Setelah merebut Malaka pada tahun 1511, Portugis melanjutkan pelayarannya ke Maluku.
Pada tahun 1513, Portugis berhasil menguasai Ternate dan Tidore. Pada waktu itu, Ternate dan
Tidore sedang bermusuhan. Kedua kesultanan tersebut saling bersaing agar bisa menguasai
kawasan Maluku. Untuk memperoleh kekuatan baru sehingga dapat mengalahkan lawan maka
Ternate bersekutu dan menerima dengan baik kedatangan Portugis. Bahkan orang-orang Portugis
diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate. Dengan bantuan Portugis, Akhirnya Tidore dapat
dikalahkan. Pada tahun 1521, datanglah kapal Spanyol. Armada ini adalah sebgian dari armada
Magelhaens. Kedatangan kapal Spanyol tersebut dianggap sebagai musuh dan saingan oleh
Portugis. Pada tahun 1524, Spanyol datang lagi ke Maluku. Kedatangan Spanyol diterima
dengan baik oleh Kesultanan Tidore. Pada waktu itulah di Maluku berkembang persaingan tajam
antara Ternate yang bersekutu dengan Portugis dan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol.
Akhirnya, pecahlah perang antara Terjate dan Tidore. Pda tahun 1529, Portugis bersama Ternate
menyerang Tidore. Dalam peperangan ini, pasukan Portugis dan Ternate mengalahkan pasukan
Tidore yang didukung Spanyol. Pada tahun 1534, diadakan perjanjian antara Spanyol dan
Portugis untuk membagi daerah operasi. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian
Tordesillas. Sejak saat itu, kapal-kapal Spayol tidak lagi berlayar di perairan Maluku. Dengan
demikian, orang-orang Portugis bebas mengembangkan kekuasaan dan memonopoli
perdagangan di Maluku. Sikap kasar dan motif penyeberangan agama dari orang portugis
menimbulkan rasa tidak senang dikalangan rakyat Maluku Ternate yang semula bersekutu
dengan Portugis akhirnya memusuhi Portugis. Dala suatu pertempuran, rakyat Ternate berhasil
membakar benteng Portugis. Perlawanan terhadap Portugis juga datang dari rakyat Tidore.
Puncak pertempuran terjadi setelah diketahui bahwa Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis.
Sultan Hairun dibunuh dalam suatu jamuan makan yang diadakanPortugis pada tahun
1570. Akibat dari peristiwa tersebut, maka di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan
Hirun), rakyat Maluku menuntut balas dengan menyerang Portugis. Rakyat Maluku berhasil
mengusir Portugis dari perairan Maluku Utara setelah berperang selama lima tahun (1570-1575).
Kemenangan Sultan Sultan Baabullah tersebut membawa arti penting bagi masyarakat
Maluku. Secara perlahan-lahan sistem monopoli perdagangan dihilangkan. Orang-orang Portugis
terpaksa pindah ke pulau lain di Ambon sampai 1605. Secara perlahan, Kedudukan bangsa
Portugis di Maluku terdesak oleh Belanda. Akhirnya, orang-orang Portugis meninggalkan
Maluku. Mereka menetap di Pulau Timor bagian timur (Timor Timur).
Dikuasainya Malaka pada tahun 1511 oleh orang-orang Portugis merupakan ancaman
tersendiri bagi Kesultanan Demak. Ketika itu, demak sebagai kesultanan Islam dan kesultanan
maritim yang sedangmengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Islam di pelosok Nusantara.
Karena itu, sejak hadirnya orang-orang Portugis di Malaka, maka Kesultanan Demak bertekad
mengusirnya.
Pada tahun 1512, Kesultanan Demak dibawah pimpinan Pati Unus (Pangeran Sabrang
Lor) dengan bantuan Kesultanan Aceh menyerang Portugis di Malaka. Namun, serbuan demak
tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan serangan Demak itu tidak membuat putus asa. Untuk
itu dilakukan penyerangan sekali lagi bersam kesultanan Johor dan kesultanan Aceh, tetapi tetap
berhasil di patahkan oleh portugis. Hal ini karna persenjataan orang-orang portugis lebih kuat
dan lengkap dari pada prajurit demak
Penyempitan daerah Banjar, dari waktu ke waktu berdasarkan perjanjian dengan Belanda,
berpangkal pada adanya hasil tertentu di daerah kesultanan yang dapat diperdagangkan. Hasil
tersebut adalah lada, rotan, damar, emas dan intan. Hasil-hasil ini yang mengundang orang asing
(Belanda dan Inggris) datang ke tempat daerah Banjarmasin.
Pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan, terlebih setelah mendengar kabar
tentang pengasingan Pangeran Hidayat saudara sepupunya ke Jawa. Kemahirannya dalam
bertempur cukup memberi kepercayaan kepada pengikut atas kepemimpinanya. Karena
kepercayaan ini, pada tanggal 14 Maret 1862 rakyat mengangkat Antasari sebagai pemimpin
tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin yang membawa
pengaruh besar bagi kepemimpinan Pangeran Antasari. Pangeran Antasari memimpin
perlawanan terhadap Belanda sampai akhir hayatnya pada tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu
Teweh, tempat pertahanannya yang cukup kuat. Setelah Pangeran Antasari meninggal,
perlawanan rakyat masih terus berlangsung dipimpin teman-teman seperjuangan dan putra-putra
Pangeran Antasari antara lain Pangeran Muhammad Seman (Gusti Matseman). Belanda
menyadari bahwa kekuatan perlawanan rakyat terletak pada para pemimpin-pemimpin mereka.
Oleh karena itu, para pemimpin itu selalu dicari untuk ditangkap ataupun dibunuh. Dengan
menyerahnya ataupun meninggalnya pemimpin-pemimpin mereka, perlawanan rakyat Banjar
terhadap Belanda lumpuh dan akhirnya padam sama sekali yaitu setelah gugurnya Gusti
Matseman pada tahun 1905.