Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini penyakit batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung empedu biasanya
asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi umum di dunia. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
ultrasonografi abdomen. Kira-kira 20% wanita dan 10 % pria usia 55 sampai 65 tahun memiliki batu
empedu. Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit batu
empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis dan terapi dibanyak
pembedahan, bedah laparoskopi meningkat penggunaannya baik pada pasien rawat inap ataupun
rawat jalan.
Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasifdiperkirakan menjadi trend bedah masa depan.
Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara maju akan menggunakan teknik ini. Di
Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai
California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim
Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan
Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa rumah
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien dengan laparoscopy cholelitiasis
laparoscopy cholelitiasis
f. Mengetahui instrumen yang dipakai dalam tindakan laparacopy
2
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Memberikan penanganan yang baik dan benar pada klien dengan laparoscopy cholelitiasis
2. Bagi masyarakat
3. Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien laparoscopy cholelitiasis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
a. Cholelitiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam
kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin,
garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa
berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.
Lokasi batu empedu bisa bermacam–macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus
koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti
buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yangdisekresi secara terus
menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-
kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah
hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus. Pada banyak orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula
b. Laparoscopy
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara dinding depan
perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum
Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian,
Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi
pengangkatan batu dan kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak
empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Beberapa keuntungan dari tindakan laparascopy ini antara lain :
4
1) Nyeri pasca bedah jauh lebih ringan
2) Membantu menegakkan diagnosa lebih akurat
trendelenburg, miring kekiri 30° kearah operator, operator berada disebelah kiri pasien, asisten
dan instrumen sebelah kanan pasien
1. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling
penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa
factor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak factor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu.
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
5
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
b. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan
dengan orang usia yang lebih muda
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu. Ini
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease,
2. Manifestasi Klinis
6
d. Tachycardia
e. Diaphoresis
f. Demam
g. Flatus, rasa beban epigastrium, heart burn
3. Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (
batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain
adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna
dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan
solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk
pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan
tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas
kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.
4. Komplikasi
sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai
b. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus
sitikus.
c. Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan
berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan
e. Pembentukan fistula
7
f. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu
empedu yang besar kedalam lumen usus.
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian,
hanya 15% hingga 20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
b. Ultrasonografi.
pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat, dan dapat
digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG
tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Dilaporkan
prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan melalui intravena. Preparat ini kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan dalam system bilier. Selanjutnya
dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mengerjakannya, membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pemeriksaan pilihan, kolesistografi masih
digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung
mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh
hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
8
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu,
bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam iopanoat (Telepaque),
iodipamie meglumine (Cholografin) dan sodium ipodat (Oragrafin). Semua preparat ini
diberikan dalam dosis oral, 10-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-X. sesudah
diberikan preparat kontras, pasien tidak boleh mengkonsumsi apapun untuk mencegah
atau makanan laut. Jika tidak ada riwayat alergi, pasien mendapat preparat kontras oral
pada malam harinya sebelum pemeriksaan radiografi dilakukan. Foto rontgen mula-mula
dibuat pada abdomen kuadaran kanan atas. Apabila kandung empedu tampak terisi dan
dapat mengosongkan isinya secara normal serta tidak mengandung batu, kita dapat
menyimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit kandung empedu. Apabila terjadi penyakit
kandung empedu, maka kandung empedu tersebut mungkin tidak terlihat karena adanya
Kolesistografi pada pasien yang jelas tampak ikterik tidak akan memberikan hasil yang
bermanfaat karena hati tidak dapat mengekskresikan bahan kontras radiopaque kedalam
kandung empedu pada pasien ikterik. Pemeriksaan kolesistografi oral kemungkinan besar
akan diteruskan sebagai bagian dari evaluasi terhadap pasien yang telah mendapatkan
6. Penatalaksanaan Medis
penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan
yang kecil dan terbatas, dan kecilnya kejadian ileus pasca operasi dibandingkan dengan teknik
open laparotomi.
Namun kerugiannya, trauma saluran empedu lebih umum terjadi setelah laparoskopi
dibandingkan dengan open cholesistektomi dan bila terjadi pendarahan perlu dilakukan
laparotomi.. Kontra indikasi pada Laparoskopi cholesistektomi antara lain: penderita ada resiko
tinggi untuk anestesi umum; penderita dengan morbid obesity; ada tanda-tanda perforasi
9
seperti abses, peritonitis, fistula; batu kandung empedu yang besar atau curiga keganasan
kandung empedu; dan hernia diafragma yang besar.
Teknik Mensterilkan
Alat medis harus didekontaminasi secara menyeluruh sebelum digunakan, termasuk instrumen
laparascopy. Bahan untuk mensterilkan harus mendapatkan kontak dengan permukaan alat agar proses
sterilisasi pada objek tersebut dapat terjadi. Ada 2 macam sterilisasi yang dapat digunakan, yaitu :
Teknik sterilisasi suhu tinggi menggunakan uap air sebagai medianya, dengan mekanisme koagulasi
sel protein. Suhu yang digunakan antara 1100 – 1340 C. Tetapi, tidak semua instrumen dapat
disterilkan dengan suhu tinggi, contohnya : instrumen yang terbuat dari kaca/lensa, karet, atau
plastik
Keuntungannya :
- Tidak beracun
- Ramah lingkungan
- Ekonomis
- Efektif untuk alat-alat logam dan tenun
10
Mesin Autoclave
Teknik sterilisasi suhu rendah digunakan untuk memproses instrumen yang tidak tahan panas.
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan mesin Sterrad / Plasma (hydrogen Peroxide), mesin EO
gas / ethylene oxide (EtO), atau menggunakan cairan cidex / Glutaraldehyde (Desinfektan Tingkat
Tinggi).
Sterilisasi dengan menggunakan mesin Sterrad / Plasma (hydrogen Peroxide) membutuhkan waktu
Sterilisasi dengan mesin EO gas / ethylene oxide (EtO) hanya dapat diterapkan pada instrumen fiber
optic, alat-alat anestesi, alat-alat respirator, dan alat-alat implant. Waktu yang dibutuhkan adalah
3,5 jam.
digunakan untuk mensterilkan alat-alat laparascopy. Dilakukan dengan merendam instrumen dalam
11
campuran 16 cc cidex dan 4 liter steril water selama 30 menit. Selama proses merendam, pastikan
semua bagian instrumen terendam, atur posisi agar tidak saling silang, untuk kabel sebaiknya
direndam dalam posisi melingkar. Selanjutnya, tutup bak perendaman, agar tidak terjadi penguapan
konsentrat cidex. Setelah perendaman selesai, bilas dengan steril water, kemudian keringkan dengan
Teknik Pencucian
Instrumen habis pakai dibersihkan dari kotoran dan darah. Kemudian dilepas perbagian dengan
12
C. Proses Keperawatan
1. Pengakajian
2. Pengkajian Fisik pasien pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu.
3. Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di area
badan.
4. Sistem Kardiovaskuler pasien apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi apakah
pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.,
kamar operasi.
Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi
terhadap obat ?
Diagnosa keperawatan :
proses penyakit.
13
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total
adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah
dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental pasien : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar atau
terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas atau takut menghadapi
prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisik pasien : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat
3) Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin pasien. Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.
Diagnosa keperawatan :
2) Status sirkulatori pasienMeliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan pasien meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
8) Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang memperberat
atau memperingan
Diagnosa keperawatan :
14
2. Asuhan Keperawatan Perioperatif
N NANDA NOC NIC
O.
perasaan takut yang 2.Mencari informasi yang kepada klien setiap akan melakukan
Batasan karakteristik :
- Gelisah
- Mengekspresikan
kekhawatiran karena
perubahan dalam
peristiwa hidup
- Ketakutan
Faktor yg berhubungan :
- Ancaman pada status
terkini
15
tentang penyakit dan Pengetahuan: Proses 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit,
dengan topic tertentu. komplikasi dan cara 4. Berikan informasi pada klien dan
Definisi : Rentan
sumber defensive
individu, yang dapat
mengganggu kesehatan.
Faktor resiko :
- Pajanan peralatan
kesehatan
16
Definisi: Selama tindakan pembed 1. Menentukan peralatan dan instrume
9. Mendokumentasikan anestesi
Shock prevention
uat
(luka, drainage)
17
7. Mempertahankan kepatenan
jalan nafas
b.d luka post operasi terjadi. 2. Catat karakteristik luka bekas operasi
epidermis dan/ atau Tahap Pertama 4. Bersihkan luka bekas operasi dengan
dermis. Kriteria hasil : sabun antibakteri yang cocok
Batasan Karakteristik : · Kerusakan kulit tidak 5. Sediakan perawatan luka bekas
18
dapat diantisipasi atau 6. Ajarkan teknik non farmakologis
perilaku
Faktor yg berhubungan:
Agens cedera fisik
(proses pembedahan)
DAFTAR PUSTAKA
Laurentius A. Lesmana. 2006. PenyakitBatuEmpedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :Pusat
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agun
g Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: E
GC
Nanda edisi 10, Jakarta: EGC
Nic, Noc , edisi 6, Jakarta:EGC
19