Anda di halaman 1dari 3

 PEREBUTAN HEGEMONI DI INDONESIA OLEH BANGSA BARAT

 1. Pengertian Hegemoni berasal bahasa Yunani, egemonia yang berarti penguasa atau
pemimpin. Secara ringkas, pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap
kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral.
Artinya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis
penguasa.

 2. Bentuk Hegemoni Menurut Gramsci, faktor terpenting sebagai pendorong


terjadinya hegemoni adalah faktor ideologi dan politik yang diciptakan penguasa
dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat.

3. Terbentuknya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Mengingat begitu


banyaknya kesulitan yang dihadapi pedagang-pedagang Belanda, maka atas usul
dari John van Olden Barnaveld, dibentuklah sebuah kongsi dagang yang disebut
Vereenigde Oostindische Compagnoe (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602, dengan
Gubernur Jenderalnya Pieter Both yang berkedudukan di Ambon.

4.Persekutuan Dagang Hindia Timur (VOC) dibentuk dengan tujuan sebagai berikut.
a.Menghilangkan persaingan di antara sesama pedagang Belanda. b.Agar mampu
bersaing dengan pedagang-pedagang asing lainnya, bahkan menghancurkan mereka.
Kongsi dagang itu mendapat pengesahan dari pemerintah Belanda berupa hak oktroi
yang terdiri atas 46 pasal. Di antara pasal-pasal itu yang terpenting berbunyi sebagai
berikut. a.Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) mendapat hak berdagang di
daerah-daerah sebelah timur dari Cabo da Boa Esperanza (Tanjung Harapan) sampai
Selat Magelhaens. b.Orang atau badan lain tidak diperbolehkan berlayar atau
berdagang di daerah tersebut. c.VOC berhak di daerah tersebut atas nama pemerintah
antara lain merebut daerah-daerah, mendirikan benteng-benteng, mengadakan
perjanjian dengan raja-raja, membentuk angkatan darat dan laut, memaklumkan
perang atau damai, mencetak mata uang sendiri, dan menjalankan fungsi kehakiman.
Hak-hak tersebut di atas sebenarnya milik suatu pemerintahan yang sah, tetapi karena
diberikan kepada badan perkumpulan itu, maka VOC bertindak seperti sebuah
pemerintahan.

5.Ternate di tahun 1606. Sultan Said gundah. Kesultanan Ternate dikuasai Spanyol. Ia
lantas bersekutu dengan Serikat Dagang Hindia Timur atau VOC untuk menggempur
Spanyol. Namun, alih-alih merebut kedaulatan, Ternate secara perlahan justru lalu
dicengkeram VOC. Padahal, pada tahun 1575, Kesultanan Ternate di bawah pimpinan
Sultan Baabulah berdiri amat tegak setelah berhasil mengusir Portugis dan kemudian
menguasai Benteng Gamalama milik Portugis. Sebuah perjuangan yang cukup
panjang karena Portugis baru berhasil diusir setelah melewati pengepungan terhadap
Benteng Gamalama selama lima tahun. Namun, tiga dekade kemudian, Sultan Said
harus menyelamatkan diri, meninggalkan Ternate. Di tengah kegundahan itu, ia
mengutus seorang bangsawan untuk meminta bantuan VOC mengusir Spanyol. VOC
menyambut dengan sejumlah syarat, yakni mendapat hak monopoli cengkeh di
wilayah Ternate dan diperbolehkan membangun benteng. Dari kesepakatan itu,
berdirilah Benteng Oranje. Tahun 1610-1619, benteng itu menjadi kantor pusat VOC
di Nusantara. Belakangan, saat JP Coen menjabat gubernur jenderal ke-4 VOC, ia
memindahkan pusat operasional VOC ke Batavia.

 6. Konstelasi politik Sekitar empat abad lalu, Benteng Oranje menjadi potongan
puzzle menarik dari gambar besar konstelasi politik lokal saat itu yang berkelindan
dengan pusaran perebutan hegemoni di antara bangsa Eropa. Jika elite yang terpecah
menjadi satu sisi koin yang memudahkan masuknya kolonialisme dan menyebabkan
runtuhnya kerajaan-kerajaan Nusantara pada abad ke-16, kesalahan dalam membaca
persaingan hegemoni bangsa-bangsa Eropa saat itu menjadi sisi lain dari koin yang
sama. Keputusan mengundang masuk VOC tidak terlepas dari kondisi elite
Kesultanan Ternate yang sedang gundah karena kekalahan melawan Spanyol.
ketidakmampuan Sultan Ternate dan elite kesultanan dalam mengelola diplomasi
membuat VOC semakin kuat di Ternate. Saat itu VOC menggunakan strategi
monopoli rempah, membangun kekuatan militer lewat benteng, dan menanamkan
pengaruh ke struktur Kesultanan Ternate. Setelah mendapatkan konsesi, VOC tidak
pernah benar- benar terlibat pertempuran skala besar dengan Spanyol yang me-
nguasai Benteng Gamalama. Mereka seolah berbagi pengaruh atas Ternate.

7.Merusak keseimbangan Awal masuknya Portugis dan Spanyol ke Ternate dan
Tidore pada dekade kedua abad ke-16 juga tidak lepas dari upaya penguasa lokal
untuk memanfaatkan kekuatan asing itu. Ternate mengundang Portugis yang tiba di
Maluku tahun 1512. Sementara itu, Tidore mengundang Spanyol yang tiba satu
dekade lebih lambat. Kendati bersaing, elite kedua kesultanan itu sebenarnya terikat
kekerabatan karena pernikahan. Namun, kehadiran kekuatan asing di Ternate dan
Tidore merusak perimbangan kekuatan di Maluku yang terdiri atas empat pilar, yakni
Kesultanan Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Bulletin of the School of Oriental
Studies, University of London, 1930, memuat naskah surat Sultan Ternate Abu Hayat
kepada Raja Portugal di Lisabon pada 27 April dan 8 November 1521. Pada surat 8
November, Abu Hayat menuturkan kekhawatirannya soal bantuan militer yang
diberikan Raja Castille dari Spanyol untuk Sultan Tidore. Bantuan itu berupa dua
kapal militer: Victoria dan Trinidad yang membawa 40 senjata api dan 70 busur
panah. Mereka juga dijanjikan bantuan 20 kapal lagi pada tahun berikutnya. ” Tiada
harap lain, selain ayahanda Sultan Portugal juga memeliharakan anakanda dan negeri
Ternate,” tulis Abu Hayat dalam suratnya. Saat itu Portugis dan Spanyol tengah
bersaing menemukan kekayaan di ”benua baru”.

 8.Kendati kedua kerajaan itu terikat perjanjian Tordesillas tahun 1494 untuk berbagi
wilayah pengaruh, konteks hubungan antarnegara bangsa pramodern saat itu sangat
kental dengan nuansa politik realis. Niccolo Machiavelli, pemikir politik Italia, juga
seorang realis yang hidup di masa itu, menulis karya-karya pemikirannya berdasar
refleksi pada situasi politik saat itu. Dalam bukunya, The Prince, yang menjadi klasik,
ia mendorong pemimpin mengutamakan kepentingan negara, kekuatan, dan
rasionalitas. Etika dan moral bisa dinomorduakan. Belakangan, persaingan Spanyol
dan Portugis dalam merebut hegemoni perdagangan rempah surut saat Raja Spanyol
Felipe II pada 1580 mengambil klaim mahkota Kerajaan Portugis. Ia kemudian
memerintahkan pasukan Spanyol di Manila, Filipina, bersama Tidore menyerbu
Ternate yang diperintah Sultan Said. Jatuhlah Ternate ke tangan Spanyol. Di Banda
Naira yang menjadi penghasil pala pun terjadi persaingan antara Inggris dan VOC.
Namun, kekuatan armada dua kekuatan Eropa itu tidak seimbang. Para orang kaya,
pemimpin di Banda Naira, menggunakan Inggris untuk mematahkan monopoli
dagang VOC. Namun, hal ini berakhir dengan pembantaian sadis pada tahun 1621. JP
Coen beserta pasukannya yang diperkuat tentara bayaran dari Jepang membantai
orang Banda Naira. Williard A Hanna dalam Indonesian Banda: Colonialism and Its
Aftermath in the Nutmeg Islands mencatat 44 orang kaya dibawa ke benteng Nassau
di Pulau Naira, lalu dipenggal dan dipotong menjadi empat bagian. Penduduk Banda
Naira yang saat itu berjumlah belasan ribu jiwa, setelah peristiwa tersebut, hanya
tersisa ratusan orang. Sebagian tewas terbunuh, kelaparan, atau dijual sebagai budak
oleh JP Coen.

Anda mungkin juga menyukai