Anda di halaman 1dari 19

KONSEP ORGANISASI PROFESI

Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah banyak


mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan
diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal
1 ayat (6) bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,”
Beberapa organisasi profesi kependidikan di Indonesia, disamping PGRI, yang sudah
relatif berkembang pesat diantaranya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Organisasi ini
beranggotakan para sarjana pendidikan dari berbagai bidang pendidikan, yang didalamnya
mempunyai sejumlah himpunan sejenis seperti Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi,
Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa dan sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih
berkembang ialah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Organisasi kependidikan yang mengarah kepeda intenasionalisasi profesi, ada yang
disebut indonesian society for special needs education (ISSE) dan Indonesian society for
adapted Physical Education (ISAPE).Kedua organisasi ini menaruh perhatian pada pendidikan
kebutuhan khusus, terutama bagi kelompok yang mengalami gangguan dalam perkembangan
baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah memberi
manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan profesional,
melindungi anggota dalam melaksanakan layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari
kemungkinan melapraktek dari layanan profesional. (santori, djam’an, 6.22: 2009)
Pengertian Organisasi Profesional
Organisasi profesi adalah organisasi yang anggotanya para praktisi yang menetapkan diri
mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang
tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai individu.
Profesi berasal dari kata profession (bahasa Inggris) yang berakar dari bahasa latin
yaitu professus artinya mampu dan ahli dalam bentuk suatu pekerjaan. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia (1990:702) profesi diartikan sebagai "Bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian tertentu (keterampilan, kejujuran dan sebagainya". Sedangkan menurut
Sikun Pribadi (1976; dalam Oemar Hamalik 2003:1-2) mengatakan profesi itu pada
hakekatnyaadalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seorang akanmengabdikan
dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil
untuk menjabat pekerjaan itu.
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi merujuk pada
pekerjaan yang akan melahirkan suatu pelayanan keahlian khusus, dengan etika yang tumbuh,
norma luhur yang ada pada masyarakat dan berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan.
Profesi merujuk pada jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian, dan tidak bisa dilakukan
oleh sembarangan orang yang tidak terlatih dan dipersiapkan secara khusus untuk pekerjaan itu,
melalui pendidikan atau latihan pra-jabatan (sebelum ia bekerja)dan inservice training (disaat ia
sedang bekerja).
Tujuan Organisasi Profesional
Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 ada lima misi dan tujuan
organisasi kependidikan, yaitu meningkatkan dan atau mengembangkan: karier, kemampuan,
kewenangan profesional, martabat dan kesehjateraan seluruh tenaga kependidikan. Sedngkan
visinya secara umum adalah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
1. Meningkatkan dan atau mengembangkan karier anggota,
Merupakan upaya organisasi profesi kependidikan dalam mengembangkan karier anggota
sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang di maksud adalah perwujudan
diri seorang pengemban profesi secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri
maupuin bagi oran lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktifitas.
2. Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan anggota,
Merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga
kependidikan atau guru, yang mencakup: performance component, subject component,
profesional component. Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi
kependidikan/keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan
kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun program tidak terstruktur.
3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesinal anggota,
Merupakan upaya paraprofesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai
dengan kemampuannya. Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang tidak dapat
dilakukan oleh sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah mengikuti proses pendidikan
tertentu dan dalam waktu tertentu yang relatif lama. Umpamanya, keahlian guru pembimbing
dalam bimbinghan karier, pribadi/sosial, dan bimbingan belajar.
4. Meningkatkan dan atau mengembangkan martabat anggota,
Merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari
perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain, dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai-
nilai kemanusiaan. Ini dapat dilakukan karena saat seorang profesional menjadi anggota
organisasi suatu profesi, pada saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman
perilaku anggota profesi itu. Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan
masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.
5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan,
Merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan
lahir batin anggotanya. Dalam poin ini tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan anggotanya. Tidak disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini merupakan
prioritas utama. Karena selain masalah ini ada kaitannya dengan kelangsungan hidup, juga
merupakan dasar bagi tercapainya peningkatan dan pengembangan aspek lainnya. Dalam teori
kebutuhan maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan
fisiologis yang harus segera dipenuhi.
Fungsi Organisasi Profesional
Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus
juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi
kependidikan berfungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu
dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu organisasi keprofesian.
Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi
kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa
kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi
kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan
tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para
pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi
ini.
2. Fungsi peningkatan kemampuan profesional
fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi
“tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan
mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan
tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang
secara tersirat mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan
profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN
Tahun 1989 : pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk
berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”
Macam-Macam Organisasi Profesi Kependidikan
Bentuk organisaasi profesi kependidikan begitu bervariasi dipandang dari segi derajat
keeratan dan keterkaitan antar anggotanya. Ada tiga bentuk organisaasi profesi
kependidikan. (Abin Syamsudin, 1999) Pertama, berbentuk persatuan (union), antara lain di
Ausrtalia, Singapura, dan Malaysia, misalnya: Ausrtalian Education Union(AUE), National
Tertiary Education Union (NTEU), Singapore Teachers’ Union (STU), National Union of the
Teaching Profession(NUTP), dan Sabah Teachers Union (STU). Kedua, berbentuk federasi
(federation) antara lain di India dan Bangladesh, misalnya: All India Primary Teachers
Federation (AIPTF), dan Bangladesh Teachers’ Federation (BTF). Ketiga, berbentuk aliansi
(alliance), antara lain di Pilipina, seperti National Alliance of Teachers and Office
Workers(NATOW). Keempat, berbentuk asosiasi (association) seperti yang terdapat di
kebanyakan negara, misalnya, All Pakistan Government School Teacher Association (APGSTA)
di Pakistan, dan Brunei Malay Teachers’ Association (BMTA) di Brunei.
Ditinjau dari kategori keanggotaannya, corak organisasi profesi kependidikan beragam pula.
Corak organisasi profesi ini dapat dibedakan berdasarkan (1) Jenjang pendidikan di mana mereka
bertugas (SD, SMP, dll); (2) Status penyelenggara kelembagaan pendidikannya (negeri, swasta);
(3) Bidang studi keahliannya (bahasa, kesenian, matematika, dll); (4) Jender (Pria, Wanita); (5)
berdasarkan latar belakang etnis (cina, tamil, dll) seperti China education Society di Malaysia.
Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan
bahwa organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di
musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang tidak tahu
menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan umum adalah PGRI.
Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga terdapat
organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas
anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan
yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan
serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai banyak devisi yaitu Ikatan
Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia
(HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara
nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu
anggotanya.
a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun
1932.
Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi
lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan. Misi
profesi PGRIadalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan pelaksana
pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun
1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki organisasi profesi
kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.
Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwanasionalise, yaitu komitmen
terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman nilai-
nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaiitu panca sila. Itu sesungguhnya misi
politis-ideologis PGRI, yang dalam perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area polotik
praktis sehingga tidak dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit, terperangkap oleh
kepanjangan tangan orde baru.
Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan
peaturan keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik
keelasan sruktur organisasi sangatlah diperlukan.
Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitanantaranggotanya, PGRI berbentuk
persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan, serta
kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban
profesi kependidikan. Kalau demikian, sesunguhnya PGRI merupakan organisasi profesi yang
memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi
besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan
negara.
b. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada
awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut
komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya
yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para
sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan
kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni dan
teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa
dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang
ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan
profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi
pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.
Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang
terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu
Alam, dan lain sebagainya.
c. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember
1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat
memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan
himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan
bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya. Secara rinci
tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini:
a. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
b. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat
dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian
dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
c. Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga
ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan
(Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
d. Ikatan Guru Indonesia (IGI)
Gagasan pendirian IGI berasal dari diskusi di mailing list antara guru dan
para praktisi pendidikan, dan dilanjutkan dengan aksi nyata melalui pelatihan-pelatihan
peningkatan kompetensi guru, dengan nama Klub Guru Indonesia (KGI). Sambutan para guru di
berbagai kota di Indonesia nampaknya cukup baik, sehingga di mana-mana kegiatan yang
diadakan KGI selalu disambut hangat. Beberapa kota dan propinsi bahkan mulai mendirikan
perwakilan cabang/wilayah. Apresiasi yang diberikan Mendiknas, Dirjen PMPTK dan beberapa
pejabat di Kemdiknas, serta dukungan pemerintah daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota)
setempat, makin mempercepat pertumbuhan organisasi ini.
e. Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)
Sesuai dengan seruan Education International (EI) maka usaha untuk
memperbaiki kondisi kerja guru swasta (dan guru di Indonesia pada umumnya) pada dasarnya
sama artinya dengan memperbaiki kondisi belajar anak-anak Indonesia. Karena guru yang
sejahtera, berkualitas dan terlindungi adalah bagian terpenting dari hak-hak anak Indonesia untuk
memperoleh pendidikan yang berkualitas.
PGSI adalah organisasi profesi guru dan/atau serikat pekerja profesi guru yang bersifat
terbuka, independen, dan non Partai Politik. Visi PGSI : Terwujudnya guru profesional yang
mampu mendorong sistem pendidikan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
f. Persatuan Guru Honor Indonesia (PGHI)
Diinisiasi oleh beberapa perwakilan guru sukarelawan maka terbangunlah kesepakatan
untuk membentuk sebuah wadah perjuangan pada tanggal 01 Oktober 2008 yang kemudian
dinamakan Persatuan Guru Honor Indonesia (PGHI), dimana pengertian guru honor sekolah itu
sendiri adalah semua guru honor yang belum mendapat pembiayaan tetap (gaji tetap) dari
pemerintah tetapi sepenuhnya tergantung kepada kebijakan sekolah tempat ia bertugas.
g. Asosiasi Guru Sains Indonesia (AGSI)
Era globalisasi dengan segala implikasinya menjadi salah satu pemicu
cepatnya perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan bila tidak ada
upaya sungguh-sungguh untuk mengantisipasinya maka hal tersebut akan menjadi maslah yang
sangat serius. Dalam hal ini dunia pendidikan mempunyai tanggung jawab yang besar, terutama
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh sehingga mampu hidup selaras didalam
perubahan itu sendiri. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang hasilnya tidak dapat
dilihat dan dirasakan secara instan, sehingga sekolah sebagai ujung tombak dilapangan harus
memiliki arah pengembangan jangka panjang dengan tahapan pencapaiannya yang jelas dan
tetap mengakomodir tuntutan permasalahan faktual kekinian yang ada di masyarakat.

KONSEP DASAR KODE ETIK

Pengertian etika
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki
oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan
sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control
system”.
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik.[1]Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin etika adalah “ethnic”, yang berarti
kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values.
Secara bahasa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau
tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.
Secara istilah, banyak ahli yang berbicara dari sudut pandang yang berbeda. Dari hal ini
lahirlah definisi etika menurut para ahli yaitu sebagai berikut:
a. Drs. O. P. Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
c. Drs. H. Burhanudin Salam
Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya..
d. Ahmad Amin
Etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Jadi etika adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang dapat dinilai
mana yang baik dan mana yang buruk yang direfleksikan dalam bentuk aturan (kode) tertulis
yang sengaja dibuat secara sistematis berdeasarkan prinsip-prinsip moral yang ada, serta pada
saat dibutuhkan sehingga bisa berfungsi sebagai alat untuk menghakimi tindangan
penyimpangan dari kode etik.
b. Pengertian profesi
Secaraestimologi, istilahprofesiberasal dari bahasaInggrisyaituprofession ataubahasa
latin, profecus, yang artinyamengakui, adanyapengakuan, menyatakanmampu, atauahli
dalammelakukansuatupekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan
yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan
mental; yaitu adanyapersyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan
perbuatanpraktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga
pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Secara bahasa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian,
keterampilan, kejuruan, dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
profesionalisasi ditemukan sebagai berikut:[3]
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejuruan dan sebagainya) tertentu.
Profesional adalah:
a. Bersangkutan dengan profesi.
b. Memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
c. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Pengertian profesi menurut Dr. Sikun Pribadi adalah “ profesi itu pada hakikatnya adalah
suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada
suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk
menjabat pekerjaan itu.[4]
Selanjutnya, Volmel dan Mills dalam Soecipto (2005), mendefenisikan profesi sebagai
suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training yang
bertujuan untuk mensuplai keterampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain.[5]
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu kepandaian khusus
yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh melalui pendidikan karena orang tersebut merasa
terpanggil untuk menjabat pekerjaan tersebut.
Syarat-syarat profesi guru:
Menurut Desi Reminsa, ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain:
1) Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
2) Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
3) Keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran
4) Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
5) Kemampuan meorganisasi dan mencari problem solving(pemecahan masalah)
6) Kreatif
7) Memiliki seni dalam mendidik.
B. Kode etik profesi keguruan
Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi. Sama halnya dengan kata profesi
sendiri, penafsiran tentang kode etik juag belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh,
dapat dicantumkan beberapa kode etik, antara lain sebagai berikut :
1. Pengertian Kode etik profesi
Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis berarti
sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang tertentu. Kode etik suatu
proses yang merupakan norma-norma yang harus diamalkan oleh setiap anggotanya dalam
pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat (E. Mulyasa, 2007: 43).
Norma-norma tersebut berarti petunjuk-petunjuk tentang bagaimana mereka melaksanakan
profesinya dan larangan-larangan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan,
tidak saja dalam menjalankan tugas profesi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa etika profesi keguruan, norma dan batasan-batasan
yang harus dipatuhi oleh seorang guru dalam tindakan serta perbuatannya.
Kode etik guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap
guru dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru. Baik didalam maupun diluar sekolah
serta dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat. Kode etik guru Indonesia merupakan alat yang
penting untuk membentuk sikap profesionalisme para anggota profesi keguruan.
TUJUAN KODE ETIK PROFESI
Etika profesi merupakan standar moral untuk profesional yaitu mampu memberikan
sebuah keputusan secara obyektif bukan subyektif, berani bertanggung jawab semua tindakan
dan keputusan yang telah diambil, dan memiliki keahlian serta kemampuan. Terdapat beberapa
tujuan mempelajari kode etik profesi adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
KODE ETIK GURU INDONESIA

KEPUTUSAN KONGRES XXI-PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA-Nomor :


VI /KONGRES/XXI/PGRI/2013
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KONGRES XXI PGRI,
Menimbang:

 a. bahwa Kongres XXI PGRI telah ditetapkan penyelenggaraannya pada tanggal 1 s.d. 5
Juli 2013 di Jakarta;

 b. bahwa kemajuan dunia pendidikan, ilmu pengetahuan, dan profesi guru telah
berkembang sedemikian pesat sesuai perkembangan dan kemajuan global;

 c. bahwa Kode Etik Guru Indonesia sebagaimana ditetapkan dengan keputusan Kongres
XX PGRI Nomor VI/KONGRES/XX/PGRI 2008, dipandang perlu untuk
disempurnakan;

 d. bahwa penyempurnaan Kode Etik Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf c
perlu ditetapkan dengan keputusan Kongres XXI PGRI;

Mengingat:

1. Akte Pengakuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor J.A. 5/82/12 tanggal 20
September 1954 tentang pengesahan Anggaran Dasar PGRI dan Pengakuan PGRI
Sebagai Badan Hukum, yang telah diperbaharui, terakhir dengan keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU- 161.AH.01.07. Tahun 2011 tanggal 11
Oktober 2011;

2. Keputusan Kongres XX PGRI Nomor XI/KONGRES/XX/PGRI/2008 Tentang Susunan


dan Personalia Pengurus Besar PGRI Masa Bakti XX Tahun 2008-2013, yang telah tiga
kali diubah, yang terakhir dengan keputusan Pengurus Besar PGRI Nomor
759/Kep/PB/XX/2011, tentang Pengisian Jabatan Antar Waktu Ketua Departemen
Kerohanian yang kedua;
3. Keputusan Kongres XX PGRI Nomor VI/KONGRES/XX/PGRI 2008 tentang Kode Etik
Guru Indonesia;

4. Keputusan Kongres XXI PGRI Nomor I/KONGRES/XXI/PGRI/2013 tentang Jadwal


Acara Kongres XXI PGRI;

5. Keputusan Kongres XXI PGRI Nomor II/KONGRES/XXI/PGRI/2013 tentang Tata


Tertib Kongres XXI PGRI;

6. Keputusan Kongres XX PGRI Nomor IV /KONGRES/XXI/PGRI/2013 Tentang


Penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI;

Memperhatikan:

1. Rancangan Penyempurnaan Kode Etik Guru Indonesia yang diajukan oleh Pengurus
Besar PGRI Masa Bakti XX dalam Kongres XXI PGRI;

2. Laporan hasil kerja Komisi D Kongres XXI PGRI yang membahas Kode Etik Guru
Indonesia;

3. Hasil sidang pleno VII Kongres XXI PGRI yang mengesahkan Kode Etik Guru
Indonesia;

M EMUTUSKAN:
Menetapkan:
KEPUTUSAN KONGRES XXI PGRI TENTANG KODE ETIK GURU INDONESIA.
Pertama:
Mengesahkan Kode Etik Guru Indonesia hasil penyempurnaan Kongres XXI PGRI pada tanggal
1 s.d. 5 Juli 2013 di Jakarta.
Kedua:
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan pada Kongres XXI PGRI, sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan keputusan ini.
Ketiga:
Kode Etik Guru Indonesia terdiri atas isi dan penjelasan.
Keempat:
Penjelasan tentang Kode Etik Guru Indonesia akan diatur lebih lanjut oleh Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia.
Kelima:
Pengaturan pelaksanaan tentang Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan oleh Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia.
Keenam:
Dengan ditetapkannya Kode Etik Guru Indonesia ini maka Kode Etik Guru Indonesia yang
ditetapkan dengan Keputusan Kongres XX PGRI Nomor VI/KONGRES/XX/PGRI 2008 tentang
Kode Etik Guru Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Ketujuh:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 4 Juli 2013

KODE ETIK GURU INDONESIA


PEMBUKAAN
Guru sebagai pendidik adalah jabatan profesi yang mulia. Oleh sebab itu, moralitas guru
harus senantiasa terjaga karena martabat dan kemuliaan sebagai unsur dasar moralitas guru itu
terletak pada keunggulan perilaku, akal budi, dan pengabdiannya.
Guru merupakan pengemban tugas kemanusiaan dengan mengutamakan kebajikan dan
mencegah manusia dari kehinaan serta kemungkaran dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membangun watak serta budaya, yang mengantarkan bangsa Indonesia pada
kehidupan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta beradab berdasarkan Pancasila dan
UUD1945 Guru dituntut untuk menjalankan profesinya dengan ketulusan hati dan menggunakan
keandalan kompetensi sebagai sumber daya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
yaitu berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia utuh yang beriman dan bertakwa
serta menjadi warga negara yang baik, demokratis, dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan tugas guru Indonesia terwujud dan menyatu dalam prinsip “ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karsa,tu twuri handayani”.
Untuk itu, sebagai pedoman perilaku guru Indonesia dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia.
BAGIAN SATU
Kewajiban Umum
Pasal 1

 (1) Menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah/ janji guru.

 (2) Melaksanakan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,


menilai dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

BAGIAN DUA
Kewajiban Guru Terhadap Peserta Didik
Pasal 2

 (1) Bertindak profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing,


mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil belajar peserta didik.

 (2) Memberikan layanan pembelajaran berdasarkan karakteristik individual serta tahapan


tumbuh kembang kejiwaan peserta didik.

 (3) Mengembangkan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan


menyenangkan.

 (4) Menghormati martabat dan hak-hak serta memperlakukan peserta didik secara adil
dan objektif.

 (5) Melindungi peserta didik dari segala tindakan yang dapat mengganggu
perkembangan, proses belajar, kesehatan, dan keamanan bagi peserta didik.
 (6) Menjaga kerahasiaan pribadi peserta didik, kecuali dengan alasan yang dibenarkan
berdasarkan hukum, kepentingan pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan.

 (7) Menjaga hubungan profesional dengan peserta didik dan tidak memanfaatkan untuk
keuntungan pribadi dan/atau kelompok dan tidak melanggar norma yang berlaku.

Kewajiban Guru terhadap Orangtua/Wali Peserta Didik


Pasal 3

 (1) Menghormati hak orang tua/wali peserta didik untuk berkonsultasi dan memberikan
informasi secara jujur dan objektif mengenai kondisi dan perkembangan belajar peserta
didik.

 (2) Membina hubungan kerja sama dengan orang tua/wali peserta didik dalam
melaksanakan proses pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan.

 (3) Menjaga hubungan profesional dengan orang tua/wali peserta didik dan tidak
memanfaatkan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Kewajiban Guru terhadap Masyarakat


Pasal 4

 (1) Menjalin komunikasi yang efektif dan kerjasama yang harmonis dengan masyarakat
untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

 (2) Mengakomodasi aspirasi dan keinginan masyarakat dalam pengembangan dan


peningkatan kualitas pendidikan.
 (3) Bersikap responsif terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat dengan
mengindahkan norma dan sistem nilai yang berlaku.

 (4) Bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif untuk menciptakan lingkungan


sekolah yang kondusif.

 (5) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat, serta menjadi panutan bagi masyarakat.

Kewajiban Guru terhadap Teman Sejawat


Pasal 5

 (1) Membangun suasana kekeluargaan, solidaritas, dan saling menghormati antarteman


sejawat di dalam maupun di luar satuan pendidikan.

 (2) Saling berbagi ilmu pengetahuan, teknologi, seni, keterampilan, dan pengalaman,
serta saling memotivasi untuk meningkatkan profesionalitas dan martabat guru.

 (3) Menjaga kehormatan dan rahasia pribadi teman sejawat.

 (4) Menghindari tindakan yang berpotensi menciptakan konflik antarteman sejawat.

Kewajiban Guru terhadap Profesi


Pasal 6

 (1) Menjunjung tinggi jabatan guru sebagai profesi.

 (2) Mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan sesuai kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu pendidikan.

 (3) Melakukan tindakan dan/atau mengeluarkan pendapat yang tidak merendahkan


martabat profesi.

 (4) Dalam melaksanakan tugas tidak menerima janji dan pemberian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tugas keprofesian.
 (5) Melaksanakan tugas secara bertanggung jawab terhadap kebijakan pendidikan.

Kewajiban Guru terhadap Organisasi Profesi


Pasal 7

 (1) Menaati peraturan dan berperan aktif dalam melaksanakan program organisasi
profesi.

 (2) Mengembangkan dan memajukan organisasi profesi.

 (3) Mengembangkan organisasi profesi untuk menjadi pusat peningkatan profesionalitas


guru dan pusat informasi tentang pengembangan pendidikan.

 (4) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat organisasi profesi.

 (5) Melakukan tindakan dan/atau mengeluarkan pendapat yang tidak merendahkan


martabat profesi.

Kewajiban Guru terhadap Pemerintah


Pasal 8

 (1) Berperan serta menjaga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

 (2) Berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan pendidikan.

 (3) Melaksanakan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

SUMBER
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inivatif, (Yogyakarta: Diva
Press,2010)hlm. 32.
Dra. Siti asdiqoh, M.Si, Etika Profesi Keguruan, (Yogyakarta: Trus Media Publishing, 2012)hal.
1-3
Dra. Siti asdiqoh, M.Si, Etika Profesi Keguruan, (Yogyakarta: Trus Media Publishing,
2012)hal4-5
Kode Etik Guru Indonesia Hasil Keputusan Kongres Xxi-Persatuan Guru Republik Indonesia-
Nomor : Vi /Kongres/Xxi/Pgri/2013

Anda mungkin juga menyukai