TUGAS
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
yang dibina oleh Bapak Dr. Budi Handoyo, M.Si.
Oleh
Chintya Yulian Triningrum (150543604379)
Afifah Izzaturrahayu (150543601362)
Dyahayu Rofiani (150543601734)
Rohmatul Laili (150543601073)
Rama Deyanto (160534611671)
b. Soeharto
Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan,
dan sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter yang dimiliki oleh
Almarhum merupakan suatu gaya kepemimpinan yang tepat pada masa awal
terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan
pada masa itu tingkat pergolakan dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga
tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Namun, dirasa pada awal
tahun 1980-an dirasa cara memimpin Soeharto yang bersifat otoriter ini kurang
tepat, karena keadaan yang terjadi di Indonesia sudah banyak berubah.
Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara
demokratis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh
kultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaannya Soeharto
menggunakan cara-cara represif pada semua pihak yang melawannya.
Pada masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah Otoriter/militeristik.
Seorang pemimpinan yang otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan
“keakuannya”, antara lain dengan ciri-ciri :
1) Kecendurangan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat
lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang
menghargai harkat dan maratabat mereka.
2) Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahannya.
3) Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
c. B.J. Habibie
Habibie merupakan seorang pemimpin yang bersifat demokratik.
Pencapaian yang dimiliki beliau diantaranya adalah pelaksanaan otonomi daerah.
Dengan adanya otonomi daerah ini, berbagi macam kerusuhan yang terjadi dapat
diredam. Sejalan dengan kepemimpinannya yang demokratik tersebut, kebebasan
untuk mengeluarkan pendapat dan membentuk serikat-serikat tersendiri membawa
dampak positif untuk negara Indonesia. Tak hanya itu, Presiden Habibie juga
membebaskan para tahanan politik yang ditangkap pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto. Tak hanya pada bidang politik, di bidang ekonomi pun
Presiden Habibie memiliki pencapaian yang fantastis. Pada akhir masa
pemerintahannya, nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai angka Rp. 6.500,-
per US DOLLAR.
Pemerintahan Presiden Habibie tidak semua berjalan mulus. Hal yang
cukup fatal bagi dirinya yaitu mengizinkan diadakannya referendum kdi Timor
Timur untuk memilih apakah ingin tetap bergabung dengan NKRI atau
memisahkan diri. Akibat dari hasil referendum tersebut, Timor Timor kini
memisahkan diri dan berganti nama menjadi Timor Leste. Dengan terlepasnya
Timor Timur menimbulkan banyak kontroversi di negara Republik Indonesia. Hal
ini membuat pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR dan
membuat dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu berikutnya. Namun, dengan
lepasnya Timor Timur ada dampak positif tersendiri yang didapat oleh Indonesia
seperti bersihnya nama Indonesia dimata dunia. Hal ini karena maraknya terjadi
kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Selain itu, Presiden Habibie mungkin
memiliki pemikiran tersendiri mengenai Timor Timur.
Saat ini, Presiden Habibie merupakan penasehat kepresidenan dimulai pada masa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hingga akhir masa kepresidenannya, Presiden Habibie selalu mengemban
tugasnya dengan baik. Kepemimpinannya yang bersifat demokratik, mampu
membawa Indonesia melalui masa-masa sulit. Sang Jenius di bidang tehnik,
mampu membawa perubahan yang sangat besar kepada negara. Sungguh beliau
merupakan kebanggaan bangsa dan merupakan seorang presiden di hormati
setelah Presiden Soekarno. Semoga di masa yang akan datang, Indonesia bisa
lebih baik lagi.
d. Abdurrahman Wahid
Presiden Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, memiliki gaya
kepemimpinan responsif-akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan
semua kepentingan yang beraneka ragam, yang diharapkan dapat dijadikan
menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan. Gus Dur
berjasa dalam penanaman kesadaran generasi muda akan perlunya menjunjung
tinggi pluralisme dan toleransi terhadap perbedaan ras atau golongan. Dimasanya,
rakyat mulai sadar akan pentingnya penghargaan akan etnis, termasuk etnis
Tionghoa. Namun, ia juga banyak menuai kritik karena sifatnya yang berubah-
ubah, ceplas-ceplos, dan dinilai agak ngawur. Kebijakannya untuk membekukan
MPR dianggap inkonstitusional dan tidak prosedural.
e. Megawati Sukarnoputri
Presiden Megawati Soekarno Putri memiliki gaya kepemimpinan
antikekerasan. Di masa pemerintahannya tidak terjadi banyak kasus besar atau
konflik yang melibatkan massa. Ia memiliki andil dalam perbaikan fasilitas dan
institusi kepolisian. Megawati merupakan sosok yang cukup demokratis, namun
juga dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada
kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak
pernah menyentuh visi, misi, atau kebijakan publik yang ia ambil. Pemerintahan
Megawati minim prestasi. Ia juga dikritik atas penjualan saham beberapa BUMN
serta aset-aset penting negara.
g. Joko Widodo
Gaya kepemimpinan seorang Joko Widodo memang tergolong unik, sebab
orang-orang menyebutkan bahwa ia memiliki sebuah gaya kepemimpinanyang
lain dari pada yang lain. Banyak masyarakat yang menginginkan sebuah
perubahan dalam hal kepemimpinan bangsa ini, dan Jokowi pun hadir ditengah
tengah masyarakat dengan citra sebuah pemimpin yang sangat peduli dengan
kaum kelas bawah dan sangat peduli dengan rakyat kecil. Banyak masyarakat
Indonesia menggantungkan perubahan bangsa ini pada sosok Joko Widodo.
Konsep kepemimpinan Jokowi adalah servant, dimana dalam konsep
kepemimpinan ini
Pemimpin adalah menjadi seorang pelayan, dimana yang dimaksud adalah
Jokowi secara langsung terjun kedalam kehidupan masyarakat dan mengetahui
bagaimana nasib dan keluhan yang mereka alami saat ini. Meski demikian,
kepemimpinan Joko Widodo bukan tanpa cela. Kerap kebijakannya menuai
kontroversi. Misalnya, kebijakan menaikkan harga BBM. Ada pula pihak yang
menilai bahwa Joko Widodo disetir oleh partai yang mengusungnya.
d. Toleransi
Nilai demokrasi di masa sekarang yang harus dikembangkan adalah
toleransi antarumat beragama. Negara Indonesia memiliki masyarakat yang plural
sehingga rawan terjadi gesekan karena perbedaan, apalagi bila perbedaan tersebut
adalah perbedaan agama. Indonesia dikenal dengan negara yang toleran dan hal
ini perlu dikembangkan agar tercipta masyarakat yang damai.