1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Klimantan Barat tahun 2013-2018, dikemukakan bahwa
Kalimantan Barat memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah.
Apabila potensi tersebut dikelola dengan tepat, maka akan sangat
mendukung untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Salah satu
potensi SDA yang dimiliki Kalimantan Barat adalah bentang hutan hujan
tropika basah (tropical rainforest) yang cukup luas yang didalamnya
terkandung berbagai biodiversity endemik. Ini sangat bermanfaat bagi
pengembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta untuk
kepentingan kerjasama dengan pihak luar negeri. Namun, degradasi
lingkungan dan deforestasi sumber daya hutan masih terus terjadi
sebagai akibat dari kegiatan perambahan hutan, pertambangan emas
tanpa izin, serta kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, lemahnya
sinergitas dan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota misalnya adanya peraturan dan perundang-undangan
yang bersifat kontraproduktif menyebabkan kurang optimalnya
pengelolaan sumber daya dan lingkungan tersebut.
1.2. PERMASALAHAN
Ekosistem mangrove tengah menghadapi tantangan utama berupa alih
fungsi lahan. Direktur Konservasi Tanah dan Air, Muhammad Firman (2)
menyampaikan berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman,
perkebunan, industri dan infrastruktur pantai/pelabuhan seringkali
mengorbankan keberadaan mangrove. Kondisi ini diperburuk dengan
pencemaran oleh limbah plastik, limbah rumah tangga dan tumpahan
minyak. Bencana alam menjadi faktor lain yang tidak bisa dihindari di
tengah upaya meningkatkan vegetasi mangrove. Illegal logging juga
menjadi ancaman nyata eksistensi mangrove. Sumber masalah yang
juga sangat penting adalah dari faktor sosial yaitu pemahaman
masyarakat tentang mangrove yang masih rendah. Tumpang tindih
kebijakan di tingkat nasional hingga daerah juga menjadi sumber
permasalahan dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
1.3. TUJUAN
Penelitian ini memiliki secara umum memiliki tujuan sebagai analisa
sinergitas pembangunan daerah dengan pengelolaan lingkungan
khususnya ekosistem mangrove yang lestari. Sehingga capaian tujuan
penelitian yang akan dicapai adalah :
1. Mengetahui kebijakan dan strategi Pemerintah Daerah dalam
mendukung pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten
Mempawah;
2. Mengetahui dampak implementasi kebijakan dan stategi Pemerintah
Daerah pada pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten
Mempawah terhadap aspek kelestarian lingkungan serta sosial dan
ekonomi masyarakat;
3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove;
4. Mengetahui bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan ekosistem mangrove;
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepedulian dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
1.4. KELUARAN
Keluaran penelitian ini adalah berupa dokumen yang memuat informasi
tentang kebijakan Pemerintah Daerah dan peran masyarakat dalam
pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Mempawah Provinsi
Kalimantan Barat.
1.5. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tata kelola
lingkungan lestari yang bersinergi dengan pembangunan khususnya
dalam kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang tepat dan
melibatkan partisipasi masyarakat. Diharapkan informasi-informasi yang
terbangun di dalam penelitian dapat menjadi alternatif model tata kelola
lingkungan yang baik dan kemudian dapat menjadi alternatif acuan atau
diadaptasi oleh daerah lainnya dalam pengelolaan wilayah pesisir
terutama ekosistem mangrove.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. EKOSISTEM MANGROVE
2.1.1. Pengertian dan Fungsi Ekosistem Mangrove
Soemarwoto (1994:23-24) dalam L. Tijow (2013) mengatakan bahwa
bahwa suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem, yaitu suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk
hidup dengan lingkungannya.” Ekosistem merupakan salah satu
komponen yang juga mempunyai hubungan yang erat dengan ekologi.
Ekosistem adalah kesatuan makhluk dalam suatu daerah tertentu (abiotic
community) di mana di dalamnya tinggal suatu komposisi organisme hidup
(biotic community) yang di antara keduanya terjalin suatu interaksi yang
harmonis dan stabil, terutama dalam jalinan bentuk-bentuk sumber energi
kehidupan. Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya
dan bekerja dengan baik, keteraturan ekosistem itu terjaga.
2.2. KEBIJAKAN
2.2.1. Pengertian Kebijakan
Menurut Suharto (2005) dalam Syahruddin (2010), kebijakan (policy)
adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Richard dalam Winarno (2007) dalam N.
Amaniyah (2015) menjelaskan bahwa kebijakan dipahami sebagai
serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan serta
konsekuensi-konsekuensi bagi meraka yang bersangkutan sebagai
keputusan yang berdiri sendiri. Frederick dalam Agustino (2008) dalam N.
Amaniyah (2015) secara lebih detail mendefinisikan kebijakan sebagai
serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-
hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
b. PARTISIPASI MASYARAKAT
Permasalahan lingkungan pada aspek kelembagaan terjadi pada tataran
di tingkat legislatif, eksekutif pusat dan daerah, dan juga kelembagaan di
dalam masyarakat itu sendiri. Persoalan kelembagaan dalam
pemerintahan tersebut dapat bersumber dari bentuk kelembagaan,
keterbatasan mandat, cakupan kewenangan dan lemahnya koordinasi.
Pada permasalahan lingkungan pada aspek penerapan kebijakan
diantaranya adalah pengurasan sumber daya alam, pengingkaran hak
masyarakat adat, dan pencemaran yang merugikan masyarakat luas
dapat berlangsung terus tanpa tersentuh hukum karena pemberian
konsesi bagi pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya alam serta
mengabaikan aspek daya dukung ekosistem dan kepentingan
masyarakat lokal. Pengawasan juga diabaikan disebabkan aparat
pemerintah sebagai regulator pada umumnya menjalankan kepentingan
yang bertentangan dengan kepentingan hajat hidup orang banyak (public
interest). Pertentangan kepentingan ini disebabkan oleh pengaruh-
pengaruh atau tekanan elit politik, kroni, atau kepentingan untuk
memperkaya diri pribadi atau kelompoknya (L. Tijow, 2013).
5. Pembahasan
5.1. Karakteristik Responden
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
Jenis pekerjaan
(1) ksdae.menlhk.go.id/.../SbtMenteriLHK%20Konference%20Mangro.;
(2) Siaran Pers No. SP. 58/HUMAS/PP/HMS.3/03/2017. doi :
http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/561;