Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (2014) remaja adalah penduduk

dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut BKKBN (2014) menyebutkan

rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Sedangkan

menurut Kemenkes RI (2014) remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-

18 tahun. Usia remaja ini dianggap penting karena menjadi jembatan antara

masa kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung

jawab (Kusmiran, 2014).

Masa remaja adalah masa transisi, dimana terjadi perubahan pada dirinya

baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Dariyo, 2014). Masa remaja

merupakan periode perubahan, dimana perubahan dalam sikap, dan perilaku

selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Kemenkes RI, 2015).

Oleh karena itu masa-masa yang tercantum di atas disebut juga masa pubertas.

Masa pubertas merupakan masa yang ditandai dengan kematangan organ-

organ reproduksi, baik organ reproduksi primer yaitu untuk pria menghasilkan

produksi sperma dan wanita menghasilkan sel telur dan reproduksi sekunder

yaitu untuk laki-laki tumbuh kumis dan perempuan tumbuhnya rambut

kemaluan, payudara (Jose, 2010). Organ reproduksi memerlukan perawatan

khusus, terutama bagi perempuan. Organ ini sangat vital sehingga harus dijaga

kebersihannya untuk kenyamanan dan mencegah dari infeksi akibat bakteri

1
atau virus. Maka diperlukan perawatan khusus untuk area genetalia yaitu

dengan vaginal hygiene (Tristant, 2016).

Pentingnya bagi perempuan merawat kebersihan genetalia dengan vaginal

hygiene dengan benar dan sejak dini (Nurhayati, 2013). Sebelum perempuan

melakukan perilaku menjaga kebersihan organ genetalia yaitu vaginal

hygiene, ada dua tahap yang dilalui yaitu pengetahuan dan tindakan.

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan terhadap obyek terjadi melalui

panca indera manusia yaitu penglihatan (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan

suatu tindakan yaitu dengan membasuh alat kelamin dari arah depan (vagina)

ke belakang, dengan menggunakan air bersih (Lily, dikutip dalam

Kompas.com, 2015). Dengan cara tersebut dapat mencegah timbulnya bakteri

dan mencegah timbulnya keputihan (Handrawan, 2010)

Keputihan (flour albus) merupakan kondisi vagina saat mengeluarkan

cairan atau sekret menyerupai nanah. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam

konsistensi, warna dan bau. Keputihan tidak selamanya merupakan penyakit

karena ada juga keputihan yang normal. Oleh sebab itu, keputihan dibagi

menjadi dua yaitu, keputihan normal dan abnormal (Bahari, 2012). Keputihan

yang normal yang dipengaruhi oleh hormon tertentu sedangkan keputihan

yang abnormal bisa disebabkan oleh infeksi atau peradangan yang terjadi

karena mencuci vagina dengan air kotor dan pemakaian pembilas vagina yang

berlebihan (Kusmiran, 2014).

2
Berdasarkan data dari Badan Statistik Indonesia 2012, 75% dari jumlah

43,3 juta jiwa remaja wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal

satu kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya

25% saja (Octviyanti, dikutip dalam Detik.com, 2010). Data statistik hasil

penelitian di Jawa Tengah tahun 2009, 45% dari jumlah 2,9 juta jiwa

mengalami keputihan dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 47% yang

mengalami keputihan (Arief, dikutip dalam Berita Jateng, 2010). Sedangkan

data hasil penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, jumlah remaja

yang dilayani dalam program kesehatan reproduksi terdapat 89.815 jiwa,

29,8% (26.797) mengalami kejadian keputihan pada remaja putri (Profil

Dinkes Jateng, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tristanti,

(2016) tentang hubungan perilaku personal hygiene dengan kejadian

keputihan pada siswi Madrasah Aliyah Muhammadiyah Kudus menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara perilaku personal hygiene dengan

kejadian keputihan. Penelitian yang dilakukan Yunaefi, dkk (2016) tentang

hubungan pengetahuan dan perilaku vaginal hygiene dengan kejadian

keputihan pada siswi di SMP Arjuno Kota Batu menyatakan bahwa ada

hubungan antara pengetahuan dan perilaku tentang vaginal hygiene dengan

kejadian keputihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aeni (2017) tentang

hubungan perilaku genitalia hygeine dengan kejadian keputihan remaja di

Pondok Pesantren di Indramayu menyatakan bahwa tidak ada hubungan

perilaku genitalia hygiene dengan kejadian keputihan remaja. Penelitian lain

3
yang dilakukan oleh Azizah (2015) tentang karakteristik remaja putri dengan

kejadian keputihan di SMK Muhammadiyah Kudus menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara pengetahuan, cara cebok dan ganti celana dalam dengan

kejadian keputihan.

Berdasarkan survey pendahuluan di SMK Tunas Bangsa Mijen Demak

yang terletak jauh dari pusat perkotaan, tepatnya di desa mijen, bahwa di SMK

tersebut mempunyai 2 kamar mandi dengan kondisi kurang bersih, selain itu

tidak ada ekstrakulikuler yang berhubungan dengan kesehatan seperti Palang

Merah Remaja (PMR). Hasil wawancara dengan 22 orang siswi di SMK

Tunas Bangsa Mijen Demak didapatkan data bahwa 20 orang yang tidak

mengerti tentang vaginal hygiene, 2 orang siswi mengerti tentang vaginal

hygiene, dan 22 orang siswi sering mengalami keputihan.

Dari latar belakang inilah peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

“Hubungan Pengetahuan dan Perilaku vaginal Hygiene dengan Kejadian

Keputihan pada Siswi SMK Tunas Bangsa Mijen Demak”.

B. Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitiannya

adalah adakah hubungan pengetahuan dan perilaku vaginal hygiene dengan

kejadian keputihan pada siswi SMK Tunas Bangsa Mijen Demak.

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

tentang perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi

SMK Tunas Bangsa Mijen Demak.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene pada siswi

SMK Tunas Bangsa Mijen Demak.

b. Mendeskripsikan kejadian keputihan pada siswi SMK Tunas Bangsa Mijen

Demak.

c. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene

dengan kejadian keputihan pada siswi SMK Tunas Bangsa Mijen Demak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Remaja Putri

Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi remaja putri khususnya

yang berhubungan dengan pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene

dengan kejadian keputihan.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam memberikan

materi pembelajaran pada siswi khususnya remaja putri tentang vaginal

hygiene dengan kejadian keputihan.

5
3. Bagi Institusi

Menambah referensi bagi mahasiswa tentang hubungan pengetahuan

tentang perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan remaja putri.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya terutama penelitian yang membahas masalah

vaginal hygiene dengan kejadian keputihan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengamatan terjadi

melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat

melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang. Demikian terbentuknya perilaku

terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya

sehingga terbentuk suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa

dimulai pada domain kognitif (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat

kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak

sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan

terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok, dkk, 2007).

b. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai beberapa

tingkatan, meliputi (Notoatmodjo, 2010):

7
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Misalnya, seorang remaja

mengetahui definisi hygiene menstruasi.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi

harus dapat menyebutkan obyek yang diketahuinya tersebut. Misalnya remaja

memahami tentang hygiene menstruasi yang dapat menimbulkan kejadian

keputihan.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip, dan sebagianya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya, seorang remaja saat menstruasi tidak menjaga dan membersihkan

alat reproduksinya, karena tahu akan dampaknya yang dapat mengganggu

kesehatan reproduksinya.

8
4. Analisi (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya remaja

mengetahuai jika saat menstruasi harus menjaga dan membersihkan alat

reproduksinya sendiri dengan benar.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemapuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya remaja tidak mengetahui tentang

menstruasi karena sangat penting agar menjaga kebersihan saat menstruasi.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Misalnya, seorang

remaja mengetahui bahwa banyak dampak dari menjaga dan membersihkan

alat reproduksinnya.

c. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut Wawan, dkk (2010), ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal:

1. Umur

Bertambah umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan

psikologi.

9
2. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju arah suatu cita-cita tertentu. Makin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam menerima

informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan

sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru kenal.

3. Lingkungan

Seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

Lingkungan adalah input kedalam diri seseorang sehingga sistem adaptif

yang melibatkan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Seseorang

yang hidup dalam lingkungan yang berfikiran luas maka pengetahuannya

akan lebih baik dari pada orang yang hidup di lingkungan yang berfikiran

sempit.

4. Pekerjaan

Pekerjaan merupakam serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau

profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah sering

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pekerjaan biasanya sebagai

simbol status sosial di masyarakat. Masyarakat akan memandang

seseorang dengan penuh penghormatan apabila pekerjaannya sudah

pegawai negeri atau pejabat di pemerintahan.

10
5. Informasi

Informasi dapat diperoleh di rumah, di sekolah, lembaga organisasi, media

cetak dan tempat pelayanan kesehatan. Ilmu pengetahuan dan teknologi

membutuhkan informasi sekaligus menghasilkan informasi. Jika

pengetahuan berkembang sangat cepat maka informasi berkembang sangat

cepat pula.

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo (2003)

dalam Wawan, dkk (2010) adalah sebagai berikut:

1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a. Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban.cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan itu tidak behasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,

tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

11
c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut

metodelogi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis

Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.

Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita

kenal dengan penelitian ilmiah.

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian

atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata,

sedangkan data yang bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil dari

perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan,

dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase.

Setelah dipersentasekan lalu ditafsirkan kedalam kalimat yang bersifat

kualitatif (Nursalam, 2010).

1. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan

2. Kategori cukup yaitu menjawab benar 56-75% dari yang diharapkan

3. Kategori kurang yaitu menjawab benar dibawah 56% dari yang

diharapkan.

12
2. Perilaku

a. Pengertian Perilaku

Perilaku (manusia) adalah totalitas penghayatan dan aktifitas yang

merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai

macam gejala seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan dan fantasi.

Penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku ditinjau dari segi biologisnya adalah suatu kegiatan atau aktifitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, sehingga dimaksud dengan

perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia

itu sendiri, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar dan mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain: berjalan, berbicara, menangis, bekerja, kuliah, menulis dan sebagainya.

Skinner (1938) dalam Notoadmojo (2010), seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar) dan membedakan respon kepada dua

jenis yaitu:

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu, misalnya makanan yang lezat

menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya yang terlalu terang

menyebabkan mata tertutup. Respondent respons ini juga mencakup

reaksi emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau

menangis.

13
b. Operant respon atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu,

misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugas kesehatannya

dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasanya, maka

petugas tersebut akan lebih baik lagi dalam menjalankan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus dalam bentuk tertutup ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku

merupakan hasil dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal

(lingkungan). Faktor internal mencakup pengetahuan, persepsi, emosi, dan

motivasi, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan

faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik,

seperti manusia dan sosial ekonomi (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia

dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.

14
Secara lebih terperinci perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai

gejala kejiwaan, seperti: pengetahuan, sikap, keinginan, kehendak, minat dan

motivasi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah

konsep dari Lawrence Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010).

Lawrence Green menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor

yaitu:

1. Faktor predisposisi (presdisposing factors)

Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan

sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan

dilakukan. Misalnya, dengan pengetahuan yang dimiliki remaja tentang

vaginal hygiene dengan kejadian keputihan maka akan dapat mengambil

sikap mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencegah keputihan.

2. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,

sarana atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat. Misalnya, untuk mencegah terjadinya

keputihan pada remaja, maka diperlukan tenaga kesehatan serta fasilitas

periksa seperti pukesmas.

15
3. Faktor penguat (reinforcing factors)

Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum

menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dengan adanya

pengalaman pribadi serta adanya pengaruh dari luar seperti teman maka

akan dapat memperkuat terjadinya perilaku. Misalnya, remaja telah

mengetahui tentang vaginal hygiene dengan keputihan tetapi mereka tidak

mencegahnya dengan alasan bahwa ada teman yang mengalami keputihan

tetapi dibiarkan saja.

Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) Sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses

berurutan, yaitu:

a. Kesadaran (awareness), diamana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Ketertarikan (interest) terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini

sikap subyek sudah mulai timbul.

c. Penilaian (evaluation) terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi

dirinya.

d. Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki stimulus.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

16
3. Vaginal Hygiene

a. Pengertian Vaginal Hygiene

Vaginal hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan

organ kewanitaan pada genetalia (kemaluan) yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan dan mencegah dari infeksi (Perry dan Potter,

2005).

b. Manfaat Vaginal Hygiene

Perawatan vagina memiliki beberapa manfaat, antara lain (Rita, 2017):

1. Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman.

2. Mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal.

3. Menjaga agar pH vagina tetap normal (3,5-4,5).

c. Tujuan Vaginal Hygiene

Ada beberapa tujuan dari vaginal hygiene antara lain:

1. Menjaga kesehatan dan kebersihan vagina

2. Membersihkan bekas keringat dan bakteri yang ada disekitar vagina.

3. Mempertahankan pH derajat keasaman vagina normalnya 3,5 sampai

4,5.

4. Mencegah rangsangan tumbuhnya jamur, bakteri dan protozoa.

5. Mencegah timbulnya keputihan dan virus.

17
d. Langkah-langkah untuk menjaga vaginal hygiene

Daerah kewanitaan mudah terkena bakteri yang dapat menimbulkan

infeksi. Maka perempuan perlu menjaga kebersihan organ genitalianya,

seperti (Sallika, 2010):

1. Membasuh vagina dari arah depan ke belakang dengan hati-hati,

menggunakan air bersih setelah buang air kecil, buang air besar, dan

mandi.

2. Mengganti pakaian dalam, minimal 2 kali sehari.

3. Pada saat menstruasi, gunakan pembalut yang berbahan lembut,

menyerap dengan baik, tidak mengandung bahan yang mebuat alergi

(parfum atau gel) dan merekat dengan baik pada celana dalam.

Pembalut harus diganti minimal 3 kali dalam sehari untuk menghindari

pertumbuhan bakteri.

4. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina.

5. Menggunakan celana dalam yang bersih, kering, dan terbuat dari bahan

katun.

6. Hindari menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk

mengeringkan vagina.

7. Mencukur sebagian rambut kemaluan untuk menghindari kelembapan

di daerah vagina.

18
e. Faktor-faktor Perilaku vaginal hygiene

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dalam menjaga vaginal

hygiene dibagi menjadi 2 (Nurhayati, 2013):

1. Faktor internal: karakteristik orang yang bersangkutan bersifat bawaan,

misalnya tingkat pendidikan, tingkat emosional, konsep diri, dan

sebagainya.

2. Faktor eksternal: lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang

dominan yang membentuk perilaku seseorang dalam menjaga vaginal

hygiene, karena seseorang akan cenderung menyesuaikan dan mengikuti

perilaku hygiene sesuai dengan kebiasaan yang ada dalam lingkungannya.

Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku vaginal

hygiene:

a. Faktor yang mempermudah (predisposing factor): faktor utama yang

mempengaruhi perilaku adalah sikap, pengetahuan, konsep diri,

kepercayaan, nilai dan informasi. Selain itu faktor seperti demografi

misalnya status ekonomi, keluarga juga mempengaruhi perubahan

perilaku.

b. Faktor pendukung (enabling factor): faktor ini menentukan keinginan

terlaksana seperti sarana, prasarana, keahlian, dan ketrampilan.

c. Faktor pendorong: faktor yang memperkuat perubahan perilaku vaginal

hygiene seseorang dikarenakan adanya pengetahuan dan perilaku orang

lain seperti guru, keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekitar lainnya.

19
f. Dampak Tidak Melakukan Vaginal Hygiene

Jika tidak melakukan perawatan pada daerah vagina dengan baik dan

benar, akan berdampak menimbulkan beberapa resiko antara lain (Pribakti,

2012):

1. Terjadi infeksi pada area vagina, contohnya infeksi jamur vagina.

2. Terjadi keputihan

3. Terjadi bau yang tidak sedap pada area vagina

4. Terjadi gatal-gatal

5. Beresiko menimbulkan penyakit, seperti toxso, torch, dan gonorhe.

g. Faktor-faktor dari vaginal hygiene dapat terjadi keputihan

Adapun faktor yang dapat terjadinya keputihan dengan kadar keasaman

vagina di sebabkan oleh dua hal antara lain (Zubier, 2002):

1. Faktor intern antara lain dipicu oleh pil kontrasepsi yang mengandung

estrogen, IUD yang bias menyebabkan bakteri dan penderita kanker atau

HIV positif.

2. Faktor ekstern antara lain kurang vaginal hygiene, pakaian dalam yang

ketat, seks dengan pria yang membawa bakteri dan menggunakan WC

umum yang tercemar bakteri.

4. Keputihan (Flour albus)

a. Pengertian Keputihan

Keputihan atau dalam istilah medisnya disebut Flour albus (Flour= cairan

kental, albus= putih) atau leukorhoe merupakan kondisi vagina saat

20
mengeluarkan cairan atau sekret menyerupai nanah. Sekret tersebut dapat

bervariasi dalam konsistensi, warna dan bau. Keputihan tidak selamanya

merupakan penyakit karena ada juga keputihan yang normal. Oleh sebab itu,

keputihan dibagi menjadi dua yaitu, keputihan normal dan abnormal (Bahari,

2012).

Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar

kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat.

Penyebab keputihan dapat secara normal (fisiologis) yang dipengaruhi oleh

hormon tertentu. Cairannya bewarna putih, tidak berbau dan jika dilakukan

pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan ada kelainan.

Keputihan yang abnormal bisa disebabkan oleh infeksi/peradangan yang

terjadi karena mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan dalam yang

tidak benar, pemakaian pembilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan yang

tidak higienis, dan adanya benda asing dalam vagina (Kusmiran, 2014).

b. Etiologi

Penyebab flour albus dapat digolongkan pada dua golongan besar, yaitu

fisiologis dan patologis. Pada keadaan fisiologis, flour albus (keputihan)

dapat terjadi pada saat hamil, sebelum dan sesudah menstruasi, saat mendapat

rangsangan seksual, saat banyak melakukan aktivitas fisik dimana semuanya

tidak menimbulkan keluhan tambahan seperti bau, gatal, dan perubahan

warna. Sedangkan keputihan patologis disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme seperti virus, bakteri jamur, dan parasit bersel satu

Trichomonas vaginal. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena berbagai

21
sebab seperti iritasi akibat bahan pembersih vagina, iritasi saat berhubungan

seksual, dan alat kontrasepsi (Bahari, 2012).

Keputihan apabila tidak segera diobati dapat berakibat lebih parah dan

bukan tidak mungkin menjadi penyebab kemandulan. Penyebab keputihan

berlebihan terkait dengan cara kita merawat organ reproduksi. Misalnya,

mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara berlebihan,

menggunakan celana tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana

dalam, tidak sering mengganti pembalut.

c. Klasifikasi Keputihan

Adapun klasifikasi dari keputihan ada dua yaitu, : (Irianto, 2015)

1. Keputihan Normal (fisiologis)

Keputihan adalah keputihan yang biasanya terjadi setiap bulannya,

biasanya muncul menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun

masa subur. Keputihan secara fisiologis ini dapat ditemukan pada waktu

menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen, leukorea ini hilang

sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan dan pengeluaran sekret dari

kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit

menahun, dengan neurosis dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.

2. Keputihan Abnormal (patologis)

Keputihan patologis yaitu keputihan yang disebabkan oleh infeksi

biasanya disertai dengan rasa gatal didalam vagina dan di sekitar bibir vagina

bagian luar. Yang sering menimbulkan keputihan ini antara lain yaitu:

22
1. Infeksi jamur, keluarnya keputihan yang bewarna putih atau kekuningan,

konsistensi seperti keju disertai rasa gatal, biasanya disebabkan oleh jamur

candida atau monillia.

2. Infeksi kuman trichomonas, jenis ini ditandai dengan keluarnya cairan

yang bewarna kehijauan, berbusa disertai rasa gatal.

3. Infeksi bakteri vaginosis, ditandai dengan keluarnya cairan berwarna

keabu-abuan dan berbau.

4. Penyakit menular seksual, ditandai dengan keluarnya cairan yang bersifat

‘cheesy’, berabau dan bercampur darah.

5. Kanker leher rahim, ditandai dengan keluarnya cairan yang tidak disertai

gatal, biasanya disertai bau busuk.

Menurut Nurjanah (2014), Perbedaan antara keputihan fisologis dan

keputihan patologis

Tabel 2.1
Perbedaan antara keputihan fisiologis dan keputihan patologis

Kategori Keputihan Fisiologis Keputihan Patologis

Jumlah Wajar, tidak terlalu banyak Berlebihan dan terus

menerus

Warna Bening, cenderung tidak Putih susu, kekuningan,


berwarna
kuning kehijauan

Bau Tidak berbau Berbau amis sampai busuk

Gatal Tidak menimbulkan rasa gatal Menimbulkan rasa gatal

23
bahkan sampai perih, juga

iritasi

Waktu Hanya beberapa waktu tertentu: Tidak spesifik, terjadinya


1. Saat hamil
terus menerus selama
2. Sebelum atau sesudah
belum dilakukan
menstruasi
3. Jika terangsang saat pengobatan
hubungan seksual
4. Saat stress melanda

d. Patogenesis

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina

bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu

diinterprestasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh

jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak

sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung

sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mukus serviks, yang akan

bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang

dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen,

glikogen, pH vagina dan hasil metabolis lain. Lactobacillus acidophilus

menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri pathogen.

Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus

(Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan Ph vagina yang

24
rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan

bakteri lain (Aprlia, dikutip dalam docshare.tips, 2017).

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh

Candida sp, terutama candida albicans. Infeksi kandida terjadi karena

perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal

sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi

adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan

kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak

terkontrol, pemakaian pakaian ketat, dan frekuensi seksual yang tinggi.

Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat

kehamilan atau peningkatan hormon estrogen dan progesteron karena

kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel

vagina dan merupakan media bagi pertumbuhan jamur. Candida albicans

berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa

asimtomatis atau sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat

immunosupresan juga menjadi faktor presdisposisi kandidiasis vaginalis

(Aprlia, dikutip dalam docshare.tips, 2017).

e. Komplikasi

Komplikasi flour albus bisa menimbulkan infertilitas atau masalah

kesuburan atau gangguan haid dan penyakit radang panggul.

25
f. Penatalaksanaan

Pada flour albus yang dikategorikan normal tidak perlu ada terapi khusus,

yang terpenting adalah membersihkan organ intim secara benar dan teratur.

Umumnya cukup dengan sabun khusus vagina dan air bersih serta menjaga

gar pakaian dalam tetap kering dan bersih setiap saat. Sedangkan pada flour

albus yang tidak normal sesuai dengan penyababnya harus segera

mendapatkan pengobatan medis.

Pengobatan atau penatalaksanaan leukorea atau keputihan tergantung dari

penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan

obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai

dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi

keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi

candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan

parasit (Irianto, 2015).

g. Perawatan dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat keputihan

Berikut ini beberapa tindakan perawatan yang dapat dilakukan agar

terhindar dari keputihan (Bahari, 2012):

1. Membersihkan alat vital dengan pembersih yang tidak mengganggu

kestabilan pH disekitar vagina. Biasanya, pembersih ini akan menekan

pertumbuhan bakteri yang merugikan dan meningkatkan bakteri yang

menguntungkan. Jika kita membersihkan dengan menggunakan sabun

antiseptik lain, biasanya bersifat keras dan tidak menguntungkan bagi

kesehatan jangka panjang.

26
2. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar

vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel

halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur

dan bakteri bersarang di tempat itu.

3. Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian

4. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab,

usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada

salahnya membawa cadangan celana dalam di tas kecil untuk berjaga-jaga

manakala perlu menggantinya.

5. Gunakana celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun.

Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar

organ intim panas dan lembab.

6. Tidak di anjurkan memakai celana jeans karena pori-porinya sangat rapat.

Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara

disekitar organ intim bergerak leluasa.

7. Ketika haid, sering-seringlah mengganti pembalut. Gunakan panty liner

disaat perlu saja, jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar

rumah dan lepaskan sekembalinya dirumah.

8. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu cara

membasuhnya dari arah depan ke belakang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan/diketahui:

a. Jagalah kebersihan daerah organ reproduksi untuk mencegah beberapa

penyakit/penyebab keputihan.

27
b. Jangan menggunakan obat-obatan untuk pembilas vagina secara rutin dan

berlebihan. Hal ini dapat menyababkan hilangnya flora normal yang ada di

vagina yang bertugas melindungi terhadap kuman dari luar.

c. Hindari stress yang berlebihan.

d. Segera ke dokter bila keputihan berlebihan.

5. Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja merupakan golongan usia individu yang dapat dikatakan

sebagai golongan usia transisi yaitu diantara golongan bukan golongan

dewasa namun juga bukan golongan usia anak-anak. Secara umum dipahami

bahwa batasan usia remaja adalah 12-17 tahun. Dalam rentang usia ini,

remaja sedang mengalami poses perubahan menuju kematangan fisik dan

mental emosional dengan kata lain remaja diasumsikan dalam masa proses

tumbuh menuju dewasa (Kusmiran, 2014).

Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan manusia.

Masa ini merupakan periode perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa yang diikuti perubahan biologik, psikologik, dan sosial.

Remaja dari segi usia dapat dibagi menjadi remaja awal (early adolescent)

10-13 tahun, remaja menengah (early adolescent) 14-16 tahun, dan remaja

akhir (late adolescent) 17-22 tahun (Irianto, 2015).

28
b. Tahap perkembangan remaja (Irianto, 2015):

1. Remaja awal (early adolescent)

Remaja awal yang pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun. Pada

tahap ini seorang remaja masih terheran akan perubahan yang terjadi pada

tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-

perubahan itu. Mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik

pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Tampak merasa

lebih dekat dengan teman sebayanya,dan merasa ingin bebas.

2. Remaja menengah (early adolescent)

Pada tahap ini remaja yang umumnya dimulai pada usia 14-16 tahun,

dimana remaja ini sangat membutuhkan teman, senang kalau banyak

teman yang mengakuinya. Terdapat kecenderungan narsistis yaitu

mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan

dirinya. Tampak ingin mencari identitas diri, keinginan atau ketertarikan

terhadap lawan jenis.

3. Remaja akhir (late adolescent)

Remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja

menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 17-22 tahun,

ditahapan ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan

ditandai dengan pencapaian:

1. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi kognitif.

2. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

29
3. Tumbuh batasan yang memisahkan kepribadian dirinya dengan

masyarakat umum.

4. Ego untuk mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (1988), dalam buku Kusmiran (2014), ada tugas-

tugas yang harus diselesaikan dengan baik pada setiap periode

perkembangan. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi

atau dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial.

Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang

merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku. Adapun tugas

perkembangan pada remaja adalah sebagai berikut:

1. Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya

secara efektif.

2. Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau

perempuan).

3. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik

sejenis maupun lawan jenis.

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

5. Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orang tua dan orang

dewasa lainnya.

6. Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi.

30
7. Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan

kehidupan keluarga.

8. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan intelektual untuk hidup

bermasyarakat dan untuk masa depan (dalam bidang pendidikan atau

pekerjaan).

9. Mencapai nilai-nilai kedewasaan.

d. Masa Transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa

transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertai PKBI (2000) dalam

buku Kusmiran (2014) adalah sebagai berikut:

1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh.

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, terapi belum

sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini

menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat

yang kurang konsisten.

2. Transisi dalam kehidupan emosi

Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan

peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan

ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung

melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun

marah-marah.

31
3. Transisi dalam kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana

lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran

ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri

(melepaskan ikatan dengan keluarga).

4. Transisi dalam nilai-nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-

nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-

nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri.

5. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognirif yang pesat sehingga mulai

mengembangkan kemampuan berfikir abstrak.

e. Perubahan Fisik pada Remaja

Pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan fisik, baik yang bersifat

struktural maupun fungsinya yang berbeda antara remaja pria dan remaja

perempuan. Gajala-gejala perubahan fisik remaja muncul ketika anak mulai

memasuki masa awal remaja, dimana perubahan tersebut hampir selalu

disertai dengan perubahan sikap dan perilaku. Perubahan tersebut merupakan

salah satu dampak dari pengalaman yang belum pernah dirasakannya. Hal ini

menyebabkan sering terjadinya permasalahan ataupun ketidakseimbangan

pada diri remaja. Ketidakseimbangan inilah yang dapat mempengaruhi dari

pertumbuhan fisik pada remaja (Irianto, 2015).

32
Pertumbuhan diartikan sebagai suatu penambahan dalam ukuran

bentuk, berat atau ukuran dimensi tubuh serta bagian-bagiannya.

Pertumbuhan pada umumnya terbatas pada perubahan-perubahan structural

dan fisiologis dalam pembentukan seseorang secara psikologis dari masih

berbentuk konsepsional (awal janin) melalui periode-periode prenatal dan

postnatal sampai pada saat dewasa menurut Mappiare (1982:43), dalam buku

Irianto (2015).

1. Pengertian Pertumbuhan Fisik pada Remaja

Pertumbuhan fisik remaja merupakan pertumbuhan yang paling pesat.

Remaja tidak hanya tumbuh dari segi ukuran (semakin tinggi atau semakin

besar), tetapi juga mengalami kemajuan secara fungsional, terutama organ

seksual atau pubertas. Hal ini ditandai dengan datangnya menstruasi pada

perempuan dan mimpi basah pada pria (Irianto, 2015).

2. Bentuk-bentuk Perubahan Fisik Remaja

Adapun perubahan-peruban fisik yang penting dan terjadi pada masa

remaja adalaha sebagai berikut (Irianto, 2015):

a. Perubahan Ukuran Tubuh

Pertumbuhan fisik berubah menjadi cepat sekitar dua tahun sebelum anak

mencapai taraf kematangan alat kelaminya. Setahun sebelum pematangan

ini, anak akan bertambah tinggi 10-15 cm dan bertambah berat 5 sampai

10 kg. Pertumbuhan tubuh masih terus terjadi, tetapi dalam tempo yang

sedikit lebih lamaban. Selama emapat tahun, pertumbuhan tinggi badan

anak akan bertambah 25% dan berat tubuhnya hampir mencapai dua kali

33
lipat. Anak pria akan mencapai bentuk tubuh orang dewasa pada usia 19

sampai 20 tahun, sedangkan anak perempuan pada usia 18 tahun.

b. Pertumbuhan Proporsi Tubuh

Ciri tubuh yang kurang proporsional pada masa remaja ini tidak sama

untuk seluruh tubuh. Ada pula bagian tubuh yang semakin proporsional.

Proporsi yang tidak seimbang ini akan berlangsung terus sampai seluruh

masa puber dilalui sepenuhnya, sehingga proporsi tubuhnya mulai

tampak seimbang menjadi proporsi orang dewasa. Perubahan ini terjadi

baik di dalam maupun bagian luar tubuh anak.

c. Perubahan Organ Reproduksi

1) Perubahan organ reproduksi yang utama (primer)

Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama belum berkembang

secara sempurna. Memasuki masa remaja, alat kelamin mulai berfungsi,

yaitu pada saat berusia 14 tahun ketika pertama kali anak laki mengalami

mimpi basah. Pada anak perempuan, indung terlunya mulai berfungsi

pada usia 13 tahun, yaitu pada saat pertama kali mengalami menstruasi

atau haid.

2) Perubahan organ reproduksi kedua (sekunder)

Ciri kelamin kedua pada anak perempuan adalah membesarnya buah

dada dan mencuat putting susu, pinggul lebih besar dari pada bahu,

tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, tumbuh rambut diketiak, dan

suara bertambah nyaring. Ciri kelamin kedua pada anak laki-laki adalah

tumbuh kumis dan jenggot, nada suara membesar, bahu melebar lebih

34
besar dari panggul, timbul bulu dada dan bulu disekitar alat kelamin,

serta perubahan jaringan kulit menjadi lebih besar dan pori-pori

membesar.

35
B. Kerangka Teori

Perubahan Fisik Pengetahuan Perilaku


Remaja
Kesadaran
- Tahu
- Perubahan Ketertarikan
- Memahami
ukuran tubuh. Penilaian
- Aplikasi
- Pertumbuhan Trial
- Analisis
proporsi tubuh. Adoption
- Sintesis
- Perubahan
- Evaluasi
organ
reproduksi Vaginal
Hygiene

Kejadian
Keputihan

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Sumber: Kusmiran 2014, Notoatmodjo 2010, Notoatmodjo 2003, Perry

danPotter 2005, Bahari 2012

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerang konsep merupakan landasan berfikir yang dikembangkan

berdasarkan teori yang ada. Kerangka konsep memberikan gambaran

sederhana tentang landasan berfikir penelitian dengan menunjukkan variabel-

variabel penelitian dan keterkaitan antara variabel (Notoatmodjo, 2010).

Independen Dependent

Pengetahuan
Kejadian
tentang perilaku
Keputihan
vaginal hygiene

Gambar 3. 1

Kerangka Konsep Penelitian

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalahan atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2011). Hipotesis berfungsi untuk

menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pertanyaan

yang harus dibuktikan.

37
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis Nol (H0), yaitu tidak ada hubungan pengetahuan tentang

perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi di SMK

Tunas Bangsa Mijen Demak.

Hipotesis Alternatif (Ha), yaitu ada hubungan pengetahuan tentang

perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan pada siswi di SMK

Tunas Bangsa Mijen Demak.

C. Jenis dan Rancangan Penelitian

Dalam rangka mencapai tujuan penelitian serta berdasarkan masalah yang

diajukan dalam penelitian ini maka penelitian ini merupakan jenis penelitian

Explanatory research (penjelasan) yang bersifat deskriptif korelasi yaitu

penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui

pengujian hipotesa yang telah dirumuskan (Notoatmodjo, 2010)

Rancangan yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode survey lapangan yaitu metode penelitian yang

dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner dengan pendekatan belah

lintang (cros sectional). Penelitian digunakan untuk mencari hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen yang dilakukan dalam satu

kali waktu (dalam waktu yang sama) dan tidak ada follow up (Donsu, 2016).

38
D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian

tersebut akan dilakukan. Lokasi penelitian ini dapat membatasi ruang lingkup

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Adapun penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti mengambil lokasi di SMK Tunas Bangsa Mijen

Demak.

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama bulan April 2018

dimulai pada saat pengambilan data pertama mengenai pengetahuan dan

perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan di SMK Tunas Bangsa

sampai selesai untuk pengambilan sampel dari siswi.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan sekumpulan obyek yang akan diteliti dan memiliki

kesamaan karakteristik. Kesamaan karakteristik tersebut ditentukan

berdasarkan pada sifat spesifik dari populasi yang ditentukan dengan kriteria

inklusi atau ketentuan tertentu (Nursalam, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi yang ada di SMK Tunas

Bangsa Mijen Demak, dengan jumlah 83 siswi dari kelas X dan XI.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat dipergunakan sebagai

subjek penelitian. Dalam penelitian keperawatan penentuan kriteria sampel

untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-

39
variabel control ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang akan

diteliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: inklusi

dan eksklusi (Nursalam, 2011).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian adalah:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010)

yaitu:

1. Siswi kelas X dan XI yang sudah mengalami menstruasi.

2. Siswi yang berumur 13-20 tahun.

3. Siswi yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi inklusi dari studi (Notoatmodjo, 2010), yaitu:

1. Siswi yang tidak hadir pada saat pengumpulan sampel.

2. Siswi yang tidak bersedia menjadi responden.

3. Besar Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil yang akan diteliti. Sampel dalam

penelitian ini yaitu semua siswi di SMK Tunas Bangsa Mijen Demak yang

dipilij secara random yaitu sebanyak 76 siswi. Cara menentukan besar

sampel, yaitu menggunakan rumus (Nursalam, 2011):

N
𝑛=
1+N (d)2

40
83 83 83
𝑛= 𝑛= 𝑛= n= 68. 73
1+83 (0.05)2 1+83 (0.0025) 1.2075

(dibulatkan menjadi 69)

𝑛 = 69 + 10%
10
n= 𝑥 69
100

n = 6.9 = 7

jadi, 69+7 = 76

Keterangan:

n= Perkiraan jumlah sampel

N= Jumlah populasi

d= Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0.05)

4. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara menentukan sampel yang jumlahnya sesuai

dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenernya dengan

memperhatikan sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang

representatif (Notoatmodjo, 2010). Teknik sampling yang akan digunakan

adalah Simple Random Sampling, yaitu dimana semua individu mempunyai

kesempatan yang sama terpilih sebagai sampel (Nursalam, 2011) . Penentuan

sampel dengan cara menggunakan sistem acak dari absensi setiap siswi SMK

Tunas Bangsa Mijen Demak.

41
F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinsikan tersebut. Definisi ini memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Nursalam, 2011). Untuk lingkup variabel yang

digunakan peneliti menggunakan definisi operasional sebagaimana tabel

berikut:

Tabel 2.2
Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat dan Hasil Ukur Skala


Operasional cara Ukur
Dependen
1. Keputihan Cairan yang Kuesioner Dinilai dari hasil Nominal
berlebihan yang Terdiri kuesioner:
keluar dari dari 10 Ya : 1
vagina, dengan pertanyaan Tidak : 0
warna kuning, Positif : ....
kehijauan, Negatif : .....
berbau, kental Kemudian
dan merasa gatal dikategorikan
pada daerah menjadi:
vagina a. Jika dari
sepuluh
pertanyaan semua
jawaban yang
menyatakan
pernah
mengalami

42
keputihan

b. Jika dari
sepuluh
pertanyaan
jawaban nya
Tidak mengalami
keputihan semua.
Independen
2. Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner Dinilai dari hasil Ordinal
tentang yang diketahui Terdiri kuesioner:
Perilaku remaja tentang dari 15 Pertanyaan
Vaginal vaginal hygiene pertanyaan vaforable: 1-9, 13
2
Hygiene dilihat dari dan 14, jika
. aktifitas remaja, jawaban
untuk Benar : 1
mempertahanka Salah : 0
n atau Pertanyaan un
memelihara vaforable: 6, 10,
kebersihan 11, 12, dan 15,
organ jika jawaban
kewanitaan Benar : 0
Salah : 1
Kemudian
dikategorikan
menjadi:
a. Baik : 76-100%
b. Cukup: 56-75%
c. Kurang : <56%

43
G. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang harus

dijawab langsung oleh responden secara jujur dan benar ini bertujuan untuk

mengetahui pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene dan daftar

pertanyaan tentang kejadian keputihan pada remaja putri.

Kuesioner berbentuk pilihan, dimana jawabannya sudah disediakan.

Kuesioner diisi pada hari dan waktu yang sama, serta pengisian kuesioner

didampingi oleh peneliti.

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama

berisi identitas responden yang meliputi nama/inisial, kelas, sudah

menstruasi, kapan pertama menstruasi, umur, dan agama. Bagian kedua

terdiri dari 15 pertanyaan yang berisi pengetahuan tentang perilaku vaginal

hygiene. Skala pengukuran pengetahuan adalah jika benar diberi nilai 1 dan

jika salah diberi nilai 0. Untuk bagian ketiga terdiri dari 10 pertanyaan yang

berisi tentang kejadian keputihan. Skala pengukuran keputihan adalah jika ya

diberi nilai 1 dan jika tidak diberi nilai 0, dengan dikategorikan mengalami

keputihan dan tidak mengalami keputihan.

a. Validitas

Validitas merupakan keadaan yang menggambarkan tingkat instrument

bersangkutan yang mampu mengatur apa yang akan diukur. Validitas pada

dasarnya tergantung dari penggunaan dan subjek yang sudah ditentukan oleh

peneliti (Donsu, 2016).

44
Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu signifikan,

maka hasil korelasi tiap item dibandingkan dengan nilai taraf signifikan

disesuaikan dengan jumlah responden. Jika nilai korelasi item tersebut

memenuhi taraf signifikan, maka item tersebut memiliki validitas.

Selanjutnya untuk memperoleh alat ukur yang valid maka perlu mengganti

atau merevisi item yang tidak memenuhi taraf, hingga item tersebut memiliki

validitas.

b. Reliabilitas

Reabilitas merupakan indeks yang menunnujkkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010).

Dengan keputusan Uji:

1. Klasik

a) Bila X2 hitung > X2 tabel, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung

adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

b) Bila X2 hitung <= X2 tabel, Ho diterima/ gagal ditolak, berarti data

sampel mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

2. Probabilitas

a) Bila p value ≥ α, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya

perbedaan yang bermakna (signifikan).

b) Bila value ≤ α, Ho gagal ditolak, berarti data sampel mendukung

adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

45
2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

sekunder.

a. Sumber Data

1) Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Dalam hal ini responden mengisi kuesioner yang

berisi daftar pertanyaan. Sebelum responden mengisi kuesioner untuk

menjadi responden kemudian responden diberi penjelasan singkat tentang

tata cara pengisian kuesioner. Lembar kuesioner berisi pertanyaan tentang

pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene dengan kejadian keputihan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain, dalam hal ini

peneliti mengambil data dari keadaan umum sekolah, siswi di SMK Tunas

Bangsa Mijen Demak, lokasi sasaran serta quesioner.

b. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara primer (wawancara) dan

sekunder. Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitia ini adalah:

1. Peneliti meminta surat izin dari institusi Pendidikan STIKES Cendekia

Utama Kudus.

2. Lalu dilanjut pada pihak Kepala Sekolah SMK Tunas Bangsa Mijen

Demak.

3. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

46
4. Peneliti melalukan pengumpulan data yang dibutuhkan dari semua

responden.

5. Setelah data terkumpul, selanjutnya akan dilakukan analisis data

menggunakan bantuan program computer SPSS versi 16.0 for window.

H. Teknik Pengelolan Data dan Analisa Data

Tahap pengolahan data bertujuan untuk merubah data menjadi informasi,

yaitu untuk membentuk data statistic, informasi yang diperoleh digunakan

untuk pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis. Adapun pengolahan

data melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang

sudah terkumpul, lalu memeriksa kelengkapan data serta memperbaiki

kualitas data dan menghilangkan keraguan data (Notoatmodjo, 2010).

Editing dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah kuesioner yang

dibagikan kepada responden sudah terisi apa belum dengan mengecek

ulang kuesioner tersebut.

b. Penilaian Scoring

Merupakan kegiatan menghitung skor atau nilai dari masing-masing

variabel setelah semua jawaban terisi. Peneliti menentukan penilaian pada

jawaban variabel pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene dan

variabel keputihan. Peneliti memberi score pada tiap-tiap pertanyaan

pengetahuan dimana jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah diberi

47
skor 0 untuk pertanyaan positif dan negatif dan untuk pertanyaan kejadian

keputihan jawaban ya diberi skor 1, jawaban tidak diberi skor 0.

c. Coding

Memberikan kode pada semua hasil jawaban kuesioner dari responden

yang sudah terkumpul (Arikunto, 2010). Dengan memberikan kode-kode

tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan

analisa data. Coding di lakukan dengan cara memberi tanda pada masing-

masing jawaban dengan menggunakan kode berupa angka.

Berdasarkan hasil jawaban yang diperoleh, menurut arikunto (2010)

pengetahuan seseorang dapat di interprestasikan dengan skala yang

kualitatif, yaitu:

1. Baik, apabila 76-100% pertanyaan dijawab benar dengan kode 1.

2. Cukup, apabila 56-75% pertanyaan dijawab benar dengan kode 2.

3. Kurang, apabila >56% pertanyaan dijawab benar dengan kode 0.

d. Entry Data

Data yang sudah di edit lalu dimasukkan dan beri kode kedalam excel

selanjutnya akan dilakukan perhitungan dengan menggunakan aplikasi

SPSS.

e. Tabulating

Data dikelompokkan dan dimasukkan data tersebut ke dalam sebuah tabel

untuk meringkas data sesuai dengan sifat-sifat yang sudah dimiliki dan

mudah dibaca (Arianto, 2010).

48
2. Analisis Data

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

variabel yang diteliti (Arikunto, 2010). Analisis univariat ini digunakan

untuk mengetahui pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene remaja

yang di sajikan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi frekuensi.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariate adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga memiliki hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan tentang perilaku vaginal hygiene dengan kejadian

keputihan pada siswi. Uji statistik yang di gunakan adalah chi-square (x2).

chi-square ini digunakan untuk menganalisa hubungan variabel kategorik

dengan kategorik, pada variabel ini variabel pengetahuan tentang perilaku

vaginal hygiene dengan kejadian keputihan Adapun uji chi-square dapat

menggunakan formulasi sebagai berikuit (Donsu, 2016):

2
∑ (𝑓0 − 𝑓𝑒)
2
𝑥 =
𝑓𝑒

Df = (k-1) (b-1)

Keterangan:

𝑥 2 = nilai chi-square

𝑓0 = frekuensi yang diobservasi

𝑓𝑒 = frekuensi yang diharapkan

49
𝑘 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚

𝑏 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠

Kemudian hasilnya disajikan dalam tabel tabulasi dengan nilai a=0.05

artinya bila x2 hitung> x2 tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima dan bila

x2 hitung < x2 tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak (Arikunto, 2010).

I. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), dalam melakukan penelitian harus

menggunakan prinsip-prinsip etika sebagai berikut :

1. Informed Concent (lembar persetujuan) lembar persetujuan ini diberikan

kepada informant yang akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Lembar

ini harus dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian.

Apabila responden ada yang menolak, peneliti tidak diperbolahkan

memaksa. Informed concent ini diberikan kepada responden sebagai tanda

berpartisipasi dalam penelitian.

2. Confidentiality (kerahasiaan), rahasia dari informant harus dijamin peneliti

kerahasiaanya hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai

hasil penelitian. Data yang disajikan berupa kuesioner harus sesuai dengan

tujuan peneliti dan hanya inisial informant yang ditulis.

3. Anonimity (tanpa nama) untuk menjaga kerahasiaan dari informant maka

peneliti tidak mencantumkan nama informant pada lembar persetujuan

tetapi memberikan kode pada lembar persetujuan untuk mengganti nama

informant atau diberikan inisial informant saja.

50
J. Jadwal Penelitian

Terlampir

51

Anda mungkin juga menyukai