Pembimbing :
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A
Disusun oleh :
Bangun Said Santoso
030.12.047
1
PENGESAHAN
Penyusun:
Bangun Said Santoso
030.12.047
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 2 Oktober – 9 Desember 2017
2
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
No. RM 897445
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 24 Oktober 2017 pukul 10.00 WIB, di Ruang PUSPANINDRA RSU Kardinah
Tegal.
Keluhan Utama : Bab cair di sertai muntah 6 jam SMRS
3
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang bayi laki – laki berusia 3 bulan dibawa ke IGD RSUD Kardinah pada
hari kamis, tanggal 23 November 2017 pukul 20.45. Dengan keluhan bab cair di sertai
muntah sejak ± 6 jam SMRS. Bab cari ± 15 x dengan konsistensi cairan, dan sedikit
ampas, lendir (-), darah (-), dengan volume 1 kali bab ± ½ gelas aqua. Kelulan muntah
lebih dahulu di alami oleh pasien sejak pagi hari. Pasien muntah ± 15 x dengan volume
setiap muntah ± ¼ gelas aqua, muntah isi air bercampur asi. Pasien rewel namun masih
mau minum asi.
Pasien 1 hari sebelumnya mengalami demam dan sudah di bawa ke bidan,
setelah di beri penurun panas, demam di rasakan mulai turun. Namun hari kamis pagi
demam di rasakan mulai tinggi kembali. Keluhan lain seperti kejang, batuk, pilek di
sangkal oleh ibu pasien
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama (-), Batuk (-), demam lama (-)
4
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir
spontan, bayi dalam keadaan bugar.
Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 - - - -
6–8 - - - -
8 – 10 - - - -
10-14 - - - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI dari lahir.
5
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan - - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - - - - -
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1 2009 - - - + - AB ( 6bl)
2 2011 Laki – laki + Sehat
3 2017 Laki – laki + sakit
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. T Ny. U
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 30 tahun 23 tahun
Pendidikan terakhir SMP SMP
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
6
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada anggota keluarga pasien saat ini tidak ada yang mengalami keluhan diare maupun
muntah”, riwayat batuk lama di keluarga (-)
Kesan: Anak baru pertama kali mengalami diare dan muntah - muntah
7
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien berprofesi sebagai buruh dengan penghasilan Rp. 90.000,-/hari. Ibu
pasien sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan. Dengan penghasilan yang
tidak menetap
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB, di
Bangsal PUSPANINDRA RSU Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Keadaan pasien masih tampak lemah
8
IV. Status Internus
i. Kepala: Mesocefal, UUB cekung (-)
Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), mata merah dan berair (-/-), pupil isokor, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-), dry eyes (-/-)
Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+),Koplik spot (-)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-).
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
9
Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, Trugor
baik
Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
10
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala: 41 cm
Kesan: Mesocefal
11
Pengukuran Status Gizi
12
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. lab darah
23/11/2017 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 10,5 10,1 – 12,9 g/dl
Lekosit 10,7 6,1 – 17,5 103/µl
Hematokrit 29,6 26 - 42 %
Trombosit 332 217 - 497 103/µl
Eritrosit 4,6 3,2 - 5,2 106/µl
RDW 12,4 11,5-14,5%
MCV 74,4 73-109 U
MCH 26,1 21-33 Pcg
MCHC 35,1 H 28-32 g/dl
13
MCV 73,9 73-109 U
MCH 23,9 21-33 Pcg
MCHC 35,1 H 28-32 g/dl
F. ANALISA KASUS
Seorang bayi laki – laki berusia 11 bulan di bawa ke igd dengan keluhan bab cair yang di
alami kurang lebih 6 jam SMRS, dengan frekuensi kurang lebih 15 kali dan setiap kali bab
cair dengan volume sekitar ½ gelas aqua, bab lebih di dominasi dengan konsistensi berupa
air, tanpa di sertai darah maupun lendir. Selain keluhan bab cair, pasien juga mengalami
muntah yang cukup sering hingga di igd. Muntah sekitar 15 kali, setap kali muntah kurang
lebih ¼ gelas aqua dengan isi air bercampur asi. Pasien 1 hari sebelumnya mengalami
demam hinga saat ini. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah di lakukan, diare
pada pasien ini kemungkinan di sebabkan karena infeksi oleh virus. Dan dicurigai virus
patogenya adalah Rotavirus. Dari data epidemiologi, rotavirus merupakan penyebab
tersering dari diare pada bayi dan anak – anak. Di dapatkan adanya kenaikan suhu tubuh
juga merupakan tanda bahwa telah terjadi suatu proses infeksi. Dengan penanganan segera
dan di lakukan rehidrasi, dapat menghindari terjadinya perburukan dan dehidrasi. Setelah
di lakukan tatalaksan untuk mengatasi demam dan bab cair yang terus menerus, prognosis
pada pasien ini cukup baik.
G. DAFTAR MASALAH
- Bab cair
- Demam
H. DIAGNOSIS BANDING
Diare Akut Infeksi
1. Enteral
2. Parenteral
Faktor Makanan
Faktor Konstitusi
Faktor Psikis
14
Demam Autoimun
Inveksi virus
Infeksi bakteri
Status Gizi Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Baik
I. DIAGNOSIS KERJA:
- Diare akut dengan dehidrasi sedang berat
- Febris 3 hari
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Natrium
- Kalium
- Klorida
- Kalsium
- Gula darah sewaktu
- Feses rutin
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala
b. Medikamentosa
- IVFD RL loading 70 cc > 8 tpm
- Inj ondansentron 1 x 1/3 amp
- Paracetamol 4 x 60 mg
- Amoxicillin 3 x 200 mg
- L – bio 2x1Sachet
- Zink 1 x 1 cth
15
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
16
PASIEN DATANG KE IGD
IGD TANGGAL 23 November 2017
pukul 20.54
S Demam (+), Mencret (+), Muntah (+)
O KU: tampak lemas (+)
TTV: HR 152x/m, RR 42x/m, S 38,70C
Status generalis:
Kepala: Mesocefal, uub cekung (+)
Leher : Kaku kudu (-)
Mata: CA (-), SI (-), cekung (+),
kering(+)
Hidung: napas cuping hidung (-)
Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada
lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit berkurang.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’
A Diare akut dengan dehidrasi
sedang berat
Debris 2 hari
17
18
FOLLOW UP (R. PUSPANINDRA)
24 November 2017 pukul 07. 00 WIB 25 Noember 2017 pukul 07.00 WIB
S Demam (+), mencret (+) 3 x, S Demam mulai turun, mencret (-), bab
konsistensi cair ± ½ gelas aqua, darah (- lembek(+), muntah (-)
), lendir (-), minum asi berkurang,
muntah (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak baik (+)
TTV: HR 138x/m, RR 34x/m, S 39,8 0C TTV: HR 130x/m, RR 32x/m, S 37,2 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Mesocefal, uub cekung (-) Kepala: Mesocefal, uub cekung (-)
Leher : Kaku kudu (-) Leher : Kaku kudu (-)
Mata: CA (-), SI (-), cekung (-), kering(-) Mata: CA (-), SI (-), cekung (-), kering(-)
Hidung: napas cuping hidung (-) Hidung: napas cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (-/-)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’
A Diare akut dengan dehidrasi ringan A Diare akut tanpa dehidrasi
sedang
Frbris 3 hari
P - IVFD RL 8 tpm P - IVFD RL 8 tpm
- Paracetamol 4 x 60 mg - Paracetamol 4 x 60 mg (k/p)
- Amoxicillin 3 x 200 mg - Amoxicillin 3 x 200 mg
- L – bio 2x1Sachet - Zink 1 x 1 cth
- Zink 1 x 1 cth
19
26 November 2017 pukul 07. 00 WIB
P - IVFD RL 8 tpm
- Paracetamol 4 x 60 mg (k/p)
- Amoxicillin 3 x 200 mg
- Zink 1 x 1 cth
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam. Menurut WHO, diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan
darah maupun tidak.1 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari,
disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tetinggi
terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja
manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :
a. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari).
Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
21
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak 3 kali atau lebih perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari dua minggu. Pada bayi yang minum ASI, sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4
kali per hari, keadaan ini tidak disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
b. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat
diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
c. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
2.4 Etiologi
a. Infeksi
1. Virus (30–40%) : rotavirus, norwalk virus, norovirus, adenovirus, astrovirus,
cytomegalovirus, coronaviruses.
2. Bakteri dan parasit(20-30%) : vibrio cholerae, salmonella, clostridium difficile, shigella,
e. coli, giardia, entamoeba
3. Helminth: Strongyloides
4. Infeksi lain: Otitis media, sepsis, penyakit menular seksual.
b. Non infeksi
1. Diare osmotik: Pada diare ini natrium tinja rendah (30-40 mEq/L), diare air, disebabkan
kerusakan microvili usus akibat virus. Virus yang menginfeksi lapisan epitelium diusus
halus menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sehingga cairan dan makanan
22
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus
sehinggan cairan dan makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotik.(27)
2. Diare sekeretorik: Pada diare ini natrium tinja tinggi (60-120 mEq/L), diare air,
disebabkan laksans yang meningkatkan sekresi usus.
3. Penyebab umum : obstruksi usus, asupan toksik, keadaan inflamatorik dan alergik (
intoleransi laktosa, spru seliak, efek samping obat).
Diare akut adalah salah satu penyakit yang paling umum pada bayi dan anak-anak di seluruh
dunia. Adenovirus, rotavirus dan norovirus, merupakan patogen penyebab penting diare masa kanak-
kanak. Biasanya merupakan penyebab 3,2-12,5% dari kasus diare akut, dan lebih tinggi di negara-
negara berkembang dibandingkan di negara maju.
Rotavirus tetap menjadi penyebab paling umum dari diare akut pada anak diseluruh dunia,
yang menyebabkan sekitar 453 000 kematian dan lebih dari 2 juta dirawat di rumah sakit setiap
tahun pada anak-anak kurang dari 5 tahun. Meskipun perbaikan dalam sanitasi dan air bersih,
paparan rotavirus selama 2 tahun pertama kehidupan tetap tinggi.(26) Rotavirus adalah virus yang
paling sering menyebabkan diare akut, dan peringkat kedua sebagai penyebab diare akut adalah
bakteri yaitu Enteroaggregative escherichia coli (EAEC).(7) EAEC diidentifikasi dengan HEp-2 cell
adherence assay dikaitkan dengan penyakit diare akut pada anak-anak yang berada di negara
berkembang dan daerah industri. Daerah geografis di mana EAEC itu paling sering diidentifikasi pada
anak dengan diare akut yaitu di Belgrade, Yugoslavia (12 [75%] dari 16 orang) dan Fortaleza, Brasil (24
[46%] dari 52) dan New Orleans, Louisiana (5 [24%] dari 21).
Rotavirus adalah virus RNA yang tergolong dalam famili Reoviridae. Penularan rotavirus
terjadi melalui faecal-oral. Rotavirus akan menginfeksi dan merusak sel-sel yang membatasi usus
halus dan menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi 24-72 jam. Gejala yang timbul
bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah -muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat
yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan berujung pada kematian. Mekanisme terjadinya diare
oleh infeksi rotavirus meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin,
perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh
asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel
epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin
NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada vili, menurunkan
23
sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi
syaraf enterik yang menyebabkan diare. Kami menemukan diare rotavirus menyerang 78,4% kasus
berumur kurang dari 2 tahun dengan prevalensi tertinggi pada kelompok umur 6-23 bulan (65,5%).
Anak umur 6-23 bulan rentan terkena infeksi rotavirus karena kadar antibodi ibu yang diperoleh
melalui ASI mulai menurun dan mulai memasuki fase oral ketika anak suka memasukkan semua
benda yang dipegang ke dalam mulut.
3. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Faktor yang
dominan, yaitu ketersediaan air bersih dan sarana pembuangan tinja. Apabila lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman maka berisiko terjadinya diare pada anak.
Anak-anak dari rumah tangga yang tidak memilik sumber air minum bersih 2 kali lebih
berisiko menderita diare dari pada rumah tangga yang memiliki sumber air bersih. Demikian
pula, anak-anak dari rumah tangga yang tidak memiliki sarana pembuangan tinja berisiko 6 kali
menderita diare dari pada rumah tangga yang memiliki sarana pembuangan tinja.
4. Faktor Sosiodemografi
Faktor sosiodemografi meliputi umur ibu, tingkat pendidikan ibu, dan jenis pekerjaan ibu.
a. Umur ibu
24
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur.
b. Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat.
Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya
higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular,
diantaranya diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak
peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular. Masyarakat yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak
tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada perempuan,
semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah angka kematian bayi dan kematian ibu.
Ibu dengan pendidikan tinggi dianggap memiliki kesempatan yang lebih baik untuk
mendapatkan informasi dari pada ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Ibu dengan
status pendidikan rendah mungkin tidak memiliki pengetahuan tentang dampak faktor risiko
potensial, seperti pasokan air bersih, pemanfaatan jamban, kebersihan, dan sanitasi, pada
terjadinya diare Oleh karena itu, penelitian menunjukkan bahwa lebih tinggi prevalensi diare
(67,5%) dalam rumah tangga dengan ibu dengan tingkat pendidikan rendah.(13)
c. Jenis pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,
pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok
populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan determinan terpapar yang
khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan
kondisi tempat suatu populasi bekerja.
Pekerjaan ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan diare pada anak. Anak-anak dari ibu
yang memiliki pekerjaan sekitar dua kali lebih mungkin untuk menderita diare dibandingkan
dengan anak dari ibu yang tidak bekerja.(19)
5. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan
risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut :
25
a. Pemberian ASI eksklusif
ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Tidak memberikan ASI eksklusif
secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.
ASI merupakan makanan ideal yang memenuhi persyaratan gizi bayi muda, didalam
ASI terdapat antibodi untuk melindungi mereka terhadap penyakit menular dan mengurangi
eksposur mereka terhadap makanan dan air yang terkontaminasi. kelanjutan menyusui
selama 13 bulan atau lebih secara signifikan mengurangi kejadian penyakit diare. Risiko
kematian balita yang menderita diare adalah 2.5 kali dengan pemberian ASI, dan 9 kali lebih
besar pada anak yang tidak diberikan ASI.
26
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan
sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
Mencuci tangan dengan sabun yang sesuai adalah intervensi yang kuat yang telah
diamati untuk mengurangi insiden kedua diare dan pneumonia oleh setidaknya 50%, dan
efektif bila dipraktekkan di lingkungan yang terkontaminasi.
Hasil penelitian menunjukkan tentang penurunan 60% diare anak di rumah tangga yang
membuang tinja anak dengan cara yang aman daripada anak-anak dari rumah tangga yang
dibuang tinja dengan cara yang tidak aman.
2.6 Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik. Meskipun dapat
melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran
cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.
27
bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlabihan akan memberikan dampak yang sama.
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung
dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation
utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja
dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka
perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50
mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare
mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.6
28
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan
kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak
rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga mengakibatkan perubahan
saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan aktivitas pompa
natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-
29
Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
30
Sifat tinja
Frekuensi 5-10 /hari > 10x/hari Sering sering Sering Terus menerus
Darah - ± Kadang - + -
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui anamnesa yang
terperinci.
Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah berapa
lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga nantinya dapat
ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten. Hal ini berkaitan
dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut.
Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya
darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada orang tua pasien
maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair
dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat dan menimbulkan dehidrasi.
Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum, dan tenesmus.
Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti, terutama
pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah yang keluar.
Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien mengkonsumsi obat tertentu
sebelumnya.
31
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta tanda-tanda
tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah.2,3,4 Karena seringnya defekasi, anus dan
sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan juga pemeriksaan
pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
32
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Mata cekung
Gelisah, rewel/marah.
Mata cekung.
33
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Lihat :
Sangat kering
Air mata Ada Tidak ada
Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering
*Malas minum atau
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum tidak bisa minum
haus banyak
Periksa :
34
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
o Makroskopis dan mikroskopis
o pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet elinitest, bila diduga
intoleransi gula.
o Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan / uji resistensi.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi sitemik (diare yang disebabkan
parenteral)
c. Pemeriksaan Urine Lengkap untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih (diare yang
disebabkan parenteral)
d. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan pH dan
cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah (bila
memungkinkan).
e. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
f. Pemeriksaan kadar elektrolit terutama natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
(terutama bila ada kejang).
2.9 Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan
diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada
panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan pada pelayanan kesehatan. Rehidrasi
bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak baik yang
dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi
4. Antibiotik selektif
35
5. Edukasi orang tua
2.9.1 Rehidrasi
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri.
Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih
rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang
menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
RENCANA TERAPI A
(Pencegahan Dehidrasi)
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair (seperti sup,
air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak, seperti dijelaskan
di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat,
lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
36
2. BERI TABLET ZINC
- Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare.
- Cara pemberian tablet zinc :
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk anak-anak yang
lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan di dalam air matang atau oralit.
- Teruskan ASI.
- Bila anak tidak mendapatkan ASI, berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari
6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.
- Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :
Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau
ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur setiap porsi.
Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium.
Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan
baik.
Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
4. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK DALAM 3 HARI ATAU
MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
37
- Makan atau minum sedikit.
- Demam.
- Tinja berdarah.
RENCANA TERAPI B
Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan
di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama
4 jam pertama.
umur Lebih dari 4 bulan 4-12 bulan 12 bulan-2 tahun 2-5 tahun
38
Jika anak minta minum lagi, berikan.
Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk
diare akut non-kolera pada anak :
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
39
Sitrat 10
40
Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat
RENCANA TERAPI C
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK, teruskan ke
bawah.
Segera rujuk anak untuk rehidrasi Setelah 6 jam, nilai kembali dan pilih
melalui nasogatrik atau IV rencana terapi
Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu
dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
42
2.9.2 Zinc diberikan 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan
anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memilik evidence based
yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa
diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih
lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan
durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan
untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis,
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual,
kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system
kekebalan tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar
pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi
imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh
usus halus,meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus.
Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang
memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
43
yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi
dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit, Untuk anak-anak yang
lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan yang
diperlukan oleh anak-anak yang sehat.
Bayi segala usia yang menyusui harus tetap diberi kesempatan untuk menyusui sesering dan
selama mereka inginkan. Bayi sering menyusui lebih dari biasanya dan ini harus didukung.
Bayi yang tidak disusui harus diberikan susu biasa mereka makan (atau susu formula) sekurang-
kurangnya setiap tiga jam, jika mungkin dengan cangkir.
Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan makanan lain harus diberikan ASI lebih
banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan meningkatnya pasokan ASI, makanan lain harus
diturunkan.
44
Jika anak usia minimal 6 bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus diberi sereal,
sayuran dan makanan lain, selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan makanan tersebut belum
diberikan, maka harus dimulai selama episode diare atau segera setelah diare berhenti. Daging,
ikan atau telur harus diberikan, jika tersedia. Makanan kaya akan kalium, seperti pisang, air
kelapa hijau dan jus buah segar akan bermanfaat.
Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan porsi kecil yang
Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang. Setelah diare berhenti, dapat terus
memberi makanan dengan energi yang sama dan membrikan satu lagi makan tambahan daripada
biasanya setiap hari selama setidaknya dua minggu. Jika anak kekurangan gizi, makanan tambahan
harus diberikan sampai anak telah kembali berat badan normal.
Ciprofloxacin 15 mg/KgBB
Shigella Dysentri
2x sehari selama 3 hari Ceftriaxone 50-100 mg/KgBB
Metronidazole 10 mg/KgBB
45
Metronidazole 10 mg/KgBB
Giardiasis
3x sehari selama 5 hari
Selain itu Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan, jika anak:
• Muntah berulang-ulang
• Sangat haus
• Demam
• Tinja Berdarah
Selain lima penatalaksanaan diare yang dianjurkan menurut WHO, beberapa randomized
controlled trials (RCT) dan meta-analisis menyatakan bahwa probiotik efektif untuk pencegahan
primer maupun sekunder serta untuk mengobati diare.
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh
epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk
pencegahan dan pengobatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak
rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan travellers diarrhea. Dosis yang dianjurkan pada penyakit
diare akut yang disebabkan oleh infeksi adalah 1010–1011 cfu, 2 kali sehari.
46
DAFTAR PUSTAKA
7. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah
Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
8. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu Kesehatan Anak
ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994
47