Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Di Indonesia, mastektomi masih merupakan andalan pengobatan kanker payudara.


namun, tidak mudah untuk melakukan mastektomi. Ada banyak hal yang harus dipikirkan
dengan matang. Salah satunya adalah kehidupan setelah operasi pengangkatan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan
penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak jaman kuno, termasuk
dengan pemberian ethanol dan opium (opiate) secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada
tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan
pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan
dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica,
dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) anestesi umum dan (2) anestesi lokal.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal
operasi dilakukan dengan keadaan pasien yang sadar, sementara pada anestesi umum operasi
dilakukan dengan keadaan pasien yang tidak sadar serta otot-otot yang melemah ,oleh karena
itu digunakanlah endotracheal tube dan ventilator sebagai alat bantu nafas untu
mempertahankan keadaan pasien agar stabil dan tidak kekurangan oksigen akibat
terganggunya fungsi pernafasan akibat dampak dari anestesi umum.

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. D.L
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Protestan
Status : sudah menikah
Tinggi / Berat badan : 157 cm / 67 kg
No CM : 81-43-92
Pangkat :-
Alamat : Wayama RT 011/006, Teluk Ambon
MRS : 28-01-2016

2.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)


A. Keluhan utama : Pasien mengeluh adanya benjolan dibagian payudara kurang lebih
sudah tiga bulan
B. Keluhan tambahan: kadang terasa nyeri
C. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh adanya benjolan dibagian payudara kiri kurang lebih sudah tiga
bulan yang lalu, terkadang menimbulkan nyeri. Pasien sebelumnya pernah melakukan
operasi dengan tujuan biopsi pada agustus 2015. Dalam waktu kurang lebih satu bulan
pasien didiagnosa menderita diabetes mellitus. Pasien mengaku tidak ada gangguan
pada BAK dan BAB. Pada tanggal 28 Januari 2015, pasien datang ke RSPAD Gatot
Subroto dan di rawat untuk pelaksanaan operasi keesokan harinya yaitu tanggal 29
Januari 2015.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


 asma : disangkal
 alergi obat-obatan dan makanan : disangkal
 Diabetes : DM tipe II
 Jantung : disangkal
 Hipertensi : disangkal

2
E. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat operasi dan anestesi :Ada riwayat operasi untuk pengambilan
biopsi dengan anestesi umum, keluhan mual-muntah pasca anestesi
disangkal

F. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos mentis
BB/TB : 67 kg/157 cm
Tanda Vital : Tekanan darah : 121/76 mmHg
Nadi : 68 x/menit
RR : 16 x/menit
Pernafasan : 36 0C

Status Generalis
 Kepala: bentuk normocephal, rambut hitam, distribusi rambut: merata
 Kulit: warna sawo matang, lesi (-)
 Mata: konjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+
 Telinga: bentuk normal, sekret (-)
 Hidung: sekret (-), deviasi septum (-)
 Mulut dan gigi: gigi goyang (-), protesa (-), maloklusi (-), malposisi (-), karies (-),
karang gigi (-), malampati II
 Tenggorokan: faring hiperemis (-)
 Leher: terdapat benjolan didepan telinga kiri
 Ruas tulang belakang: normal, skoliosis (-)

Pemeriksaan thorak
 Jantung
o I: simetris, ictus cordis tidak tampak
o P: iktus kordis tidak kuat angkat
o P: Batas atas kiri : ICS II LMC sinistra
Batas atas kanan : ICS II LPS dextra

3
Batas bawah kiri : ICS V LMC sinistra
Batas bawah kanan : ICS IV LPS dextra
o A: bunyi S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru
o I: dinding dada simetris, retraksi tidak ada, ketinggalan gerak tidak ada.
o P: simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,ketinggalan gerak (-)
o P: sonor pada kedua lapang paru
o A: suara dasar vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : perut tidak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-)
 Auskultasi : bising usus (+)
 Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba perbesaran pada hati dan Lien

Pemeriksaan ekstremitas
 Superior kanan : edema(-), sianosis(-), tonus cukup
 Superior kiri : edema(-), sianosis(-), tonus cukup
 Inferior kanan : edema(-), sianosis(-), tonus cukup
 Inferior kiri : edema(-), sianosis(-), tonus cukup

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Hb : 13,0 gr/dl
Ht : 38 %
Eritrosit : 4.6 juta/ul
Leukosit : 12000/ul
Trombosit : 270.000/ul

Kimia darah
Gula darah prospandial : 120 mg/dl
Gula darah 2 jam pp : 170 mg/dl
PTT/APTT : 9,6/28,9
Ureum/Creatinin : 27/0.7

4
H. DIAGNOSIS KERJA
Ca Mammae Sinistra

I. RENCANA TINDAKAN
MRM (Mastektomi)

J. RENCANA ANESTESI
Anestesi Umum dengan Endotrakea Tube Nafas Terkendali

2.3 Pelaksanaan Anestesi


a. PREOPERASI
- Persiapan alat
 Laringoskop  EKG monitor
 Stetoskop  Sfigmomanometer digital
 ETT no. 6 1/2, 7, 7 1/2  Oksimeter/saturasi
 Guedel  Infuse set
 Plester  Spuit
 Mandrin  Gel
 Suction  Abocath no.18
 Balon/pump  Sungkup muka
 Mesin anestesi

- persiapan obat-obatan anestesi :


 premedikasi ringan : midazolam 2 mg
 analgetik : fentanyl 100 mg
 induksi : propofol 100 mg
 relaksan : Notrixum 40 mg
 obat anestesi : Isoflurane 2 vol %
Air : O2 = 2 : 2 liter/menit
 antibiotik : pirofion 1gr
 obat emergency : sulfas atropine, lidocain, efedrin
 anti emetic : Ranitidin 50 mg
 analgetik post op : Ketorolac 50 mg bolus

5
- persiapan pasien :
1. Informed consent :bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien
tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien bagaimana
pelaksanaanya, kemungkinan hasilnya, resiko tindakan yang akan
dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari pasien atau
keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis
yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 02.00 WIB tanggal 29 Januari 2016
tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong
sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien.
4. Pengosongan kandung kemih pada pagi harinya pada pukul 5.00.
5. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak
mengganggu pemeriksaan selama anastesi, misalnya bila ada sianosis.
Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu
kelancaran proses intubasi dan bila ada perhiasan sebaiknya diberikan
kepada keluarga pasien.
6. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
7. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD=140/90 mmHg,
nadi= 88x/menit, suhu=36.50C, RR=20x/menit

b. PELAKSANAAN OPERASI
Pukul 11.00 WIB
 Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
 Mengukur tekanan darah
 Memasang infuse cairan Asering
Pukul 11.15 WIB
 Pemberian obat sedatif midazolam 2 mg iv
 Pemberian obat analgesik fentanyl 100 mcg iv
 Induksi dengan propofol 100 mg iv

6
 Setelah kesadaran pasien menurun segera sungkup muka dirapatkan pada muka
dan diberikan O2 100% 4 liter/menit atau preoksigenasi kalau perlu nafas dibantu
dengan menekan balon nafas secara periodik.
 Setelah refleks bulu mata menghilang diberikan atracurium 40 mg iv pemberian
ini mengakibatkan apnoe karena itu nafas dikendalikan dengan menekan balon nafas.
Setelah relaksasi pasien diintubasi dengan ETT no.7,0 cuff(+), pack(-), guedel (+),
untuk memastikan ETT terpasang dengan benar dengarkan suara nafas dengan
stetoskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada kanan dan kiri bergerak
simetris pada setiap inspirasi buatan.
 Pasang pipa guedel dan difiksasi menggunakan plester.
 Tutup mata pasien dengan plester.
 ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian Air
dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit kemudian isofluran dibuka 2 vol%
 Nafas pasien dikendalikan dengan respirator. Inspirasi 500ml (10ml/kgBB)
dengan frekuensi 14 kali per menit.
 Perhatikan apakah gerakan nafas pasien simetris antara yang kanan dan kiri.

Pukul 11.40 WIB


- Diberikan analgetik Fentanyl 50 mcg iv
- Diberikan Ketorolac 30 mg
- Diberikan Ranitidin 50 mg
- Diberikan atracurium 10 mg (dilanjutkan setiap 30 menit hingga pukul 15.00)
- Pembedahan dimulai
Pukul 12.45 WIB
- Diberikan fentanyl 50 mcg
Pukul 13.00 WIB
- Diberikan pelumpuh otot Atrakurium 10mg.
- Diberikan antibiotik pirofion 1 gr
Pukul 16.15 WIB
- Diberikan Transamine 500 mg
- Diberikan Adona 50 mg
- Anestesi dimatikan

7
- Nadi 90x/menit, TD 125/70 mmHg, SPO2 98 %, ETT dan guedel dicabut setelah
pasien dapat dibangunkan. Lendir dikeluarkan dengan suction lalu pasien diberi
oksigen murni selama 5 menit. Setelah semua peralatan dilepaskan pasien dibawa
ke ruang pemulihan.

c. POST OPERASI
Setelah pasien dibawa keruang pemulihan lalu dilakukan penilaian terhadap
fungsi vital yaitu TD 118/74 mmHg, N 83x/menit, Rr= 20x/menit, kesadaran
compos mentis.

Penilaian pulih sadar menurut aldrette score:


Kesadaran :2
Warna kulit :2
Aktivitas :2
Respirasi :2
Kardiovaskuler :2
Total score = 10
Pasien boleh pindah ke ruang perawatan.

8
BAB 3
Tinjauan Pustaka

3.1 ANESTESIA UMUM


3.1.1 Definisi
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri:
a. Hipnotik
b. Analgesia
c. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu
bebas, berjalan lancar, dan teratur. Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:
a. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat. Obat yang sering
dipakai adalah tiopental.
b. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)
c. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil.1

3.1.2 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia


Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.2
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga
kita dapat merancang anestesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah
apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat.2
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik
tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.2

1
Volatile= agen yang mudah menguap.

9
c. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit
yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium
secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah
kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien
di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini
harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji
semacam ini.2
d. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat
prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari
dampak samping pembedahan.
Kelas I : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam.
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
e. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
1. meredakan kecemasan dan ketakutan
2. memperlancar induksi anestesia
3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. meminimalkan jumlah obat anestetik
5. mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. menciptakan amnesia
7. mengurangi isi cairan lambung
8. mengurangi refleks yang membahayakan

10
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak
pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien.2
f. Tehnik Memberi Anestesia Umum dengan bantuan mekanik1
1. TA (tehnik anestesia) napas spontan dengan sungkup muka
2. TA napas spontan dengan pipa endotrakeal
3. TA dengan pipa endotrakeal dan napas kendali :
Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang
digunakan no. 7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak
ukuran ini rata-rata sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan
terdepresi nafas sempurna, sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.
g. Indikasi anestesi umum:
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / ekstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulan
h. Indikasi anestesi umum ETT dengan nafas terkendali :
- untuk tindakan operasi yang lama
- keadaan umum pasien cukup baik (ASA I dan ASA II)
- lambung harus kosong

i. Persiapan Obat
1. Sedatif 4
- Miloz (midazolam) : obat penenang (tranquilizer)
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi,
induksi, dan pemeliharaan anestesi. DIbandingkan dengan diazepam,
midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama
kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organic otak atau
gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-
hati. Efek obat timbul dalam 2menit setelah penyuntikan.
11
Dosis premedikasi dewasa 0.07 – 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur
dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien
lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB.
Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit.

2. Analgesik 2
- Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih
larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan
mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif
hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama
melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasidan
sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3
ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anestesia pembedahan daan tidak untuk pasca bedah.
Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan
pemeliharaan anestesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi
dosis rendah, pada bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot
punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar
dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol. 2
3. Induksi 2
- Propofol (Recofol, diprivan)
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter
recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol
merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat
isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan mudah larut dalam lemak.
Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.
Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya
dicapai dalam waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis
sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55

12
tahun dosis untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari
dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara
pemberian bias secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui
infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada pemberian
pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV
dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.

4. Muscle relaksan 2
- Atracurium (notrixum)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya
tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan
fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-
30 menit.

5. Maintanance anestesi
- Isoflurane 1
Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan
masa pulih anestesia dengan isofluran cepat.
Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC 1.15%
Farmakologi:
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
- N2O 1
N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4
NO3  2H2O + N2O)
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi
analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasikan dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya.

13
Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar
mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2
yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan
pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien
pneumothoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan
timpanoplasti.

3.2 INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE


3.2.1 INTUBASI ETT
Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endrotrakeal kedalam trakea
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dilkendalikan.
1. Tujuan :
a. Membersihkan saluran trakeabronkial
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap adekuat
c. Mencegah aspirasi
d. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi
2. Indikasi :
a. Tindakan resusitasi
b. Tindakan anestesi
c. Pemeliharaan jalan napas
d. Pemberian ventilasi mekanis jangka panjang
3. Jenis Intubasi:
a. Intubasi nasal
b. Intubasi oral
4. Penyulit:
a. Leher pendek
b. Fraktur servical
c. Rahang bawah kecil
d. Osteoarthritis temporo mandibula joint
e. Trismus.

14
f. Ada masa di pharing dan laring
5. Persiapan set intubasi :
Sebelum mengerjakan intubasi dapat diingat kata STATICS
S = Scope, Laringoscope dan Stetoskope
T = Tubes, Pipa Endotrakeal
A = Air Way, Pipa oroparing/Nosoparing, Ambubag, Guddle
T = Tape, Plester
I = Indroducer, Stilet , Mandrin
C = Conektor/sambungan-sambungan
S = Suction, Penghisap Lendir
a. Laringoskop
- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop dewasa
- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya blade magill).
Biasanya digunakan pada bayi dan anak.
b. Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu,
misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada
ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa
berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang
masuk 20-23 cm.
c. Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
d. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
e. Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat
insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa
endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
f. Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas

15
6. Komplikasi :
Komplikasi tindakan intubasi trakea dapat terjadi saat dilakukan tindakan
laringoskopi dan intubasi. Selama pipa endotrakal dimasukkan dan setelah extubasi.
Komplikasi tindakan laringoskopi dan intubasi :
1. Malposisi: intubasi esopagus, intubasi endobrokial malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera
tenggorok, dislokasi mandibula, dan diseksi retrofaringeal.
3. Gangguan refleks : hipertensi, takikardi, tekanan intra cranial meningkat, tekanan
intra okular meningkat ,spasme laring.
4. Malfungsi tuba : perforasi cuff.
Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal :
1. Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial,
malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung
3. Malfungsi tube: obstruksi.
Komplikasi setelah ekstubasi :
1. Trauma jalan nafas: edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trakhea), suara
serak/parau ( granuloma atau paralisis pita suara ), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks : spasme laring.

16
BAB 4
Pembahasan

Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi
endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan
anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain:
 Jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT
 Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta terhindar dari
trauma terhadap operasi.
 Keadaan yang lebih stabil bila digunakan pada waktu operasi yang lama
 Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi.
 Waktu pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan.

Akan tetapi, alasan yang paling utama dipilihnya tehnik anestesi ini ialah karena jenis
operasi yang hendak dilakukan antara lain Mastektomi. Pada operasi mastektomi akan
dilakukan insisi pada bagian thorax dimana dapat mengenai bagian-bagian musculus seperti
pectoralis mayor atau pectoralis minor serta pembuluh darah sekitarnya. Dan karna operasi
ini dilakukan dengan general anestesi terjadi keadaan depresi nafas karna hilangnya
kesadaran disertai relaksasi otot akibat pemberian obat oleh karna itu ett dilakukan dengan
tujuan mempertahankan nafas pasien yang sedang di operasi.
Keuntungan penggunaan tehnik anestesi umum dengan ETT dalam prosedur mastektomi,
antara lain:
 Keperluan untuk mengontrol ventilasi
 Keperluan untuk kelumpuhan otot selama operasi untuk menurunkan tekanan
insuflasi
 Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan.

Setelah dipasang jalur intravena dengan cairan asering sebagai loading mulai dimasukkan
obat-obat premedikasi, midazolam 2 mg bertujuan untuk memberikan efek sedasi dan
amnesia retrograde, fentanyl 100 mcg sebagai analgetik opioid, propofol 100 mg sebagai obat
induksi anestesia, muscle relaksan dengan golongan non-depolarisasi jenis intermediete
acting yaitu atrakurium dosis 40 mg, sebagai obat anestesi diberikan isofluran 2 % vol
dengan tambahan O2 dan AIR dengan masing-masing diberikan sebanyak 2 liter per menit.

17
BAB 5
KESIMPULAN

Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada dalam
keaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu tetapi
sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Pasien tergolong
ASA 2 berdasarkan status fisik. Hal ini dikarenakan pasien mempunyai penyakit diabetes
mellitus tipe 2 (kelainan sistemik ringan- sedang)
Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan ETT nafas terkendali
supaya memastikan bahwa jalan nafas yang selalu berada dalam kondisi terbuka dan
mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau
regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi. Tehnik anestesi ini dapat juga
digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk
mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup muka.
Sejak insisi pertama kali dilakukan hinggga jahitan terakhir telah tercapai trias
anestesia dengan pemberian obat-obatan anestesi seperti : fentanyl sebagai analgesik,
atracurium sebagai relaksan, propofol sebagai induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi
inhalasi dan juga sebagai maintanance anastesia bekerja dengan baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room. Pasien
segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut
mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi.
Pasien ini mendapat nilai 10/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat
dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan obat-
obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi dan tindakan
pasca operasi.

18
Daftar Pustaka

1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.

3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3rd ed. Appleton & Lange
Stamford 2002; 110-125

4. Miller RD. Anesthesia 5th ed Churchill Livingstone Philadelphia.2000; 1585-1610.

19

Anda mungkin juga menyukai