Anda di halaman 1dari 3

9.

Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam dua
macam zat pelarut yang tidak saling bercampur,dengan kata lain perbandingan
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air. Hal tersebut
memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat larut dalam air dan ada pula
yang dapat terlarut dalam pelarut organik. Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses
pemisahan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Pada umumnya metode ini digunakan untuk
sampel yang tidak larut dalam air.
Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan komponen kimia dari sampel
berdasarkan tingkat kepolarannya.
Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut yangtidak saling
bercampur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak.
Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut yang memiliki
atom dari unsur halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang
lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan akan berada di
atas. Tujuannya untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan
yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar
akan masuk ke pelarut non polar.
Partisi - Fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur -
Senyawa yang akan dipisahkan akan berpartisi antara fase diam dan fase gerak. Karena fase
diam memberikan daerah yang sangat luas bagi fase gerak, maka pemisahan berlangsung
lebih baik.

5. nheksan < kloroform < etanol < etil asetat < metanol < air\

metanol
Perbedaan keelektronegatifan Senyawa yang ion-ionnya membentuk 2 kutub
dengan muatan yang berlawanan (δ+ danδ-) menyebabkan terbentuknya suatu dipol.
Semakin besar perbedaan keelektronegatifan atom-atom dalam suatu molekul,
menyebabkan molekul tersebut bersifat semakin polar.

Jika dicampurkan dengan pelarut akan larut. Jika senyawa yang ion-ionnya
bermuatan sama (δ+ danδ+) atau (δ- danδ-) tidak ada perbedaan keelektronegatifan
(perbedaan keelektronegatian = 0), sehingga tidak terbentuk muatan / dipol. Jika dilarutkan
terjadi pengendapan

Pengaruh bentuk molekul Senyawa yang memiliki bentuk molekul simetris bersifat
non-polar. Contoh : CH4 , CCl4, dsb. Senyawa yang memiliki bentuk molekul tidak simetris
karena ada pasangan electron bebas (PEB) bersifat polar. Contoh : NH3, H2O, PCl3, dsb.

maka dapat diketahui pelarut yang bersifat polar dan bersifat nonpolar. Kepolaran
suatu senyawa dipengaruhi oleh simetris tidaknya bentuk molekul dan titik lebur.Pelarut-
pelarut di atas yang termasuk
senyawa polar adalah :
etanol, methanol ,air
sedangkan untuk senyawa nonpolar adalah:
benzena, sikloheksana, n-heksana, kloroform.

4. Etanol Sering digunakan sebagi pelarut dalam laboratorium karena mempunyai kelarutan
yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Etanol
memiliki titik didih yang rendah sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam
proses distilasi. 2. n-Heksana Merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat minyak yang
terkandung dalam biji–bijian dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk. Pelarut ini
memiliki titik didih antara 65–70 oC. 3. Isopropanol Merupakan jenis pelarut polar yang memiliki
massa jenis 0,789 g/ml. Pelarut ini mirip dengan ethanol yang memiliki kelarutan yang relatif tinggi.
Isopropanol memiliki titik didih 81-82oC. 4. Etyl Asetat Etil asetat merupakan jenis pelarut yang
bersifat semi polar. Pelarut ini memiliki titik didih yang relatif rendah yaitu 77oC sehingga
memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses destilasi. 5. Aseton Aseton larut
dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter,dll. Ia sendiri juga merupakan pelarut
yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa
kimia lainnya. 6. Metanol Pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam
proses isolasi senyawa organik bahan alam.

pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi
senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan golongan metabolit sekunder

Penggunaan pelarut kloroform (non polar) pada ekstraksi simplisia awal dengan jumlah yang
lebih banyak dimaksudkan untuk memaksimalkan hidrolisis (pemecahan) dan penarikan senyawa
yang terdapat dalam sampel

pelarut non polar memiliki kemampuan untuk memecah kandungan lemak (lipida) yang
terdapat dalam serbuk yang ekstraksi. Dengan pemecahan lemak tersebut maka akan memudahkan
dalam mengekstraksi senyawa target flavonoid yang memiliki sifat polar. Senyawa polar biasanya
akan lebih baik diekstraksi dengan pelarut golongan polar seperti etanol atau metanol. Hal ini
sejalan dengan Markham (1988), untuk membebaskan senyawa yang kepolarannya rendah seperti
lemak, terpena, klorofil, xantofil dan lainnya dengan ekstraksi memnggunakan heksana atau
kloroform.
Absorbsi flavonoid yang sangat rendah disebabkan oleh karena dua faktor utama, yaitu 1). Flavonoid
merupakan molekul dengan rantai yang beragam sehingga tidak cukup kecil untuk dilarutkan dengan
difusi langsung. 2). Flavonoid merupakan tipe molekul yang memiliki kelarutan yang rendah dalam
minyak dan lipid lainnya. Hal ini sangat membatasi kemampuan flavonoid untuk melewati
kandungan lemak dari luar membran sel. Keberadaan lipid diluar membran sel tersebut harus
dihidrolisis terlebih dahulu dengan pelarut non polar untuk menghilangkan lipid pada membran luar
sel. Hal ini memudahkan pelarut polar dengan polaritas yang seimbang dengan flavonoid seperti
metanol untuk melarutkan senyawa flavonoid yang terkandung dalam S. cristaefolium tersebut.
Prashant, et. al., (2009) lebih jauh menjelaskan bahwa material awal dari kandungan flavonoid tidak
dapat larut dengan pelarut seperti kloroform, diethyl eter atau benzene. Dengan demikian, ekstrak
yang akan dilanjutkan dalam pemisahan dan identifikasi senyawa flavonoid adalah ekstrak dari
pelarut polar yaitu ekstrak metanol.

Ekstrak pekat yang diperoleh digunakan dalam uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT) menggunakan larva A. salina umur 48-72 jam untuk mengetahui kemampuan aktifitas
senyawa dalam ekstrak. Dari uji toksisitas dapat diketahui ekstrak yang aktif untuk dilanjutkan ke
tahap isolasi dan identifikasi senyawa.

7. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan
untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):

RF atau retention factor adalah nilai perbandingan relatif antar sampel yang
menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam dimana rf dapat
dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh komponen dengan jarak yang
ditempuh eluen. Semakin besar nilai Rf dari suatu sampel maka semakin besar pula
jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi Lapis Tipis pun
sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai