REFERAT
Epilepsi
Pembimbing:
dr. Gabriel Goleng Sp. S
Oleh:
Stephanie Darmawan - 406148041
Vinawine P N - 406148048
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai. Sebagian besar kasus
epilepsi dimulai pada masa anakanak. Epilepsi dapat menyerang anakanak, orang dewasa, para
orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 13% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup.
Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap
epilepsy. Terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari
wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan
usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang
mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Definisi konseptual:
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan
epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
Bangkitan epileptik, Terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas
neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologik yang sering muncul, dan mengenai
0,5 – 1 % orang di selruh dunia. Onset dari epilepsy paling sering pada tahun pertama kehidupan
dan setelah umur 65 tahun. Prevalensi epilepsy pada usia lanjut di Negara maju diperkirakan
sekitar >0,9% lebih tinggi dari decade sati dan dua kehidupan, pada usi >75 tahun prevalensi
meningkat 1,5%. Sebaliknya, prevalensi epilepsy di Negara berkembang lebih tinggi pada usia
decade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden yang
rendah dan angka harapan hidup rata-rata di Negara maju lebih tinggi. Prevalensi epilepsy
berdasarkan jenis kelamin di Negara-negara Asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi
daripada wanita.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri atas dua
jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom
epilepsi.
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1 Kejang neonates familial benigna
2.1.2 Kejang neonates benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2 Kriptogenik atau simtomatis (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut
1. Bangkitan Partial
Manifestasi dari bangkitan partial sebagian besar dipengaruhi oleh bagian korteks yang
terkena. Pada kejang ini dapat mengenai daerah lobus temporal, frontal, occipital, dan
parietal.
- Sinkron atau a
sinkron
Jenis-jenis - Amygdalo- - Supplementary
bangkitan hippocampal motor seizures
- Cingulate
(mesiobasal
-Anterior
limbic or
frontopolar
rhinoencephalic)
region
seizure -Orbitofrontal
-Dorsolateral
- Opercular
- Motor cortex
- Kojewnikos’s
syndrome
2. Bangkitan umum
a. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik
(sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini
biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran
hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata
penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan
benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya
lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran
yang khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara
menyeluruh.
b. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal
yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensepalopati metabolik.
c. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
d. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan
tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit
lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar
secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
e. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang
muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat
adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat.
f. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh
secara tiba-tiba.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak, misalnya;
cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.
2.5 PATOFISOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut:1
1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic
2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan
tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk
lokalisasi, seperti:
- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan penunjang
CT scan, MRI, PET Scan
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
ELEKTROENSEFALOGRAFI
EEG menunjukkan pola yang didefinisikan dengan aktivitas listrik otak normal atau abnormal ,
bersama dengan lokasi . pola abnormal dapat berupa nonspesifik atau spesifik .
2.7
DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder.
2.8 TERAPI
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapainya kualitas hidup optimal untuk penyandang epilepsi sesuai dengan
perjalanan penyakit dan diasbilitas fisik maupun mental yag dimilikinya. Terapi pada epilepsi
dapat berupa terapi farmakologi dan non farmakologi.
maka kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti
dengan OAE yan g lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan
OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah
maksimal.
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile
Myoclonic Epilepsi)
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan , demikian pula halnya dengan profil farmakologis
tiap OAE dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE
Strategi untuk menceghah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom
epilepsi dan karakteristik penyandang.
Pada penggunaan fenitoin EKG harus dilakukan terlebih dahulu karena Efek samping fenition
pada sistem cardiovascular adalah aritmia dan hipotensi. Aritmia dapat berupa bradycardia, heart
block, ventricular tachycardia, dan ventricular fibrilasi.
PENGHENTIAN OAE
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat waktu 3-
6 bulan
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
TERAPI TERHADAP EPILEPSI RESISTEN OAE
Yang dimaksud dengan epilepsi resisten OAE adalah kegagalan setelah mencoba dua
OAE pilihan yang dapat ditoleransi, dan sesuai dosis ( baik sebagai monoterapi atau kombinasi)
yang mencapai kondisi bebas bangkitan.
Sekitar 25-30% penyandang akan berkembang menjadi epilepsi resisten OAE. TErapi yang dapat
dilakukan antara lain dengan kombinasi OAE, mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced
seizure) ,terapi bedah ..
Terapi NonFarmakologis
- Vagal Nerve Stimulation (VNS) mungkin efektif untuk kejang (baik fokal maupun partial)
pada anak-anak, untuk kejang terkait Lennox Gastaut syndrome dan untuk masalah mood pada
pasien dewasa dengan epilepsi. (Level C) . VNS dapat dipertimbangkan memiliki efikasi yang
semakin tinggi seiring berjalannya waktu. (Level C)
- Penelitian oleh Schoeler dkk memberi kesan bahwa diet ketogenik dapat dipertimbangkan pada
pasien dewasa dengan kejang refrakter, selain itu diet ketogenik dapat meningkatkan perhatian
dan konsentrasi.
- Intervensi Psikologi
- Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
BAB III
STATUS EPILEPTIKUS
3.1 Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran.Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan
konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. SE merupakan keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan ( dalam waktu
30 menit).Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif
(tidak terdapat bangkitan motorik).
Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan obat
tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis.Apapun OAE yang digunakan
sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau Phenobarbital telah
diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan secara oral atau intravena dengan
monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain dapat diberikan dengan dosis loading
peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan selala 12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam
plasma adekuat, maka obat anestesi dapat diturunkan perlahan.
BAB IV
KESIMPULAN
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Wilner NA. The Ketogenic Diet for Adults with Epilepsy. 2014. Available from :
http://www.medscape.com/viewarticle/829712_2
5. Ravi K. Thimmisetty et al. Oral Phenytoin Toxicity Causing Sinus Arrest: A Case Report.
2014. Available from : http://adc.bmj.com/content/81/4/351.full