Anda di halaman 1dari 31

Referat Epilepsi

REFERAT

Epilepsi

Pembimbing:
dr. Gabriel Goleng Sp. S

Oleh:
Stephanie Darmawan - 406148041
Vinawine P N - 406148048

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 1 1
Referat Epilepsi

PERIODE 28 SEPTEMBER 2016 – 29 OKTOBER 2016


BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai. Sebagian besar kasus
epilepsi dimulai pada masa anak­anak. Epilepsi dapat menyerang anak­anak, orang dewasa, para
orang   tua   bahkan   bayi   yang   baru   lahir.   Angka   kejadian   epilepsi   pada   pria   lebih   tinggi
dibandingkan   pada   wanita,   yaitu   1­3%   penduduk   akan   menderita   epilepsi   seumur hidup.
Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap
epilepsy. Terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari
wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan
usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.

Epilepsi  ditandai dengan aktivitas  berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau


seluruh system saraf pusat. Orang yang mempunyai faktor predisposisi timbulnya epilepsi akan
mendapat serangan bila nilai basal dari eksitabilitas system saraf (bagian yang peka terhadap
keadaan epileptik) meningkat diatas nilai ambang kritisnya. Selama besarnya eksitabilitas tetap
dijaga dibawah nilai ambang ini, maka serangan epilepsi tidak akan terjadi. 
Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan pasti
diagnosis epilepsi oleh karena sebelum pengobatan dimulai diagnosis epilepsi harus ditegakkan
dulu. Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang sesuai
dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula. Diagnosis epilepsi
berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Jadi membuat diagnosis tidak hanya
berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja, justru informasi
yang diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata
yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan pemeriksaan
fisik dan neurologi. Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulah dilanjutkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 2 1
Referat Epilepsi

pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang
mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
 Definisi konseptual:
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan
epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
Bangkitan epileptik, Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas
neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.

 Definisi operasional/definisi praktis :


Epilepsi adalah suatu penyakt otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan jarak
waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%)
bila terdapat 2 bangkitan tanpa profokasi/ bangkitan refleks
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan reflex, bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik,
seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 3 1
Referat Epilepsi

2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologik yang sering muncul, dan mengenai
0,5 – 1 % orang di selruh dunia. Onset dari epilepsy paling sering pada tahun pertama kehidupan
dan setelah umur 65 tahun. Prevalensi epilepsy pada usia lanjut di Negara maju diperkirakan
sekitar >0,9% lebih tinggi dari decade sati dan dua kehidupan, pada usi >75 tahun prevalensi
meningkat 1,5%. Sebaliknya, prevalensi epilepsy di Negara berkembang lebih tinggi pada usia
decade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden yang
rendah dan angka harapan hidup rata-rata di Negara maju lebih tinggi. Prevalensi epilepsy
berdasarkan jenis kelamin di Negara-negara Asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi
daripada wanita.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 4 1
Referat Epilepsi

2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri atas dua
jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom
epilepsi.

A. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi


1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somatosensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2 Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan

B. Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi


1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 5 1
Referat Epilepsi

1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal


(childhood epilepsi with centrotemporal spikesI)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
1.1.3 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
1.2 Simtomatis
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang
tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi
kortikal tinggi, membaca)
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6 Epilepsi oksipital
1.3 Kriptogenik

2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1 Kejang neonates familial benigna
2.1.2 Kejang neonates benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2 Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 6 1
Referat Epilepsi

2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik


2.2.4 Epilepsi mioklonik lena
2.3 Simtomatis
2.3.1 Etiologi nonspesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst suppression
- Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2 Sindrom spesifik
2.3.3 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1 Bangkitan umum dan fokal
3.1.1 Bangkitan neonatal
3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3 Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam
3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
3.1.5 Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas
3.2 Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
4.1 Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1 Kejang demam
4.1.2 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated
4.1.3 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.
4.1.4 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik)

1. Bangkitan Partial

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 7 1
Referat Epilepsi

Manifestasi dari bangkitan partial sebagian besar dipengaruhi oleh bagian korteks yang
terkena. Pada kejang ini dapat mengenai daerah lobus temporal, frontal, occipital, dan
parietal.

Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus


Temporalis Frontalis Parietalis Oksipitalis
Karakteristik - Parsial - Sederhana - Parsial - Parsial
- Kompleks
bangkitan sederhana sederhana sederhana
- Umum
- Parsial - Umum - Umum
sekunder
kompleks sekunder sekunder
- Atau kombinasi
-Umum sekunder
- Atau kombinasi
Riwayat penyakit Kejang demam /
kejang demam
dalam keluarga
(+)
Gangguan +/-
memori
Aitan Masa kanak atau
dewasa muda
Manifestasi Bersifat cluster - Beberapa kali - Dapat - Umumnya
Parsial sederhana
Bangkitan sehari terlokalisir atau visual
- Gejala
- Umumnya saat - Negatif :
menyebar secara
autonomik
tidur skotoma,
jacksonian
(gangguan - Berlangsung
- Kadang ada hemianopsia,
epigastrik) dan singkat
sensasi amaurosis.
- Manifestasi
atau psikis - Positif :
intraabdominal
- Fenomena motorik
- Umumnya percikan atau
sensorik tertentu berbentuk tonik
sensorik dengan kilatan yang
(olfaktori atau atau postural
fenomena positif tampak di
-Otomatisme
auditori termasuk
(rasa geli, rasa lapangan
gestural
ilusi)
kesetrum) pandang
Parsial kompleks kompleks sering
- Rasa nyeri
- Seringkali kontralateral atau
terjadi saat
terbakar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 8 1
Referat Epilepsi

berawal dengan awitan superfisial atau menyebar


- Sering alamai
terhentinya halusinasi
terjatuh jika - Ada keinginan
aktivitas motorik
discharges untuk
yang diikuti
bilateral” menggerakkan
otomatisme
bagian tubuh
oroalimentary &
(tangan, lengan,
otomatisme
atau wajah)
lainnya
- Tonus otot
- Durasi > 1
dapat hilang
menit pulih
- Fenomena
secara bertahap
negatif : kramp
kramp, rasa
sebagian
tubuhnya hilag
(asomatognosia)
- Vertigo berat
atau disorientasi
ruang
Post ictal (+) (-) atau minimal
confusion
Pencitraan PET :
hipometabolisme
Gambaran EEG - Dapat normal - Dapat normal - Abnormal - Focal spike atau
- Asimetris - Asimetris
epileptiform spike and wavves
- frontal spike
ringan sampai - Bilateral
atau sharp waves
jelas dibanding
atau slow waves
aktivitas dasar
- unilateral atau
- Spike, shrap
bilateral
waves dan atau
slow waves
- unilaterral atau
bilateral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 9 1
Referat Epilepsi

- Sinkron atau a
sinkron
Jenis-jenis - Amygdalo- - Supplementary
bangkitan hippocampal motor seizures
- Cingulate
(mesiobasal
-Anterior
limbic or
frontopolar
rhinoencephalic)
region
seizure -Orbitofrontal
-Dorsolateral
- Opercular
- Motor cortex
- Kojewnikos’s
syndrome

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 10 1
Referat Epilepsi

2. Bangkitan umum
a. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik
(sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini
biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran
hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata
penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan
benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya
lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran
yang khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara
menyeluruh.
b. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal
yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensepalopati metabolik.
c. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
d. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan
tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit
lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar
secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
e. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang
muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 11 1
Referat Epilepsi

adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat.
f. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh
secara tiba-tiba.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 12 1
Referat Epilepsi

2.4 ETIOLOGI EPILEPSI


Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1. Idiopatik: tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.

2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di sini


adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai
dengan ensefalopati difus.

3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak, misalnya;
cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.

2.5 PATOFISOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 13 1
Referat Epilepsi

serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 14 1
Referat Epilepsi

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut:1
1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic
2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989

Dalam praktik klinis, langkah-langkah dalam penegakkan diagnosis adalah sebagai


berikut:
1. Anamnesis:
 Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan
 Faktor pencetus
 Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan,
kesadaran antar bangkitan
 Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
 Riwayat penyakit pasien dan keluarga pasien
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
 Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
- Trauma kepala
- Tanda-tanda infeksi
- Kelainan congenital
- Kecanduan alcohol atau napza
- Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
- Tanda-tanda keganasan.
 Pemeriksaan neurologis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 15 1
Referat Epilepsi

Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan
tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk
lokalisasi, seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal

3. Pemeriksaan penunjang
 CT scan, MRI, PET Scan
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)

ELEKTROENSEFALOGRAFI

EEG adalah singkatan yang biasa digunakan untuk electroencephalogram atau


electroencephalography. Tes ini sangat berguna untuk merekam, aktivitas gelombang otak yang
abnormal terkait dengan serangan epilepsi. Ini adalah tes yang aman dan tanpa rasa sakit.
Elektroda, yang kecil, sumber listrik logam / sirkuit yang melekat pada kulit kepala dan
terhubung dengan kabel ke kotak listrik. Elektroda menerima dan memberikan aktivitas listrik
dari otak, yang pada gilirannya kemudian ditransmisikan ke perekam EEG terhubung untuk
melacak pola gelombang otak selama periode pengujian. .

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 16 1
Referat Epilepsi

GAMBARAN EEG PADA EPILEPSi

EEG menunjukkan pola yang didefinisikan dengan aktivitas listrik otak normal atau abnormal ,
bersama dengan lokasi . pola abnormal dapat berupa nonspesifik atau spesifik .

EEG RECORDINGS OF PARTIAL


SEIZURES

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 17 1
Referat Epilepsi

Typical Absence Seizure-EEG

Atypical Absence Seizure-EEG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 18 1
Referat Epilepsi

EEG GENERALIZED SEIZURES

2.7
DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 19 1
Referat Epilepsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 20 1
Referat Epilepsi

2.8 TERAPI
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapainya kualitas hidup optimal untuk penyandang epilepsi sesuai dengan
perjalanan penyakit dan diasbilitas fisik maupun mental yag dimilikinya. Terapi pada epilepsi
dapat berupa terapi farmakologi dan non farmakologi.

PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI


 OAE diberikan bila
o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
o Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan.
o Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
yang timbul dari OAE.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari (misalnya:
alcohol, kurang tidur, stress, dll)
 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan
dan jenis sindrom epilepsi.
 Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping .
 Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (disebabkan oleh kehamilan, penyakit hati,
penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE)
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antara OAE atau obat lain.
 Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 21 1
Referat Epilepsi

maka kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti
dengan OAE yan g lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan
OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah
maksimal.
 OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
 Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile
Myoclonic Epilepsi)
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
 Efek samping OAE perlu diperhatikan , demikian pula halnya dengan profil farmakologis
tiap OAE dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE
 Strategi untuk menceghah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom
epilepsi dan karakteristik penyandang.

JENIS OBAT ANTIEPILEPSI


Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, jenis sindrom epilepsi, dosis
OAE, efek samping OAE, profil farmakologis dan interaksi antar OAE.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 22 1
Referat Epilepsi

Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan

Perlu diperhatikan bahwa carbamazepine, oxcarbazepine, vigabatrin, and tiagabine


dikontraindikasikan untuk terapi absans. Carbamazepine bertindak sebagai GABA-a reseptor
yang akan meningkatkan insidens kejang absans. Begitu juga dengan phenytoin dan
phenobarbital yang berpotensi untuk memperparah absans dan tidak efektif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 23 1
Referat Epilepsi

Efek samping OAE

Pada penggunaan fenitoin EKG harus dilakukan terlebih dahulu karena Efek samping fenition
pada sistem cardiovascular adalah aritmia dan hipotensi. Aritmia dapat berupa bradycardia, heart
block, ventricular tachycardia, dan ventricular fibrilasi.

PENGHENTIAN OAE
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
 Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
 Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 24 1
Referat Epilepsi

 Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat waktu 3-
6 bulan
 Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
TERAPI TERHADAP EPILEPSI RESISTEN OAE
Yang dimaksud dengan epilepsi resisten OAE adalah kegagalan setelah mencoba dua
OAE pilihan yang dapat ditoleransi, dan sesuai dosis ( baik sebagai monoterapi atau kombinasi)
yang mencapai kondisi bebas bangkitan.
Sekitar 25-30% penyandang akan berkembang menjadi epilepsi resisten OAE. TErapi yang dapat
dilakukan antara lain dengan kombinasi OAE, mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced
seizure) ,terapi bedah ..

Terapi NonFarmakologis
- Vagal Nerve Stimulation (VNS) mungkin efektif untuk kejang (baik fokal maupun partial)
pada anak-anak, untuk kejang terkait Lennox Gastaut syndrome dan untuk masalah mood pada
pasien dewasa dengan epilepsi. (Level C) . VNS dapat dipertimbangkan memiliki efikasi yang
semakin tinggi seiring berjalannya waktu. (Level C)
- Penelitian oleh Schoeler dkk memberi kesan bahwa diet ketogenik dapat dipertimbangkan pada
pasien dewasa dengan kejang refrakter, selain itu diet ketogenik dapat meningkatkan perhatian
dan konsentrasi.
- Intervensi Psikologi
- Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback

Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi


Kombinasi OAE Indikasi
Sodium Valproat+etosuksimid Bangkitan Lena
Karbamasepin+sodium valproat Bangkitan parsial/ kompleks
Sodium Valproat+Lamotrigin Bangkitan parsial/ Bangkitan umum
Topiramat+Lamotrigin Bangkitan parsial/ Bangkitan umum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 25 1
Referat Epilepsi

BAB III
STATUS EPILEPTIKUS

3.1 Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran.Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan
konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. SE merupakan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan ( dalam waktu
30 menit).Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif
(tidak terdapat bangkitan motorik).

3.2 Klasifikasi Status Epileptikus


Berdasarkan klinis:
- SE fokal
- SE general
Berdasarkan durasi:
- SE Dini( 5-30 menit)
- SE menetap/ Established(>30 menit)
- SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal
dengan dosis adekuat )

Status epileptikus nonkonvulsivus (SE-NK) dibagi menjadi dua kelompok utama:


- SE-NK Umum
- SE-NK fokal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 26 1
Referat Epilepsi

3.3 PENGELOLAAN STATUS EPILEPTIKUS KONVULSIF

Pengelolaan sebelum sampai di Rumah Sakit


Pemberian benzodiazepine rectal/midazolam buccal merupakan terapi yang utama selama
diperjalanan menuju rumah sakit.
Segera panggil ambulans pada kondisi berikut:
- Bangkitan berlanjut 5 menit setelah obat emergensi diberikan
- Penderita memiliki riwayat sering mengalami bangkitan serial/bangkitan konvulsivus.
- Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi, atau tanda vital lain.

Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan obat
tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis.Apapun OAE yang digunakan
sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau Phenobarbital telah
diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan secara oral atau intravena dengan
monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain dapat diberikan dengan dosis loading
peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan selala 12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam
plasma adekuat, maka obat anestesi dapat diturunkan perlahan.

Protokol penanganan status epileptikus konvulsif


Pemeriksaan Umum
Stadium 1 (0-10 menit) SE Dini
Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
Berikan oksigen
Periksa fungsi kardiorespirasi
Pasang infuse
Stadium 2 (0-30 menit)
Monitor pasien
Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 27 1
Referat Epilepsi

Terapi antiepilepsi emergensi


Pemeriksaan emergensi (lihat di bawah)
Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada
kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3(0-60 menit) SE Menetap
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium 4 (30-90 menit)
Pindah ke ICU
Perawatan intensif dan monitor EEG
Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang

OAE untuk status epileptikus konvulsif

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 28 1
Referat Epilepsi

BAB IV
KESIMPULAN

Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang


berulang.Kejang terjadi ketika aktivitas listrik dalam otak tiba-tiba terganggu.Gangguan ini dapat
menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi.
Tidak semua kejang disebabkan epilepsy.Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi
tertentu seperti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala.Ada banyak tipe kejang pada
epilepsy.Kejang dapat digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang umum, tergantung pada
banyaknya area otak yang terpengaruh.
Ada beberapa komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden unexpected
death in epilepsy.Status epileptikus ini terjadi jika terdapat kejang lebih dari 30 menit tanpa
adanya pemulihan kesadaran.Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang
tonik klonik.Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi.
Gejala epilepsy dapat dikontrol dengan menggunakan obat anti kejang.Hamper delapan
dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang mereka alami dapat dikontrol dengan
baik oleh obat anti kejang. Pada awal pengobatan akan diberikan satu jenis obat untuk mengatasi
kejang. Apabila kejang tidak dapat dikontrol maka akan digunakan dua atau lebih kombinasi dari
obat anti kejang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 29 1
Referat Epilepsi

BAB IV
KESIMPULAN

Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang


berulang.Kejang terjadi ketika aktivitas listrik dalam otak tiba-tiba terganggu.Gangguan ini dapat
menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi.
Tidak semua kejang disebabkan epilepsy.Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi
tertentu seperti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala.Ada banyak tipe kejang pada
epilepsy.Kejang dapat digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang umum, tergantung pada
banyaknya area otak yang terpengaruh.
Ada beberapa komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden unexpected
death in epilepsy.Status epileptikus ini terjadi jika terdapat kejang lebih dari 30 menit tanpa
adanya pemulihan kesadaran.Biasanya status epileptikus adalah kedaruratan medis pada kejang
tonik klonik.Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi.
Gejala epilepsy dapat dikontrol dengan menggunakan obat anti kejang.Hamper delapan
dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang mereka alami dapat dikontrol dengan
baik oleh obat anti kejang. Pada awal pengobatan akan diberikan satu jenis obat untuk mengatasi
kejang. Apabila kejang tidak dapat dikontrol maka akan digunakan dua atau lebih kombinasi dari
obat anti kejang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 30 1
Referat Epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. ILAE. Definition of Epilepsy. 2014. Available from :


http://www.ilae.org/Visitors/Centre/documents/Definition2014-RFisher.pdf
2. American Academy of Neurology. Vagal Nerve Stimulation for the Treatment of
Epilepsy. 2013. Available from :
http://www.neurology.org/content/early/2013/08/28/WNL.0b013e3182a393d1

3. Wilner NA. The Ketogenic Diet for Adults with Epilepsy. 2014. Available from :
http://www.medscape.com/viewarticle/829712_2

4. Pubmed. The Mechanism of Carbamazepine Aggravation of Absence Seizures. 2006.


Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16895979

5. Ravi K. Thimmisetty et al. Oral Phenytoin Toxicity Causing Sinus Arrest: A Case Report.
2014. Available from : http://adc.bmj.com/content/81/4/351.full

6. Department of Clinical Neurophysiology and Epilepsies, St Thomas’ Hospital, London.


Typical Absence Seizures and Their Treatment. Available from :
http://www.hindawi.com/journals/cric/2014/851767/
7. ILAE. Temporal. Available from : https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/temporal-
overview.html
8. PERDOSSI.Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya:Airlangga University Press; 2014.
9. Drislane FW,Benatar M,Chang B, et al.Blueprints Neurology. Third Edition. Lippincott
Williams & Wilkins: 2009; 103-110.
10. PERDOSSI.Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya:Airlangga University Press; 2014.
11. Drislane FW,Benatar M,Chang B, et al.Blueprints Neurology. Third Edition. Lippincott
Williams & Wilkins: 2009; 103-110.
12. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RS Pelabuhan Jakarta
Periode 28 September – 29 Oktober 2016 31 1

Anda mungkin juga menyukai