Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan

Kehilangan dan Berduka

I. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan Berduka

II. PROSES TERJADI MASALAH


A. Tahap Proses Kehilangan
1. Tahap Penyangkalan (Denial)
Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak percaya,
syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan, mengisolasi diri
terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura
senang. Manifestasi yang mungkin muncul antara lain sebagai berikut.
a. “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
b. “Diagnosis dokter itu salah.”
c. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam,
panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa tak
nyaman.
d. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan
(defense mechanism) terhadap rasa cemas.
e. Pasien perlu waktu beradaptasi.
f. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat kematian orang
yang dicintai. Pada tahap ini individu akan beranggapan bahwa orang yang
dicintainya masih hidup, sehingga sering berhalusinasi melihat atau mendengar
suara seperti biasanya. Secara fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare,
sesak napas, detak jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan
waktu yang panjang, beberapa menit sampai beberapa tahun setelah kehilangan.
2. Tahap Marah (Anger)
Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan.
Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang
lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami
hal seperti berikut.
a. Emosional tak terkontrol. “Mengapa aku?” “Apa yang telah saya perbuat
sehingga Tuhan menghukum saya?”
b. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap orang
atau lingkungan.
c. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik. “Peraturan RS terlalu
keras/kaku.” “Perawat tidak becus!”
d. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari sisi
pandang keluarga dan staf rumah sakit.
e. Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan perasaan
yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan stres.
3. Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap tawar-
menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya tidak
melakukan hal tersebut..mungkin semua tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia
tidak memilih pergi ke tempat itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan
sebagainya. Respons pasien dapat berupa hal sebagai berikut.
a. Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah pada masa
hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
b. Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan waktu hidup,
terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.
c. Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua tawar-
menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau diungkapkan secara
tersirat atau diungkapkan di ruang kerja pribadi pendeta. “Bila Tuhan memutuskan
untuk mengambil saya dari dunia ini dan tidak menanggapi permintaan yang
diajukan dengan marah, Ia mungkin akan lebih berkenan bila aku ajukan
permintaan itu dengan cara yang lebih baik.” “Bila saya sembuh, saya akan…….”
d. Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.

4. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak
mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu
menolak makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido. Fokus pikiran ditujukan
pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa yang terjadi pada anak-anak bila
saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya mengatasi permasalahannya tanpa
kehadiran saya?” Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan
tahap yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap
penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada pasien yang dapat
mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.
5. Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan. Fokus pemikiran
terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang. Penerimaan terhadap kenyataan
kehilangan mulai dirasakan, sehingga sesuatu yang hilang tersebut mulai
dilepaskan secara bertahap dan dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu
akan mengungkapkan, “Saya sangat mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi
dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi kepada
pekerjaan saya.........” Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan
akan mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada di satu
tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap penerimaan,
disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila terjadi kehilangan
kembali, maka akan sulit bagi individu untuk mencapai tahap penerimaan dan
kemungkinan akan menjadi sebuah proses yang disfungsional
B. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat depresi
akan sulit mengembangkan sikap optimis suatu permasalahan, termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan.

2. Kesehatan fisik dan mental


Individu dengan fisik, mental serta pola hidup yang teratur cenderung mempunyai
kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu
yang mengalami gangguan fisik dan gangguan mental
3. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam mengetahui perasan kehilangan pada
masa dewasa.
4. Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negative dan perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stress yang
dihadapi.
5. Adanya stressor perasaan kehilangan
Stressor ini dapat berupa stressor yang nyata maupun imajinasi individu itu sendiri.
B. Faktor presipitasi
Stress yang dapat menimpalkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata atau
imajinasi individu seperti kehilangan biopsikososial antara lain kehilangan kesehatan
(sakit) kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran keluarga, kehilangan posisi masyarakat. (Hidayat, A. Azis, 2012)
C. Respon Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis.
2. Marah.
3. Putus asa.
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
D. Respon Spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan.
2. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan.

3. Tidak memilki harapan; kehilangan makna


E. Respon Fisiologis.
1. Sakit kepala, insomnia.
2. Gangguan nafsu makan.
3. Berat badan turun.
4. Tidak bertenagae.
5. Palpitasi, gangguan pencernaan.
6. Perubahan sistem imune dan endokrin
7. Respon Emosional.
8. Merasa sedih, cemas.
9. Kebencian.
10. Merasa bersalah

F. Mekanisme Koping
1. Denial
2. Regresi
3. Intelektualisasi/rasionalisasi
4. Supresi
5. Proyeksi
G. Pohon masalah
Isolasi sosial

Duka cita
terganggu

Koping individu
terganggu

Kehilangan:
orang yg di
cintai

III. Rencana Tindakan Keperawatan


Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.-
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi
dengan oranglain.
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam
mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak
terlibatsecara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang positif
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga
diri klien.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke 1
1. Orientasi

a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi bu, permisi. Sekarang jam 08.00 ya bu, saya ingin
memeriksa tekanan darah ibu.”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana keadaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya bu? Ibu ada
keluhan atau tidak?”
c. Kontrak
“Ibu, mengapa ibu sendirian? Apakah Keluarga ibu tidak ada yang
menemani? Bagaimana kalau saya temani ibu selama 15 menit di sini?

2. Kerja :

“Yang sabar ya ibu, semua ini akan ada proses. Semua tergantung kepada
ibu, ibu harus kuat dalam menjalankan semua ini. Semua ini bukan salah
ibu atau salah siapa pun, ini sudah kehendak yang diatas dan sudah
menjadi jalan tuhan, ibu harus serahkan semua pada yang mengatur ya
bu, ”
3. Terminasi :
Evaluasi respons klien :
a. Subjektif : klien mengatakan sedih atas kehilangan kakinya dan
menganggap semua sudah berakhir
b. Objektif : ‘jadi sekarang ibu masih sedih dengan keadaan ibu. Ibu
harus berusaha sabar, dan ikhlas dalam menjalani semua ini.”

4. Rencana tindak lanjut :


“Ibu, untuk menghilangkan rasa sedih ibu, ada baik nya kalau ibu seing2
berinteraksi dengan orang lain”
5. Kontrak
“Untuk menghilangkan rasa sepi ibu, bagaimana jika besok jam 3 siang
saya akan datang lagi untuk menemani ibu. Sekarang, saya tinggal dulu
ya, bu. Assalamualaikum samapai jumpa lagi besok”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)


Masalah : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke 2

1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“selamat siang ibu, sesuai dengan Janji saya, saya datang ke sini
untuk menemui ibu.”
b. Evaluasi/validasi
“Apa kabar ibu ? bagaimana perasaan ibu saat ini?”
c. Kontrak
“Ibu, bagaimana kalau hari ini ibu menceritakan kesedihan kepada
saya?”
2. Kerja
“Sekarang apa yang ibu rasakan? Apakah ibu bisa menceritakan kepada saya?
Memang pada awalnya kehilangan membuat kita sedih, tapi semua ini adalah
proses. Tergantung kepada kita bu bagaimana cara kita menyikapinya. Coba
ibu bayangkan, kedua tangan ibu masih berfungsi dengan baik. Bagaimana
dengan mata ibu? Masih berfungsi dengan baik juga. Jadi, apa yang kita miliki
sekarang, harus kita syukuri,bu. Ini semua ujian dari Tuhan, kita harus sabar
dengan semua ini.”
3. Terminasi :
a. Subyektif : apa yang ibu rasakan setelah menceritakan kesedihan
ibu kepada saya? Wah, itu bagus Bu , kalau bercerita kepada
orang lain dapat membuat perasaan ibu lega.
b. Obyektif : jadi, sekarang ibu dapat bercerita kepada orang lain
tentang perasaan ini, untuk menurunkan rasa sedih ibu.

4. Rencana tindak lanjut


“Sekarang ibu merasakan kehilangan pada kaki kiri ibu, bagaimana kalau kita
mencari solusi untuk menggantikan kaki kiri ibu?”

5. Kontrak
“Bagaimana kalau kita bicarakan solusinya pada esok hari, bu? Ibu bersedia
jam berapa? Baik, jam 8 pagi besok saya akan datang kepada ibu untuk
mencari solusinya. Saya pamit dulu ya bu. Assalamualaikum, sampai bertemu
besok ya bu”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)


Masalah : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke 3

1. Orientasi
a. Salam
“selamat pagi ibu, masih ingatkah ibu dengan saya? Ya...bagus
ibu masih mengingat saya”
b. Evaluasi
“Bagaimana kabar ibu hari ini? Apakah ibu sudah menceritakan
rasa sedih ibu ke orang lain? Apakah merasa lebih baik bu
perasaannya saat ini?
c. Kontrak
“Sesuai dengan janji kemarin, saya datang untuk membicarakan
tentang solusi menggantikan apa yang hilang di diri ibu.”

2. Kerja
“Ibu, ibu kemarin mengeluh kehilangan kaki kiri ibu, kira-kira apa ya
solusinya? Bagaimana kalau ibu memakai kaki palsu? Apakah ibu mau?
Ada lembaga yang menyediakan kaki palsu gratis, apakah ibu mau
mendaftarkan diri ibu? Kalau begitu, nanti saya carikan formulir untuk
ibu mendaftarkan diri ibu.”
3. Terminasi
a. Subyektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendapatkan
solusi?
b. Obyektif : “Coba kalau nanti ibu bertemu dengan keluarga ibu, ibu
dapat berdiskusi tentang solusi ini. Apakah mereka setuju atau
tidak”
c. Rencana tindak lanjut :
“Baik lah ibu kalau begitu, berhubung waktu sudah habis mungkin
cukup sampai disini pertemuan kita hari ini, jika ibu masih measa
kurang percaya diri tolong di ingat ingat lagi ya bu apa yang
kemarin kita bicarakan, tetap semangat dalam menjalani hidup ya
bu”
4. Kontrak
“Kalau begitu saya akan menemani ibu besok jika ibu masih merasa
gelisah dan masih kurang percaya diri mari kita diskusikan besok ya bu
saya akan kesini lagi besok jam 8 bagaimana ? apakah ibu setuju? Kalau
begitu saya pamit dulu ya bu assalamualaikum, sampai jumpa besok ya
bu”
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005.Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.2.

Suseno, Tutu April. 2004.Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998.Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk


Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.4.

Stuart and Sundeen. 1998.Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai