Anda di halaman 1dari 11

REFRESHING

“Hipertensi”

PEMBIMBING :
Dr. A. Fahron, Sp.PD

Oleh :
Nama: Fathie Y.R.A. Dano
NIM : 2013730036

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


KEPANITERAAN KLINIK RSIJ CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam
pelayanan primer. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target seperti
jantung, otak, ginjal, mata dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ tersebut
bergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama tekanan darah tinggi
tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati. Studi menunjukan bahwa penurunan rata-
rata tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung
iskemik atau stroke. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan di
Indonesia adalah guideline Joint National Committee JNC 8 tahun 2014. Rekomendasi
JNC 8 dibuat berdasarkan bukti-bukti dari berbagai studi acak terkontrol.

DEFINISI

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah diatas normal yang


ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.

EPIDEMIOLOGI

Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita
hipertensi. Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal akut
hingga kematian.

Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi


hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%. Terlihat prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran
mengunakan kriteria hipertensi JNC 7 cenderung turun dari 31% pada tahun 2007 menjadi 25
% persen tahun 2013. Dalam laporan RISKESDAS 2013 diasumsikan bahwa penurunan
diperkirakan terjadi karena perbedaan alat ukur yang digunakan tahun 2007 tidak diproduksi
lagi pada tahun 2013 dan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang makin membaik pada
tahun 2013.
Dalam sebuah studi metaanalisis yang mencakup 61 studi obervasional
prospektif pada 1 juta pasien yang setara dengan 12 juta orang pertahun ditemukan
bahwa penurunan rerata tekanan darah sistolik sebesar 2 mmHg dapat menurunkan
risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik sebesar 7% dan menurunkan risiko
mortalitas akibat stroke sebesar 10%. tercapainya target penurunan tekanan darah
sangat penting untuk menurunkan kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien
hipertensi.

ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai


hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara
genetik dan interaksi lingkungan.
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal,penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik, endokrin,
dan obat-obatan.

KLASIFIKASI HIPERTENSI

Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89

Hipertensi tingkat 1 140 –159 atau 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

JNC VII
FAKTOR RISIKO

Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko


berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang
mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol
hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, serta pengelolaan
stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pekerjaan
dan kehidupan individu.

Faktor risiko hipertensi lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni
faktor yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.

Faktor yang tidak dapat dikendalikan


a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun
sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian Hasurungan pada
lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun
terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan
umur >70 tahun 2,97 kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring dengan
bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar,
sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih
kaku.

b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita,
dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan tekanan darah
sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi dari pada
wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol),
depresi dan rendahnya status pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan
dan pengangguran.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan risiko
kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika
kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan anaknya menderita hipertensi
sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah satu dari orang tuanya yang menderita
hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.

d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu
sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai
sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa
intervensi terapi, akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu
sekitar 30-50 tahun akan timbul manifestasi klinis.

Faktor yang dapat dikendalikan


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Semakin lama seseorang
merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap maka kejadian hipertensi akan
semakin meningkat. Seseorang yang menghisap lebih dari satu pak rokok sehari
meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2 kali lipat daripada mereka yang tidak.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui
rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Selain itu
merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot jantung. Merokok pada penderta hipertensi akan semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri.
b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari akan mengurangi risiko
kejadian hipertensi, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan
darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau
kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-
8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.

c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan tekanan
darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol
dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.9,10

d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10

e. Psikososial dan stress


Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan
hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga
meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus maka tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis.10
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol HDL
darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang
mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.

g. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan
dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan indeks massa tubuh
berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak menyebabkan hipertensi, namun
prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki
risiko 5 kali lipat lebihbesar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang
dengan berat badan yang normal. .Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

TATALAKSANA

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani hipertensi,


beberapa rekomendasi tersebut antara lain:
 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan
darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada kelompok
usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <150 mmHg dan
tekanan darah diastolik <90 mmHg.
 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan
jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah
diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).
 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan
jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah
sistolik <140 mmHg.
 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140
mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.
 Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140
mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.
 Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus,
terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide, penghambat kanal kalsium,
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor blocker
(ARB).
 Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus terapi
inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat kanal kalsium.
 Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi
antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki outcomepada
ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi
tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus atau bukan.)
 Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila target tekanan darah tidak
tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis obat harus ditingkatkan atau
ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide,
CCB, ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah
menggunakan 2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target tekanan darah
belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena ada
kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat untuk mencapai target tekanan darah maka
terapi antihipertensi dari golongan yang lain dapat digunakan.
Algoritma Hipertensi JNC 8

Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya yang dapat
digunakan:
Perbedaan JNC VII dan JNC VIII
DAFTAR PUSTKA
1. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management
of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA: 2013.
2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52.
3. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Divisi
Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai