Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Darah adalah salah satu jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai
penghubung (alat transport) yang sel-selnya tertahan dan dibawa dalam matriks
cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental pula. Cairan
ini emiliki pH 7,35 sampai 7,45. Warna darah bervariasi dari merah sampai merah
tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah itu
sendiri (Subowo, 1992).
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu
menjadi tersedia, specimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan
untuk penelitian dan pemeriksaan. Sediaan apus darah ini tidak saja untuk
mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga dapat digunakan untuk
menghitung perbandingan antar masing-masing jenis sel darah (Dorland, 2002).
Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut
metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan
mengoles atau membuat selaput (film). Film darah (sediaan oles) dapat diwarnai
dengan berbagai macam metode. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk
mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk
mengidentifikasi parasit-parasit darah misalnya Tripanosoma, Plasmodia dan lain-
lain dari golongan protozoa. (Suntoro, 1983).
Berdasarkan teori diatas maka praktikum ini dilaksanakan untuk memahami
cara pembuatan sediaan darah menggunakan metode oles, memahami perbedaan
sitologi darah pada amfibi, aves, dan mamalia, selain itu juga untuk mengetahui
macam – macam leukosit pada manusia serta dapat membuat HEMOGRAM
leukosit.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mempelajari dan memahami pembuata sediaan darah dengan
metode oles (smear)
2. Mahasiswa dapat membedakan perbedaan sitologi darah pada amfibi, aves
dan mamalia.
3. Mahasiswa memahami kegunaan pembuatan sediaan darah dengan metode
oles (smear)
4. Mengetahui perbedaan dan fungsi dari Eritrosit dan bermacam-macam
Leukosit
5. Mengetahui persentase normal bermacam-macam Leukosit dan
membandingkannya dengan hasil pengamatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan
atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya
terdiri dari sel darah (Evelyn, 2008).
Darah adalah salah satu jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai
penghubung (alat transport) yang sel-selnya tertahan dan dibawa dalam matriks
cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental pula. Cairan
ini emiliki pH 7,35 sampai 7,45. Warna darah bervariasi dari merah sampai merah
tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah itu
sendiri (Subowo, 1992).
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang
sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama
dalam plasma darah adalah albumin. Protein lainnya adalah antibody
(imunoglobin) dan protein pembekuan. Pada dasarnya, darah mempunyai 3 fungsi
utama, yaitu membantu pengangkutan zat-zat makanan, perlindungan atau
proteksi dari benda asing dan mengatur regulasi kandungan air jaringan,
pengaturan suhu tubuh dan pengaturan pH (Subowo, 1992).
Fungsi sel darah merah yang paling utama adalah mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh. Kemampuan ini dikarenakan adanya hemoglobin dalam sel darah
merah. Hemoglobin mempunyai dua rantai α dan β serta 4 gugus heme., yang
masing-masing berikatan dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus heme
dapat mengikat satu molekul oksigen dengan baik. Kemampuan ini dipengaruhi
oleh 4 faktor antara lain tekanan parsial O2, pH, konsentrasi 2,3-difosfogliserat,
dan konsentrasi CO2 (Lehninger, 1993).
2.2 Macam – macam darah
Menurut Subowo 1992, darah dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
1. Sel darah merah (Eritrosit)
Eritrosit berbentuk diskus bikonkaf, yaitu bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7,65 mikrometer. Eritrosit merupakan sel yang
paling banyak dibandingkan dengan sel lainnya. Eritrosit mengandung
hemoglobin, yang berfungsi untuk mengikat sel darah merah dan
membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
jaringan tubuh.
2. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah
putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel
darah putih yang bekerjasama untuk membangun mekanisme utama tubuh
dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antinodi. Dibedakan
berdasarkan ada tidaknya granula terbagi atas granulosit (Neutrofil,
Eusinofil, dan basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit).
a) Granulosit
1. Neutrofil
Neutrofil berfungsi membantu melindungi tubuh melawan
infeksi balteri, jamur ataupun mikroorganisme berbahaya
yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu juga berperan dalam
mencerna atau memfagositosis benda asing sisa-sisa
peradangan. Ada dua jenis neutrofil yaitu neutrofil berbentuk
pita dan bersegmen. Neutrofil meiliki 3-5 lobus yang
terhubungkan dnegan benang-benang kromatin tipis.
2. Eusinofil
Eusinofil meiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar.
Sel ini memiliki inti yang berlobus dua dan berdiamater 12-
15 mikrometer. Berfungsi sebagai fagositosik lemak.
Jmlahnya akan meningkat ssaat terjadi alergi atau penyakit
parasit, tetapi akan berkurang selama stress berkepanjangan.
3. Basofil
Basofil memiliki sejumlah sitoplasma besar dan bentuknya
tidak beraturan.
b) Agranulosit
1. Limfosit
Mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada makrofag dan
neutrofil. Memiliki inti yang relative besar, bulat sedikit
cekung pada satu sisi..
2. Monosit
Merupakan sel leukosit yang relative besar 3-8% dari
jumlah leukosit normal, diamternya 9-10 mikrometer. Inti
biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk
tapal kuda.
3. Trombosit
Merupakan partikel yang relative menyerupai sel, dengan ukuran lebih
kecil daripada eritrosit ata pun leukosit. Berperan dalam proses
pemebekuan darah setelah terjadi luka. Trombosit berkumpul pada daerah
yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktifan. Selanjutnya,
trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk
filament atau fibril-fibril penutup luka.

2.3 Sediaan darah


Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan mikroskop cahaya pada
umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak hanya
digunakan untuk mrmpelajari sel darah tapi juga digunakan untuk
menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan
preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode
oles (metode smear) yangmerupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles
atau membuat selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan
cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian
difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup (Suntoro, 1983).
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca
sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca
sediaan bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan
ynag lain bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar
didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari
tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama
dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua
diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung
sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut kira- kira 45o tepat
didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata, maka
dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat
sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah
sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan
sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan
Wright yang merupakan modifikasi metode Romanosky (Maskoeri, 2008).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa
yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang
telah dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5
menit. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya
menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat
kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar
yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit,
leukosit, trombosit, atau yang lain (Maskoeri, 2008).
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Mikroteknik Hewan yang berjudul Membuat Sediaan Darah
dengan Metode Oles (Smear) dilakukan pada Hari Senin 19 Februari 2018,
pukul 13.00 WIB, di Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Hewan Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah jarum
frankel/lancet pena, spuit 1cc, testube (eppendorf) 2.5 mL, gelas benda, kaca
penutup, kapas, tisu, tusuk gigi, killing bottle,mikroskop cahaya, bak bedah,
alkohol 70%, EDTA bubuk, pemulas Giemsa 3%, klorofom, katak, burung
merpati, Homo sapiens.

3.3 Cara Kerja


A. Koleksi Darah Katak
1. Katak di narkose dalam killing bottle,yang sebelumnya telah
dimasukkan kapas dan klorofom
2. Katak ditelentangkan di atas bak bedah yang telah dialasi tisu
kering
3. Permukaan kulit katak ditetesi dengan air, dengan menggunakan
jarum injeksi 1cc darah, dihisap dari jantung. Posisikan jarum
injeksi didaerah thorax – abdominal yang mengarah kejantung.
4. Darah dihisap 0,5-1cc dan segera di masukkan kedalam tube
eppendorf yang sebelumnya sudah diberi bubuk EDTA.
5. Testube digoyang dengan perlahan (kira-kira10x, caranya dengn
memegang testube dengan ibu jari jan jari telunjuk).
6. Dilanjutkan dengan cara apusan darah.
B. Koleksi darah Burung
1. Burung diletakkan di atas bak bedah yang telah dialas tisu, tanpa
proses anastesi, hati-hati dalam handling burung
2. Sayap burung direntangkan, perhatikan dengan baik adanya
pembuluh darah (jika diperlukan, bulu-bulu dicabut). Jika suda
terlihat, bagian sayap diusap dengan kapas yang telah diberi
alkohol 70%.
3. Digunakan jarum injeksi 1cc, darah dihisap sebanyak 0,5-1 cc dan
segera dimasukkan ke dalam tube eppendorf yang sebelumnya
telah diberi bubuk EDTA.
4. Testube digoyang secara perlahan (kira-kira 10x, caranya dengan
memegang testube dengan ibu jari dan jari telunjuk).
5. Sayap diusap kembali dengan kapas yang telah dberi alkohol 70%
6. Dilanjutkan dengan cara apusan darah
C. Koleksi Darah Manusia
1. Darah di ambil dari jari ketiga atau keempat dari tangan yang tidak
dominan
2. Jari diusap dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 70%
3. Digunakan pena lancet jari ditusuk, buang tetesan darah pertama
dengan mengusap dengan tissue steril.
4. Diambil tetesan darah kedua dan selanjutnya, kemudian tetesan
darah diletakkan pada sisi kanan gelas benda.
5. Jari diusap lagi dengan kapas yang telah diberi alkohol 70% dan
tekan dengan ibu jari agar darah tidak keluar
6. Lanjutkan dengan cara kerja apusan darah.
D. Pembuatan sedian apusa darah
1. Disediakan dua gelas
2. Darah ditetesi ke bagian kanan gelas benda I yang bersih dan bebas
lemak (kira-kira 2,5 cm dari tepi kanan kaca benda). Untuk kdarah
katak dan burung, darah diambil dari tube eppendorf dengan
menggunakan dua batang tusuk gigi
3. Diambil gelas benda II, disentuhkan salah satu ujung pada kaca
benda I di sebelah kiri tetesan darah sehingga kedua gelas benda
tersebut membentuk sudut 450 ke kanan.
4. Gelas benda II digerakan ke kanan (digeser perlahan-lahan),
sehingga tetesan darah berada di sudut antara gelas benda I dan II
membentuk garis tipis
5. Gelas benda II digerakan ke kiri dengan cepat (digeser dengan
cepat dan teratur) tanpa merubah besar sudutnya. Darah akan
membentuk lapisan (film) tipis yang homogen di gelas benda 1.
6. Dibiarkan beberapa saat hingga film darah mongering
E. Pewarnaan sediaan apusan darah
1. Sediaan difiksasi methanol selama 5 menit. Fiksasi dilakukan
dengan cara merendam sediaan di dalam staining jar yang diisi
methanol atau dengan meneteskan fiksatif ke permukaan sediaan
yang telah diletakkan di atas rak secara horizontal.
2. Diatur sediaan di rak. Diteteskan pewarna giensa diatas sediaan
hingga apusan tertutup seluruhnya oleh pewarna, biarkan selama
30 menit.
3. Dicuci sediaan dengan aquadest dan biarkan mengering pada suhu
ruangan. Sebaiknya gelas benda diposisikan vertikal agar air tidak
mengering di atas apusan darah yang akan mengganggu
pengamatan
4. Sediaan diamati dengan mikroskop cahaya dari perbesaran kecil
hingga perbesaran besar
5. Foto hasil pengamatan pada setiap perbesaran 4x, 10x, dan100x
(jangan lupa memberi minyak imersi pada pengamatan dengan
lensa obyektif 100x)
6. Diamati perbedaan sel darah merah katak, burung, dan manusia
7. Pengamatan dan pembuatan HEMOGRAM leukosit, dibuat table
jumlah leukosit dari setiap 100 leukosit, caranya adalah sebagai
berikut :
a. Diamati leukosit dari perbesaran lemah hingga diperoleh area
yang akan diperiksa, yaitu bidang pandang pada sel darah, lalu
pindah ke perb kuat.
b. Siapkan table hemogram sebagai berikut :
c. Tentukan jenis dan jumlah leukosit yang ditemukan yang
ditemukan pada setiap bidang pandang. Setiap kolom untuk 10
leukosit, sehingga 10 kolam akan diperoleh 100 leukosit. Untuk
mendapatkan data yang baik, pilihlah bidang pengamatan
secara acak namun merata ke seluruh apusan , tetapi jangan
sampai ke bidang pandang yang pernah diamati sebelumnya.
d. Hitunglah persentase dari masing-masing jenis leukosit
tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari praktikum pembuatan preparat sel darah amfibi, aves, dan mamalia yang
dilakukan maka diperoleh dasil sepertiya tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Hasil pengamatan apusan darah amfibi

Perbesaran 4X10

Tabel 2. Hasil pengamatan apusan darah aves

Perbesaran 40X10
Tabel 3. Hasil pengamatan apusan darah mamalia
Bidang Pandang 1
1. Neutrofil : 14
2. Eosinofil :0
3. Basofil :2
4. Limfosit :9
5. Monosit :1

Bidang Pandang 2
1. Neutrofil :8
2. Eosinofil :2
3. Basofil :1
4. Limfosit :4
5. Monosit :2

Bidang Pandang 3
1. Neutrofil :5
2. Eosinofil :1
3. Basofil :2
4. Limfosit :1
5. Monosit :1
Bidang Pandang 4

1. Neutrofil :7
2. Eosinofil :0
3. Basofil :2
4. Limfosit :1
5. Monosit :2

Bidang Pandang 5

1. Neutrofil :7
2. Eosinofil :1
3. Basofil :0
4. Limfosit :5
5. Monosit :2

Bidang Pandang 6
1. Neutrofil :1
2. Eosinofil :0
3. Basofil :1
4. Limfosit :2
5. Monosit :1
Bidang Pandang 7

1. Neutrofil :2
2. Eosinofil :0
3. Basofil :0
4. Limfosit :3
5. Monosit :0

Bidang Pandang 8

1. Neutrofil :0
2. Eosinofil :0
3. Basofil :0
4. Limfosit :3
5. Monosit :1

Bidang Pandang 9

1. Neutrofil :0
2. Eosinofil :0
3. Basofil :0
4. Limfosit :3
5. Monosit :0
Bidang Pandang 10
1. Neutrofil :0
2. Eosinofil :0
3. Basofil :1
4. Limfosit :2
5. Monosit :0

4.2 Hemogram Leukosit Manusia


Jenis Bidang Pandang

leukosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofil 14 8 5 7 7 1 2 0 0 0 44
Eosinofil 0 2 1 0 1 0 0 0 0 0 4
Basofil 2 1 2 2 0 1 0 0 0 1 9
Limfosit 9 4 1 1 5 2 3 3 3 2 33
Monosit 1 2 1 2 2 1 0 1 0 0 10
Jumlah 10
26 17 10 12 15 5 5 4 3 3
sebenarnya 0
Jumlah 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
diharapkan 0

4.3 Perhitungan
44
% Neutrofil = 100 𝑥100% = 44%
4
% Eosinofil = 100 𝑥100% = 4%
9
% Basofil = 100 𝑥100% = 9%
33
% Limfosit = 100 𝑥100% = 33%
10
% Monosit = 100 𝑥100% = 10%

4.4 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, percobaan yang dilakukan yaitu pembuatan
sediaan darah dengan metose oles (smear) berupa pembuatan preparat darah
katak, burung, dan mamalia. Pada pembuatan preparat darah katak, burung, dan
mamalia digunakan metode smear apus tipis, karena hanya menggunakan pewarna
tunggal yaitu Giemsa. Sebelum dilakukan pewarnaan dilakukan terlebih dahulu
proses fiksasi selama lima menit dengan menggunakan alkohol 70%, proses ini
bertujuan untuk mempertahankan sel agar tidak rusak dan sediaan melekat erat
pada gelas benda. proses pewarnaan selama 30 menit menggunakan pewarna
giemsa. Tujuan pewarnaan pada pembuatan preparat adalah untuk mempertajam
atau memperjelas berbagai elemen jaringan, terutama sel-selnya sehingga dapat
dibedakan dan diamati dengan mikroskop. Tanpa pewarnaan jaringan akan
transparan sehingga sulit untuk diamati. Setelah proses pewarnaan, preparat dicuci
dengan menggunakan aquadest, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa
pewarna. Penggunakan bubuk EDTA berfungsi sebagai antikoagulan, yaitu untuk
mencegah terjadinya penggumpalan darah.
Setelah selesai diwarnai sediaan darah dapat diamati menggunakan
mikroskop. Pada sediaan darah amfibi dan aves terlihat sel - sel darah merah
berbentuk lonjong dengan inti berada di tengah. Sedangkan pada pengamatan sel
darah merah mamalia terutama pada manusia tidak terlihat adanya inti, hanya
terlihat sel darah merah berbentuk seperti cakram bikonkaf. Tidak adanya inti sel
ini memberikan keuntungan pada organisme tersebut sebagai alat transportasi
oksigen keseluruh tubuh secara efektif dan efisien. Tidak adanya nukleus memberi
ruang cukup banyak untuk pengangkutan oksigen, juga menjadikan struktur
eritrosit menjadi bikonkaf sehingga jarak tepi ke pusat sel menjadi lebih pendek
dalam hal ini dapat mempercepat pertukaran oksigen dari sel darah merah ke
jaringan.
Pada pengamatan ini juga dilakukan perhitungan presentase leukosit yang
dibuat HEMOGRAM. Setelah dilakukan tabulasi didapat presentase neutrofil
sebesar 44%, eosinofil sebesar 4%, basofil 9%, limfosit 33%, dan monosit 10%.
Menurut referensi yang diperoleh, jenis sel darah putih yang paling banyak adalah
neutrofil dengan presentase sebesar 50-70 %, sedangkan yang sedikit adalah
eusinofil, yaitu krang dari 5% dan basoil yaitu kurang dari 1% (Sloane, 2003).
Namun pada hasil pengamatan yang didapat presentase neutrofil tidak sampai
50% hal ini mungkin dapat disebabkan pemilihan bidang pandang yang krang
tepat, dan dapat pula disebabkan pada proses pengelompokan dan penghitungan
terjadi kesalahan akibat kurang ketelitian. Sama seperti presentase basofil yang
juga tidak sesuai dengan referensi karena dari hasil pengamatan yang dilakukn
didapat presentase basofil sebesar 9% sementarapada referensi dikatakan bahwa
presentasi basofil seharusnya kurang dari 1%. Tingginya nilai presentase basofil
pada hasil pengamatan mungkin disebabkan karena pendonor sedang dalam
kondisi kesehatan yang kurang baik. Selain itu untuk nilai presentase eusinofil
setelah pengamatan didapat hasil yang sesuai dengan referensi yaitu kurang dari
5%, yaitu sebesar 4% yang artinya tidak terdapat banyak parasit dalam tubuh,
karena fungsi utama eusinofil berhubunan dengan parasit dalam tubuh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan sediaan mikroskopis
adalah metode oles (smear method). Metode oles adalah suatu cara
membuat sediaan mikroskopis dengan jalan mengoles atau membuat
selaput tipis dari bahan yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas
obyek.
2. Sitologi eritrosit pada mamalia dewasa tidak berinti, sedangkan pada
bangsa burung, dan amfibi memilki inti.
3. Pembuatan sediaan darah dengan metode oles berguna untuk mengamati
dan mempelajari sitologi darah, sum-sum tulang merah, pulpa putih lien,
dan eksudat dari berbagai jaringan yang meradang.
4. Eritrosit berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh serta leukosit
berfungsi sebagai pertahanan dan perbaikan tubuh organisme. Leukosit
terbagi menjadi granulosit polirfonuklear (neutrofil, eusinofil, basofil) dan
agranulosit monokulear (monosit dan eosinofil).
5. Neutrofil memiliki persentase terbanyak dibandingkan tipe leukosit
lainnya, yaitu sebesar 44%.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya disarankan agar mencoba menggunakan
hewan uji lain, seperti kadal agar dapat dilihat perbandingan sitologi darah
tiap kelasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, Jakarta: EGC.
Evelyn C.Pearce. 2008. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Maskoeri, Jasin. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Subowo. 1992. Histologi umum. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Anda mungkin juga menyukai