Anda di halaman 1dari 4

Otak Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa
remaja kurang lebih dimulai dari usia 11 – 20 tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).
Saat memasuki masa remaja, individu sudah menguasai tugas perkembangan seperti
kontrol motorik halus dan kasar, bahasa, reasoning, dan kemampuan berpikir abstrak.
Pada masa ini, remaja akan menghadapi tantangan dan perubahan yang lebih bervariasi.
Pubertas, perubahan emosional, dan perubahan psikologis merupakan persiapan individu
memasuki masa dewasa. Dapat dikatakan masa remaja merupakan kesempatan untuk
mengembangkan otak yang lebih advanced, namun dapat juga dikatakan sebagai masa
yang rentan, terlebih jika terpapar oleh neurotoxins seperti rokok, alkohol, dan narkoba
(Chamberlain, n.d.).
Interaksi yang kompleks antara perubahan hormonal, kemampuan kognitif, dan dorongan
untuk memahami diri ditandai dengan kesempatan untuk mendapatkan insight sekaligus
kerentanan terhadap bahaya psikososial dan fisik. Tugas perkembangan remaja
mencangkup membangun otonomi, mengembangkan hubungan dengan individu lain,
menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah. Semua hal tersebut mengarah kepada
pemisahan diri sebagai pribadi (self). Pada masa ini individu melakukan eksperimen
dengan nilai moral, keterampilan membuat keputusan, dan tingkah laku sosial. Dengan
kata lain, pada masa ini remaja mencari tahu mengenai dirinya dan membentuk
gambaran mengenai diri mereka di masa depan. Proses ini terjadi dalam konteks sosial
dan lingkungan. Mereka sering melakukan evaluasi terhadap dirinya, membandingkan
dengan persepsi mereka mengenai pandangan orang lain (Brown & Prinstein, 2011).
Menurut Elkind (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007), pemikiran remaja
cenderung immature. Ketidakdewasaan ini muncul dalam enam karakteristik :
Idealism dan criticalness
Remaja memiliki pandangan bahwa dunia mereka adalah dunia ideal. Seiring dengan
perkembangan verbal reasoning dan berbagai informasi yang mereka serap, mereka
meyakini bahwa mereka lebih tahu dibandingkan individu dewasa.
Argumentativeness
Remaja pada umumnya selalu mencari kesempatan untuk mencari dan menunjukkan
kemampuan mereka, mereka menjadi argumentatif.
Indecisiveness
Remaja dapat memiliki berbagai alternatif di saat yang bersamaan namun belum memiliki
strategi yang efektif untuk memilih. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk
memutuskan hal-hal yang sederhana.
Apparent hypocrisy
Remaja cenderung tidak dapat membedakan cara mengekspresikan idealisme dengan
melakukan pengorbanan yang sesuai dengan idealismenya.
Self-consciousness
Pada masa ini remaja dapat berpikir mengenai pikiran mereka sendiri. Mereka sering
berasumsi bahwa semua orang memiliki pikiran yang sama dengan dirinya, berpusat pada
dirinya.
Specialness dan invulnerability
Remaja pada umumnya memiliki keyakinan bahwa dirinya spesial dan pengalaman
mereka sangat unik. Menurut Elkind pola pemikiran ini merupakan bentuk egosentrisme
yang mendasari tingkah laku yang berisiko dan berbahaya.
Berikut ini merupakan beberapa fakta mengenai otak remaja (Chamberlain, n.d.):

1. Otak berkembang dari area paling belakang ke depan (bottom-up)

Brain-stem & mid-brain merupakan area yang berkembang lebih dulu. Area ini mengatur
fungsi tubuh yang mendasar seperti tekanan darah dan suhu tubuh. Berikutnya
area limbic dan cerebral cortex. Limbic system merupakan area utama yang mengatur
emosi, sedangkan cerebral cortex bertanggung jawab atas proses reasoning, logika, dan
pengambilan keputusan. Dapat dikatakan cerebral cortex merupakan CEO dari otak.
Pada saat remaja menjadi dewasa, otak mereka menjadi lebih cepat, tajam, dan
terspesialisasi. Mereka mengembangkan kemampuan menalar, kapasitas untuk berpikir
abstrak dan kritis, mereka memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa, mampu
menganalisis isu yang kompleks, dan mengevaluasi alternatif solusi. Walaupun remaja
memiliki kapasitas untuk belajar dan mengingat informasi yang sangat berkembang, pada
masa ini mereka cenderung kesulitan untuk membuat prioritas dan mengorganisasikan
tugas. Karena itu remaja membutuhkan arahan dari orang dewasa saat mengembangkan
keterampilan ini.
2. Transisi pada “otak emosi”
Masa remaja merupakan masa yang penuh “drama”. Yang perlu dipahami adalah pada
masa ini remaja mengandalkan amygdala yang mengontrol aspek emosi. Karena itu aspek
emosi dirasakan lebih intens, nyata, dan mereka cenderung menggunakan aspek emosi
dalam merespon situasi. Mereka juga masih dalam proses belajar untuk mengenal dan
merespon aspek emosi tersebut. Karena itu, otak remaja yang masih berkembang rentan
terhadap stres. Mereka cendeng over-reaktif, meledak-ledak, dan mungkin sampai
melanggar aturan. Mereka dapat marah dan menangis tanpa mengerti alasannya. Walau
demikian, seiring berkembangnya cerebral cortex, proses menalar dan menilai menjadi
lebih terarah.
3. Otak laki-laki vs perempuan

Laki – laki Perempuan

Lebih banyak white matter (sel penghubung) Lebih banyak gray matter (inti sel)

Membantu dalam mentransfer informasi ke seluruh Efisien dalam memproses informasi, baik

area otak, meningkatkan kemampuan spasial. kemampuan verbal

Amygdala & hypothalamus


Hippocampus
Kedua struktur ini bertanggung jawab atas respon
Bagian ini membantu proses transfer informasi
tubuh. Menjelaskan minat laki-laki terhadap olahraga
term memory, dipercaya menjelaskan keter
fisik, dorongan seksual yang lebih besar, serta
sosial pada perempuan
kebutuhan untuk lebih banyak bergerak.

Ritme perkembangan lebih lambat dibanding


Ritme perkembangan lebih cepat
perempuan

Perbedaan ini pada dasarnya berlaku umum namun tentunya dapat bervariasi pada setiap
individu. Walau demikian pada dasarnya perbedaan ini ingin menjelaskan bahwa
perkembangan laki-laki dan perempuan berbeda. Hal ini tentu menghasilkan tingkah laku
yang berbeda pula. Penting untuk mengenali pola perubahan dan perkembangan individu,
menstimulus dan mendampingi sesuai perkembangan minat dan rasa ingin tahunya secara
spesifik.
4. Remaja butuh lebih banyak tidur
Perubahan kimiawi dan struktur pada otak membuat otak remaja membutuhkan lebih
banyak istirahat. Terhadap hormon yang juga menstimulus individu untuk tidur pada
waktu tertentu sehingga menyebabkan remaja dapat bangun sampai tengah malam dan
kesulitan untuk bangun.
5. Remaja seakan-akan hidup untuk bersenang-senang dan merasakan keseruan
Pubertas dan perubahan otak pada remaja memotivasi remaja untuk mencari pengalaman
dan kesenangan.
Pemahaman mengenai perkembangan otak remaja memungkinkan orangtua, guru, dan
orang dewasa lainnya memahami dan mengantisipasi tingkah laku remaja yang kadang
tampak tidak masuk akal, dramatis, berlebihan, emosional, dan berbahaya. Masa ini pada
dasarnya merupakan transisi dan jendela menuju dunia yang lebih kompleks. Remaja
membutuhkan orang dewasa yang sehat sekaligus perhatian untuk menyediakan
lingkungan yang suportif. Orang dewasa dapat mengambil peran aktif untuk menyediakan
lingkungan yang memberi kesempatan untuk : latihan membuat keputusan,
mengembangkan keterampilan baru, mencari sensasi / petualangan yang sehat, mengambil
risiko secara sehat dan berimbang, menghabiskan waktu secara berkualitas, serta
memberi contoh mengenai pola hidup yang sehat.
Pola komunikasi yang asertif (terbuka, berimbang & saling mendengarkan) akan lebih
efektif dibanding pola komunikasi satu arah. Akan lebih baik jika pola komunikasi ini
sudah diterapkan sejak dini. Namun secara khusus untuk orangtua dengan anak remaja,
ada baiknya orangtua “turun gunung”, mencoba mengenal dan memahami dinamika
kehidupan mereka. Pada masa ini, semakin kita dapat menempatkan posisi secara
seimbang / setara dengan mereka, mereka akan lebih merasa dihargai. Sebaliknya,
memperlakukan mereka seperti lebih rendah, lebih tidak mampu atau belum mengerti
dapat berpotensi menimbulkan konflik. Pada dasarnya mereka merasa sudah mulai
dewasa, mampu dan kompeten untuk mengatur hidupnya. Karena itu cara menempatkan
diri sebagai figur otoritas (orangtua) perlu diperhatikan secara seimbang.

Anda mungkin juga menyukai