ditahan

2. Dari luar perusahaan :


· Investor baik perorangan atau industri
· Pinjaman dari Lembaga Perbankan
· Pinjaman dari Lembaga Asuransi
· Pinjaman dari Dana Pensiun

Perbedaan Modal Ventura dan Bank


Adapun antara bank dan modal ventura memiliki suatu perbedaan, antara lain :
Ket BANK MODAL VENTURA
Investor, Perusahaan
Pelaku Bank, Kreditur, Debitur.
Modal Ventura, PPU.
Bantuan Pembiayaan Pinjaman / Kredit Penyertaan Modal
Keterlibatan Manajemen Tidak ada Ada ( Sebagai Partner )
Jenis Resiko Kredit Macet Usaha Gagal
Bentuk Keuntungan Bunga Kredit Capital Gain
Pendek, Menengah, 5 - 10 Tahun ( Jangka
Jangka Waktu
Panjang Panjang )
Akhir Kontrak Lunas Divestasi

Keunggulan dan Kelemahan Modal Ventura


a. Keunggulan Modal Ventura
a. Sumber dana bagi perusahaan baru.
b. Adanya penyertaan manajemen.
c. Keperdulian yang tinggi dari perusahaan modal Ventura.
d. Dengan adanya penyertaan modal, Perusahaan Pasangan Usaha dapat mencari bantuan
modal dalam bentuk lain.
e. Modal Ventura menaikkan pamor Perusahaan Pasangan Usaha dan Perusahaan Modal
Ventura itu Sendiri.
f. Perusahaan Pasangan Usaha mendapat mitra baru yang dimiliki perusahaan modal
ventura.
g. Mendukung usaha kecil yg berpotensi berkembang dan memperluas kesempatan kerja.

b. Kelemahan Modal Ventura


a. Jangka waktu pembiayaan yang relatif panjang.
b. Terlalu selektifnya perusahaan modal ventura dalam mencari perusahaan pasangan usaha.
c. Kontrol manajemen perusahaan pasangan usaha dapat diambil alih oleh perusahaan
modal ventura apabila menunjukan gejala kegagalan.
d.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a) Pengertian Lembaga Pembiayaan
lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
b) Peranan lembaga pembiayaan
Yakni sebagi salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang
pertumbuhan perekonomian nasional serta menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat
masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan
masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor
permodalan.
c) Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan
 Sewa Guna Usaha (Leasing)
 Anjak Piutang
 Usaha Kartu Kredit
 Pembiayaan Konsumen
 Perusahaan Modal Ventura

3.2 Kritik dan Saran


Menurut saya pemerintah harus lebih giat mensosialisasi setiap perubahan peraturan yang dibuat,
khususnya dalam hal perusahaan pembiayaan infrastruktur karena pada kenyataanya masyarakat
masih banyak yang kurang mengetahui tentang peraturan mengenai Lembaga Pembiayaan.
Daftar Pustaka

http://zonaekis.com/pengertian-anjak-piutang/

Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya. Grafindo, Jakarta: 2002

Kasmir, SE. M.M. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Rajawali Pers.

Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991

PMK Nomor 18/PMK.010/2012 tanggal 1 Februari 2012 Tentang Perusahaan Modal Ventura.

http://fauzieyusufhasibuan.wordpress.com/2009/12/12/pengaturan-terhadap-kegiatan-
pembiayaan-anjak-piutang/

http://henienawati.blogspot.com/2011/01/anjak-piutang_6477.html

http://imamroyani.blogspot.com/2011/04/modal-ventura.html

http://triyanto.staff.fkip.uns.ac.id/files/2011/08/Hukum-Pembiayaan-Konsumen.pdf

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/modal-ventura-tugas-blk/

Anda mungkin juga menyukai