Disusun oleh:
Alfi Marindi Fitrianti (16710185)
Pembimbing:
dr. Wahyu Sasono Sp.S
dr. Dyah Anetta Sp.S
SURABAYA
2018
1
BAB I
STATUS NEUROLOGI
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. W
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Margopatut, Sawahan, Nganjuk
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status marital : Menikah
No. RM : 18402034
MRS Tanggal : 11 Februari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 19 Februari 2018
ANAMNESA
Keluhan Utama:
Tangan dan kaki kiri lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dirawat di bagian saraf RSUD Nganjuk karena tidak bisa berjalan yang
disebabkan kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kiri yang terjadi secara tiba-tiba sejak
±1 minggu yang lalu saat pasien bangun tidur pagi. Saat serangan, pasien mengalami nyeri
kepala, dada berdebar-debar, sedikit sesak nafas, bicara terasa berat dan keluar air liur
timbul bersamaan dengan keluhan tangan dan kaki kiri lemas, tetapi tidak ada mual
muntah, tidak disertai kejang, BAB (-) ± 2hari. Tidak terdapat gangguan rasa pada sesisi
tubuh yang mengalami kelemahan. Pasien tidak ada penurunan kesadaran sebelum dan
sesudah tangan dan kaki kiri lemas. Selain itu, pasien sering mengantuk, kulit pasien terasa
gatal dan mengelupas sejak 1 tahun yang lalu.
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak ± 4 tahun yang lalu, pasien rutin minum
obat & kontrol secara teratur. Riwayat penyakit jantung sejak ± 1 tahun yang lalu. Pasien
pernah jatuh kecelakaan ±20 tahun yang lalu saat mengendarai motor posisi jatuh miring ke
kanan, kepala terbentur aspal kemudian pasien tidak sadarkan diri selama 3 hari. Riwayat
penyakit diabetes mellitus tidak ada. Pasien juga mempunyai alergi makanan seperti telur,
ikan-ikan laut.
Riwayat Pemakaian Obat:
Pasien rutin minum obat jantung dari Poli Jantung RSUD Nganjuk Micardis, Concor,
Spironolakton, Furosemid.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Bapak kandung pasien mempunyai riwayat penyakit jantung dan stroke.
Riwayat Sosial:
Riwayat kebiasaan merokok sejak 18 tahun yang lalu sehari 1 bungkus dan berhenti
merokok ±1 tahun yang lalu. Pola makan pasien tidak terkontrol, sering makan-makanan
yang cepat saji dan berlemak. Pasien juga tidak pernah berolahraga.
PEMERIKSAAN (19 Februari 2018)
Status Internus
Kesadaran : GCS : 15 (E:4,V:5,M:6)
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Berat Badan : 126 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Gizi : Berlebih
Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
3
Paru-Paru : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : BU (+), nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Pembesaran lien (-)
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)
Status Psikiatri
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada
Status Neurologi
KEPALA
Bentuk : Normocephali Deformitas : (-)
Ukuran : Normal Fraktur : (-)
Simetris : Simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Tumor : (-)
Pulsasi : (-)
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
LEHER
Sikap : Lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
4
Anosmia (-) (-)
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Kanan Kiri
- Anopsia (-) (-)
- Hemianopsia (-) (-)
Fundus Oculi Tidak dilakukan
- Papil edema
- Papil atrofi
- Perdarahan retina
5
- Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis (-) (-)
Refleks cahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (+) (+)
N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit tidak ada kelainan
- Trismus tidak ada kelainan
- Refleks kornea tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi tidak ada kelainan
- Pipi tidak ada kelainan
- Dagu tidak ada kelainan
N.Facialis
Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Menunjukkan gigi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan sedikit datar
6
- Bentuk Muka
- Istirahat tidak ada kelainan
- Bersiul tidak ada kelainan
Sensorik
2/3 depan lidah tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chvostek’s sign (-) (-)
N. Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Vertigo (-) (-)
7
Refleks palatum molle tidak ada kelainan
N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)
N. Hypoglossus
Kanan Kiri
Mengulur lidah deviasi lidah ke kiri
Fasikulasi (-)
Atrofi papil (-)
Disartria (+)
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 3
Tonus Normal Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps +2 +1
- Triceps +2 +1
Refleks patologis
- Hoffman (-) (-)
- Tromner (-) (-)
Sensibilitas
Eksteroseptik
Kanan Kiri
8
- Rasa nyeri superficial + -
- Rasa suhu (panas/dingin) tidak dilakukan tidak dilakukan
- Rasa raba ringan + -
Propioseptik
- Rasa getar + -
- Rasa tekan + -
- Rasa nyeri tekan + -
- Rasa gerak dan posisi + -
Enteroseptik
- Referred pain - -
Rasa kombinasi
- Stereognosis dbn -
- Barognosis tidak dilakukan tidak dilakukan
- Graphestesia tidak dilakukan tidak dilakukan
- Loss of body image tidak dilakukan tidak dilakukan
9
- Babinsky (-) (-)
- Chaddock (-) (-)
- Oppenheim (-) (-)
- Gordon (-) (-)
- Schaeffer (-) (-)
- Rossolimo (-) (-)
- Mendel Bechterew (-) (-)
Kanan Kiri
Sensibilitas
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superficial + -
- Rasa suhu (panas/dingin) tidak dilakukan tidak dilakukan
- Rasa raba ringan + -
Propioseptik
- Rasa getar + -
- Rasa tekan + -
- Rasa nyeri tekan + -
- Rasa gerak dan posisi + -
Enteroseptik
- Referred pain - -
Rasa kombinasi
- Stereognosis (+)
- Barognosis (-)
- Graphestesia (-)
- Loss of body image (-)
10
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan
Trofik tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : dbn
Defekasi : sde
Ereksi : tidak dinilai
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)
11
- Tanda symphisis pubis (-)
12
GERAKAN
ABNORMAL
Tremor
: (-)
Chorea
: (-)
Athetosis
: (-)
Ballismus Afasia global
: (-) : (+)
Dystoni Apraksia
: (-) : (-)
Myocloni Agrafia
: (-) : (-)
Alexia
FUNGSI : (-)
LUHUR
Afasia motorik Rencana
: (-) Diagnostik:
- E
K
G
- G
D
A
- M
RI
13
Pemeriksaan Penunjang
14
Foto Thorax AP (14 Februari 2018)
15
CT Scan Kepala tanpa kontras (14 -02-2018)
16
RESUME
Hemiparesis sinistra akut sejak 1 minggu setelah bangun tidur pagi, mendadak.
Disartria dan paresis nervus hipoglosus sinistra disertai cephalgia sejak bangun tidur
pagi. Riwayat dahulu ada trauma kepala ±20 tahun yang lalu kemudian mengalami
penurunan kesadaran, riwayat hipertensi ± 4 tahun yang lalu, riwayat penyakit jantung
sejak ± 1 tahun yang lalu kontrol terakhir 1 bulan. Obesitas sejak 11 tahun yang lalu.
Riwayat keluarga dari bapak kandung pasien mempunyai riwayat penyakit jantung
dan stroke. Riwayat kebiasaan merokok sejak 18 tahun yang lalu sehari 1 bungkus
17
dan berhenti merokok ±1 tahun yang lalu. Pola makan tidak terkontrol, sering makan-
makanan yang cepat saji, berlemak, dan juga tidak pernah berolahraga.
PEMERIKSAAN
Kesadaran : GCS : 15 (E:4,V:5,M:6)
Suhu Badan : 36,5 ºC
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Berat Badan : 126 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Gizi : Berlebih
Status Neurologis
Nn. Cranialis
N. Facialis
Plica Nasolabialis kiri sedikit datar (+)
Sudut mulut kiri tertinggal
N. Hypoglossus
Deviasi lidah ke kiri
Fungsi Motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan cukup kurang cukup kurang
Kekuatan 5 3 5 3
Tonus +2 +1 +2 +1
Klonus - -
R. Fisiologis ↑ Normal ↑ Normal
R. Patologis (-) (-) (-) (-)
Fungsi Sensorik : hemiparestesia sinistra
Fungsi Luhur : afasia global
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
GRM : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada
Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai
18
ASSESSMENT (A):
Skor Stroke Siriraj
Kesimpulan:
Stroke non Hemoragik
Diagnosa:
Diagnosa Klinis : Hemiparese sinistra + Disartria + Parese N.VII sinistra
+ Parese N.XII sinistra tipe sentral + Cephalgia +
Afasia global
Diagnosa Topikal : Hemisfer serebri dextra
Diagnosa Etiologis : Stroke Infark Tromboemboli
Tatalaksana:
Non Farmakologis
Bed Rest
Head up 20-30o
Oksigen nasal canule 2-3 lpm
19
Pasang DC
Farmakologis
IVFD PZ 500cc/24jam
Injeksi citicholin 3x250 mg (IV)
Injeksi mecobalamin 3x1
Injeksi Furosemid 3x1
Dulcolac supp 1-0-0
Aspilet loading 80mg 4 tablet lanjut 1x1
Spironolacton 25mg 1-0-0 (PO)
Micardis 40mg 1-0-0
Concor 2,5mg 0-1-0
Atorvastatin 20mg 0-0-1
Konsul Spesialis saraf
Diagnosis:
-Stroke Infark Tromboemboli
-CHF
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia
Edukasi :
- Hindari makanan asin dan berlemak
- Kontrol rutin dan minum obat teratur
- Olahraga teratur
- Diet dan mencapai berat badan yang sesuai
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
21
Otak merupakan organ yang palik aktif secara metabolik. Otak hanya
memiliki sekitar 2% massa tubuh akan tetapi otak membutuhkan 15-20% cardiac
output untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosanya. Secara anatomis,
pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Anterior Serebri Korteks serebri frontomedial dan parietal serta substansia alba di
sekitarnya dan korpus kalosum anterior
Arteri serebelar Pons superior, otak tengah inferior, dan serebelum superior
Superior
Arteri serebelar Korteks oksipital dan temporal media serta substansia alba
posterior disekitarnya. Korpus kalosum posterior dan otak tengah superior
Cabang Thalamus
thalamoperforata
22
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau
agnosia. Selain itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan
gangguan lapang pandang.
Klasifikasi Stroke
Terdapat beberapa pengelompokkan stroke. Klasifikasi stroke telah banyak
dikemukakan oleh beberapa institusi, seperti yang dibuat oleh Stroke Data Bank,
World Health Organization (WHO,1989) dan National Institute of Neurological
Disease and Stroke (NINDS,1990). Pada dasarnya klasifikasi tersebut dikelompokan
23
atas dasar manifestasi klinik, proses patologi yang terjadi di otak dan area lesinya. Hal
ini berkaitan dengan pendekatan diagnosis neurologis untuk menetapkan diagnosis
klinis, diagnosis topik dan diagnosis etiologi. 4,5 Lebih jauh, stroke dapat
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi, sistem darah dan
stadiumnya. Pengelompokkan yang berbeda-beda ini menjadi landasan untuk
menentukan terapi dan usaha pencegahan stroke.5,6,7
1. Berdasarkan Patalogi Anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
ii. Trombosis serebri
iii. Embolia serebri
b. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intraserebral
ii. Perdarahan subarachnoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
d. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebra-basiler
Stroke memiliki tanda klinik yang spesifik, tergantung dengan daerah otak
yang mengalami inskemik atau infark. Walaupun telah terdapat pngelompokkan
stroke berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala pada
kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan tambahan
yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti CT-scan.8
Faktor Risiko
24
Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan adanya gejala klinis neurologik
mendadak yang beraneka ragam mulai dari gejala motorik fokal, gejala sensorik,
gangguan fungsi luhur hingga gangguan kesadaran. Gejala tersebut dapat disertai
nyeri kepala, mual muntah, kejang, kaku kuduk dan lain sebagainya. Diagnosis stroke
seperti juga diagnosis lain di bidang Ilmu Penyakit Saraf mencakup diagnosis klinis,
topis dan etiologis. Pemahaman ilmu dasar mengenai anatomi otak dan bangunan
intrakranial di sekitarnya, sistem perdarahan otak serta fisiologi dan metabolisme otak
diperlukan dalam menentukan diagnosis stroke. Selain itu, anamnesis, pemeriksaan
fisik neurologis, dan pemeriksaan psikoneurologis perlu dicari dan disimpulkan dalam
sindrom-sindroma klinik yang dapat memberikan arah diagnosis topis dalam
pengelolaan pasien. Diagnosis etiologis menempati tempat utama yang harus segera
disimpulkan untuk dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat.
1. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana
didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.4,10,11
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan,
gangguan bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan,
gangguan motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik.
Gangguan pada sistim vertebrobasilar menyebabkan: gangguan penglihatan,
pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervi
kranalis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan kesadaran, dan kombinasi. Pada beberapa
keadaan didapat gangguan neurobehaviour, hemineglect, afasia, aleksia, anomia
maupun amnesia. 1,2
2. Diagnosis Topik
Menurut klasifikasi Bamford, diagnosis topik stroke dapat dibagi menjadi :3,4
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) bila memenuhi 3 gejala di bawah:
- Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
- Hemianopia kontralateral
- Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia,
apraksia
b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) bila memenuhi 2 gejala di bawah
ini atau cukup 1 saja tetapi harus merupakan gangguan fungsi luhur:
25
-Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)
-Hemianopia kontralateral
-Gangguan fungsi luhur: disfasia, visuospasial, hemineglect, agnosia, apraksia
c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) bila:
- Gangguan motorik murni
- Gangguan sensorik murni
- Hemiparesis dengan ataksia
d. Posterior Circulation Infarct (POCI) bila memberikan gejala:
- Diplopia
- Disfagia
- Vertigo
- Disartria
- Hemiparesis alternans
- Gangguan motorik/sensorik bilateral
- Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract sign
3. Diagnosis Etiologis
Diagnosis etiologis stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Baku emas yang digunakan untuk menentukan etiologi adalah CT-
scan kepala. 1,2
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (darah dan urin),
elektrokardiogram, ekhokardiogram, foto toraks, pungsi lumbal, elektroensefalogram,
arteriografi, doppler sonography diperlukan untuk membantu diagnosis etiologis
stroke hemoragik (intraserebral, subaraknoid) atau iskemik (emboli, trombosis) serta
mencari faktor risiko.3,4
26
Stroke Hemoragik
Klasifikasi Stroke Hemoragik
Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab
perdarahannya1,2, yaitu:
1. Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral
adalah hipertensi kronik. 4
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya
aneurisma sakuler.
27
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis pun akan semakin
berkembang.
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan prognosis.
Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa darah menerobos atau
menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting” tanpa merusaknya.
Dalam keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan bila perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak
struktur anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan
intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar hingga ke ventrikel
otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel ini
diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan memperburuk prognosis. Jumlah
perdarahan yang lebih dari 60 ml akan meningkatkan resiko kematian hingga 93%.
1,2,14
28
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara
pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada
anamnesa juga perlu ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus
atau kelainan jantung. Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga
juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat
kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan
fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai
berikut :
Tabel 3. Glasgow Coma Scale(GCS)
Respon Skor
a. Membuka mata
1) Membuka spontan 4
2) Membuka dengan perintah 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4) Tidak mampu membuka mata 1
b.Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik 5
2) Pembicaraan yang kacau 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4) Dapat bersuara, merintih 2
5) Tidak ada suara 1
c.Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri 4
4) Tanggapan fleksi abnormal 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal 2
6) Tidak ada gerakan 1
Derajat kesadaran :
Kompos mentis = GCS 15-14
Somnolen = GCS 13-8
Sopor = GCS 7-4
Koma = GCS 3
29
Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai melalui
tes yang dilakukan dengan cara menyuruh penderita membuka dan menutup kancing
bajunya. Kemudian melepas dan memakai sandalnya.
Penilaian kekuatan otot dalam derajat tenaga 0 sampai 5 secara praktis mempunyai
kepentingan dalam penilaian kemajuan atau kemunduran orang sakit dalam perawatan
dan bukan suatu tindakan pemeriksaan yang semata-mata menentukan suatu
kelumpuhan.
Pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut :
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu mengangkat tangan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang
dapat dilakukan pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks
patologis yang dapat dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang keluar melalui otak, berbeda
dari saraf spinal yang keluar melalui sumsum tulang belakang. Saraf kranial
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki
jenis sensori (saraf I, II, VIII), 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4
pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X).
30
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada duapertiga
luar; sekresi kelenjar anterior lidah; mulut
lakrimalis, submandibula kering; hilangnya
dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot
wajah wajah
VIII: Vestibulokoklearis Pendengaran; Tuli; tinitus(berdenging
keseimbangan terus menerus);
vertigo;nistagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis pada faring; mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada faring, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan
31
Intracranial Hemorrhage
Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran radiologi
akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam – 5 hari) akan terlihat
isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama
untuk mendeteksi pendarahan posterior.
Pemeriksaan Angiografi
32
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke
perdarahan intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau
berwarna kekuningan. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
33
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen
1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
34
sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
35
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Prognosis4,5
1. Perdarahan Intraserebral
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra serebri (PIS)
adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita (menggunakan skor Glasgow Coma
Scale (GCS), dan adanya darah intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas
sebesar 96% dan spesifitas 98%. Prognosis buruk biasanya terjadi pada pasien dengan
volume perdarahan (>30mL), lokasi perdarahan di fossa posterior, usia lanjut dan
MAP >130 mmHg pada saat serangan. GCS <4 saat serangan juga bisa memberi
prognosis buruk.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki tingkat
mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat kematian 19% pada
PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9. Perluasan PIS ke intraventrikel
meningkatkan mortalitas secara umum menjadi 45% hingga 75%, tanpa
memperhatikan lokasi PIS, sebagai bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat
gangguan sirkulasi liquor cerebrospinal (LCS). Pengukuran volume hematom dapat
dilakukan secara akurat dengan CT scan. Secara klinis, edema berperan dalam efek
massa dari hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak
intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi berhubungan dengan
outcome fungsional yang lebih baik, yang menimbulkan suatu kerancuan apakah
edema harus dijadikan target terapi atau hanya merupakan variabel prognostik.
2. Perdarahan Subarachnoid
Tingkat mortalitas pada tahun pertama dari serangan stroke hemoragik
perdarahan subarachnoid sangat tinggi, yaitu 60%. Sekitar 10% penderita perdarahan
subarachnoid meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat
membaik sejak awitan. Perdarahan ulang juga sangat mungkin terjadi. Rata-rata
waktu antara perdarahan pertama dan perdarahan ulang adalah sekitar 5 tahun.
36
DAFTAR PUSTAKA
5. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare Professionals
37
From the American Heart Association / American Stroke Association. Journal of the
American Heart Association. (http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.
Diakses Maret 18, 2017).
7. Mardjono, Prof. dr. Mahar. Prof. dr. Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar
cetakan ke-13. Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis
cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
10. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology.Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease:Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
12. Price, S. A., L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
E/6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
13. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Ed. 6. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
14. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005.
38
15. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. (Http://www.merck.com/
mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Diakses Maret 18, 2017).
18. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark.
(Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Diakses Maret 18, 2017).
19. Basuki, Andi dan Dian Sofiati (ed.). Neurology in Daily Practice. 2010. Bandung:
Bagian Ilmu Pena Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD
20. Swartz, MH. 2002. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta :EGC
39