Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering


dijumpai adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic
hyphaema. WaIaupun rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan
penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering
mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral.
Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi satu - masalah
yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu
ocular emergencies. HaI ini disebabkan karena masih seringnya timbul
komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan di samping cara perawatan yang
terbaik masih di perdebatkan oleh para ahli.
Di Turki, tercatat sejak januari 2006 sampai desember 2011 ada 136
pasien yang dirawat dengat diagnosa hifema grade 3 dan grade 4 disebabkan
karena adanya trauma tumpul.
Gejala Klinis dari hifema sendiri dipengaruhi oleh seberapa banyak
volume darah dan berapa jumlah eritrosit yang ada di ruang bilik mata depan.
Untuk itu perlu dilakukan anamnesis serta pemeriksaan yang lengkap sehingga
dapat ditentukan dengan tepat penatalaksanaan apa yang akan dilakukan.

Hifema | 1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal Swhlemm) dan taji sklera (scleral spur).2

Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula


berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke
corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin
mengecil ketika mendekati kanal Schlemm.

Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap bilik mata depan, dikenal
sebagai anyaman uvea, bagian luar, yang berada didekat kanal Schlemm, disebut
anyaman korneosklera. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam
anyaman trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah
dalam di antara corpus ciliare dan kanal Schlemm, tempat iris dan corpus ciliare
menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran
pengumpul dan vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.2

Hifema | 2
2.2. Definisi Hifema

Hifema adalah keadaan adanya darah di bilik mata depan yang dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan
siliar yang robek.3,5

Hifema adalah kondisi yang menyakitkan yang terjadi ketika darah


mengumpulkan di dalam bagian depan mata. Darah dapat menutupi sebagian atau
seluruh pupil dan iris serta dapat menyebabkan turunnya visus karena
menghalangi cahaya masuk ke mata.8

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera
oculi anterior). Perdarahan bilik bola mata ini akibat rudapaksa yang merupakan
akibat tersering karena persentuhan mata dengan benda tumpul.7

2.3. Epidemiologi

Dari 100.000 pasien mata, 17 diantaranya menderita hifema.5 Hifema


mengenai usia 7-12 tahun sebanyak 39,7 % dengan pria sebesar 80,1% dan wanita
19,9 % atau 4:1. Dengan tingkat kejadian lebih banyak pada mata kiri dari pada
mata kanan, yaitu sebanyak 41,7% dan 52,9%. Namun tidak ditemukan adanya
data yang menyebutkan bahwa hifema menyerang kedua mata.6

Berdasarkan faktor penyebabnya, 39% disebabkan oleh batu, 18,4 %


disebabkan senjata mainan dan 42,6% disebabkan benda-benda tumpul lainnya.6

2.4. Etiologi

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul yang mengenai mata.


Namun tidak jarang disebabkan juga oleh adanya infeksi pada mata, pembekuan
darah di mata dan adanya kanker pada mata.8

Hifema | 3
2.5. Patofisiologi

Hifema merupakan akibat dari suatu trauma tumpul yang mengenai mata
yang menyebabkan kerusakan arteri dan cabang saluran air mata di iris dan badan
siliar. Trauma tumpul menyebabkan tekanan pada anterior-posterior bola mata
dan merangsang ekspansi terhadap bola mata. Ekspansi ini menyebabkan stres
terhadap struktur bilik mata depan dan menyebabkan darah keluar dari iris dan
badan siliar.5

Pasien dengan hifema biasanya mengalami peningkatan ataupun


penurunan tekanan intra okuli. Penurunan tekanan intra okuli merupakan hasil
dari kerusakan struktur bilik mata depan yang disertai iritis dan peningkatan aliran
produksi air mata. Sedangkan peningkatan intra okuli disebabkan pembendungan
kanal trabekula oleh darah dan sel-sel inflamasi.5

Sel darah merah segar dapat dengan mudah melewati trabekula meshwork
namun apabila telah terdapat plasma, fibrin dan sel-sel inflamasi lainnya dapat
menyebabkan obstruksi aliran trabekula meshwork dan menyebabkan terjadinya
hifema.5

Pada kasus yang berat, peningkatan tekanan intra okuli menyebabkan sumbatan
papillari dan menimbulkan gumpalan pada bilik mata depan dan bilik mata
belakang. Pada mata yang normal, aliran aqueous dari bilik mata belakang
menimbulkan jarak antara iris dan lensa dan bilik mata depan. Namun sebagai
akibat dari peningkatan tekanan intra okuli di bilik mata belakang menimbulkan
tekanan terhadap anterior iris, yang mana menyebabkan terhimpitnya semua
trabekula meshwork.5

2.6. Klasifikasi

Tingkatan dari hifema ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam bilik


depan bola mata: Pembagian mengenai tingginya hifema sangat berbeda-beda dari
berbagai pengarang:

Hifema | 4
Tetapi pembagian yang cukup berguna dan paling sering digunakan adalah
pembagian menurut :7
Edward & Layden :7
 Hifema tmgkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
 Hifema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
 Hifema Tingkat III bila perdarahan lebih dari 1/2 bilik depan mata.

Rakusin membaginya menurut :7


 Hifema tingkat I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
 Hifema tingkat II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
 Hifema tingkat III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
 Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.

Dr. Priscilla Lenihan dan Dr. Dorothy Hitchmoth, staff optometrist di Maine
Healthcare at Bangor membagi menjadi:5
 Microhyphema : Red blood cells suspended in the AC without the
formation of a layered clot
 Grade 1 : layered blood occupying less than one-third of the AC
 Grade 2 : layered blood filling one-third to one-half of the AC
 Grade 3 : layered blood filling one-half to less than the total volume of the
AC

Hifema | 5
 Grade 4 : blood filling the entire volume of the AC
 Eight-ball : total hyphema of blackish-purplish color

2.7. Manifestasi Klinis


Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.4
Selain itu pada anamnesa ditemukan adanya trauma, terutama mengenai
matanya.
Pada pemeriksaan mata ditemukan perdarahan pada bilik depan bola mata
(diperiksa dengan flashlight). Kadang-kadang ditemukan gangguan tajam
penglihatan. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan
pericorneal. Penderita mengeluh nyeri pada mata, fotofobia (tidak tahan terhadap
sinar),sering disertai blepharospasme. Kemungkinan disertai gangguan umum
yaitu lethargia, disorientasi, somnolent.7

Hifema | 6
2.8. Penatalaksanaan
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan,
namun pada dasarnya adalah :7
1. Menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3. Meng-eliminasi darah dari bilik depan boIa mata dengan mempercepat
absorbsi
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu Perawatan dengan
cara konservatif/tanpa operasi, dan Perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.7

2.8.1. Perawatan dengn Cara Konservatif


Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila mana hifema
penuh, dan penyerapan sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea (penimbunan
pigmen darah dalam kornea) atau glaukoma sekunder. Apabila hifema tidak
mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata meninggi, dilakukan tindakan
pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan (parasentesis).3,4
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi dan mata ditutup. Pada anak
yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi
penyulit glaukoma.3
Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata
depan sebaiknya diistirahatkan. Pemberian steroid tetes harus segera dimulai.
Aspirin dan antiinflamasi nonsteroid harus dihindari.dilatasi pupil dapat
meningkatkan resiko perdarahan kembali sehingga ditunda sampai hifema reda
dengan peyerapan spontan. Oleh karena itu, pemeriksaan dini secara berkala
untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di
kornea akibat pigmen besi.2

Hifema | 7
1. Tirah baring sempurna ( bed rest total):
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat
(diberi alas bantal) kurang dari 60° (1), Hal ini akan ngurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita meng-evaluasi jumlah perdarahannya.
Ada persesuaian-pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini
sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus
hifema.Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring
sempurna absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya
komplikasi perdarahan sekunder.2,7

2. Bebat mata.
Mengenai pemakian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para sarjana.Edward- Layden lebih condong untuk menggunakan bebat
mata pada mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola
mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata
akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat
penderita. (matanya) tidak istirahat.7
Akhirnya Rakusin mengatakan bahwa dalam pengamatannya tidak
ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak
terhadap absorbsi, timbuInya komplikasi maupun prognosa bagi tajam
penglihatannya.7

3. Pemakaian obat-obatan7
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema
tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan,
mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud
di atas digunakan obat-obatan seperti:7
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan. Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.7

Hifema | 8
(b) Midriatika & Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan
kerugian sendiri-sendiri: Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Gombos menganjurkan pemberian midriatika bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis: Akhirnya Rakusin membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja: Darr
menentangnya dengan tanpa menggu nakan kedua golongan obat tersebut pada
pengobatan hifema.7

(c) Ocular Hypotensive Drug


Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler:
Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan
bahwa cara ini tidak rutin.2,7

(d) Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Yasuna
menganjurkan pemberian prednison 40 mg/hari secara oral segera setelah
terjadinya hifema guna mengurangi perdarahan sekunder.7

(e) Obat-obat lain


Sedativa diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan analgetika
bilamana timbul rasa nyeri.2,7

2.8.2. Perawatan Operatif

Hifema | 9
Hifema harus dievakuasi secara bedah bila tekanan inrtraokular tetap
tinggi (>35mmHg selama 7 hari atau 50mmHg selama 5 hari) untuk menghindari
keruskaan nervus optoicus dan pewarnaan kornea, tetapi terdapat resiko terjadinya
perdarahan kembali. Jika pasien mengidap hemoglobinopati, besar kemungkinan
terjadi atrofi optik glaukomatosa, dan pengeluaran bekuan darah secara bedah
harus dipertimbangkan lebih awal.2,3
Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di
sentral dan membilas (lavage) bilik mata depan. Dimasukkan alat irigasi dan
probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk
menghindari kerusakan irirs dan lensa. Jangan mencoba mengeluarkan bekuan
yang terdapat di sudut bilik mata depan atau di jaringan iris. Disini dilakukan
iridektomi perifer.2
Cara lain untuk membersihkan bilik mata depan adalah dengan evakuasi
viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan
viskoelasti, dan sebuah insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat ( dari insisi
pertama ) untuk memungkinkan hifema di dorong keluar.2
Adapun cara operasi lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi hifema
adalah:
1. Paracentesa : mengeluarkan cairan / darah dari bilik depan bola mata
melalui lubang yang kecil di limbus.3,7
2. Melakuakan irigasi bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.7
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
corneoscleranya sebesar 120 derajat.7

2.9. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada hifema adalah ;
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping
komplikasi dari traumanya sendiri berupa : dislokasi dari lensa, ablatio retina,
katarak dan irido dialysis: Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada
tingginya hifema.7
1. Perdarahan sekunder:

Hifema | 10
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6(3,5,7,8,10,11),
sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder
ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari
perdarahan primernya.7

2. Glaukoma sekunder:
Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah insidensinya
20%, sedang di R:S: Dr: Soetomo sebesar 17,5%.7

3. Hemosiderosis comea:
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang
lama (2 tahun). Insidensinya 10%.7

Hifema | 11
BAB III
KESIMPULAN

Hifema atau adanya darah di bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek.
Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya traum. Hifema
biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bilamana hifema penuh, dan
penyerapan sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea ( penimbunan pigmen darah
dalam kornea ) atau glaukoma sekunder.

Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata
tinggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan
(parasentesis).

Hifema | 12
Daftar Pustaka

1. B. Stack, Lawrence. Hifema. Ophthalmologic Emergencies.


2. Eva, Paul Riordan dan John P.Whitcher. 2013. Vaughan & Asbury,
Oftalmologi Umum. Trauma Mata & Orbita.Jakarta : EGC. Hal: 377-378
3. Ilyas, Sidarta dkk. 2010. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum Dan
Mahasiswa Kedokteran. Edisi-2. Trauma Tumpul Mata. Jakarta :Sugeng
Seto. Hal:266
4. Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2012.Ilmu Penyakit Mata. Trauma
Mata. Jakarta :Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal: 268.
5. Lenihan, Priscilla dan Dorothy Hitchmoth. 2014. Traumatic Hyphema : A
Teaching Case Report. Bangor, Maine: Maine healthcare system. Hal:110-
118
6. Mehmet, Fatih. 2012. Demographic and etiologic characteristics of
children with traumatic serious hyphema. Turki : Department of
Ophthalmology, Dicle University Faculty of Medicine. Hal: 357-362
7. Soeroso,Admadi. 1990. Cermin Dunia Kedokteran. Perdarahan Bilik
Depan Bola Mata Akibat Rudapaksa (Traumatic Hyphaema). Surakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSU Mangkubumen.
Hal:44-46
8. Wilson, Shayla. 2014.Hyphema.Michigan: Kellog Eye Center, University
of Michigan Health System. Hal:1-2

Hifema | 13

Anda mungkin juga menyukai