Anda di halaman 1dari 8

puvi imoet

Minggu, 27 Juni 2010

Cri - Ciri Arsitektur Byzantium


Konstruksi Bangunan

Denah:

* segi empat polygonal, yang ditutup dengan atap kubah dan kubah kecil
mengelilingi kubah utama, sehingga bentuknya memusat serta simetris.
* sayap pendek yang sama pasa setiap sisinya, mengambi bentuk cross.

Dinding:

* Memakai bahan bata, dan dibagian dalam (interiornya) dilapisi dengan mosaic
yang terbuat dari pualam warna-warni yang menggambarkan ajarannya.
Bukaan Pintu dan Jendela:

* Busur ½ lingkaran dipakai untuk menunjang galery dan bukaan pada pintu dan
jendela
* Jendela-jendela kecil ½ lingkaran mengelilingi dasar kubah (pendetive)

Atap:

* metode pembuatan atap dari bahan batu ataupun beton


* Kubah dibentuk dengan type - simple (biasa ½ lingkaran)
* melon shaped (kubah belewah)
* compound (majemuk)
Kolom:

* kolom-kolomnya konstruktif, dengan kepala tiang (capital) bergaya Korintia dan


Komposit.

Sky Line:

* Secara keseluruhan pandang, gereja izantium merupakan kelompok banyak kubah


yang mengelilingi kubah utama secara simetris, sehingga berkesan vertikal.

Karakter Arsitektur

* Gereja Bizantium merupakan bentuk Basilika pada mulanya setelah berkembang


membentuk polanya sendiri yaitu pola gereja Byzantium yaitu Kubah Majemuk,
kubah Bola serta Denah terpusat. Karena daerah ini berhadapan langsung dengan
daerah Asia Kecil, maka pengaruhnya banyak yang masuk antara lain, kubah-kubah
untuk menutup denah segi-4 maupun polygonal dari gereja, makam maupun
baptistery, hal ini muali dikembangkan pada abad 5.
* Praktek penggunaan kubah, memakai konstruksi atap yang sangat sederhana
dengan atap kayu aliran Kristen Lama, maupun atap lengkung aliran Romawi dari
batu.
* Sistem konstruksi beton dari Romawi dikembangkan dengan pesat. Kubah yang
merupakan ciri dari daerah timur, menjadi model atap Byzantium yang merupakan
penggabungan dari Konstruksi kubah dan sudut model Yunani dan Romawi.
* Type-type kubah yang diletakkan diatas denah segi-4 dilengkapi dengan jendela
kecil-kecil diatas, disebut Pendetive, dimana pada masa Romawi kubahnya hanya
menutup bentuk denah melingkar atau polygonal. Sedangkan bahan pendetive
tersebut dipakai bahan bata atau batu apung yang disebut Purnise. Kubah dibuat
tanpa menggunakan penunjang sementara (bekisting). Kubah bola utama tersebut
melambangkan Surga menurut ajarannya, sedangkan kubah-kubah sudut atau
disebut Squinch untuk menggambarkan ajarannya dalam bentuk mosaic antara
Bema atau bilik suci dengan Naos atau ruang induk atau nave, dipisahkan oleh
Iconostatis atau penyekat, sebagi screen of picture “tirai”.
* Bentuk Eksterior, kadang tidak berhubungan/ tidak ada kesatuan dengan bentuk
interiornya.
* Arsitektur Bizantium dibagi dalam 3 periode, yakni periode awal, pertengahan
dan akhir.

Seni dan Arsitektur

Salah satu segi terpenting bagi kota baru Konstantinopel adalah kota tersebut
bukan merupakan duplikat dari kota Roma yaitu dengan dibangun gereja Kristen
pertama Hagia Sophia serta menyelesaikan banyak gereja lainnya.
Seni dekorasi motif Mosaic yang cemerlang dan gemerlapan berkembang pesat.
Sedangkan Arsitektur bangunan bersegi banyak dengan atap kubah bermunculan
dimanapun, dibukit Yugoslavia, dilembah Rumania digurun Suria Bizantium yang
mengembangkan hirarki bentuk semacam itu.
Hasil pembangunan kota Konstantinopel, meliputi banyak bangunan antara lain 2
gedung teatre, 8 pemandian umum, 153 pemandian prbadi, 5 lumbung, 8 akuaduk,
14 gereja, 14 istana dan 4388 rumah tinggal yang cukup besar, dan masih banyak
lagi fasilitas umum, misalnya rumah sakit, pasar serta perumahan penduduk yang
tidak tercatat kota menampung sekitar 600.000 orang penduduk.

Bizantium adalah pewaris langsung kekaisaran terakhir Romawi dan merupakan


bangsa Kristen yang pertama. Orang Bizantium mensistemasikan hukum Romawi
dan senatnya juga mencontoh pola senat Romawi, namun masih didukung oleh
kaum Biara dan mencari nasehat dibidang politik pada kaum Mistikus.
Tiga aspek kehidupan orang Bizantium yang menonjol adalah keagamaan, intrik
kerajaan dan sirkus-sirkus popular yang spektakuler (sulap).
Kehidupan kota dipusatkan disekeliling 3 bangunan penting yaitu kelompok gedung
Hypodrom, Istana suci kekaisaran dan Gereja Hagia Sophia, dimana ke 3 bangunan
ini mewakili 3 unsur dunia Bizantium yaitu rakyat, kekuasaan kaisar dan agama.
Ketiga gedung ini terletak serasi berdekatan serta dihubungkan oleh Mese atau
jalan tengah, yaitu suatu jalan yangs selalu dipakai untuk upacara kenegaraan dan
keagamaan (jalan protocol menuju ke bangunan penting.

Menara Adopsi Byzantium

Sebuah masjid sepertinya hambar jika tanpa menara. Masjid-masjid jami’ di


Indonesia hampir selalu mempunyai menara. Padahal, asal tahu saja, menara
bukan unsur arsitektur asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai masjid pertama
yang dibangun Nabi pun pada awalnya tak mempunyai menara.

Begitu pula ketika masa Islam dipimpin oleh empat serangkai khalifah al-rasyidin,
mulai Abu Bakar hingga Ali bin Abu Thalib: masjid-masjid yang dibangun tak
bermenara. Hanya saja ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai
tempat muazzin mengumandangkan adzan.

Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid pertama, bisa dikatakan Khalifah Al-Walid


(705-715) dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan
unsur menara dalam arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian
tinggi dalam rancang bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara
sebagai salah satu unsur khas pada masjid.

Tradisi membangun menara diawali oleh Khalifah Al-Walid ketika memugar bekas
basilika Santo John (Yahya) menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian menjadi
Masjid Agung Damaskus. Pada bekas basilika tersebut tadinya terdapat dua buah
menara yang berfungsi sebagai penunjuk waktu: lonceng pada siang hari dan
kerlipan lampu pada malam hari.

Menara itu sendiri merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium. Rupanya,
Khalifah Al-Walid tertarik untuk mempertahankan kedua menara tersebut. Bahkan,
kemudian ia membangun sebuah menara lagi di sisi utara pelataran masjid (tepat
di atas Gerbang al-Firdaus). Menara ini disebut Menara Utara Masjid Damaskus.
Satu tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memugar Masjid Nabawi di
Madinah. Masjid ini tadinya tak mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu
memerintahkan para arsiteknya untuk membangunkan menara masjid sebagai
tempat muadzin untuk mengumandangkan azan.

Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus sangat
mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping. Yang jelas,
pada saat itu kehadiran menara masjid masih merupakan sesuatu yang baru.
Bentuk menara seperti menara Masjid Agung Damaskus cukup populer. Bahkan,
hingga 250 tahun kemudian, bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Agung
Damaskus ini juga menjadi model tipikal menara Masjid Al-Azhar yang dibangun
oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.

Bentuk - Bentuk Menara

Menara Masjid Quba


Menara Masjid Natanz di Iran.

Menara Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir.


Fungsi Menara

Menara masjid selain berfungsi sebagai tempat bagi muadzin mengumandangkan


adzan juga bisa berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau menara pengintai.
Hal ini terutama terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota
pelabuhan atau tepi sungai. Corak menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia,
misalnya, terdapat pada bangunan corak masjid yang sangat mirip sebuah markas
militer.

Menara berbentuk silinder ini dibuat dengan gaya yang teramat kokoh untuk
sebuah menara yang biasanya berbentuk ramping. Ribbat Shushah, sebagai kota
pelabuhan, memanfaatkan menara masjid sebagai sarana untuk melakukan
pengamatan lepas pantai dari balkon menara.

vinny imoet di 06.33

Tidak ada komentar:


Posting Komentar


Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya

vinny imoet
saya ntuh orgnya tergtung mod ja&yg pasti tdk neko2
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai