Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tatanan kehidupan politik yang beradab dan demokratis harus dimulai dan di
konstruksikan dalam konstitusi. Dalam kehidupan ekonomi yang sehat dan mendorong
kearah terciptanya kepastian hukum, keadilan dan kemakmuran rakyat harus dimulai pula
dari konstitusi. Kehidupan sosial budaya yang harmoni dan pembentukan masyarakat
madani harus termaktub dalam setiap huruf perubahan konstitusi. Kehendak untuk hidup
aman dan dapat bertahan dari serangan pasukan asing yang dapat menghancurkan
persatuan dan kesatuan bangsa juga harus di konstruksikan dalam butir pasal konstitusi.

Upaya untuk memahami konstitusi tidak dapat dilepaskan dari pemahaman


mengenai prinsip konstitusionalisme, sebab konstitusi yang kokoh adalah konstitusi yang
jelas prinsip konstitusionalismenya, yaitu yang mengatur secara rinci batas batas
kewenangan dan kekuasaan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudisial secara seimbang
dan saling mengawasi, serta memberikan jaminan yang cukup luas dalam arti
penghormatan (to respect), perlindungan (to fullfil) hak warga negara dan hak asasi
manusia dan perlindungan (to protect) (Abdul Mukthie Fadjar, 2006:34-35).

Namun dalam praktiknya konstitusi di negeri ini masih banyak dilanggar, baik oleh
pihak dalam negeri, maupun luar negeri yang berada di indonesia, baik perorangan
(individu), maupun kelompok. Kasus akhir akhir ini yang banyak menyita perhatian
adalah mengenai PT. Freeport mengenai negosiasi perpanjangan kontrak dan masalah
saham yang menurut pihak dalam negeri tidak sesuai dengan UUD 1945 yang berlaku di
indonesia.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian konstitusi?


2. Apa tujuan dan sifat konstitusi?
3. UUD apa yang dilanggar oleh pihak PT. Freeport ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami konsep dasar tentang konstitusi.
2. Mengetahui tujuan adanya konsitusi dan sifat konstitusi.
3. Mengetahuin apa saja pro kontra mengenai PT. Freepot yang mendirikan tambang di
indonnesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Menurut Wirjono Prodjodikoro, istilah konstitusi berasal dari kata kerja “constituer”
dalam bahsa perancis yang berati pembentukan (Wirjono Prodjokiro, 1977:10). Dalam hal ini
yang dibentuk adalah suatu negara, sehingga konstitusi mengandung permulaan dari segala
macam peraturan pokok mengenal sendi – sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar
yang bernama negara. Dengan demikian, konstitusi merupakan suatu yang sangat penting
bagi setiap bangsa dan negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja
memperoleh kemerdekaannya (Taufiqurrohman Syahuri, 2003: 49).
Eric barendt memberikan pandangan bahwa “The constitution of a state is the written
document or text which outline of the power of its parliament, courts, and other important
national institution” (Taufiqurrohman Syahuri, 2003: 50).
Sedangkan menurut herman heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari
pada undang-undang dasar (Taufiqurrohman Syahuri, 2003:51)
Hans kelsen dalam bukunya general theory of law and state, membagi pengertian
konstitusi menjadi konstitusi dalam arti formal dan konstitusi dalam pengertian materil.
Menurut kelsen pengertian formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum
yang hanya dapat diubah dibawah pengawasan ketentuan-ketentuan khusus. Sedangkan
dalam arti materil konstitusi adalah hukum yang berisi peraturan-peraturan yang mengatur
tentang pembentukan undang-undang (Hans Kensel, 2006: 180)
Berdasarkan berbagai pandangan tersebut, dapat ditarik sebuah pengertian bahwa
konstitusi tidak selalu dapat diartikan sebagai undang-undang dasar sebuah negara. Sebab,
undang-undang dasar merupakan pengertian konstitusi, yakni konstitusi tertulis.
Van apeldoorn yang menyatakan bahwa undang-undang dasar adalah bagian dari
konstitusi tertulis (Taufiqurrahman Syahuri, 2003:52). Jimly Asshiddiqie juga mendefinisikan
konstitusi sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu
negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar yang tertulis (lazim disebut undang-undang
dasar), dan dapat pula hukum tidak tidak tertulis (Jimly Asshiddiqie, 2010:29). Sebab, tidak
semua negara memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar, contohnya adalah
Kerajaan Inggris yang biasanya disebut sebagai negara konstitusional, tetapi pada
kenyataannya tidak memiliki konstitusi tertulis. Akan tetapi, bukan berarti Kerajaan Inggris

3
tidak memiliki konstitusi, nilai dan norma yang hidup dalam praktik penyelenggaraan
negaranya yang diakui sebagai hukum dasar (Jimly Asshiddiqie, 2010:29). Di Indonesia
sendiri, selain dikenal istilah konstitusi juga dikenal istilah undang-undang dasar. Bahasa
Belanda membedakan antara constitutie dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman
membedakan antara verfassung dan gerundgesetz. Demikian pula bahasa Perancis dibedakan
antara Droit Constitutionnel dan Loi Constitutionnel. Dari beberapa istilah tersebut, istilah
pertama yang identik dengan pengertian konstitusi, sedang yang kedua adalah undang-
undang dasar dalam yang tertuang dalam naskah tertulis (Jimly Asshiddiqie, 2010:119).
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pengertian
konstitusi dan undang-undang dasar menunjuk pada pengertian hukum dasar suatu negara,
yang mengatur susunan organisasi pemerintahan, menetapkan hubungan antara pemerintah
dan warga negara, serta mengawasi pelaksanaan pemerintahan. Perbedaannya hanya terletak
pada proses terjadinya konstitusi itu (Taufiqurrahman Syahuri, 2003:54). Untuk itu, dalam
konstitusi memang terdapat aturan-aturan hukum yang mengatur organ-organ dalam negara,
serta tata cara pembentukan organ-organ tersebut, tata hubungan sesamanya, dan lingkup
kerja masing-masing, serta berisi aturan-aturan hukum mengenai tata hubungan timbal balik
antar negara dan warga negara, serta penduduknya (A. Hamid S. Attamimi, 1992). Berikut ini
adalah pengertian konstitusi menurut para ahli:
a. Herman Heller
Herman Heller dalam bukunya berjudul “Staatlehre” membagi pengertian konstitusi dalam
tiga pengertian (Taufiqurrahman Syahuri, 2003:52):
1) Konstitusi mencerminkan kehiidupan politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan
(Die politische verfassung als gesselscaftliche Wirklichkeit) dan Ia belum merupakan
konstitusi dalam arti hukum atau dengan perkataan lain konstitusi itu masih merupakan
pengertian sosiologis atau politis.
2) Baru setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dari konstitusi yang hidup dalam
masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah hukum, maka ia menjadi
konstitusi dalam arti yuridis (Die verselbastandigte Rechtverfassung).
3) Kemudian, orang mulai menuliskannya dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang
tertinggi yang berlaku dalam suatu negara (Die geschriebene Verfassung).
Dari pandangan tersebut, dapat diketahui bahwa undang-undang dasar merupakan bagian dari
pengertian konstitusi, yaitu konstitusi tertulis. Suatu konstitusi disebut tertulis merupakan
satu naskah, sedangk

4
an konstitusi tidak tertulis bukan merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi
dan konvensi (Miriam Budiardjo, 1997: 108) yang mana konvensi adalah aturan-aturan
tingkah laku politik (rules of political behavior) (Miriam Budiardjo, 1997: 109)
b. Ferdinand Lasalle
Ferdinand Lasalle (1825 – 1864), membagi konstitusidalam dua pengertian, yaitu (Jimly
Asshiddiqie, 2014: 126)
1) Pengertian sosiolois dan politis ( sociologische atau politische begrip). Konstitusi dilihat
sebagai sintesis antara faktor –faktor kekuatan politik yang nyata dalam masyarakat (de reele
machtsfactoren)
2) Pengertian juridis (juridische begrip) . konstitusi dapat dilihat sebagai satu naskah hukum
yang memuat ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
negara.
c. K.C. Wheare F.B.A.
1) Istilah konstitusi dipergunakan untuk menuntuk kepada seluruh rules mengenai sistem
ketatanegaraan.
2) Istilah konstitusi menunjuk kepada suatu dokumen atau beberapa dokumen yang memuat
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tertentu yang bersifat pokok atau dasar saja mengenai
ketatanegaraan suatu negara.
d. Carl Schmitt
Carl Schmitt membagi konstitusi dalam empat pengertian, yaitu :
1) Konstitusi dalam arti absolut. Pengertian ini mencakup empat sub pengertian yaitu: (1)
Konstitusi sebagai kesatuan organisasi negara; (2) Konstitusi sebagai bentuk negara baik
demokrasi maupun monarki; (3) Konstitusi sebagai faktor integrasi; dan (4) Konstitusi
sebagai norma hukum dasar negara.
2) Konstitusi dalam arti relatif. Maksudnya sebagai konstitusi yang dihubungkan dengan
kepentingan suatu golongan tertentu. Dalam pengertian ini mencakup dua hal: (1) Konstitusi
sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal agar hak-haknya dijamin tidak dilanggar oleh
penguasa; dan (2) Konstitusi dalam arti formil atau konstitusi tertulis.
3) Konstitusi dalam arti positif, yang mengandung pengertian sebgai kepentingan politik yeng
tertinggi tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik yang disepakati oleh suatu negara.
4) Konstitusi dalam arti ideal. Disebut ideal karena merupakan idaman atau cita-cita (borjuis
liberal) agar pihak penguasa tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.

5
e. C.F. Strong
Menurut C.F. Strong, konstitusi merupakan suatu kerangka masayarakat politik (negara) yang
diorganisir dengan dan melalui hukum yang menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen
dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan (C.F. Strong, 2004:21).

B. Tujuan dan sifat konstitusi


1. Tujuan Konstitusi
Pada umumnya, hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu Keadilan
(Justice),Kepastian (certainty),Kebergunaan (utility). Implementasi dari ketiga nilai diatas
diharapkan dapat mewujudkan kedamaian hidup bersama (Jimly Asshiddique, 2006: 149).
Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya,
maka tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan
tujuan yang tertinggi. Tujuan tujuan itu adalah keadila, ketertiban, dan perwujudan nilai nilai
ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama,
sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan negara oleh para pendiri negara.
Sedangkan menurut J. Barents, ada 3 yaitu memelihara ketertiban dan ketenteraman,
mempertahankan kekuasaan, dan mengurus hal hal yang berkenaan dengan kepentingan-
kepentingan umum (Jimly Asshiddiqie, 2006:149). Sementara itu, G.S. Diponolo
merumuskan tujuan konstitusi ke dalam 5 kategori, yaitu (i) kekuasaan, (ii) perdamaian,
keamanan dan ketertiban, (iii) kemerdekaan, (iv) keadilan, serta (v) kesejahteraan dan
kebahagiaan (Jimly Asshiddiqie, 2006: 150).

2. Sifat konstitusi
a. Konstitusi bersifat luwes (fleksibel) atau kaku (rigid)
Ukuran yang dipakai oleh para ahli untuk menentukan apakah suatu undang-undang
dasar bersifat luwes atau kaku adalah naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan
perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit. Negara-negara yang
mempunyai konstitusi yang bersifat luwes adalah New Zealand dan Kerajaan Inggrisyang
tidak memiliki konstitusi yang tertulis. Sedangkan undang-undang dasar yang bersifat kaku
adalah konstitusi amerika serikat, australia, canada dan swiss (Jimly Asshiddiqie, 2014: 143-
144).
Dalam hal ini, CF. Strong menegaskan bahwa kategorisasi konstitusi menjadi
konstitusi lentur/flexible dan konstitusi kaku/rigid, disandarkan pada ada tidaknya prosedur
khusus untuk mengubah suatu konstitusi. (C.F. Strong, 2008: 92).

6
b. Konstitusi bersifat tertulis dan tidak tertulis
Suatu konstitusi disebut tertulis apabila konstitusi tersebut ditulis dalam suatu naskah atau
beberapa naskah. Sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan
ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu.
(Jimly asshiddiqie, 2006, 148).
C. Studi Kasus
PT. Freeport tidak membangun tempat pengolahan atau pemurnian hasil tambang atau
smelter di dalam negeri. Hal ini melanggar beberapa UU yang berlaku di indonesia, Undang
undang yang di langgar oleh PT. Freeport adalah UU no 4 tahun 2009 pasal 103 yang berisi :
1. Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeeri.
2. Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan
memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaskus dalam
pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Dan UU no 4 tahun 2009 pasal 104 yang berisi :
1. Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK Operasi
produksi sebagaimana dimaksus dalam pasal 103 dapat melakukan kerja sama dengan badan
usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK.
2. IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah IUP operasi
produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh menteri, gubernur,
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
3. Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan
pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR atau IUPK.
Apabila PT. Freeport tidak mematuhi atau melanggar UUD di indonesia maka
seharusnya pemerintah berhak menghentikan izin pertambangan yang dilakukan oleh PT.
Freeport. Namun pada kenyataanya ada pro kontra mengenai rencana pemerintah untuk
mengehentika izin tambang PT Freeport, antara lain mengenai pekerja PT. Freeport yang
akan diberhentikan ketika izin penambangan ditutup oleh pemerintah, hal ini akan
menyebabkan terjadinya PHK besar besaran yang akan menambah angka pengangguran
yang tinggi, namun disisi lain jika izin tersebut tetap diberikan hal ini akan merugikan negara.

7
8
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman untuk bisa memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

Kesimpulan
1. Konstitusi adalah dan undang-undang dasar menunjuk pada pengertian hukum dasar suatu
negara, yang mengatur susunan organisasi pemerintahan, menetapkan hubungan antara
pemerintah dan warga negara, serta mengawasi pelaksanaan pemerintahan.
2. Tujuan konstitusi adalah memelihara ktertiban dan ketenteraman, mempertahankan
kekuasaan, dan mengurus hal hal yang berkenaan dengan kepentingan- kepentingan umum.
3. Untuk menyelesaikan masalah mengenai PT. Freeport, pemerintah juga harus
mempertimbngkan masalah apa apa saja yang dapat timbul ketika izin pertambangan
dihentikan, mulai dari pengangguran yang disebabkan PHK besar besaran oleh PT. Freeport
terhadapa karyawannya. Disisi lain juga pemerintah juga harus menerapkan undang undang
yang berlaku, agar nantinya pertambangan tersebut tidak merugikan negara.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anas Mohammad,dkk, kewarganegaraan, Malang : Madani, 2017


Badan Eksekutif Mahasiswa 2004-2005 Campus in Compact,Hukum Tata Negara (sari
kuliah)
Budiyanto, Kewarganegaraan untuk SMA kelas X, jilid. 1, Jakarta : Erlangga, 2004

http://hariannusantara.com/8257/pemerintah-indonesia-tuding-freeport-lakukan-banyak-
pelanggaran/
Kusnardi. Moh, Ibrohim, Harmaily. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet.7, Jakarta
: CV. Sinar Bakti, 1988
Manan, Bagir, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta : FH UII PRESS, 2003
Nurcahjo. Hendra. Ilmu Negara, cet. 1, Jakarta : PT. RajaGraindo Persada, 2005
Soemantri, Sri. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung : Penerbit Alumni,1987
Strong. CF, Konstitusi konstitusi Politik modern Kajian tentang sejarah dan BentukBentuk
KonstitusiDunia, Bandung : Nusamedia, 2004
Thaib. Dahlan dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Grafindo, 1999
Wheare, KC. Modern Constitutions, Jakarta : Alumni, 1975
Wheare, KC, Modern Constitution, Oxford Univ : Press, 1971,

10

Anda mungkin juga menyukai